Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulianto Susilo
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan ligan yang selektif dan berikatan kuat dengan reseptor estrogen melalui pengujian afinitas ikatan senyawa estradiol-17β-hemisuksinat. Untuk meningkatkan status senyawa tersebut menjadi kandidat senyawa aktif obat kanker payudara perlu diketahui selektifitasnya terhadap reseptor estrogen dengan metode Scintillation Proximity Assay (SPA). Reagen primer yang diperlukan dalam metode SPA adalah radioligan dan reseptor, dan dilakukan penandaan estradiol-17β-hemisuksinat dengan 125I sebagai radioligan. Studi ikatan radioligan dilakukan terhadap reseptor estrogen meggunakan sel MCF7. Penandaan dilakukan secara tidak langsung dengan dua tahap. Pertama dilakukan aktivasi estradiol-17β-hemisuksinat menggunakan isobutilkloroformat dan tributilamin sebagai katalis, dan penandaan histamin dengan 125I menggunakan metode kloramin-T. Tahap kedua adalah konjugasi histamin bertanda 125I dengan estradiol-17β-hemisuksinat yang sudah diaktivasi. Estradiol-17β-hemisuksinat bertanda 125I dilakukan ekstraksi menggunakan toluen dan fase organik dimurnikan dengan sistem KLT. Rendemen pemurnian yang diperoleh sebesar 79,8% untuk ekstraksi pelarut dan 84,4% untuk sistem KLT dengan kemurnian radiokimia 97,8%. Penentuan afinitas ikatan dilakukan dengan metode SPA menggunakan sel MCF7 yang mengekspresikan reseptor estrogen, dan diperoleh Kd sebesar 7,192 x 10-3 nM dan ikatan maksimum sebesar 336,1 nM. Afinitas ikatan estradiol-17β-hemisuksinat yang diperoleh tinggi, ditunjukkan dengan nilai Kd yang rendah.

ABSTRACT
Research was carried out to get drugs that selective ligand and strongly bind estrogen receptors to determine the binding affinity to estradiol-17β-hemisuccinate. To improve the status of these compounds as a candidate for breast cancer active compound, selectivity of these compounds for estrogen receptor was studied using Scintillation Proximity Assay (SPA) method. Primary reagents required in the SPA method was radioligand and receptors, then performed with 125I labeling of estradiol-17β-hemisuccinate as a radioligand.
Radioligand binding studies were performed on MCF7 cell for estrogen receptor. The labeling process was performed by indirect method via two-stage reaction. First activation of estradiol-17β-hemisuccinate using isobutylchloroformate and tributylamine as a catalist, and labeling of histamine was carried out by 125I using Chloramin-T method. The second stage was conjugation of activated estradiol-17β-hemisuccinate with 125I-histamine. The estradiol-17β-hemisuccinate labeled with 125I was extracted using toluene and organic phase was purified by TLC system. The obtained purification yield for the extraction solvent was 79.8% and for the TLC system was 84,4% with a radiochemical purity was 97.8%. Determination of binding affinity by the SPA method using MCF7 cell lines which express estrogen receptors, were Kd of 7.192 x 10-3 nM and maximum binding of 336.1 nM. Having obtained binding affinity of estradiol-17β-hemisuccinate was obtained high, indicated by a low Kd values.
"
2012
T31150
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winter, Ruth
New York: Three Rivers Press, 1997
612.67 WIN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reiss, Uzzi
"An easy-to-follow anti-aging programme that draws on the principles of natural hormone replacement to promote a healthier, younger-looking skin, weight control, muscle tone, enhanced energy and sexual function, better sleep habits, balanced moods, better memory, and more. It provides women advice on choosing natural hormone replacements based on individual needs, and suggests how they can improve memory, balance moods, enhance sexuality, and increase energy."
