Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jordan, Brill
Cambridge, UK: Polity Press, 1996
362.5 JOR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
MacDougall, John M.
"Sejak berakhirnya masa kepemimpinan Suharto di Indonesia, pada bulan Mei 1998, media massa dan pemerintah memberikan perlakuan khusus kepada Bali. Di tengah konflik-konflik yang terjadi, Pulau Bali menjadi simbol keamanan dan kerukunan antarumat beragamadi Indonesia. Selama kurun waktu beberapa tahun selanjutnya yang penuh dengan konflik dan konspirasi, kelompok elit dari Ambon, orang-orang Kristen dari Lombok, orang-orang keturunan Cina dari Jakarta, para aktivis Timor Timur, dan puluhan ribu penggangguran dari Jawa mencoba mencari perlindungan di tanah Bali. Campur tangan para partisan partai di tingkat nasional memainkan peran yang penting dan tidak terhindarkan dalam mendefinisi ulang cara orang Bali merekonstruksi identitas budayanya yang amat kuat ditunjang oleh pariwisata dan strategi pembangunan selama Orde Baru. Sayangnya, proses rekonstruksi budaya ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Saat kesempatan untuk reformasi daerah atau partai politik muncul sebagai alternatif yang memungkinkan, eksklusivisme kedaerahan yang justru muncul."
2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I.S.W.B. Prasetya
"Teori komposisi komponen adalah dasar dari modularitas dalam pengembangan dan verifikasi perangkat lunak. Teori ini terutama digunakan untuk memberikan justifikasi formal untuk konsistensi kerja komponen-komponen yang mudah dipakai ulan (reusable). Hambatan terbesar dalam menyusun bukti formasil untuk komponen seperti itu adalah konsistensi perilakku temporal yang berhubungan dengan kemajuan (progress) sulit dijaga dalam konteks sistem terdistribusi atau paralel. Teori yang ada sifatnya terlalu umum dan tidak memberikan petunjuk yang jelas bagaimana cata memberikan batasan (constraint) kepada lingkungan (environment) sebuah komponen untuk menjadi konsistensi perilaku komponen tersebut di dalam sistem. Teori yang dikembangkan disini bersifat lebih terbatas dan sebagai imbalannya diperoleh hasil yang lebih kuat sehingga pada prakteknya akan lebih bermanfaat. Teroi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori serupa yang didasarkan pada mutulan exclusion. Walaupun dengan mutual exclusion bisa didapatkan hasil yang lebih kuat, banyak sistem di lapangan yang sikronisasinya tidak menganut prinsip ini. Contohnya sistem basis data terdistribusi. Versi yagn diberikan disini diharapkan bermanfaat untuk domain penerapan yang lebih luas."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2001
JIKT-I-1 Mei 2001-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Daud Harva
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah connectedness dapat berperan sebagai moderator hubungan antara pengucilan sosial dan perilaku agresi pada remaja yang bersekolah di sekolah-sekolah dengan budaya senioritas. Penelitian dilakukan pada 135 pelajar kelas 12 berusia 17-19 tahun yang bersekolah di sekolah-sekolah dengan budaya senioritas. Pada penelitian ini, pengalaman pengucilan diukur menggunakan The Ostracism Experience Scale for Adolescence OES-A Gilman, DeWall, Carter-Sowell, Adams, Carboni, 2013 , perilaku agresi diukur dengan Buss-Perry Aggression Questionaire BPAQ Buss Perry, 1992 , dan connectedness menggunakan Charles F. Kettering School Climate Scale CFK-School Climate Scale Johnson, Johnson, Kranch, Kurt, 1999 . Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa 1 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengucilan sosial dan perilaku agresi r = 0,104, n = 135, p = 0,23 , 2 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara connectedness dan perilaku agresi r = 0,028, n = 135, p = 0,75 , dan 3 tidak terdapat efek interaksi connectedness dalam memengaruhi hubungan pengucilan sosial dan perilaku agresi b = -0,006, p = 0,557 , F 3,131 = 0,787, p = 0.503, R2 = 0,018. Hasil tersebut menunjukkan bahwa connectedness tidak secara signifikan mempengaruhi hubungan antara pengucilan sosial dan perilaku agresi, khususnya pada pelajar remaja yang bersekolah di sekolah-sekolah dengan budaya senioritas.

