Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 305 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wudangadi JB Rampen-Harsono
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Sindrom terowongan karpal (STK) yang diawali dengan keluhan nyeri, kebas, kesemutan atau rasa terbakar di daerah persarafan medianus ditangan, tanpa pengobatan dini akan berlanjut dengan atrofi otot tenar serta kerusakan total saraf sehingga menyebabkan cacat tangan. Angka kejadian sindrom ini yang semakin meningkat di luar negeri, menurut kebanyakan peneliti erat hubungannya dengan faktor pekerjaan. Penelitian kros seksional ini mengevaluasi prevalensi sindrom terowongan karpal pada 61 tenaga kerja dengan pajanan tinggi tekanan biomekanis berulang pada tangan dan pergelangan tangan di pabrik ban P.T. BSIN, menggunakan 65 tenaga kerja dengan pajanan. rendah dari pabrik yang sama, sebagai pembanding. Juga dilakukan penilaian terhadap beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko. Diharapkan hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk perencanaan program pencegahan sindrom ini. Data sosio-demografis, riwayat pekerjaan dan riwayat penyakit didapatkan melalui anamnesis menggunakan kuesioner, sedangkan status kesehatan ditetapkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik menggunakan tes provokatif. Pemeriksaan penunjang elektroneuromiografis dilakukan untuk konfirmasi diagnosis. Uji chi kuadrat dig unakari untuk menilai hubungan antara faktor-faktor yang diperkirakan sebagai faktor risiko dan STK, sedangkan analisis regresi logistik berganda dipakai untuk melihat probabilitas timbulnya STK sehubungan dengan faktor risiko yang ada. Hasil dan Kesimpulan: Prevalensi STK pada pekerja bagian produksi adalah 12.7%, dan lebih tinggi pada kelompok pekerja dengan pajanan tinggi (19.7%) dibandingkan kelompok pekerja dengan pajanan rendah (6.2%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara masa kerja dan tingkat pendidikan dengan STK. Faktor-faktor yang menunjukkan kecenderungan tinggi sebagai faktor risiko STK, selain faktor pekerjaan berupa tekanan biomekanis berulang (OR3.968) adalah faktor umur (OR 4.368) dan faktor berat badan (OR3.157). ...... Scope and method: Carpal tunnel syndrome (CTS) characterized by pain, numbness, or tingling of the fingers in the median nerve distribution, without early intervention will result in impaired hand function and disability. Increased risks for this syndrome has been found in manufacturing industries. The purpose of this cross sectional study, using 61 randomly selected workers exposed to high repetitive biomechanical stress at an automotive tires manufacturer, is to estimate prevalence of the carpal tunnel syndrome in this population. A control group, consisting of sixty five randomly selected workers exposed to low repetitive biomechanical stress, from the same plant is also studied. It is hoped that results of this study will be helpful in the strategic planning of early preventive measures. Socio-demographic data and occupational history are obtained by structured interview, and health status is determined using clinical history and physical examinations, including provocative testing. Electrodiagnostic testing is used for confirmation only. Association between exposure and CTS is examined with the chi square test, and multiple logistic regressions is used to estimate association between CTS and exposure , while controlling for potential confounders. Results and Conclusions: The prevalence of CTS in the total sample is 12.7%, and is much higher in the exposed group (19.7%) compared to the control group(6.2%). When controlling for potential confounders the odds ratio for the exposed group was more than three (p-.042) compared to the control group. No statistically significant association between CTS with .years on the job or level of education is suggested. Factors associated with carpal tunnel syndrome are exposure (OR 3.968), age (OR 4.368) and body weight (OR3.157).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warda Yussy Rha
Abstrak :
