Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tika Putri Agustina
Abstrak :
ABSTRAK
Pekarangan adalah salah satu lanskap khas pedesaan, yang memiliki berbagai fungsi krusial. Pekarangan juga merupakan tempat konservasi berbagai sumberdaya hayati lokal. Pekarangan di Kecamatan Pujon telah mulai di kelola kembali sejak adanya kegiatan wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi penyusun pekarangan di Kecamatan Pujon dan juga mendokumentasikan pengetahuan lokal mengenai manfaatnya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2018. Sebanyak 90 pekarangan telah dijadikan sampel. Terdiri dari 30 pekarangan di dekat sungai, 30 pekarangan di dekat akses jalan dan 30 pekarangan di dekat hutan. Pekarangan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori ukuran yaitu besar, sedang dan kecil. Data diambil menggunakan wawancara terstruktur dan semi terstruktur terhadap pemilik pekarangan. Data dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan lokal masyarakat. Data tumbuhan dianalisis dengan menghitung Nilai Indeks Penting (INP), Indeks Shannon-Wiener, Indeks kesamaan dan ketidaksamaan. Data pengetahuan lokal dianalisis dengan menghitung nilai kepentingan lokal (Local Users Value Index, LUVI) dan nilai kultural (Index of Cultural Significance, ICS). Terdapat 5 lanskap di Kecamatan Pujon yaitu sawah, tanah tetelan, tegalan, pekarangan dan hutan. Pekarangan merupakan lanskap terpenting keempat dari kelima lanskap tersebut. Terdapat 13 kategori guna tanaman pada pekarangan di Kecamatan Pujon. Tiga belas kategori guna tersebut adalah pangan (PDM=13,3), sayuran (PDM=11,6), bumbu (PDM=9,4), buah (PDM=8,6), minuman (PDM=8,1), obat (PDM=7,9), pakan ternak (PDM=7,7), ornamental (PDM=7,6), papan (PDM=7,1), ritual (PDM=6,5), pagar (PDM=5,3), pewarna (PDM=4,6) dan tanaman pengganggu (2,3). Pekarangan di dekat sungai memiliki nilai INP paling tinggi, diikuti oleh pekarangan di dekat hutan dan pekarangan di dekat jalan. Berdasarkan Indeks Shannon-Wiener, keanekaragaman jenis tanaman pada pekarangan di Kecamatan Pujon termasuk ke dalam kategori sedang-tinggi. Indeks kesamaan antara pekarangan berdasarkan ukurannya, lebih kecil dari pada indeks ketidaksamannya. Sebanyak 39 tanaman yang terdiri dari 3 tanaman penting dalam masing-masing kategori telah dihitung nilai kulturalnya. Bagi masyarakat di Kecamatan Pujon tanaman yang memiliki nilai ICS tinggi adalah klopo (Cocos nucifera) (ICS=53,42) dan gedang (Musa x paradisiata) (ICS=45,83). Pekarangan di Kecamatan Pujon memiliki berbagai jenis tanaman yang berguna bagi pemiliknya. Pekarangan juga memberikan ecosystem services terhadap lingkungan disekitarnya.
ABSTRACT
Home garden is one of the rural traditional landscapes, which has various crucial functions. Home garden also a place to conserve various local resources. Home garden in Pujon Sub-district has begun to be managed again since the existence of tourism activities. This research was conducted in April-November 2019. In total 90 home gardens were sampled. It consists of 30 home gardens near the river, 30 home gardens near the road access and 30 home gardens near the forest. These home garden grouped into three categories there are large, medium and small sizes. Data was taken using structured and semi-structured interviews with the home garden owner. Data were analyzed qualitatively with descriptive statistics to analyze local knowledge. Vegetation data were analyze by calculating Important Value Index (IVI), Shannon-Wiener indeks, simillarity and dissimilarity index. Local knowledge data were analyzed by calculating Index Cultural Significance (ICS), and Local User Value Index (LUVI). There are 5 landcapes in Pujon Sub-district there are, sawah, tanah tetelan, tegalan, home garden and forests. Home garden is the fourth important lanskap in Pujon Sub-district. There are 13 categories of plants used in the home garden in Pujon Sub-district. There are food (PDM = 13.3), vegetables (PDM = 11.6), spices and herbs (PDM = 9.4), fruit (PDM = 8.6), beverages (PDM = 8.1), medicinal plant (PDM = 7.9), fodder (PDM = 7.7), ornamental (PDM = 7.6), home material (PDM = 7.1), ritual and spiritual (PDM = 6.5), fence (PDM = 5.3), natural coloring for foods (PDM = 4.6) and weeds and grasses (2,3). Home garden near the river have hightest IVI, followed by home garden near the forest and home garden near the road. Based on Shannon-Wiener Index, the flora diversity of home garden In Pujon Subdistrict are medium-rich. Simillarity index between home garden based on their sizes, are smallest than the dissimilarity index. In total 39 plants have analyzed using ICS, its consist of 3 plant from each categories. For the people in Pujon Sub-district, the plants that have high ICS were klopo (Cocos nucifera) (ICS = 53.42) and gedang (Musa x paradisiata) (ICS = 45.83). Home garden in Pujon Subdistrict consist of many plant species that have important role for the owner. Home garden also provide ecosystem services for the environtment.
