Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inaz Zakia
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kasus terkait penetapan wanprestasi pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli secara angsuran atau bertahap. Penelitian ini membahas mengenai penetapan wanprestasi bagi debitur yang terlambat melaksanakan prestasinya dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli secara angsuran serta tangung jawab notaris terkait adanya perbedaan isi pada minuta dan salinan akta dan analisis pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 884 PK/PDT/2018. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif dan analitis. Hasil penelitian dalam tesis ini ialah bahwa debitur yang telah lalai dalam membayar angsuran pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang belum jatuh tempo sudah dapat dikatakan sebagai debitur yang wanprestasi. Selain itu, hasil dari tesis ini juga menjabarkan bahwa notaris bertanggung jawab apabila terdapat minuta akta yang isinya berbeda dengan salinan akta dengan memberikan pernyataan terdapat perbedaan substansi diantara minuta dan salinan akta. ......This research is based by a case related to the determination of event of default in the Purchase Agreement for Land and Building in instalments or in stages. This study discusses the determination of defaults for debtors who are late in carrying out their responsibility in the Purchase Agreement for Land and Building in instalments and notary responsibility related to differences in content in the minutes and copies of the deed and analysis of judges' considerations in the Decision of Supreme Court Number 884 PK/PDT/ 2018. The research method used in this research is normative juridical research with descriptive and analytical research types. The results of the research in this thesis are that debtors who have been negligent in paying instalments in the Purchase Agreement for Land and Building that have not matured can already be said to be debtors who default. In addition, the results of this thesis also describe that the notary is responsible if there are minutes deeds which contents are different from the copy of the deed by stating that there is difference between the deed and the copy of the deed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan Hielmy
Abstrak :
Pemberian kredit yang melibatkan lebih dari satu kreditur maupun debitur menjadi hal yang sering dijumpa, hal ini mengakibatkan terdapat lebih dari satu hubungan hukum, untuk menjamin terlunasinya utang debitur, hak atas tanah seringkali dijadikan sebagai agunan bersama terhadap beberapa perjanjian kredit. Dalam kondisi demikian, Bank atau Notaris mencantumkan klausul cross default dan cross collateral, guna menjamin kepentingan bank dalam rangka eksekusi, adanya klausula cross default maka bilamana debitur wanprestasi, mengakibatkan perjanjian kredit terkait perjanjian tersebut juga default. Sedangkan klausul cross collateral dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan debitur mengikat beberapa perjanjian kredit. Rumusan masalah dalam tesis ini mengenai penerapan cross default dan cross collateral pada perjanjian kredit serta prosedur eksekusi hak atas tanah yang dibebani lebih dari satu hak tanggungan pada BNI. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini ialah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder, alat pengumpul data berupa studi literatur didukung wawancara, dan metode analisis kualitatif, tipologi yang bersifat deskriptif yang menghasilkan penelitian deskriptif analitis. Dalam tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa klausul cross default dan cross collateral belum menjadi klausul yang distandarisasi dalam perjanjian kredit BNI, namun pada praktik, klausul cross default selalu dicantumkan guna menjamin kepentingan bank, sedangkan klausul cross collateral hanya dicantumkan bilamana agunan menjadi agunan bersama. Dalam hal debitur wanprestasi, maka prosedur eksekusi hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang menjadi agunan bersama diawali terlebih dahulu dengan pemberitahuan kepada kreditur lain, dan pelunasan utang dari penjualan agunan dilakukan secara berurut sesuai peringkat hak tanggungan. ......Provision of credit which involves more than two debtors and / or two creditors is very common nowadays, as a result, there are more than two legal relationship between creditor and debtor. To guarantee the repayment of debtors debt, land rights is commonly used as a collateral for several credit agreements. In such conditions, Bank or Notary includes cross default and cross collateral clauses to protect the banks interest, with cross default clause, in the event of default of credit agreement, other credit agreement related to it will be also in default condition. Meanwhile, cross collateral clause is intended that collateral binds several credit agreements. The problems in this thesis is about the application of cross default and cross collateral clause in credit agreement and the procedure of land rights execution which binds with several credit agreements in BNI. The method that has been used in this thesis is juridical normative. As a conclusion of thesis, the cross default and cross collateral clauses have not become standardized in BNI credit agreements, but in practice, the cross default clause is always included to guarantee banks interest, in contrast to the cross collateral clause which is only included when collateral objects become collective collateral. In the case of defaults, the procedure for executing the mortgage of land rights that become collective collateral begins with notification to other creditors, and the repayment of debt from the sale of collateral is carried out in sequence according to the rating of the mortgage rights.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Epilia