Perawat merupakan salah satu profesi yang berisiko mengalami distres. Distres pada perawat dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti pada arena individu (jenis kelamin, usia, status pekerjaan dan masa kerja), arena kerja (ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, hubungan interpersonal, beban kerja dan lingkungan kerja), dan arena sosial (dukungan sosial dari supervisor dan dukungan sosial dari rekan kerja). Hal ini dapat memberikan dampak pada perawat seperti kelelahan, perilaku kasar, anxiety, peningkatan tekanan darah, kurangnya kepercayaan diri, penurunan efisiensi, dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah mengambarkan tingkat distres dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat distres pada perawat ruang perawatan di RSUD X Tembilahan. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional yang dilakukan pada Mei-Agustus 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang perawatan RSUD X Tembilahan. Distres diukur menggunakan kuesioner COPSOQ III dan NIOSH Generic Job. Data dianalisis menggunakan Chi-square dan regresi logistik ordinal. Ditemukan bahwa 28,9% perawat mengalami tingkat distres rendah,  68,9% perawat mengalami tingkat distress sedang, dan 2,2% perawat mengalami tingkat distress tinggi. Analisis regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa perawat perempuan berisiko mengalami distres lebih tinggi dibandingkan perawat laki-laki (OR=4,03). Faktor risiko yang paling berpengaruh pada arena kerja dengan tingkat distress adalah konflik peran (OR=3,15) dan beban kerja (OR=3,8). Pengelolaan tingkat distres pada level organisasi dapat berupa melakukan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan mengenai hak pekerja perempuan, memperhatikan deskripsi pekerjaan dan sumber daya  manusia yang dibutuhkan, monitoring status kesehatan perawat, menyeimbangkan beban kerja dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki perawat, dan mengupayakan sistem reward baik berupa materi maupun apresiasi terhadap hasil kerja untuk meningkatkan motivasi bagi perawat. Sedangkan pada level individu dapat berupa melaksanakan strategi perawatan diri yang sehat, work-life balance, dan melakukan relaksasi. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah peningkatan tingkat distres pada perawat ruang perawatan di RSUD X Tembilahan. ......Nursing is one of the stressful professions. Distress emerged on nurses due to various factors such as in the individual arena (gender, age, marital status and work experience), the work arena (role ambiguity, role conflict, career development, interpersonal relationships, workload and work environment), and the social arena (social support from supervisors and social support from colleagues). This can have an impact on nurses such as fatigue, harsh behavior, anxiety, increase of blood pressure, lack of self-confidence, decrease in efficiency, etc. This study aims to describe the level of distress and to analyze the factors affected with the level of distress on nurse in the treatment room at X Hospital Tembilahan. This study uses a cross-sectional study design that was conducted in May-August 2022. The population in this study were all inpatient nurse in X Hospital Tembilahan. The distress level is measured using the COPSOQ III and NIOSH Generic Job questionnaires. Data are analysed using chi-square and multiple logistic regression. such as in the individual arena (gender, age, employment status and years of service), the work arena (role ambiguity, role conflict, career development, interpersonal relationships, workload and work environment), and the social arena (social support from supervisors and social support from colleagues). This can have an impact on nurses such as fatigue, rude behavior, anxiety, increased blood pressure, lack of confidence, decreased efficiency, and others. The purpose of this study was to describe the level of distress and to analyze the factors that influence the level of distress in nurses in the treatment room at X Tembilahan Hospital. This study used a cross-sectional study design which was conducted in May - August 2022. The population in this