Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M.U. Dahlan
[Jakarta] : [Dep. Kesehatan], 1997
346.112 DAH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Irfandi Nandityo
"Tesis ini membahas tentang peran dan kedudukan hukum Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dalam putusan hakim dan menganalisis putusan No. 90/PID.B/2011/PN.MDO, Kasasi No. 365 K/PID. 2012, dan Putusan Nomor 79 PK/PID/2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami peran Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dalam menyelesaikan sengketa medis di pengadilan umum dan menganalisis putusan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yuridis normatif, yaitu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara tepat ciri-ciri seseorang, kondisi, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk mengetahui penyebaran suatu gejala, atau untuk mengetahui hubungan suatu gejala dengan gejala lainnya. gejala di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persidangan MKEK dapat dibuka atau ditutup dengan memperhatikan kondisi tertentu dan diumumkan oleh Majelis Penguji MKEK, dan putusan MKEK dapat menjadi alat bukti dalam persidangan umum dengan izin Ketua MKEK. MKEK Pusat. Dalam menjalankan profesinya, dokter dan tenaga kesehatan lainnya diharapkan memperhatikan hak pasien dan kewajibannya dalam berusaha menyembuhkan penyakit pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta senantiasa berpedoman pada Kode Etik Kedokteran Indonesia. , yang bertujuan untuk mencegah dokter dari perselisihan dan kerusakan medis. tidak diinginkan. Kemudian masih ada ketentuan di ORTALA yang terkesan berpihak pada dokter, belum kepada masyarakat sehingga perlu ditinjau kembali guna melindungi kepentingan semua pihak. Sebaiknya ketentuan tata cara persidangan MKEK juga diatur dalam UU Praktik Kedokteran yang bertujuan untuk memperjelas kedudukan hukum sidang MKEK agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan satu pihak saja.

This thesis discusses the role and legal position of the Medical Ethics Honorary Council in judge decisions and analyzes decision No. 90/PID.B/2011/PN.MDO, Cassation No. 365 K/PID. 2012, and Decision Number 79 PK/PID/2013. The purpose of this study is to understand the role of the Medical Ethics Honorary Council in resolving medical disputes in general courts and analyzing decisions. This research is a type of juridical normative descriptive research, that is, this research aims to describe precisely the characteristics of a person, condition, symptom or a certain group, or to determine the spread of a symptom, or to determine the relationship of a symptom to other symptoms. symptoms in society. Based on the results of the research, it can be concluded that MKEK trials can be opened or closed with due observance of certain conditions and announced by the MKEK Examination Council, and MKEK decisions can serve as evidence in general trials with the permission of the Chief Justice of the MKEK. Central MKEK. In carrying out their profession, doctors and other health workers are expected to pay attention to the rights of patients and their obligations in trying to cure a patient's illness in accordance with the applicable laws and regulations, and always be guided by the Indonesian Medical Code of Ethics. , which aims to prevent doctors from medical disputes and damage. undesirable. Then there are still provisions in ORTALA that seem to side with doctors, not to the community so that it needs to be reviewed in order to protect the interests of all parties. It is better if the provisions for the trial procedure of the MKEK are also regulated in the Medical Practice Law which aims to clarify the legal position of the MKEK trial so that it is not misused for the benefit of one party only."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husein Kerbala
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993
344.730 4 HUS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Fadlunissa Kastari
"Sebagai sebuah profesi, seorang dokter memiliki norma hukum dan etika yang harus dijalani. Dalam etika kedokteran diatur bahwa seorang dokter harus menolong dan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada seluruh pasien. Namun, apabila pasien tersebut berstatus tersangka, tindakan menolong ini dapat diartikan sebagai tindakan negatif, karena dalam KUHPidana Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu tindak pidana, yang dikenal dengan sebutan obstruction of justice. Untuk mendapat jawaban terhadap dugaan ini, maka perlu diteliti mengenai batasan pelayanan seorang dokter kepada pasien yang berstatus tersangka. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan data sekunder. Dalam akhir penelitian disimpulkan bahwa obstruction of justice diatur dalam Hukum Pidana dan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Sedangkan batasan tindakan obstruction of justice berupa niatan, pengetahuan, motif, dan perbuatan aktif, tindak pencegahan, dan memberikan keterangan yang valid.