New York: Pocket Books, 2001
612.405 REI n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Guna memperoleh profil reseptor estrogen dan progesteron sitosol baik di dalam jaringan endometriosis maupun endometrium pada pasien dengan atau tanpa endometriosis dilakukan suatu kajian iris-silang yang melibatkan 43 wanita infertil. Ini terdiri dari 31 (72,09%) kasus endometriosis dan 12 (27,91%) kasus nir-endometriosis; umur rerata masing-masing 32 ± 4 tahun dan 32 ± 3 tahun, dengan rerata panjang siklus haid masing-masing 31 ± 8 hari dan 29 ± 1 hari. Jaringan endometriosis diperoleh dengan eksisi selama tindakan laparoskopi operatif, sementara endometrium diperoleh dengan biopsi menyusul tindakan histeroskopi. Tindakan ini dilaksanakan dalam kurun periovulasi (Hari 13-18 siklus haid). Kandungan reseptor steroid seks dalam sitosol diukur secara kuantitatif menggunakan cara tera imunoenzimatik, dan dihitung sebagai reseptor steroid seks/protein sitosol (fmol/ml sitosol). Ditemukan bahwa konsentrasi rerata reseptor estrogen sitosol dalam jaringan terkait adalah: 512.99 fmol/ml di ovarium endometriotik dibandingkan dengan 2369.17 fmol/ml di ovarium normal, dan 601.02 fmol/ml di peritoneum endometriotik dibandingkan dengan 9607.61 fmol/ml di peritoneum normal, serta masing-masing 99.28 fmol/ml dan 608.33 fmol/ml di endometrium wanita dengan dan tanpa endometriosis. Konsentrasi rerata reseptor progesteron sitosol yang ditemukan di masing-masing jaringan adalah 50.64 fmol/ml di ovarium endometriotik dibandingkan 6496.42 fmol/ml di ovarium normal dan 1631.40 fmol/ml di peritoneum endometriotik dibandingkan 12466.99 fmol/ml di peritoneum normal, serta masing-masing 21.26 fmol/ml dan 599.61 fmol/ml di endometrium wanita dengan dan tanpa endometriosis. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada konsentrasi reseptor antara masing-masing jaringan menurut asal to-pografiknya. Namun demikian, hasil ini dapat memperkirakan bahwa daya-tanggap terhadap penanganan hormonal pada kasus-kasus endometriosis akan bergantung pada kandungan reseptor steroid seks sitosol pada jaringan yang sakit, dan lesi-lesi peritoneal mungkin akan memberikan tanggapan yang lebih baik daripada yang di sisi lain. Diperlukan uji klinis lebih lanjut. (Med J Indones 2005; 14: 133-41)

In order to have a profile of cytosolic estrogen and progesterone receptors in either endometriotic tissue or endometrium in patients with and without endometriosis a cross-sectional study was performed involving 43 infertile women. They consisted of 31 (72.09%) en-dometriosis and 12 (27.91%) non-endometriosis cases; their average age was 32 ± 4 years and 32 ± 3 years respectively, with the ave-rage length of menstrual cycle 31 ± 8 days and 29 ± 1 days respectively. The endometriotic tissue was obtained by excision during ope-rative laparoscopy procedure, while the endometrium was obtained by biopsy following hysteroscopy procedure. These procedures were conducted within the periovulatory period (on Day 13-18 of the cycle). The sex steroid receptor content in the cytosol was measured quantitatively using enzyme-immunoassay method, and calculated as sex steroid receptor/cytosol protein (fmol/ml cytosol). It was found that the average cytosolic estrogen receptor concentration in the respective tissues were 512.99 fmol/ml in the endometriotic ovary compared with 2369.17 in normal ovary and 632.18 fmol/ml in the endometriotic peritoneum compared with 9607.61 fmol/ml in normal peritoneum; while 99.28 fmol/ml and 608.33 fmol/ml in the endometrium of women with endometriosis and those without endometriosis respectively. The average cytosolic