study were all nurses in the X Tembilahan Hospital. Distress was measured using the COPSOQ III and NIOSH Generic Job questionnaires. Data were analyzed using Chi-square and ordinal logistic regression. It was found that 28.9% of nurses experienced low levels of distress, 68.9% of nurses experienced moderate levels of distress, and 2.2% of nurses experienced high levels of distress. Ordinal logistic regression analysis showed that female nurses had a higher risk of experiencing distress than male nurses (OR=4.03). The most influential risk factors in the work arena with a level of distress are role conflict (OR=3.15) and workload (3.8). Management of the level of distress at the organizational level can be in the form of supervising the implementation of regulations regarding the rights of women workers, paying attention to job descriptions and human resources needed, monitoring the health status of nurses, balancing the workload with the capacities of nurses, and pursuing a reward system in the form of material as well as appreciation of work results to increase motivation for nurses. Meanwhile, at the individual level, it can be in the form of implementing healthy self-care strategies, work-life balance, and relaxation. This is needed to prevent an increase in the level of distress in nurses in the treatment room at X Tembilahan Hospital.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Fadila
Abstrak :
Tuberkulosis (TB) Paru merupakan salah satu penyakit penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2020 penyakit TB menempati peringkat kedua penyebab utama kematian akibat infeksi agen tunggal. Infeksi TB pada anak masih menjadi salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas sehingga dibutuhkan tindakan preventif dan promotif yang tepat untuk menurunkan angka insiden TB salah satunya dengan mengevaluasi faktor-faktor risiko kejadian TB paru pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru pada anak di Kota Bekasi tahun 2022. Penelitian ini menggunakan studi kasus-kontrol dengan sampel 135 kasus dan 135 kontrol yang diambil berdasarkan data SITB Kota Bekasi. Variabel yang diteliti antara lain usia, jenis kelamin, status gizi, status vaksinasi BCG, riwayat kontak serumah dengan penderita TB, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kepadatan hunian, ventilasi rumah, dan sumber pencahayaan. Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan faktor risiko usia 0 - ≤5 tahun (OR 2,27; 95% CI: 1,22-4,22), status vaksinasi BCG negatif (OR 7,96; 95% CI: 2,02-31,40), status gizi kurang (OR 13,24; 95% CI: 5,44-32,22), riwayat kontak TB serumah lebih dari 4 minggu (OR 4,52; 95% CI: 2,41-8,48), dan pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat (OR 2,39; 95% CI: 1,17-4,84) memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru pada anak di Kota Bekasi tahun 2022. ......Tuberculosis (TB) is one of the main causes of morbidity and mortality in worldwide. In 2020 TB disease is the second leading cause of death due to single agent infection. TB infection in children is still one of the causes of mortality and morbidity, so appropriate preventive and promotive measures are needed to reduce the incidence of TB, one of which is by evaluating the risk factors for pulmonary TB in children. The purpose of this study was to determine the risk factors associated with the incidence of pulmonary TB in children in Bekasi City in 2022. This study used a case-control study with a sample of 135 cases and 135 controls taken based on SITB from Bekasi City. The variables studied included age, gender, nutritional status, BCG immunization status, history of household contact with TB, parents' education level, parents' occupation, occupancy density, house ventilation, and lighting sources. The results of the study based on multivariate analysis showed that the risk factors were age 0 - ≤5 years (OR 2,27; 95% CI: 1,22-4,22), negative BCG immunization status (OR 7,96; 95% CI: 2,02-31,40), malnutrition status (OR 13,24; 95% CI: 5,44-32,22), history of contact with TB in the household for more than 4 weeks (OR 4,52; 95% CI: 2,41-8,48), and house lighting not requirements (OR 2,39; 95% CI: 1,17-4,84) has a significant relationship with the incidence of pulmonary TB in children in Bekasi City in 2022.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harisnal