As a profession, a doctor has legal and ethical norms to be dealt. In medical ethics it is stipulated that a doctor should help and provide the best health service to all patients. However, if the patient is a suspect, this act of help can be interpreted as a negative action, because in the Indonesian Criminal Code it can be regarded as one of a crime, known as obstruction of justice. To get an answer to this suspicion, it is necessary to examine the limitations of a doctor 39 s service to a suspected patient. The research method is using juridical normative with secondary data. After conducting the research, the authors found that obstruction of justice is regulated in the Criminal Law and the Indonesian Medical Code of Ethics. While the boundaries of the act of obstruction of justice is acted in the form of intentions, knowledge, motives, active acts, precautions, and providing the valid information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Easter Ludovika
"Aborsi adalah masalah yang selalu menuai pro dan kontra di berbagai masyarakat secara global. Bagian masyarakat menentang legalisasi praktik aborsi karena tindakan itu dianggap melanggar hak asasi manusia dengan merampas hak hidup janin. Namun, ada juga orang yang mendukung legalisasi praktik aborsi dengan argumen bahwa perempuan memiliki otonomi atau kontrol untuk tubuh mereka sendiri dan untuk demi hak-hak perempuan tentang kesehatan reproduksi. Di Indonesia, aborsi adalah dilarang dengan pengecualian tertentu, seperti aborsi karena alasan medis indikasi darurat dan aborsi yang disebabkan oleh pemerkosaan.
Esai ini akan membahas tentang legalisasi aborsi dari perspektif etika dan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder data, seperti hukum kesehatan dan peraturan pelaksanaan, Kode Indonesia Etika Medis, sastra, jurnal dan sebagainya. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan tentang aborsi diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya disebabkan argumen bahkan penolakan di dokter karena dianggap bertentangan dengan Kode Etik Medis Indonesia. Argumen berdasarkan perbedaan nilai atau perspektif yang diadopsi oleh masing-masing individu. Dalam menghadapi dilema etika itu, tenaga kesehatan profesional terutama dokter dipaksa untuk memberikan penilaian etis dan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang aborsi yang aman dan memastikan ketersediaan layanan aborsi hukum untuk masyarakat yang membutuhkan layanan itu.

Abortion is a problem that is always reaping the pros and cons in various societies globally. Parts of society oppose the legalization of the practice of abortion because of that action considered to violate human rights by depriving fetal rights of life. However, there are also people who support the legalization of the practice of abortion with the argument that women have autonomy or control for their own bodies and for the sake of women's rights regarding reproductive health. In Indonesia, abortion is prohibited with certain exceptions, such as abortion due to medical reasons indications of emergency and abortion caused by rape.
This essay will discuss about legalizing abortion from an ethical and legal perspective. This research uses the normative juridical method. The data source used in this study is secondary data, such as health laws and implementing regulations, Indonesian Code of Medical Ethics, literature, journals and so on. The data obtained will be analyzed using a qualitative approach.
Based on the results of the study, the provisions regarding abortion are regulated in the Health Act and its implementing regulations are caused by arguments and even rejection by doctors because they are considered to be in conflict with Indonesian Medical Ethics Code. Arguments based on differences values ​​or perspectives adopted by each individual. In the face of this ethical dilemma, health professionals, especially doctors, are forced to provide ethical judgments and morally responsible decisions. In addition, the government also needs to provide information to the public about safe abortion and ensure the availability of legal abortion services for people who need these services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panca Oktrina Dwirani
"Skripsi ini membahas mengenai legalitas pelaksanaan operasi pergantian kelamin di Indonesia yang ditinjau berdasarkan hukum kesehatan dan Kode Etik Kedokteran, serta kaitannya dengan tanggung jawab hukum tim dokter terhadap pelaksanaan operasi penggantian kelamin tersebut. Pembahasan dilakukan melalui studi kasus pada penetapan pengadilan Nomor 17/Pdt.P/2015/PN.Kbm sebagai acuan untuk mengetahui bahwa penetapan yang dikeluarkan hakim terhadap pergantian kelamin seseorang apakah telah sah atau tidak. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan bentuk penelitian yuridisnormatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan operasi pergantian kelamin di Indonesia adalah sah (legal) selama individu menderita Disorder of Sexual Developmet (DSD), maka pelaksanaan operasi pergantian kelamin Apriandika dalam penetapan pengadilan Nomor 17/Pdt.P/2015/PN.Kbm. menjadi berjenis kelamin perempuan adalah sah secara hukum karena Apriandika menderita DSD, kemudian mengenai pertanggungjawaban tim dokter telah terlaksana secara disiplin profesi, dan tidak diperlukannya tanggung jawab hukum karena tidak ada kesalahan/kelalaian/pelanggaran yang terjadi terhadap Apriandika, sehingga penetapan pergantian kelamin Apriandika adalah sah, walaupun Hakim dalam pertimbangan hukumnya perlu untuk mengelaborasi dari sisi Undang-Undang lainnya selain dari Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Untuk saran dari hasil penelitian ini diperlukan adanya pengaturan yang jelas mengenai tahapan, kategori pasien, dan pengecualian untuk operasi pergantian kelamin di Indonesia, dan untuk peraturan yang sudah ada diperlukan adanya pembaharuan.