2019
T53766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wika Mardhiyah
Abstrak :
Pengembangan manfaat tumbuhan obat dimulai dengan mengumpulkan informasi dari pengetahuan lokal yang dimiliki berbagai etnis. Salah satu etnis yang unik di Indonesia adalah etnis Minangkabau yang berasal dari Nagari Tuo Pariangan karena memiliki sistem matrilineal. Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa sebagian besar tumbuhan obat di Nagari Tuo Pariangan dibudidayakan di pekarangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan tradisional masyarakat mengenai tumbuhan obat dan potensi pekarangan sebagai kawasan konservasi. Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan pada bulan Januari sampai September 2019. Pengambilan data etnobotani dilakukan dengan wawancara semiterstruktur pada 7 orang informan kunci dan 46 orang responden umum. Pengambilan data etnoekologi pekarangan dilakukan dengan analisis vegetasi pada 30 buah rumah. Data etnobotani diolah dengan menghitung Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), dan Relative Frequency of Citation (RFC). Data etnoekologi diolah dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Kemerataan (e), dan Kekayaan Spesies (DMg). Analisis data dilakukan secara statistika deskriptif. Masyarakat memanfaatkan 139 spesies tumbuhan obat yang tergolong ke dalam 110 genus dan 59 famili. Tumbuhan obat digunakan untuk mengobati 73 jenis penyakit yang dikelompokkan menjadi 10 kategori. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, dan Orthosiphon aristatus merupakan tumbuhan obat dengan UV, ICS, dan RFC yang tinggi. Sebagian besar tumbuhan obat menurut masyarakat memiliki UV, ICS, dan RFC yang termasuk ke dalam kategori rendah sehingga perlu dikonservasi. Masyarakat menanam 197 sepesies tanaman di pekarangan, termasuk ke dalam 148 genus dan 67 famili. Jumlah spesies tanaman terbanyak ditemukan di pekarangan Jorong Pariangan (117 spesies), sementara persentase tanaman obat tertinggi ditemukan di pekarangan Jorong Guguak (65,6%). Indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan spesies tanaman obat di pekarangan yang tergolong tinggi membuktikan bahwa masyarakat Nagari Tuo Pariangan menanam cukup banyak spesies tanaman obat. Pekarangan dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi tanaman obat.
