Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Nengah Wirakesuma
Abstrak :
Ekspresi wajah manusia dengan berbagai karakter dan dinamikanya nampak menunjukkan ekspresi yang bermacam-macam, ada yang sedih, gembira, senang, takut.marah dan masih banyak misteri lain yang ada pada karakter wajah manusia. Wajah banyak saya temui di tempat-tempat umum, di terminal, di rumah sakit di pasar di sekolah, di kantor dan sering pula wajah manusia tampak pada layar kaca elektonik TV, koran majalah buku-buku. Ekspresi wajah manusia dalam ikon visual Dewata Nawa Sanga, Hindu Bali, yang dilukiskan dalam bentuk wayang, menjadi stimulasi dalam penciptaan karya seni lukis. Transformasi ekspresi wajah yang muncul dalam karakter visual wayang Dewata Nawa Sanga tersebut berpotensi mampu menjadi stimulasi dalam menciptakan berbagai karya seni lukis baru dengan bahan mixed media. Reinter- prestasi visual di balik karakter Dewata Nawa Sanga, yang memiliki atribut, karakter, bentuk, warna, senjata kendaraan mempunyai pesan moral terhadap umat manusia agar selalu berpikir, berkata, berbuat baik terhadan sesama manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, di mana pun mereka berada. Esensinya adalah nilai nilai luhur agama harus dipahami, diresapi, dan dimengerti untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari sebagaiwujud dari perilaku dharma. Perilaku dharma manusia akan tercermin pada watak dan sifat antara lain, satwan, rajas, tamas. Sifat dan watak itu, sebagai karakter yang tercermin pada ekspresi wajah manusia yang kemudian direinterpretasikan sesuai dengan konsep penciptaan, konsep bentuk, penggunaan media dan teknik yang sesuai dengan kebutuhan kreatifitas.
Denpasar: Pusat Penerbitan LPPM Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
300 MUDRA 32:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Hafny Noer
Abstrak :
Fenomena overimitation merupakan cara anak melakukan pembelajaran budaya cultural learning , melalui observasi dan meniru dengan persis tindakan model atau overimitation. Pembelajaran budaya sering terjadi pada situasi eavesdrop menyadap yakni anak memeroleh keterampilan sosial tanpa diajarkan secara langsung melainkan belajar melalui pengamatan dan melakukan overimitation terhadap pihak ketiga. Terdapat perbedaan pendapat mengenai mekanisme yang mendorong terjadinya overimitation. Pembelajaran dapat dilakukan karena anak memahami intensi orang lain melalui isyarat sosial yang ditampilkannya. Isyarat sosial menggunakan ekspresi emosi visual yaitu ekspresi wajah, tatapan mata, dan gestur tangan serta ekspresi emosi vokal yakni, intonasi suara dan pengulangan kata. Pada budaya kolektivisme seperti budaya Sunda yang mementingkan hubungan yang harmonis, ekspresi emosi ditampilkan secara terbatas agar tidak menimbulkan konflik. Oleh karena itu perlu diketahui peran masing-masing ekspresi emosi dalam mengarahkan perilaku anak. Pertanyaan penelitian ini akan diuji melalui Studi 1-isyarat sosial. Hasil dari studi ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan utama yaitu mekanisme apa yang memengaruhi terjadinya overimitation pada anak Sunda saat terpapar isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda? Pertanyaan dijawab melalui Studi 2-overimitation. Studi 1 ndash; Isyarat sosial dilakukan melalui metode eksperimen terhadap pasangan ibu dan anak untuk melihat isyarat sosial yang ditampilkan ibu untuk memengaruhi anak dan reaksi anak terhadap isyarat sosial tersebut. Hasil dari Studi 1 adalah ibu Sunda hampir selalu mengombinasikan ekspresi wajah datar dalam setiap isyarat sosial yang ditampilkannya, tetapi menggunakan intonasi suara sebagai penanda persetujuannya. Studi 2 ndash; overimitation melakukan eksperimen dengan menggunakan peranti baru yang cara penggunaannya diperkenalkan melalui film eksperimen. Pada film tersebut dalam melakukan tindakan model tidak langsung mengajarkan kepada anak, akan tetapi diberi isyarat persetujuan khas budaya Sunda yaitu dengan ekspresi wajah datar dengan kombinasi intonasi suara dan gestur tangan. Diperoleh hasil bahwa penggunaan isyarat sosial persetujuan khas budaya Sunda saja tidak cukup untuk mendorong terjadinya overimitation jika tidak dibarengi dengan pembentukan norma sosial sebagai social influence terjadinya overimitation. Keberadaan isyarat sosial penting sebagai penanda pentingnya tindakan bagi anak tetapi belum cukup. Perlu diikuti oleh pembentukan norma sosial melalui adanya sanksi sosial atau jumlah model yang lebih dari satu. Pada pembelajaran budaya, norma sosial menjadi latar belakang yang mendorong terjadinya belajar melalui pengamatan seperti overimitation pada situasi eavesedroping.