This thesis discusses the legality of the implementation of sex reassignment operations in Indonesia which are reviewed based on Health Law and the Medical Ehics Code as well as the relation to the legal teams responsibility for carrying out the sex reassignment operations. The discussion is determined through 17/PDT.P/2015/PN.KBM as the number ofcase study of the court determination in which as a reference, also to know that the classification issued by a judge on a persons sex change is valid or not, with the additional interviews to the surgeons, forensics and psychiatrists, this research therefore, is descriptive research with juridical-normative formed. The result of this study concluded which the implementation of sex change operations in Indonesia is legal as long as individuals suffer from Disorder of Sexual Development (DSD), then the implementation of Apriandikas sex change operationin the determination of court number 17/Pdt.P/2015/PN.Kbm. beingfemale is legal due to the status of Apriandikas who suffers from DSD, in regards of relation to the accountability of the team of doctors which has been carried out in a professional discipline, in addition that there is no need for legal responsibility which there are ultimately noerrors/omissions/violations which occur against Apriandika, thus the determination of Apriandikas sex change is essentially valid even though the judge in his consideration should need to elaborate extensively on the other side of the Lawwhich also regulates sex reassignment operationsother than the Population Administration Act. Therefore, for other suggestions from the results of this study, it is necessary to have clear arrangements regarding the stages, categories, exceptionsof sex change operations in Indonesia, and for existing regulations there is a need for renewal. As a result, this advice is more directed to the Minister of Health.
"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Callandra Sani Fenat
"Metode cuci otak merupakan metode pengobatan yang baru diperkenalkan dalam dunia kedokteran. Munculnya metode cuci otak menuai berbagai kontroversi, terlebih saat Surat MKEK IDI terkait penerapan metode cuci otak bocor di kalangan publik. Pihak yang mendukung menyatakan bahwa metode ini merupakan suatu penemuan baru dalam dunia kedokteran. Sedangkan, pihak yang tidak setuju menyatakan bahwa metode ini bukan merupakan penemuan, melainkan hanya sebuah bentuk inovasi dari metode yang telah ada. Ditemukan beberapa pelanggaran oleh dokter dalam menerapkan metode cuci otak dalam praktik kedokterannya. Pelanggaran tersebut berujung pada pemberian sanksi terhadap dokter yang bersangkutan, yaitu berupa pemberhentian sementara yang bersangkutan sebagai anggota IDI, diikuti pernyataan tertulis terkait pencabutan rekomendasi surat izin praktiknya. Tidak sampai di situ, isu ini dibahas hingga pada Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh. Dengan beberapa pertimbangan, pada Muktamar diputuskan bahwa yang bersangkutan diberhentikan secara tetap sebagai anggota IDI. Penelitian ini akan menganalisis terkait penerapan metode cuci otak oleh dokter berdasarkan hukum dan etika. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur serta wawancara dengan narasumber. Data yang diperolah akan dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan metode cuci otak oleh dokter dinilai belum mematuhi hukum dan etika yang berlaku.