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia saat ini termasuk di Kota Banjarmasin dengan angka kematian yang tinggi, Tahun 2011 dilaporkan CFR 8,3% dimana sebagian besar pasien DBD ini dirawat di RSUD ULIN dan RSUD Ansari Saleh Banjarmasin, sementara penegakkan diagnosis sering sulit, apalagi dalam menilai apakah pada akhirnya akan terjadi shock (Dengue Shock syndrome) atau tidak. Peningkatan hematokrit, penurunan angka trombosit, leukosit dan serta perilaku pasien sebelum dirawat (lamanya sakit, rujukan) biasanya terjadi sebelum demam turun dan sebelum terjadinya shock. Hal ini merupakan diagnostik yang penting dan prognosis yang berharga dalam mendeteksi Dengue Shock Syndrome. Sehingga dengan mengetahui faktor resiko ini dapat mencegah/ mengurangi kematian Metode: Penelitian bersifat observasional dengan disain kasus kontrol. Kasus adalah penderita yang didiagnosis DSS berdasarkan diagnosis dokter yang merawat. Sedangkan kontrol adalah penderita yang didiagnosis sebagai tersangka DBD oleh dokter yang merawat. Data penelitian diperoleh dari data rekam medis dan formulir Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KD-RS) yang dirawat di RSUD ULIN dan RSUD Ansari Saleh dalam periode bulan April 2010 sampai Maret 2012. Rancangan analisis ditujukan untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR) dilanjutkan dengan multivariat analisis untuk mengetahui faktor risiko yang dapat mendeteksi DSS sejak dini. Hasil Penelitian: Variabel yang signifikan secara statistik dan di masukkan ke dalam prediksi model akhir adalah Jenis Kelamin perempuan (OR=3,250 95% CI=1,178-8,970), hematokrit ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) , leukosit ≤ 4764,47 (OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lama sakit ≥4 hari (OR=3,146 95% CI=1,179-8,397) dan rujukan dari puskesmas (OR=4,543 95% CI=1,700-12,139).Variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian Dengue shock syndrome adalah hematokrit. Dari hasil tersebut disarankan agar tenaga kesehatan dan akademisi perlu meningkatkan standar pelayanan penyakit yang lebih efektif dan efesien yang berisiko terjadinya Dengue Shock Syndrome.
ABSTRACT
DHF is still a health problem in Indonesia is currently included in Banjarmasin city with a high mortality rate in 2011 was reported CFR 8.3% where the majority of dengue patients are treated at the Ulin Hospital and Ansari Saleh Hospital Banjarmasin, while the diagnosis is often difficult, especially in assessing whether it will eventually happen shock (dengue shock syndrome) or not. This is an important diagnostic and prognostic value in the detection of Dengue Shock Syndrome. So that by knowing these risk factors can prevent / reduce mortality. Methods: The study is an observational with case-control design. Cases are those who hospitalized and diagnosed as suspect Dengue haemorrhagic fever by clinicans using WHO criteria.Controls are those who hospitalized and diagnosed as suspect Dengue Haemorrhagic fever by the clinicans. Data were collected from medical records and (KD-RS) are treated in Ulin Hospital and Ansari Saleh Hospital in the period from April 2010 until March 2012. Analysis design is done to obtain Odds Ratio (OR) and followed by using multivariate logistic regression to determine risk factors that can detect early DSS. Consclusion: The significant variables in statistic manner and put into the final model predictions are increasing Female sex (OR=3,250 95% CI=1,178-8,970), haematocryt ≥25,97% (OR=7,86 95% CI=2,748-22,500) leukopenia ≤4764,47 (OR=3,826 95% CI=1,375-10,647), lengh of hospital ≥4 days (OR=3,146 95% CI=1,179-8,397) and referrals from Health centers (OR=4,543 95% CI=1,700- 12,139). From these results it is suggested that health professionals and academics need to improve service standards diseases more effectively and efficiently at risk of Dengue Shock Syndrome.