progesterone receptor concentration found in the respective tissues were 50.64 fmol/ml in the endometriotic ovary compared with 6469.42 fmol/ml in normal ovary and 1631.40 fmol/ml in endometriotic peritoneum compared with 12466.99 in normal peritoneum, while 21.26 fmol/ml and 599.61fmol/ml in the endometrium of women with endometriosis and those without endometriosis respectively. There is no significant difference in the receptor concentration between each tissue according to its topographic origin. However, this result may assume that the responsivity on hormonal treatment in endometriosis cases will depend on the cytosolic sex steroid receptor content in the sick tissues, and the peritoneal lesions will possibly give better response than those in other sites. A further clinical trial is necessary. (Med J Indones 2005; 14: 133-41)"
Medical Journal of Indonesia, 14 (3) Juli September 2005: 133-141, 2005
MJIN-14-3-JulSep2005-133
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noorwati Sutandyo
"ABSTRAK
Pasien kanker payudara usia muda cenderung meningkat di
RS Kanker Darmais. Faktor hormonal (estrogen) diketahui berperan penting
pada karsinogenesis kanker payudara, namun faktor-faktor pertumbuhan,
seperti insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan Her-2 juga berperan. Banyak
Studi mengaitkan kanker payudara usia muda dengan estrogen reseptor (ER)
negatif, sedangkan ER negatif dikaitkan dengan overekspresi Her-2. Alur
pensinyalan proliferatif faktor pertumbuhan sebagian besar memakai sistem
mitogen-activated protein kinase (MAPK). Hasil rangsangan proliferatif Ialu
memicu transkripsi protein siktus set. Protein siklus set yang pertama
terbentuk adalah siklin D1 yang transkripsinya dapat dirangeang baik oleh
estrogen maupun faktor pertumbuhan. Belum diketahui apakah ada
perbedaan komponen alur pensinyalan tersebut antara penderita kanker
payudara usia muda (35 tahun atau kurang) dan yang Iebih dari 35 tahun.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari perbedaan pola
pensinyalan antara penderita kanker payudara berusia 35 tahun atau kurang
dan pasien yang berusia lebih dari 35 tahun.
Metode: Pasien kanker payudara sporadik wanita direkrut untuk penelitian ini
dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu 35 tahun atau kurang dan lebih dari 35
tahun. Spesimen tumor diambil dari biopsi atau pengangkatan tumor yang
dikonfirmasikan secara histopatologik. Ekspresi ER, 1GF-1R, Her-2, MAPK,
dan siklin D1 diperoleh dengan iniunonisfokimia. Spesimen darah diambil untuk pemeriksaan kadar estrogen dan IGF-1 serum serta pemeriksaan
mutaei gen BRCA-1 dan BRCA-2.
Hasil: Sebanyak 93 orang pasien berhasil direkrut sejak September 2004
sampai Desember 2005. Terdapat 43 orang yang berusia 35 tahun atau
kurang. Lebih dari 90% pasien mernpunyai tipe karsinoma duktal invasif dan
Iebih dari separuhnya memiliki grade 2. Pulasan imunohistokimia berhasil
dilakukan pada 90 spesimen. Ekspresi ER negatif pada 33 (78,6%) pasien
berusia 35 tahun atau kurang dan 32 (66.7%) orang yang berusia lebih dari
35 tahun. Ekspresi IGF-1R, Her-2, MAPK, dan siklin D1 positif berturut-turut
pada 17 (40,5%), 11 (26,2%), 26 (66,7%), dan 7 (16,7%) kasus dalam
kelompok usia 35 tahun atau kurang dan 16 (37,5%), 11 (22,9%), 37 (77,?I%),
dan 9 (16.6%) kasus dalam kelompok usia Iebih dari 35 tahun. Tidak ada
perbedaan yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok. ER negatif
terdapat pada 72,2% dan MAPK positif terdapat pada 76,7% kasge. Variasi
pola pensinyalan terbanyak adalah ER-/IGF-1R-/Her-2- (26 kasus), ER-/IGF-
1R+/Her-2- (19 kasus), dan ER-/IGF-1R-/Her-2+ (16 kasus).