Development of the benefits of medicinal plants begins with gathering information from local knowledge held by various ethnic groups. One of the unique ethnic groups in Indonesia is the Minangkabau ethnic originating from Nagari Tuo Pariangan because it has matrilineal system. Based on preliminary surveys it is known that most of the medicinal plants in Nagari Tuo Pariangan are cultivated in the yard. The purpose of this study is to examine the traditional knowledge of community about medicinal plants and the potential of yard as a conservation area. The research was conducted for nine months from January to September 2019. The collection of ethnobotanical data was carried out by semistructured interviews with 7 key informants and 46 general respondents. Ethnoecological data was collected by analyzing vegetation in 30 houses. Ethnobotanical data was processed by calculating the Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), and Relative Frequency of Citation (RFC), while ethnoecological data is processed by calculating the Importance Value Index (INP), Diversity Index (H), Evenness Index (e), and Species Richness (DMg). Data analysis was performed by descriptive statistics. The community utilizes 139 species of medicinal plants belonging to 110 genera and 59 families. Medicinal plants are used to treat 73 types of diseases which are grouped into 10 categories. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, and Orthosiphon aristatus are medicinal plants with high UV, ICS, and RFC. Most of the medicinal plants according to the community have UV, ICS, and RFC which are included in the low category, so it needs to be conserved. The community planted 197 species in the yard, including 148 genera and 67 families. The highest number of plant species was found in Jorong Pariangan (117 species), while the highest percentage of medicinal plants was found in Jorong Guguak (65.6%). Index of diversity, evenness, and richness of medicinal plants in the yard which are classified as high prove that Nagari Tuo Pariangan community plant quite a number of medicinal plants. The yard can be used as conservation area for medicinal plants.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabela Fikriyya
Abstrak :

Masyarakat lokal memiliki pengetahuan mengenai ekologi dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk masyarakat Jawa di Lereng Gunung Slamet. Lanskap yang dikenali oleh masyarakat lokal relatif beragam. Dokumentasi pengetahuan lokal dan pengelolaan sumber daya dapat dikaji melalui etnoekologi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis keanekaragaman dan karakteristik satuan lanskap yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (2) mengungkapkan nilai kepentingan satuan lanskap dan jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (3) mengungkapkan cara pengelolaan satuan lanskap berdasarkan kearifan masyarakat, dan (4) menganalisis struktur komunitas di setiap satuan lanskap. Penelitian dilakukan di Desa (1) Ragatunjung, (2) Cipetung, dan (3) Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara semi terstruktur, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), dan analisis vegetasi. Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada 8 informan kunci dan 83 responsden yang ditentukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Data pemanfaatan satuan lanskap diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan Pebble Distribution Method (PDM) yang dianalisis menggunakan Local User’s Value Index (LUVI). Data analisis vegetasi d diolah dengan menentukan Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kekayaan (DMg), Indeks Kemerataan (e’), dan Indeks Kesamaan (IS). Masyarakat Lereng Gunung Slamet mengenal sembilan jenis satuan lanskap yaitu, perawisan (pekarangan), wanah (hutan produksi), majegan (kebun), sabin (sawah), kubang buyut (kawasan rencana hutan lindung), perkebunan teh, Cagar Alam Telaga Ranjeng, tanah bengkok, dan tuk (sumber air). Wanah merupakan satuan lanskap terpenting bagi masyarakat karena merupakan ruang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup dengan nilai di Desa Ragatunjung (31,27), Desa Cipetung (53,55), dan Desa Pandansari (28,17). Oryza sativa L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Ragatunjung yaitu, sabin (22) dan wanah (12), sedangkan pada majegan adalah Syzygium aromaticum L. (6,68). Brassica oleracea L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Cipetung yaitu, majegan (4,20) dan pemukiman (3,5), sedangkan pada wanah adalah Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. memiliki nilai tertinggi di setiap satuan lanskap di Desa Pandansari yaitu, wanah (10,33), majegan (6,80), dan Rencana Hutan Lindung (RHL) (4,13). Pengelolaan satuan lanskap dilakukan dengan menerapkan sistem agroforestri untuk lahan kering dan terasering untuk lahan basah. Analisis struktur komunitas dapat dilihat pada Indeks Keanekaragaman berkisar antara 1,57—28,9 yang termasuk dalam kategori sedang yang menunjukkan bahwa lanskap tersebut dalam kondisi stabil. Indeks Kekayaan di lokasi penelitian berkisar antara 11,82—28,8, sedangkan Indeks kemerataan berkisar antara 0,11—0,92. Indeks kesamaan wanah dan majegan merupakan yang tertinggi yakni 62,67 yang termasuk kategori tinggi.