2012
T30786
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kuwat Karyadi
Abstrak :
Pencemaran udara merupakan masalah yang terjadi di area industri seperti salah satunya di pabrik semen, di mana hal ini dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan pada karyawan. Gangguan kesehatan berupa penyakit saluran pernafasan yang dapat terpicu oleh pencemaran udara salah satu di antaranya adalah Asma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kecenderungan prevalensi Asma serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya pada karyawan di sebuah pabrik semen di Jawa Barat. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang (Cross Sectional) dilakukan selama 3 bulan Mei-Juli dilakukan wawancara terhadap 142 orang karyawan. Prevalensi asma di sebuah pabrik semen di Jawa Barat pada tahun 2008 adalah sebesar 9,2%. Asma pada karyawan tidak terkait langsung dengan faktor-faktor demografi, perilaku dan lingkungan kerja tetapi lebih pada faktor keturunan yang dibawa sejak sebelum bekerja di pabrik semen tersebut. Penanggulangan dapat dilakukan dengan penerimaan dan penempatan karyawan sesuai dengan syarat kesehatan yang telah ditetapkan. ...... Air pollution is a problem commonly in any industry area such as cement factory, and cause various respiratory problem like Asma. This study aims to description prevalence of asthma occurence, as well as to determine the correlation between any factor influencing of employees of a cement factory in West Java during 2008. This study is descriptive in nature and is a cross sectional study in design among three months during May-July to 142 respondents by interview. Asthma prevalence of employees of a cement factory in West Java during 2008 is 9.2%. Asthma of the employees is not be direct related with demography factors, behavioral and the environment work but mostly caused degraded by their parents or genetic factor since before working in this factory. Means to minimize the number of cases can be done with employees location and acceptance as according to health condition which have been specified.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41303
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Arieqal Hatta Ampri
Abstrak :
ABSTRAK Pendahuluan: Anemia masih merupakan masalah kesehatan yang besar di negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi terjadinya anemia di Indonesia masih sekitar 21.7 %. Diharapkan dengan mengetahui faktor risiko anemia pada mahasiswa baru, dapat dilakukan intervensi dan tata laksana yang sesuai untuk menurunkan prevalensi anemia di Indonesia. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek pada penelitian ini didapatkan dari data sekunder dari pemeriksaan kesehatan mahasiswa mahasiswa gelombang kedua sebuah universitas di Depok pada tahun 2018/2019. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan anemia berdasarkan nilai Hb dan MCV terhadap faktor risiko anemia yaitu jenis kelamin, indeks masa tubuh, aktivitas fisik, pola makan , dan juga tekanan darah. Digunakan kuesioner untuk mengetahui faktor risiko jenis kelamin, aktivitas fisik, dan pola makan. Data yang digunakan akan dianalisis melalui uji chi square untuk uji bivariat, lalu akan dilakukan uji regresi logistik multinomial untuk mengetahui kekuatan dari faktor risiko tersebut. Hasil Terdapat hubungan yang signifikan antara anemia mikrositik dan jenis kelamin perempuan (p =0.000; OR = 8.300) dan indeks masa tubuh underweight (p =0.006 OR=2.759). Terdapat hubungan signifikan antara anemia normositik dengan berat badan normal (p=0.008 OR== 2.888) dan mengkonsumsi protein hewani tidak setiap hari (p=0.007 OR 1.719), kurang konsumsi protein nabati bersifat protektif terhadap anemia normositik (p=0.03 OR= 0.639) Kesimpulan: Hubungan antara prevalensi anemia terhadap jenis kelamin, indeks masa tubuh, konsumsi protein hewani, dan konsumsi protein nabati bersifat signifikan. Aktivitas fisik, tekanan darah, konsumsi karbohidrat, sayur sayuran, dan buah buahan serta minum air bersifat tidak signifikan.