ABSTRACT<>br>
The purpose of this research is to study the role of connectedness in moderating the relationship between exclusion and aggression among adolescent who attend schools that have a seniority culture. This study involved 135 12th graders ages 17 19 who study in schools that have a seniority culture. In this research, exclusion experience measured with The Ostracism Experience Scale for Adolescence OES A Gilman, DeWall, Carter Sowell, Adams, Carboni, 2013 , aggression measured with Buss Perry Aggression Questionaire BPAQ Buss Perry, 1992 and connectedness measured with Charles F. Kettering School Climate Scale CFK School Climate Scale Johnson, Johnson, Kranch, Kurt, 1999 . Results of the statistical analysis shows that 1 there rsquo s no significant relationship between social exclusion and aggression r 0,104, n 135, p 0,23 , 2 there rsquo s no significant relationship between connectedness and aggression r 0,028, n 135, p 0,75 , 3 there rsquo s no interaction effect of connectedness in the relationship between social exclusion and aggression b 0,006, p 0,557 , F 3,131 0,787, p 0.503, R2 0,018. These results show that connectedness not significantly effect the relationship between exclusion and aggression, especially among adolescent students who study at schools that have a seniority culture."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Labiba Manggarsari
"Konsep subjektivitas memiliki hubungan dalam penyingkiran dan reduksi perempuan dari kebudayaan. Perempuan merupakan liyan dalam kehidupan, dalam kebudayaan, yang tidak diketahui, sehingga muncul realitas perempuan versi laki-laki. Dalam sinema, perempuan mengalami reduksi dan diferensiasi dari industri yang strukturnya berangkat dari dominasi laki-laki. Representasi perempuan di layar sinema dominan tidak menunjukkan perempuan sebagai perempuan yang utuh, karena struktur yang melatari sinema secara dominan berangkat dari sudut pandang dan otoritas laki-laki. Subjektivitas perempuan menjadi nilai penting karena dapat memberikan penggambaran dan wawasan mengenai perempuan sebagaimana adanya, hadir bukan sebagai ilusi. Subjektivitas sutradara perempuan dapat menghasilkan representasi perempuan yang lebih dekat dengan kehidupan. Namun, ketika berangkat dari subjektivitas perempuan, sinema perempuan menghasilkan pendekatan yang berbeda dengan sinema dominan, sehingga sinema perempuan mengalami diferensiasi dan ditempatkan sebagai kontra sinema. Melalui pemikiran feminist film theory, tulisan ini berusaha mengidentifikasi bagaimana dinamika struktur kekuasaan dan paradigma yang terbentuk dalam sinema, khususnya permasalahan subjektivitas, membuat sutradara perempuan keluar dari konvensi sinema dominan dan menghasilkan bahasa baru, yang menempatkan sinema perempuan berada di posisi yang berbeda dengan sinema arus utama.

The concept of subjectivity has a correlated role in the exclusion and reduction of women from culture. Women are the other; in life, in culture, that is unknown, so a male version of women's reality is produced. In cinema, women experience reduction and differentiation from an industry whose structure is rooted in male dominance. The representation of women on screen in dominant cinema does not represent women as complete women, given that the structures underlying cinema are dominantly based on male perspectives and authority. Female subjectivity holds crucial value because it provides portrayals and insights into women as they really are, not as illusions. The subjectivity of female directors produces representations of women that are closer to life. However, when it departs from women's subjectivity, women's cinema presents a different approach from the dominant cinema, which leads to women's cinema being differentiated and placed as a counter-cinema. Through feminist film theory, this paper seeks to identify how the dynamics of power structures and paradigms formed in cinema, especially the problem of subjectivity, have forced female directors to step out of the conventions of dominant cinema and produces a new language, which places women's cinema in a different platform from mainstream cinema."