Kesimpulan: Pasien kanker payudara usia 35 tahun atau kurang
memperlihatkan pole ekepresi ER, IGF-1R, Her-2, MAPK, dan siklin D1 yang
sama dibandingkan pasien berusia Iebih dari 35 tahun. Sebagian besar
subyek menunjukkan ER negatif yang memberi kesan bahwa estrogen tidak
berperan dominan. Tingginya ekspresi MAPK menimbulkan dugaan peran
faktor pertumbuhan yang lebih dominan pada populasi penelitian ini. Terdapat
banyak variasi pola pensinyalan yang membutuhkan penelitian lebih Ianjut

Abstract
Background: Early onset breast cancer patients tend to increase in Dharmais
Cancer Hospital. Hormonal factor (estrogen) has been known to play
important rote in breast cancer carcinogenesis, but growth factors such as
insulin-like growth factor-1 (lGF- 1) and Her-2 also have roles. Many studies
have linked young onset breast cancer with the negativity of estrogen receptor
(ER), white negative ER is associated with Her-2 overexpression. Proliferative
signaling path ways from growth factors mostly use the kinase system of
mitogen-activated protein kinase (MAPK). The proliferative stimuli then
activate the transcription of cell cycte proteins. The first cell cycle protein is
cyclin D1 which could be generated either by estrogens or growth factors?
stimuli. it is not known whether signaling pathways are different between
young onset breast cancer patients (35 years old or less) and the older ones
(more than 35 years old).
Objective: The aim of this study was to find signaling pathway differences
between breast cancer patients aged 35 years old or less and patients aged
more than 35 years old.
Method: Sporadic, female breast cancer patients were consecutively
recruited and divided into two age groups, i.e. 35 years or less and more than
35 years old. Specimens were obtained by biopsy or surgical removal of the
tumors and were confirmed by histopathological examination. The expression
of ER, IGF-1R, Her-2, MAPK, and cyclin D1 were obtained by immunohisto-chemistry method. Blood specimens were taken from patients for estrogen
and serum lGF-1 assay and gene mutation analysis of BRCA1 and BRCA2.
Results: Ninety-three patients were recruited since September 2004 to
December 2005. Forty-three patients were 35 years or below. More than 90%
of the patients within the two groups showed invasive ductal carcinomas and
more than half of them were grade 2. immunohistochemical staining was
successfully done in 90 patients. ER expression was negative in 33 (78.6%)
of patients below 35 years old and 32 (66.7%) of older patients. The
expressions of IGF-1R, Her-2, MAPK and cyclin D1 were positive in 17
(40,5%), 11 (26,2%), 28 (66, 7%), and 7 (16, 7%) cases within the group of 35
years old or less, respectively and 18 (37,5%), 11 (22,9%), 37 (77,1%), and 9
(18, 8%) cases within the group of more than 35 years old. There is no
significant difference statistically between the two groups. ln all subjects, ER
was negative in 72,2% C8868 and MAPK was positive in 76, 7% cases. The
most frequent variations of signaling pathway are ER-/IGF-1R-/Her-2- (26
cases), ER-/IGF-1R+/Her-2- (19 cases), and ER-/IGF-1R-/Her-2+ (16 cases).
Conclusions: Breast cancer patients aged 35 years or less showed similar
ER, IGF-1R, Her-2, MAPK, and cyclin D1 expressions compared to the
patients aged more than 35 years old. ER negativity was predominant in
these series, suggesting that estrogen do not play a dominant role. The high
expression of MAPK raises a possibiiity of the more dominant role of growth
factors in these patients. There are many variations of signaling pathways in
breast cancer patients that need further studies."
2006
D777
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarila Malik
"ABSTRAK
Pemakaian tablet kontrasepsi oral ( yang mengandung estrogen dan progestiri ) dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah yang nyata, yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya thrombus. Ingin diketahui pengaruh Depo-medroxyprogesteroni acetas DMPA sebagai kontrasepsi suntikan terhadap viskositas darah dan nilai hematokrit. Dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh DMPA terhadap viskositas darah dan nilai hematokrit pada 3 kelompok kelinci putih betina, dengan dosis 3 mg /kgBB, 30 mg /kgBB dan 60 mg/kgBB selama 3 bulan. DMPA dengan dosis 3 mg/kg BB dan 30 mg/kg BB tidak mempengaruhi viskositas darah dan nilai hematokrit pada bulan pertama, kedua dan ketiga setelah penyuntikan Secara intramuskular. Sedangkan dosis 60 mg/kgBB dari DMPA memperlihatkan peningkatan yang bermakna pada bulan pertama setelah penyuntikan, dan kemudian menurun pada bulan kedua dan ketiga."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Budi Susanto Notosaputro
"ABSTRAK
Neoplasia endometrium dalam klinik muncul sebagai keluhan gangguan haid dalam berbagai bentuk. Keluhan ini merupakan kasus sehari-hari dalam klinik ginekologi. Diagnosis pasti, yang dapat berbentuk hiperplasia kistik, hiperplasia adenomatosa, hiperplasia atipik, atau adanokarsinoma berbagai derajat, hanya mungkin ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologik.