ABSTRACT Introduction: Anemia is a global health problem in a developing country, including Indonesia. The prevalence of having anemia in Indonesia is around 21.7 %. We hope in recognizing the risk factor of anemia in students, we can formulate an intervention and choosing the right treatments to reduce the prevalence of anemia in Indonesia Method: This research use a cross sectional design. The subject of this research is acquired from the health examination conducted at the beginning of the year for the new students of a university in Depok batch 2018/2019. The study is conducted to recognize the relationship between the prevalence of anemia measured by hemoglobin level and mean corpuscuvular volume and the risk factor of anemia which is gender, BMI, physical activity, blood pressure, and eating habits. The data will be analyzed by the chi square test for the bivariate relationship, and then we will use multinomial logistic regression to know the significance between the risk factors. Results: It is found that microcytic anemia have a significant relationship with women (p =0.000: OR 8.300) and underweight (p =0.006 OR=2.759). There is a relationship between Normocytic anemic and normal BMI (p=0.008 OR=2.888) and animal protein <2x/ day (p=.007 OR= 1.719). there is a protective effect of not consuming plant protein/ day and anemia (p=0.03 OR= 0.639).Conclusion: There is a significant relationship between the prevalence of anemia and the gender, BMI, animal protein consumption, and consuming plant protein. There is no significancy between the prevalence of anemia and hypertension, consuming carbohydrate vegetables and fruits, and drinking water.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasia
Abstrak :
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan penyakit dengan beban masuk tertinggi dunia. Secara global, kebanyakan stroke terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi rendah dan sedang. Secara nasional, selain menimbulkan beban penyakit, stroke juga menyebabkan BPJS mengeluarkan dana dalam jumlah besar untuk penanganannya. Meskipun demikian, faktor risiko stroke dapat berbeda-beda di berbagai tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stroke di Indonesia pada populasi usia lima belas tahun ke atas. Penelitian menggunakan data sekunder dari gelombang ke-5 Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS 5) yang dilaksanakan pada tahun 2014 - 2015. Peneliti menggunakan uji bivariat dengan Chi Square dan Fisher's Exact's Test dan menggunakan ukuran rasio risiko epidemiologi (RR) untuk melihat pengaruh berbagai faktor risiko terhadap kejadian stroke. Hasil Penelitian bivariat menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stroke adalah usia> 60 tahun (RR = 3,93), pernah perokok berat (RR = 2,03), punya riwayat hipertensi (RR = 13,37), punya riwayat diabetes (RR = 8,17), dan punya riwayat kolesterol tinggi (RR = 2.63). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya yang tepat memadai - terutama upaya pencegahan - terkait faktor risiko stroke. ......Stroke is one of the causes of death and disease with the highest admission burden in the world. Globally, most strokes occur in low- and middle-income countries. Nationally, in addition to causing disease burden, stroke also causes BPJS to spend large amounts of funds for its handling. However, the risk factors for stroke can vary in different places. This study aims to determine the factors that influence the incidence of stroke in Indonesia in the population aged fifteen years and over. The study used secondary data from the 5th wave of the Indonesian Family Life Survey (IFLS 5) which was conducted in 2014 - 2015. Researchers used the bivariate test with Chi Square and Fisher's Exact's Test and used the epidemiological risk ratio (RR) measure to see the effect of various risk factors on stroke incidence. The results of the bivariate study showed that the factors that influence the incidence of stroke were age> 60 years (RR = 3.93), had been a heavy smoker (RR = 2.03), had a history of hypertension (RR = 13.37), had a history of diabetes ( RR = 8.17), and have a history of high cholesterol (RR = 2.63). Therefore, it is necessary to make adequate efforts - especially prevention - related to stroke risk factors.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Diken Safitri
Abstrak :