Abstrak :
Tesis ini membahas krisis ekonomi sebagai force majeure. Penyebab krisis ekonomi adalah lemahnya lembaga keuangan dan pengaruh krisis dari negara lain. Penyebab ini tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga termasuk force majeure. Dalam kasus Karaha Bodas v. Pertamina dan PLN, ketidakmampuan Pertamina dan PLN dalam melaksanakan prestasinya akibat krisis ekonomi dianggap wanprestasi bukan force majeure. Hal ini dikarenakan dalam kontraknya dinyatakan bahwa force majeure hanya berlaku bagi KBC sebagai kreditur. Penelitian ini menggunakan metode normatif. Hasil penelitian menyarankan agar dalam membuat kontrak, harus hati-hati dalam membuat klausula force majeure. ......The focus of this study is economic crisis as force majeure. Economic crisis is caused by mismanagement financial institution and contagion. This cause cannot predicted before, those included in force majeure. In case Karaha Bodas (KBC) v. Pertamina dan PLN, unable Pertamina dan PLN to do his obligation cause economic crisis is event of default not force majeure. This is happened, due of contract that force majeure just for KBC. This study used normative method. Result of this study give suggestion that in making contract have to carefull about force majeure clausule.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37426
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Shinta Elizabeth
Abstrak :
Pemberlakuan Peraturan OJK Nomor 9/POJK.04.2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan meletakkan fondasi terhadap penyeragaman bentuk transaksi Repo sebagai sebuah perikatan. Peraturan ini mewajibkan adanya perpindahan kepemilikan terhadap efek yang menjadi objek transaksi Repo. Namun, keberlakuan payung hukum untuk transaksi Repo belum sepenuhnya selaras, karena PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia di dalam peraturan operasionalnya masih mengakomodasi tata cara penyelesaian transaksi Repo dengan mekanisme collateralized borrowing dimana efek tetap berada di rekening penjual dijual pada masa berjalannya transaksi. Perbedaan konstruksi perikatan tersebut dapat menimbulkan implikasi hukum kepada keabsahan transaksi dan penentuan pihak mana yang dapat menikmati hak-hak yang melekat dari saham. Penelitian ini turut mengulas tri-party repo salah satu pilar pengembangan infrastruktur pasar modal yang diwacanakan Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach) terhadap mekanisme tri-party repo yang telah berlangsung di Amerika Serikat dan Uni Eropa Peran pihak ketiga dalam tri-party repo ditemukan  tidak hanya berada dalam lingkup keagenan, tetapi juga ada yang merangkap peran sekaligus sebagai kreditur. Perbedaan peran tersebut berhubungan bentuk pertanggung jawaban yang dapat dituntut terhadap pihak ketiga apabila terjadi peristiwa kegagalan. Bentuk pertanggung jawaban pihak ketiga berdiri terpisah dari konsep pertanggung jawaban berupa pemberian ganti kerugian dari pihak penjual dan pembeli sebagai pihak inti transaksi Repo apabila salah satu pihak melakukan kegagalan. ...... The enactment of Financial Services Regulation Number 9/POJK.04/2015 concerning Guidelines of Repurchase Agreement Transaction for Financial Service Institution has laid out the fundamental basis to uniformise the conceptual legal arrangement of repurchase agreement. The regulation requires total transfer of ownership of securities. However, the legal instrument regulation Repo transaction has not been fully aligned, since Indonesian Central Securities Depository still accomodates the settlement procedures of repo transaction in the sense of collateralized borrowing, whereby securities remain in seller accounts during the life cycle of the transaction. The conceptual differences between legal forms stipulated may have legal implications upon the validity of the transaction itself and the determination of parties who may benefit from the  inherent rights of the shares. The study also examines mechanism of tri-party repo as one of the pillars of capital market infrastructure development initiated by the Finansial Service Institution, through comparative approach of existing tri-party repo mechanism in United States and Europe Union. The role of the third party in a tri-party repo is not found strictly within the scope of agency, yet there is also conccurent role as creditor. The differences between the third party role correlates to the form of liability which can be sought against the third party in the occurence of an event of default. Third party’s liability must be distinguished apart from the liability concept applied for seller and buyer in the form of indemnification once either party commits default.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library