Dalam patogenesisnya, rangkaian jejas ini umumnya berkaitan erat dengan hormon estrogen. Kadar hormon estrogen yang tinggi dan berlangsung lama tanpa diimbangi oleh hormon progesteron akan menyebabkan berlangsungnya perangsangan yang terus menerus pada sel epitel kelenjar sehingga terjadi proliferasi yang berlebihan. Untuk dapat bekerja, hormon ini membutuhkan suatu protein spesifik dalam sel sasaran yang dikenal sebagai "reseptor". Pada dasarnya receptor mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) mengenal dan mengikat hormon estrogen, dan 2) mengantar hormon estrogen dari sitoplasma ke inti sel sehingga berlangsung respons sel yang spesifik. Dalam inti sel, kompleks reseptor-estrogen ini berikatan dengan bagian kromatin yang disebut "akseptor". Dengan berlangsungnya rangkaian ikatan ini, inti sel mulai membentuk mRNA yang dikeluarkan ke sitoplasma dan sel mulai membentuk protein spesifik yang pada akhirnya menghasilkan pembelahan sel.
Pengenalan terdapatnya reseptor estrogen ini bermanfaat dalam pengobatan maupun penentuan prognosis penderita. Suatu adenokarsinoma endometrium misalnya, bila memiliki cukup reseptor dapat diberikan pengobatan hormonal yang jauh lebih menguntungkan dari pada sitostatika. Demikian juga tumor demikian menunjukkan prognosis yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai manfaat pulasan imunoperoksidase dalam mengenal reseptor estrogen, sekaligus mempelajari pola distribusi dan intensitasnya dalam sel sasaran serta melihat hubungannya dengan jenis neoplasia. Diharapkan penelitian ini selanjutnya akan bermanfaat bagi ahli patologi anatomik, para ahli klinik yang menangani penderita, saerta bagi para peneliti sebagai dasar penelitian selanjutnya.
Dalam penelitian ini diperiksa sejumlah 36 kasus, 5 (=13,9%) di antaranya terdiri atas adenokarsinoma endometrium berdiferensiasi baik. Jumlah kasus ini lebih kurang sebanding dengan jumlah kasus yang telah didiagnosis sebagai neoplasia endometrium di Bagian Patologi Anatomik FKUI selama 7 tahun {1980--1986) yaitu sebanyak 1240 kasus, di antaranya 186 (=15%) kasus adalah karsinoma.
Diperiksa pula 10 sediaan endometrium normal masa proliferasi den sekresi dan 2 sediaan endometrium dalam gangguan keseimbangan horman. Diagnosis histopatologik ditegakkan berdasarkan hasil pulasan rutin hematoksilineosin. Untuk mengenal reseptor estrogen dipergunakan pulasan imunoperoksidase dengan memakai antibodi anti-estradiol, dikerjakan pada jaringan yang telah difiksasi dan dibuat blok parafin. Hasil pulasan umumnya memuaskan karena 1) antibodi yang digunakan memiliki spesifisitas yang cukup tinggi, 2) kromogen memberikan warna merah-coklat yang kontras terhadap latar belakang yang kebiruan, dan 3) pulasan tending dengan hematoksilin Mayer tidak menghalangi pembacaan warna kromogen. Spesifisitas pulasan dikontrol dengan sediaan yang sama tetapi tidak diberikan antibodi anti-estradiol, melainkan diberikan serum non-imun. Pulasan non-spesifik berlangsung juga pada jaringan ikat kolagen den sel granulosit, namun secara morfologik mudah dibedakan dari sel epitel kelenjar.