The brainwashing method is a new treatment method introduced in the medical world. The emergence of the brainwashing method reaped various controversies, especially when IDI's MKEK Letter regarding the application of the brainwashing method was leaked among the public. Those who support it state that this method is a new discovery in the world of medicine. Meanwhile, those who disagree state that this method is not an invention, but only a form of innovation from existing methods. Several violations were found by doctors in applying the brainwashing method in their medical practice. This violation resulted in the imposition of sanctions on the doctor in question, namely in the form of temporary dismissal as a member of the IDI, followed by a written statement regarding the revocation of the recommendation for his practice license. It didn't stop there, this issue was discussed up to the 31st IDI MUKTAMAR in Banda Aceh. With several considerations, at the MUKTAMAR it was decided that the person concerned was permanently dismissed as an IDI member. This study will analyze the application of brainwashing methods by doctors based on law and ethics. The research was conducted using normative juridical methods. The data and data sources used in this study are secondary data obtained through literature studies and interviews with informants. The data obtained will be analyzed using qualitative data analysis methods. Based on the research results, the application of the brainwashing method by doctors is considered not to comply with applicable laws and ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinny Setiadini Utami
"Artikel ini menjelaskan mengenai penegakan kode etik kedokteran yang dilakukan terhadap kasus pelanggaran etik oleh dokter yang terjadi di rentang tahun 1980-an. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) adalah sebuah pedoman yang disusun bagi dokter dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Namun dengan berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia, tidak menutup kemungkinan akan selalu terbuka celah bagi seorang dokter untuk melakukan tindakan yang melanggar pedoman tersebut. Dalam penelitian kali ini, tindakan pelanggaran tersebut dilakukan oleh dokter Gunawan Simon dari Bandung pada tahun 1984-1987. Pelanggaran yang dilakukan adalah mengobati pasien dengan metode pengobatan yang tidak sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran dan memberikan obat hasil racikan sendiri yang belum teruji secara ilmu kedokteran kepada pasien. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap pasal dalam KODEKI yang saat itu berlaku. Fokus utama pembahasan dalam penelitian ini adalah upaya penegakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan (Depkes), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Sanksi yang diberikan atas pelanggaran tersebut adalah pemberhentian keanggotaan dan pencabutan izin praktik oleh IDI dan MKEK sebagai lembaga yang berwenang. Menurut penulis, Depkes, IDI dan MKEK sudah menerapkan upaya sebaik-baiknya, namun sanksi yang diberikan belum tegas sehingga tidak memberikan efek jera kepada dokter-dokter lainnya di tahun-tahun berikutnya. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri atas proses heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam proses heuristik, penelitian ini mengangkat berita dan artikel dari surat kabar yang terbit antara tahun 1984-1987. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana keberhasilan implementasi penegakan etik kedokteran berdasarkan KODEKI oleh Depkes, IDI dan MKEK pada tahun 1984-1987.

This article describes the enforcement of the medical code of ethics that was carried out on cases of ethical violations by doctor that occurred in the 1980s. The Indonesian Medical Code of Ethics (KODEKI) is a guideline that prepared for doctors in carrying out their duties. However, with the enactment of the Indonesian Medical Code of Ethics, there will still be a possibility to a doctor to violate the guidelines. In this study, the violation was carried out by doctor Gunawan Simon from Bandung in 1984-1987. The Violations committed were treating patients with treatment methods that are not in line with the rules of medical science and giving patients their own concoction of medicine that have not been tested by medical science. This action was a violation of the provisions of the KODEKI at that time. The main focus of discussion in this study is enforcement efforts carried out by the government through the Ministry of Health, the Indonesian Doctors Association (IDI), and the Medical Ethics Honorary Council (MKEK). The penalty given for such violations are termination of the membership and cancellation of practice licenses by IDI and MKEK as authorized institutions. According to the author, the Ministry of Health, IDI and MKEK have implemented their best efforts, but the penalty given have not been firm so that they do not have a deterrent effect to other doctors in the following years. This study uses historical methods consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography processes. In the heuristic process, this study picks up news and articles from newspapers published between 1984-1987. The aim of this study is to find out how successful the implementation of medical ethics enforcement based on KODEKI by the Ministry of Health, IDI, and MKEK was in 1984-1987."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retha Soraya Athirah
"Penelitian ini menganalisis kewajiban dokter dalam menjaga rahasia medis pasien dan konsekuensi hukum atas pelanggaran tersebut di media sosial, dengan fokus pada kasus dokter di Indonesia. Latar belakang menunjukkan bahwa fenomena ini meningkat seiring dengan penggunaan media sosial dalam komunikasi kesehatan. Pembukaan rahasia medis melanggar Pasal 177 dan Pasal 274 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Penelitian menggunakan bentuk penelitian doktrinal dan menemukan bahwa pembukaan rahasia medis dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu, seperti izin pasien atau ketentuan hukum. Kasus dr. J, yang membagikan informasi pasien Covid-19 tanpa izin, mencerminkan pelanggaran serius terhadap KODEKI dan UU Kesehatan, berpotensi mengakibatkan sanksi administratif atau pencabutan izin praktik. Kasus dr. S yang melakukan siaran langsung persalinan tanpa persetujuan juga menunjukkan lemahnya penegakan sanksi di Indonesia. Di sisi lain, dr. R di USA menghadapi konsekuensi berat setelah menyiarkan prosedur bedah tanpa izin pasien, termasuk denda dan pencabutan izin praktik. Perbandingan kasus ini menyoroti perbedaan penegakan hukum antara Indonesia dan USA, dimana USA menerapkan sanksi lebih ketat. Penelitian merekomendasikan pembaruan aturan terkait pembukaan rekam medis dalam situasi darurat, peningkatan program pelatihan etika bagi SDM kesehatan, dan penegakan sanksi yang lebih transparan untuk melindungi hak privasi pasien. Dalam era media sosial, pemahaman dan kepatuhan terhadap kewajiban menjaga kerahasiaan informasi medis menjadi kunci dalam praktik kedokteran yang etis dan profesional.