Depok: Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purwanto
"ABSTRAK
Pajang sebagai sebuah kerajaan dan masyarakatnya yang pernah ada dalam sejarah Indonesia pasca-kegemilangan Kemaharajaan Majapahit dan Kesultanan Demak, Tidak mendapatkan tempat yang memadai dalam historigrafi Indonesia selama ini. Padahal nama Jaka Tingkir yang diyakini sama dengan Sultan (H) Adiwijaya yang merupakan sultan pertama Pajang, dikenal luas oleh masyarakat, terutama di Jawa. Tulisan ini membahas tetntang peminggiran dan marginalisasi KEsultanan Pajang dari naratif besar sejarah Indonesia, berdasarkan asumsi adanya mata rantai yan putus antara memori sosil sebagai sistem budaya masyarakat dengan tradisi historigrafi Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk melihat relasi historis fungsioinal anatara kenyataan sejarah sebagai peristiwa mas lalu dan pembentukan memori dengan historigrafi sebagi sebuah naratif bangsa yang merupakan wujud dari konsentrasi atau sejarah itu sendiri."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
959 PATRA 18: 3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wensdy Tindaon
"Kedekatan antara negara dengan tindakan eksklusi sosial telah menjadi realitas yang dihadapi oleh agama lokal di Indonesia. Sebelum hadirnya negara telah terjadi eksklusi sosial oleh Belanda dan misionaris Kristen ke Tanah Batak dalam melemahkan dan memarginalkan kekuasaan tradisional Ugamo Malim. Kemudian, negara hadir memformalisasi defenisi agama dan mendiskriminasi kelompok agama lokal. Pada rezim orde baru justru agama lokal mengalami banyak pelanggaran HAM meliputi: represif, pelarangan ritual, pemaksaan afiliasi agama resmi dan eksklusi sosial. Keadaan ini mengindikasikan penganut agama lokal telah terbatas mengekspresikan identitasnya dan tidakberdaya memiliki identitasnya. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kelompok yang dieksklusi dapat melakukan resistensi maupun pasif terhadap kelompok mayoritas (penguasa). Keleluasaan agar keluar dari eksklusi sosial telah dilakukan sejak awal reformasi. Kemudian, pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan legitimasi dan memperkuat posisi agama lokal di Indonesia. Pada penelitian ini memberikan kebaruan bahwa kelompok minoritas justru memiliki kesadaran memanfaatkan peluang untuk beradaptasi terhadap negara dan agama mayoritas. Ugamo Malim beradaptasi dengan mereksontruksi identitas melalui ketentuan nilai dan kesamaan identitas dengan negara dan agama mayoritas. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara mendalam serta melakukan observasi di lokasi penelitian.