Asma telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebagai faktor risiko baru dari stroke. Meskipun begitu, kesimpulan dan mekanisme hubungan antara kedua penyakit ini masih belum diketahui pasti. Salah satu dugaan mengenai mekanisme hubungan ini adalah karena adanya asosiasi asma dengan faktor risiko stroke, termasuk faktor demografi dan perilaku. Hasil Riskesdas 2007 hingga 2018 juga mendukung dugaan hubungan ini dengan adanya kesamaan tren prevalensi stroke dan asma dari tahun ke tahun. Namun, belum ada penelitian dengan jumlah sampel besar di Indonesia yang mempelajari hubungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan asma dan stroke beserta interaksi asma dengan faktor risiko demografi (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal) dan perilaku (perilaku merokok, konsumsi makanan berserat, aktivitas fisik, konsumsi alkohol) terhadap kejadian stroke pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan data sekunder Riskesdas 2018. Populasi penelitian direstriksi pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia yang sedang tidak hamil dan tidak memiliki kondisi: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, IMT berlebih, lingkar perut berlebih, dan dislipidemia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kasar yang signifikan (p<0,05) antara asma dan stroke dengan POR sebesar 1,627 (95% CI: 1,120 – 2,364) pada penduduk sesuai kriteria penelitian. Namun, setelah dikontrol oleh usia tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0,05) antara asma dan stroke (POR=1,419; 95% CI: 0,976 – 2,064). Adapun, tidak ditemukan interaksi (p uji homogeneitas>0,05) antara asma dengan satupun faktor demografi atau perilaku yang terbukti sebagai faktor risiko stroke dalam penelitian ini (usia, jenis kelamin, wilayah tinggal, perilaku merokok, aktivitas fisik). Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk studi di masa yang akan datang dalam menginvestigasi hubungan kedua penyakit ini lebih lanjut. ......Recent researches have shown evidence that asthma is a novel risk factor for stroke. However, the conclusion and mechanism of the relationship remain uncertain. One of the potential mechanisms that could explain this relationship is the association between asthma and risk factors of stroke, including demographic and behavioral factors. Results from Indonesia Basic Health Research that show similar trends of asthma and stroke prevalence from 2007 to 2018 in Indonesia further support the association present between asthma and stroke. Yet, to the best of our knowledge, there hasn't been any study with a large sample size in Indonesia to analyze this association. This study aims to investigate the relationship between asthma and stroke, as well as the interactions between asthma and each of demographic (age, sex, residential area) and behavioral (smoking, fibrous food consumption, physical activity, alcohol consumption) factors in the said relationship between both diseases on adults aged 15 years and older in 2018. This study uses a cross-sectional design and utilizes data from Indonesia Basic Health Research 2018. The population is restricted to adults in Indonesia aged 15 years onwards who are not pregnant and don't have any of the conditions: hypertension, diabetes mellitus, heart disease, high BMI, high abdominal circumference, and dyslipidemia. Results show that there is a significant (p<0.05) crude association between asthma and stroke with POR of 1.627 (95%CI: 1.120 – 2.364). However, after controlling for age, no significant (p>0.05) association is found between both diseases (POR=1.419; 95%CI: 0.976 – 2.064). As for the interaction, there is no interaction (p test of homogeneity>0.05) found between asthma and any of the significant risk factors for stroke investigated in this study from either demographic (age, sex, residential area) or behavioral (smoking, physical activity) factors. This study can be used as a reference for future studies that will further investigate the relationship between asthma and stroke.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Alfons Ken Billyarta
Abstrak :