Pembacaan dilakukan.dengan pembesaran 450 kali pada 10 lapangan, hanya sel epitel kelenjar yang dinilai serta dirinci atas inti dan sitoplasma. Dilakukan pengukuran semikuantitatif atas distribusi reseptor estrogen maupun intensitas pulasannya.
Peniiaian distribusi reseptor estrogen dinyatakan dalam % positif polpulasi sel kelenjar. Jumlah nilai yang diperoleh dikonversikan dalam bentuk derajat distribusi, dinyatakan dalan derajat 1 {20 - 40% positif) sampai dengan derajat 3 ' (> 60% positif) dan basil yang negatif (< 20% positif).Penilaian intensitas pulasan dirinci atas +, ++, dan +++ berdasarkan kepadatan granula yang terpulas.
Pada endometrium normal, sebaran reseptor estrogen dalam inti sel kelenjar memperlihatkan keterkaitan dengan periode siklus haid. Derajat terendah didapatkan pada masa proliferasi awal, menoapai nilai tertinggi dalam masa proliferasi lanjut, menetap selama masa sekresi awal, kemudian menurun menoapai nilai minimal dalam masa sekresi lanjut.
Guna melihat hubungan antara status reseptor dengan derajat perubahan histopatologik, dilakukan pengujian statistik menurut Kendall dengan 2 variabel kategori berderajat. Bila didapatkan hubungan bermakna, kemaknaan hubungan itu ditentukan dengan menggunakan koefisien kemaknaan dari Kendall pula.
Analisis status reseptor dalam hubungannya dengan perubahan histopatologik dari normal hingga karsinoma tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Sebaran reseptor estrogen dalam inti sel kelenjar yang mencapai derajat III didapatkan pada 40% kasus dari kelompok endometrium normal, namun hanya 11,11% kasus dari kelompok neoplasia. Rendahnya jumlah kasus dalam kelompok yang terakhir ini menunjukkan perbedaan perilaku biologik antara kedua kelompok. Selanjutnya dari kelompok neoplasia dilakukan analisis tersendiri.
Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa distribusi reseptor dalam inti sel kelenjar mempunyai hubungan yang bermakna dengan jenis neoplasia (0,001 < p < 0,01; r = 0,29). Makin keras neoplasia, makin luas sebaran reseptor 'estrogen dalam inti sel kelenjar. Meskipun demikian, beberapa kasus menunjukkan sebaran yang menyimpang dari pola umum.
Distribusi reseptor estrogen dalam sitoplasma sel kelenjar maupun intensitasnya dalam inti dan sitoplasma tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan jenis neoplasia.
"
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rahayu Ratri
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak rimpang Curcuma domestica Val. (kunyit) dengan dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb, terhadap endometrium Mus musculus L. (mencit) galur DDY yang diovariektomi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Perkembangan Departemen Biologi FMIPA-UI. Dua puluh lima ekor mencit betina galur DDY yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok perlakuan KP1, KP2, KP3, yang masing-masing diberi ekstrak rimpang C. domestica dengan dosis 230 mg/kg bb, 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb per hari, kontrol negatif (KK1) yang diberi akuades, dan kelompok kontrol positif (KK2) yang diberi etinil estradiol. Seluruh bahan uji diberikan secara oral selama 8 hari berturut-turut. Rerata ketebalan endometrium setelah 8 hari untuk KP1, KP2, KP3, KK1, dan KK2 berturut-turut adalah (13,57 ± 1,76) μm; (24,14 ± 2,33) μm; (31,03 ± 3,76) μm; (9,85 ± 1,04) μm; dan (27,59 ± 2,56) μm. Uji analisis variansi (anava) 1-faktor menunjukkan bahwa ekstrak rimpang C. domestica dosis 310 mg/kg bb, dan 390 mg/kg bb dapat meningkatkan ketebalan endometrium, namun pada dosis 230 mg/kg bb belum dapat meningkatkan ketebalan endometrium."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S31447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichramsjah Azim Rachman
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0177
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>