The closeness between countries and acts of social exclusion has become a reality faced by local religions in Indonesia. Before the presence of the state there had been a social exclusion by the Dutch and Christian missionaries to the Land of the Batak in weakening and marginalizing Ugamo Malim traditional power.Then, the state is present to formalize the definition of religion and discriminate against local religion groups. In the new order regime instead of local religious experience many human rights violations include: repressive, banning the ritual, the imposition of formal religious affiliation and social exclusion. This situation indicates local religions have limited express their identity and powerless to have their identities. The freedom to get out of social exclusion has been carried out since the beginning of the reform. Then, after the decision of the Constitutional Court (MK) gave legitimacy and strengthened the position of local religion in Indonesia. In this study provide novelty that minority groups have awareness utilize the opportunity to adapt to the state and majority religion. Ugamo Malim adapted to reconstructing identity through provisions of value and similarity of identity with the state and religion of the majority. In this study using qualitative methods and in-depth interviews and conducting observations at the study site.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safwan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas eksklusi sosial terhadap akses tanah yang melibatkan mantan GAM sebagai aktor pelaku serta korban. Studi kualitatif ini mengangkat studi kasus di Kota Langsa, Aceh Besar dan Aceh Utara. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan peta kekuatan politik GAM. Hasil observasi, studi ini membagi kelompok GAM berdasarkan tiga golongan yaitu; elit, menengah dan marginal. Argumentasi tesis ini adalah eksklusi terhadap kalangan marginal mendorong terjadinya eksklusi lain. Eksklusi adalah bentuk adaptasi dengan cara mengeksklusi pihak lain. Studi ini menggunakan pendekatan power of exclusion yang melihat diekslusinya seseorang disebabkan oleh empat power yaitu regulasi, legitimasi, market dan force yang terjadi melalui proses licensed exclusion dan intimates exclusion. Hasil penelitian menunjukan penggunaan kekuasaan elit GAM pasca konflik berdampak terhambatnya kalangan marginal GAM dari pada program land settlement sehingga mendorong munculnya ragam ekskusi yang lebih kompleks pada beberapa daerah. Realisasi program land settlement menunjukkan potensi eksklusi terhadap marginal GAM. Relasi legitimasi dan market dalam intimate exclusion di Langsa menunjukkan cara marginal GAM mengakses tanah melalui
legitimasi solidaritas sesama GAM. Kasus Aceh Besar, relasi force dan legitimasi dalam land reform menunjukkan cara marginal GAM mengokupasi tanah korporasi. Praktik inklusi yaitu upaya marginal GAM mengikutsertakan masyarakat dalam land reform adalah manifestasi dari berkerjanya modal social bonding. Kekuatan lingkungan juga
berkontribusi terhadap tereksklusinya kalangan GAM dari akses tanah. Sedangkan licensed exclusion di kasus Aceh Utara menunjukkan cara jaringan patronese GAM yaitu elit GAM lokal dengan relasi elit GAM di tingkat Pusat yang mengakses tanah melalui regulasi dalam bentuk konsesi.

ABSTRACT
This thesis discusses social exclusion of land access involving former GAM as actors and victims. This qualitative study raises case studies in Langsa City, Aceh Besar and North Aceh. The location of the study was determined based on a map of GAM's political power. Based on observations, this study divides GAM groups into three groups namely; elite, middle and marginal. The argument of this thesis is the exclusion
of marginal groups encourages other exclusions. Exclusion is a form of adaptation by excluding others. This study uses a power of exclusion approach that sees a person's exclusion caused by four powers, namely regulation, legitimacy, market and force that occur through a process of licensed exclusion and intimates exclusion. The results of the study showed that the use of GAM's elite power after the conflict had hampered the marginalization of GAM rather than the land settlement program, which led to the emergence of more complex types of executions in several regions. The realization of the land settlement program shows the potential for exclusion of marginalized GAM. The relation of legitimacy and market in intimate exclusion in Langsa shows how GAM's marginal access to land through legitimacy of solidarity among fellow GAM. The case of Aceh Besar, force relations and legitimacy in land reform shows the marginal ways GAM has occupied corporate land. The practice of inclusion, namely GAM's marginal effort to involve the community in land reform, is a manifestation of the working of social bonding capital. Environmental forces also contribute to the exclusion of GAM from land access. Whereas licensed exclusion in the North Aceh case shows the way GAM's patronese network is the local GAM elite with GAM elite relations at the central level accessing land through regulations in the form of concessions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Augustinus