The local communities have various ecological knowledge and natural resources including, the Javanese ethnic on the slopes of Mount Slamet. The landscape recognized by local communities is relatively diverse between one region and another. Documentation of local knowledge and resource management can be studied through ethnoecology. This study aims to (1) analyze the diversity and characteristics of landscape unit utilized by these communities, (2) reveal the importance of the landscape unit and plant species used by the community, (3) reveal the way the unit is managed by the community based on community wisdom, and (4) analyze the structure community in each landscape unit. The research was conducted in (1) Ragatunjung, (2) Cipetung and (3) Pandansari Village, Paguyangan District, Brebes Regency, Central Java. Data collection was carried out by observation, semi-structured interviews, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), and vegetation analysis. Semi-structured interviews were conducted with 8 key informants and 83 responsdents selected by purposive sampling and snowball sampling. Landscape utilization data were obtained through Focus Group Discussion (FGD) and Pebble Distribution Method (PDM) which were analyzed using Local User's Value Index (LUVI). Vegetation analysis was Performed on each landscape unit and processed by determining the Importance Value (INP), Diversity Index (H '), Richness Index (DMg), Evenness Index (e'), and Similarity Index (IS). The slopes of Mount Slamet community were categorized into nine types of landscape units namely, perawisan (yard), wanah (production forest), majegan (gardens), sabin (rice fields), kubang buyut (protected forest plan area), tea plantations, Telaga Ranjeng Nature Reserve, tanah bengkok and tuk (water sources). Wanah was the most important landscape unit in the community, due to its usefulness in meeting the needs of the residents Ragatunjung (31.27), Cipetung (53.55), and Pandansari (28.17). Oryza sativa L. has the highest importance in the Sabin (22) and wanah (12) Ragatunjung Village, while Syzygium aromaticum L. had the highest in majegan (6.68). Brassica oleracea L. has the highest importance value in the two landscape units of Cipetung Village, namely, majegan (4.20) and settlements (3.5), while in the wanah is Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. had the highest value in each landscape unit in Pandansari Village, both in wanah (10.33), majegan (6.80), and Protection Forest Plan (RHL) (4.13). Management of the landscape unit is carried out by applying an agroforestry system for dry land and terracing for wetlands. Analysis of community structure can be seen on the Diversity Index ranges between 1.57—28.9, and showed a significant stability, placed in the medium category. The Species Richness at the research site ranged from 11.82—28.8, while the Evenness Index ranged from 0.11—0.92. Lastly, for wanah and majegan was the highest of the Similarity Index (62.67) and placed in the high category.

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nikmatullah
Abstrak :
Etnoekologi dan Etnobotani Tumbuhan Obat pada Masyarakat Baduy-Dalam di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Telah dilakukan kajian pengetahuan pemanfaatan lanskap dan pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat Baduy-Dalam. Tujuan penelitian ini mengungkapkan keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang tersebar pada berbagai lanskap yang sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy-Dalam. Penelitian telah dilaksanakan pada September 2017 sampai Januari 2018. Pengambilan data menggunakan pendekatan emik dan etik melalui wawancara semi terstruktur close ended, open ended, observasi partisipatif, Focus Group Discussion FGD, analisis vegetasi dan jelajah bebas. Wawancara dilakukan pada 3 informan kunci dan 108 responden umum. Data dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan lokal masyarakat dan kuantitatif dianalisis dengan menghitung nilai kultural Index of Cultural Significance, ICS, dan nilai kepentingan lokal Local User Value Index, LUVI. Berdasarkan hasil penelitian, Baduy-Dalam mengenal 7 unit lanskap, yaitu Leuweng lembur Pemukiman, Cai sungai, Huma ladang, Jami bekas ladang ditinggalkan 1 tahun, Rheuma bekas ladang ditinggalkan 3 tahun, Rheuma kolot bekas ladang ditinggalkan 7 tahun, dan