Overimitation phenomenon is the means children engage in cultural learning, through observation and imitation with precise modeling or overimitation. Cultural learning often occurs in eavesdrop situations which is children acquire social skills without being taught directly but learn through observation and overimitation the third parties. There are several concept of overimitation mechanisms. Children will overimitate intentional action that indicate through social cues. Children could understand others social cues due to maturity of their Theory of Mind ToM . Social cues using the visual emotional expression ie facial expressions, eye gaze, and hand gestures and also vocal emotional expression ie, voice intonation and repetition of words. Sundanese culture as one of the collectivist culture prioritizes harmonious relationships therefore, display of emotion expression should be controlled to avoid conflict. Thus, we need to know the role of each emotional expression in directing the child 39;s behavior. This research question will be answered in Social cues study. The results of this study are needed to answer the main question: what mechanisms influence the occurrence of overimitation in Sundanese children when exposed to Sundanese social cues of distinctive consent? Main Question will be answered through Overimitation study. Social cues study are carried out through experimental methods of mother and child pairs to see the social cues that mother utilize to influence children and the child 39;s reaction to the social cues. The result of Study 1 is that Sundanese mother almost always combines still face expressions in her social cues, but uses voice intonation as a marker of her approval. Overimitation study use experiment method to observed children reaction while learn novel apparatus through a video. In the video model does not directly teach and instruct chilren. Nevertheless her action to the novel apparatus is approved by ldquo;apparatus owner rdquo; using typical Sundanese social cues which is combination of voice intontation, hand gesture and still face expression. The result is that the use of Sundanese social cues on certain action is not sufficient to encourage overimitation. Establishment of social norm is required as social influence that could encourage overimitation. The social cues as a marker of the importance of an action should be followed by the formation of social norms through social sanctions or certain number of model. In cultural learning, social norms serve as social settings that encourage learning through overimitation in eavesdropping situations.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
D2492
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatira Aurelia
Abstrak :
Emerging adulthood (EA) adalah masa transisi seseorang dari remaja ke dewasa. Dengan karakteristik identity exploration dan instability, EA terdorong untuk berinteraksi dengan banyak orang, di mana memahami emosi ekspresi wajah lawan berbicara menjadi sangat penting. Terdapat serangkaian studi terdahulu yang mengkaji terkait bias atensi ekspresi wajah Marah dan Senang dalam sebuah kerumunan (Anger vs Happiness Superiority Effect/ ASE vs HSE). Disayangkan, hasil dari studi terdahulu tidak konsisten menjelaskan ekspresi wajah mana yang lebih kuat dalam menangkap atensi seseorang. Untuk menjembatani hal tersebut, penelitian ini menguji pengaruh Kepuasan Hidup terhadap ASE. Penelitian ini menggunakan Kepuasan Hidup (SWLS) dan pengukuran waktu reaksi saat partisipan (N = 91, 18-29 tahun, belum menikah) merespon ekspresi wajah Marah dan Senang yang dikemas dalam modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Hasil analisis ANOVA menunjukkan ekspresi wajah marah secara implisit diprioritaskan dalam pemrosesan informasi bila dibandingkan dengan emosi senang. Ditemukan juga bahwa kelompok Kepuasan Hidup rendah menunjukkan ASE yang lebih besar ketimbang kelompok Kepuasan Hidup tinggi. Temuan ini menjelaskan mengapa informasi berisikan emosi marah mendapatkan lebih banyak atensi dari khalayak, daripada emosi senang. Dengan temuan ini, diharapkan EA di Indonesia dapat lebih sadar akan emosi yang ada dalam informasi yang mereka terima dan meningkatkan Kepuasan Hidup mereka. ......Emerging adulthood (EA) is the transition from adolescence to adulthood. With the characteristics of identity exploration and instability, EA is encouraged to interact with many people, where understanding the emotions of the other person's facial expressions is very important. Series of previous studies examined attentional bias of Angry and Happy facial expressions in a crowd (Anger vs Happiness Superiority Effect/ASE vs HSE). Unfortunately, the results from previous studies have not consistently explained which facial expressions are stronger in capturing someone's attention. To bridge this, current study examines the effect of life satisfaction on ASE. This study used Life Satisfaction (SWLS) and reaction time measurements when participants (N = 91, 18-29 years old, not yet married) responded to angry and happy facial expressions in modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Results of ANOVA analysis show that angry facial expressions are implicitly prioritized in information processing when compared to happy emotions. It was also found that the low Life Satisfaction group showed a greater ASE than the high Life Satisfaction group. This findings explains why information containing angry emotions gets more attention from audiences than happy emotions. With this awareness, it is hoped that EAs in Indonesia can be more aware of the emotions in the information they receive and increase their Life Satisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library