This research analyzes doctors' obligations to maintain patient medical confidentiality and the legal consequences of breaching it on social media, focusing on cases involving doctors in Indonesia. The background highlights that this phenomenon has increased alongside the use of social media in healthcare communication. Disclosing medical secrets violates Articles 177 and 274 of Law No. 17 of 2023 on Health, as well as the principles in the Indonesian Medical Code of Ethics (KODEKI). The research uses doctrinal research and found that disclosing medical information can be justified under certain conditions, such as patient consent or legal provisions. The case of dr. J, who shared Covid-19 patient information without permission, represents a serious violation of KODEKI and the Health Law, potentially resulting administrative sanctions or license revocation. Also, the case of dr. S, who live-streamed a childbirth without consent, highlights weak enforcement of sanctions in Indonesia. By contrast, dr. R in the United States of America faced severe consequences, including fines and license revocation, after broadcasting a surgical procedure without patient consent. This comparison highlights differences in legal enforcement between Indonesia and the U.S.A, where U.S.A imposing stricter penalties. This research recommends update of regulations related to the disclosure of medical records in emergency situations, enhancing ethics training programs for healthcare workers, and implementing more transparent enforcement of sanctions to protect patients' privacy rights. In this social media era, understanding and adhering obligations regarding medical confidentiality are the key to maintain ethical and professional medical practices. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasana Dea Linzi
"ABSTRAK
Hubungan secara langsung yang dimiliki antara dokter dan perusahaan farmasi
yang dapat mempengaruhi independensi dokter merupakan hubungan yang
sebenarnya melanggar kode etik. Namun, tidak sedikit dokter maupun perusahaan
farmasi yang memiliki hubungan langsung tersebut dan pada keadaan tertentu
mempengaruhi independensi dokter dalam menjalankan profesinya. Skripsi ini
membahas mengenai hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi ditinjau dari
aspek etika dan hukum. Penelitian ini, menggunakan metode yuridis normatif
dengan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan studi literatur, untuk dapat
menggambarkan bagaimana sebenarnya aturan hukum mengenai hubungan yang
dimiliki antara dokter dan perusahaan farmasi. Perusahaan farmasi tidak boleh
berhubungan langsung dengan dokter untuk menawarkan produk yang
dimilikinya. Hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi yang dapat
mempengaruhi independensi dokter dalam menjalankan profesinya tersebut
merupakan pelanggaran Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia. Pemberian yang
diterima oleh dokter dari perusahaan farmasi dapat tergolong sebagai gratifikasi
apabila pemberian tersebut memiliki maksud agar dokter menuliskan resep dari
perusahaan farmasi tersebut. Namun aturan hukum yang ada saat ini belum dapat
menjangkau dokter swasta.

ABSTRACT
Direct relationship between doctors and pharmaceutical companies that may
affect the independence of doctors is actually violating code of ethics. However,
many doctors and pharmaceutical companies have direct relationships without
any intermediaries and therefore affect the independence of doctors in their
profession. This thesis discusses the relation between doctors and pharmaceutical
companies in terms of ethical and legal aspects. This study, using normative
juridical method with qualitative approach. The author uses literature study, to be
able to describe how the rules of law regarding the relationship between doctors
and pharmaceutical companies. Pharmaceutical companies can not relate
directly to the doctors to offer its products. The relation between doctors and
pharmaceutical companies that may affect doctor's independency is a violation of
medical ethics. The awarding that given by the pharmaceutical companies to the
doctor is a can be classified as gratification if it has a purpose in order to the
doctors prescribe from the pharmaceutical companies. However the regulation
which exist today can not reach the private doctors."
2017
S65861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library