Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susiani
"Kasus sengketa lingkungan hidup pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan, baik secara perdata, maupun secara pidana yang diatur diadalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-undang Nomor : 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Namun jarang sekali kasus sengketa lingkungan hidup yang menang di pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui Pengadilan memerlukan waktu yang tidak sedikit, sementara itu pencemaran terus berlangsung. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar proses sidang pengadilan relatif lebih menguntungkan, karena waktu yang diperlukan lebih singkat, para pihak dapat bermusyawarah dan bermufakat sehingga dapat menghasilkan keputusan yang bersifat win-win dalam arti tidak ada pihak yang menang ataupun yang kalah. UULH tidak mengatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Namun di dalam Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup (RUULH) yang akan datang diatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Bahkan RUULH secara tegas membuka peluang bagi tumbuh dan berkembangnya mediator swasta disamping mediator yang berasal dari aparat pemerintah. Hal itu tercermin dalam Pasal 28 RUULH. Sebagai alternatif penyelesaian sengketa lingkungan, arbitrase banyak mempunyai kelebihan yaitu, cepat, murah dan efektif. Pada umumnya arbitrase dipakai dalam penyelesaian sengketa komersial (perdagangan) baik dalam negeri maupun luar negeri. Arbitrase karena sifatnya yang menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dapat mengarah kepada situasi win-win dan bukan win-lose. Meskipun lebih menguntungkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase masih kalah populer dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hal ini terbukti belum satu pun sengketa lingkungan hidup yang diselesaikan melalui Arbitrase. Kurang populernya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase, karena kurang dikenalnya lembaga tersebut di dalam negeri sendiri."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lusiana Setyowati
"Di industri modern, kelelahan kerja adalah fenomena kompleks yang disebabkan berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor yang memengaruhi kelelahan pada pekerja mebel. Penelitian dilaksanakan pada Februari ? Maret 2013 di suatu perusahaan mebel di Kabupaten Jepara. Penelitian ini adalah dengan desain potong lintang melibatkan 70 orang responden. Kelelahan kerja diukur menggunakan reaction timer, stres kerja diukur menggunakan General Health Questionnaire-12. Monoton kerja, kerja lembur, motivasi, konflik kerja diukur dengan wawancara. Status gizi diukur dengan indeks massa tubuh (IMT). Rata-rata intensitas kebisingan atau Level Equivalent diukur dengan sound level meter, penerangan lokal diukur dengan lux meter, iklim kerja dengan questemp, dan beban kerja diukur dengan denyut nadi. Data diuji dengan kai kuadrat dan multivariat dianalisis dengan visual partial least square. Kelelahan kerja dipengaruhi oleh umur (nilai p = 0,018), monoton kerja (nilai p = 0,053), dan konflik kerja (nilai p = 0,019). Menurut analisis multivariat, kelelahan kerja dipengaruhi langsung oleh konflik kerja, stres kerja, lingkungan fisik, dan kapasitas kerja. Secara tidak langsung, kelelahan kerja dipengaruhi motivasi melalui stres kerja dan melalui beban kerja dan stres kerja, beban kerja melalui stres kerja dan melalui kapasitas kerja. Faktor yang memengaruhi kelelahan kerja adalah konflik kerja, lingkungan fisik tempat kerja, kapasitas kerja, dan stres kerja.

In modern industries, fatigue is complex phenomenon caused by various factors. This study aimed to find out the factors related to fatigue case of furniture workers. This study was conducted in February - March 2013 at a furniture company in Jepara. Desaign of this study was cross-sectional method with 70 respondents. Fatigue was measured using reaction timer, General Health Questionnaire-12 was used to measure psychological distress. Monotony, overtime work, motivation and conflict was measured using Penyebab Kelelahan Kerja pada Pekerja Mebel Factors Caused Fatigue among Furniture Workers Dina Lusiana Setyowati* Zahroh Shaluhiyah** Baju Widjasena** questionnaire. BMI was used to measure nutrition status. A daily noise Level equivalent was estimated using sound level meter; illumination was estimated using lux meter; heat stress was estimated using questemp and workload was estimated using heart rate. Data was analyzed using chi-square and multivariate was analyzed using visual partial least square program. Results of the research indicated that there was a relationship between age (p value = 0.018), monotonous (p value = 0.053), conflict at work (p value = 0.019) and fatigue. Multivariate analysis, which were conflict at work, stress of work, physical work environment and work capacity had a direct effect to the fatigue. Motivation had an indirect effect through stress at work and it had an indirect effect through the workload and stress at work. Physical workload had an indirect effect through stress at work to the fatigue and had an indirect effect through work capacity to the fatigue. The dominant factor related to fatigue is conflict at work, physical work environmental, work capacity and stress at work."
Lengkap +
Universitas Mulawarman, Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library