Widyaputranto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas bagaimana pelaksanaan program subsidi silang di institusi pendidikan swasta menjadi sebuah strategi inklusi sosial dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan menengah di Jakarta. Pelaksanaan program subsidi silang atau fair-share tuition telah menjadi praktik dari institusi pendidikan swasta untuk dapat menyelenggarakan sebuah proses pendidikan yang inklusif, yaitu terbuka untuk mereka yang sulit mendapatkan akses pendidikan karena ketidakmampuan ekonomi. Dengan sistem subsidi silang setiap peserta didik membayar biaya pendidikan sesuai dengan kemampuan ekonominya, dan dengan demikian membuka akses partisipasi bagi mereka yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan yang baik, dan tidak tereksklusi karena faktor ekonomi. Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan ecological approach Pierson 2002 , tesis ini hendak memperlihatkan bahwa program subsidi silang menjadi sebuah proses interaksi yang tidak hanya membuka akses pendidikan tetapi juga proses integrasi sosial dan sistem nilai serta habitus yang baru bagi para pemangku kepentingan di sekolah dalam konteks membangun komunitas yang inklusif

ABSTRACT
The process of making inclusive education to the whole society is becoming increasingly difficult to achieve. Given the situation, there are some schools that are still determined to achieve social inclusion in providing education. The schools enforce a fair share tuition as a subsidy system. This is a a system whereby the amount of tuition fee of each student is determined based on the real financial and economic capabilities of the parents. This system creates opportunities and equality in which students from poor families can still have access to a good quality education, not being excluded based on the financial ability or socioeconomic status of the family. Making use of a qualitative approach to interviewing respondents at a private high school in South Jakarta, and ecological approach theoretical framework Pierson, 2002 this study shows how the practice of fair share tuition fee can be a strategy for social inclusion which is very effective in metropolitan Jakarta. With the system, the school is still maintaining the quality of education as an excellent educational institution. Fair share tution fee as a subsidy system has been creating inclusive school culture, where students can interact and learn together with other students from various background, economically, culturaly and academically. This inclusive culture in the pedagogical process that takes place inside the school eventually has been becoming a culture and habitus of the schools, fostering students maturity and their academic achievement, building their social interaction, solidarity and perception toward diversity and also affecting parental style of the parents and culture in the family."
2018
T51629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Susanti
"Kebutuhan akan informasi baik memperoleh ataupun melindungi informasi menjadi hak dasar manusia. Hal ini selaras dengan dinamika yang terjadi di masyarakat dimana berdasarkan data permohonan sengketa informasi publik di Komisi Informasi Pusat didapati bahwa permohonan sengketa informasi publik dari tahun 2021 sampai dengan oktober 2022 naik signifikan 44.9%. Di satu sisi hal ini mencerminkan kemudahan akes akan informasi publik namun disisi lain menunjukan adanya pertentangan yang belum selesai antara Badan Publik dengan masyarakat selaku pemohon informasi publik. Penulisan ini menggunakan metode komparatif yaitu penulis membandingkan dengan Amerika Serikat yang telah melaksanakan penerapan keterbukaan informasi publik lebih dari separuh abad dan dalam pelaksanaannya dapat menjaga keseimbangan antara pemenuhan hak untuk mengetahui dengan perlindungan terhadap kerahasiaan informasi. oleh karena itu perbandingan ini penting agar peraturan mengenai keterbukaan informasi publik bermanfaat baik bagi keterbukaan informasi maupun perlindungan informasi.

Whether obtaining or protecting information, the need for information is a basic human right. This is in line with the dynamics that occur in a society where based on data on requests for public information disputes at the Central Information Commission, request for public information disputes from 2021 to October 2022 have increased significantly by 44.9%. On the one hand, this reflects the ease of access to public information, but on the other hand, it shows that there is an unresolved conflict between the Public Agency and the public as applicants for public information. This writing uses a comparative method, namely, the author compares with the United States which has carried out the application of public information disclosure for more than half a century and in its implementation can maintain a balance between fulfilling the right to know and protecting the confidentiality of information. Therefore, this comparison is important so that regulations regarding public information disclosure are beneficial for both information disclosure and information protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>