Latar Belakang: Dibandingkan negara lain, tidak banyak jumlah tindakan trakeostomi yang dilakukan pada anak di Indonesia. Hal tersebut menimbulkan terbatasnya informasi terkait karakteristik dan luaran dari anak yang menjalani tindakan trakeostomi. Berbagai karakteristik yang dimiliki anak dapat menjadi faktor risiko mortalitas ketika dalam status trakeostomi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 98 subjek berusia >2 bulan hingga ≤18 tahun yang menjalani trakeostomi pada Januari 2020-Oktober 2023 melalui rekam medis RSCM. Hasil: Kejadian mortalitas pada anak dengan trakeostomi adalah 21,4%. Sebagian besar anak yang menjalani trakeostomi berada di usia 2 bulan hingga 5 tahun (55,1%), laki-laki (59,2%), gizi baik (57,1%), imunokompeten (81,6%), indikasi terbagi merata antara obstruksi saluran napas dengan penggunaan ventilator berkepanjangan (50%), tidak mengalami komplikasi (67,3%), dan memiliki komorbid (77,6%). Pada analisis multivariat, faktor risiko yang memiliki hubungan signifikan terhadap mortalitas anak dengan trakeostomi adalah gizi kurang (p=0,013; AOR 6,901; IK95%=1,492-31,920), gizi berlebih (p=0,025; AOR 9,623; IK95%=1,336-69,324), mengalami komplikasi (p <0,001; AOR 28,737; IK95%=6,248-132,174), dan memiliki komorbid (p=0.030; AOR 9,518; IK95%=1.247-72.621). Kesimpulan: Angka kejadian mortalitas pada anak dengan trakeostomi sebesar 21,4%. Faktor risiko yang berperan terhadap kejadian mortalitas pada anak dengan trakeostomi adalah status gizi kurang, gizi berlebih, mengalami komplikasi, dan memiliki komorbid. ......Introduction: Compared to other countries, there are not many tracheostomy procedures performed on children in Indonesia. This results in limited information regarding the characteristics and outcomes of children who undergo tracheostomy procedures. Various characteristics of children can be a risk factor for mortality when in tracheostomy status. Method: Cross sectional study was conducted on 98 subjects aged >2 months to ≤18 years who underwent tracheostomy from January 2020-October 2023 through the medical records of RSCM. Results: The incidence of mortality in children with tracheostomy is 21,4%. Most children who underwent tracheostomy were aged 2 months to 5 years (55,1%), male (59,2%), well-nourished (57,1%), immunocompetent (81,6%), indications were evenly distributed between airway obstruction with prolonged ventilator (50%), not experiencing complications (67,3%), and having comorbidities (77,6%). In multivariate analysis, risk factors that had significant relationship mortality in children with tracheostomy were undernutrition (p=0,013; AOR 6,901; 95%CI=1,492-31,920), overnutrition (p=0,025; AOR 9,623; 95%CI=1,336-69,324), experienced complications (p<0,001; AOR 28,737; 95%CI=6,248-132,174), and had comorbidities (p=0,030; AOR 9,518; 95%CI=1,247-72,621). Conclusion: The incidence of mortality in children with tracheostomy is 21.4%. Risk factors that contribute to the incidence of mortality in children with tracheostomy are malnutrition, overnutrition, experiencing complications, and had comorbidities.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cesie Nadia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Jenis penelitian bersifat deskriptif analitik dengan disain studi cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 58 pekerja di gerbang tol Cililitan PT. Jasa Marga cabang CTC yang dibatasi inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, data sekunder, observasi, dan pengukuran denyut nadi. Hasil penelitian didapatkan 56,9% pekerja mengalami kelelahan tingkat ringan dan 43,1% mengalami kelelahan tingkat sedang. Variabel yang diteliti yaitu durasi kerja, pola shift kerja, beban kerja, waktu istirahat, lama tidur, kondisi kesehatan, dan gambaran workstation. Hasil analisis bivariat didapatkan ada hubungan signifikan antara beban kerja, waktu istirahat, dan lama tidur dengan kelelahan kerja. Disarankan untuk pihak perusahaan melakukan fatigue management guna mencegah dampak dari timbulnya kelelahan. ......This study aims to determine the relationship factors that may influence the occurrence fatigue at work. Types of research is descriptive analytical with cross sectional study design. The sample in this study amounts to 58 workers at the toll collectors Cililitan gate PT. Jasa Marga CTC branch office that restricted inclusion and exclusion. Data were collected by questionnaires, secondary data, observation, and pulse measurement. The results showed that 56.9% of workers experienced low fatigue level and 43.1% experienced moderate fatigue level. The variable are duration of work, work shift patterns, work load, rest periods, length of sleep, health condition, and workstations. Results of bivariate analysis found there is significant relationship between work load, rest periods, and length of sleep with fatigue at work. Recommended for the company is created fatigue management in order to prevent the impact of the onset of fatigue.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>