Leuweng kolot hutan lindung. Lansekap yang dianggap paling penting ialah leuweung lembur pemukiman dengan nilai rata-rata kepentingan 28.8. Pada 7 lanskap ditemukan 98 spesies tumbuhan obat yang memiliki 46 kegunaan, terdiri dari 91 genus dan 46 famili. Famili terbanyak ialah Asteraceae dan Zingiberaceae. Nilai ICS dan LUVI tumbuhan obat tertinggi di Cibeo dimiliki oleh Cocos nucifera ICS=24, LUVI=2.25 untuk laki-laki muda, Cocos nucifera ICS=24 dan Kaempferia galanga LUVI=1.91 untuk laki-laki dewasa, Kaempferia galanga ICS=16 dan Cocos nucifera LUVI=1.95 untuk laki-laki tua, Psidium guajava ICS=24, LUVI=2.15 untuk perempuan muda, K. galanga dan Z. cassumunar ICS=12 dan Zingiber cassumunar LUVI=1.63 untuk perempuan dewasa, Pterocarpus indicus, Kaempferia galanga, Dinochloa scandens, Gigantochloa apus, Zingiber officinale, dan Crassocephalum crepidioides ICS=9 dan Cyrtandra pendula LUVI=1.57 untuk perempuan tua. Adapun Nilai ICS dan LUVI tumbuhan obat tertinggi di Cikeusik dimiliki oleh Cocos nucifera ICS=18, LUVI=2 untuk laki-laki muda, Cocos nucifera ICS=24 dan Cassia alata LUVI=1.35 untuk laki-laki dewasa, Cassia alata, Ageratum conyzoides, Cyrtandra pendula, Kaempferia galanga, Abrus precatorius, Mikania cordata ICS=9 dan Bridelia monoica LUVI=1.65 untuk laki-laki tua, Cocos nucifera ICS=24, LUVI=1.35 untuk perempuan muda, Kaempferia galanga ICS=12 dan Bridelia monoica LUVI=1.06 untuk perempuan dewasa, dan Gigantochloa apus, Blumea balsamifera ICS=12 dan Cassia alata LUVI=1.01 untuk perempuan tua. ......Ethnoecology and Ethnobotany of Medicinal Plants in Baduy Dalam Society Kanekes Village, Leuwidamar District, Lebak Regency, Banten.A study of utilization of landscape and medicinal plants has been undertaken in Baduy Dalam society. The purpose of this study is to reveals the diversity of medicinal plant species scattered in various landscapes that have been known and utilized by Baduy Dalam society. The study has been conducted from September 2017 to January 2018. Data was collected through semi structured close ended, open ended, participatory observation, focus group discussion FGD interviews, vegetation analysis and free roaming interviews. Interviews were conducted from 3 key informants and 108 general respondents. Data were analyzed qualitatively by descriptive statistics to describe local knowledges society and quantitative analyzed by calculating of Index of Cultural Significance ICS, and local user 39 s value Index LUVI. Based on research results, Baduy Dalam society recognizes 7 landscape units, namely Leuweung lembur residential area, Cai river, Huma field, Jami one year abandoned field, Rheuma three years abandoned field, Rheuma kolot seven years abandoned field, and Leuweung kolot protected forest. Leuweung lembur residential area considered the most important landscape which it has average of importance value of 28.8. It has been found 98 species of medicinal plants which is have 46 usefulness. It consists of 91 genera and 46 families. The most of families are Asteraceae and Zingiberaceae. The highest of ICS and LUVI values in Cibeo, category of young male chosen C. nucifera ICS 24, LUVI 2.25, category of adult male Cocos nucifera ICS 24 and Kaempferia galanga LUVI 1.91, category of old male Kaempferia galanga ICS 16 and Cocos nucifera LUVI 1.95, Psidium guajava category of young female chosen ICS 24, LUVI 2.15, category of adult female Kaempferia galanga and Zingiber cassumunar ICS 12 and Zingiber cassumunar LUVI 1.63, and category old female Pterocarpus indicus, Kaempferia galanga, Dinochloa scandens, Gigantochloa apus, Zingiber officinale, and Crassocephalum crepidioides ICS 9 and Cassia pendula LUVI 1.57. The highest of ICS and LUVI values in Cikeusik category young male chosen Cocos nucifera ICS 18, LUVI 2, category of adult male Cocos nucifera ICS 24 and Cassia alata LUVI 1.35, category of old male Cocos alata, Ageratum conyzoides, Cyrtandra. pendula, aempferia. galanga, Abrus precatorius, Mikania cordata ICS 9 and Bridelia monoica LUVI 1.65, category of young female Cocos nucifera ICS 24, LUVI 1.35, category of adult female Kaempferia galanga ICS 12 and Bridelia monoica LUVI 1.06 and category of old female Gigantochloa apus, Blume balsamifera ICS 12 and Cassia alata LUVI 1.01.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2018
T49831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library