Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paskalis Pudyastowo
"Penelitian ini menggunakan data panel tingkat perusahaan untuk mengidentifikasi bagaimana dampak dan mekanisme berlangsungnya pengaruh aglomerasi industri terhadap intensitas energi padda sektor manufaktur di 6 provinsi di Pulau Jawa. Model pada penelitian ini menggunakan metode regresi panel data fixed effect serta two-stage least squares dan data pada rentang waktu 2010-2019. Topik penelitian ini menjadi penting dikarenakan upaya konservasi energi perlu dilakukan sebagai bagian untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, berkontribusi menjaga ketahanan energi nasional, serta mendukung pertumbuhan manufaktur sebagai sektor andalan. Sektor manufaktur sebagai konsumen energi nasional terbesar kedua menjadi patut diperhatikan terlebih pertumbuhannya yang diprediksi akan pesat di masa yang akan datang dapat berdampak banyak terhadap konsumsi energi nasional. Penerapan konservasi energi dapat terjadi bersamaan dengan pertumbuhan pusat-pusat aglomerasi manufaktur baru seperti pembangunan KEK yang sedang masif. Penelitian ini menggunakan data mencakup provinsi di Pulau Jawa karena sektor manufaktur nasional yang relatif masih terpusat di Pulau Jawa. Hasil dalam penelitian ini adalah aglomerasi industri signifikan berdampak negatif terhadap intensitas energi baik secara langsung maupun melalui mekanisme kualitas sumber daya manusia dan investasi mesin dan bangunan pada sektor manufaktur terkait.

This study uses company-level panel data to identify the impact and mechanism of the ongoing influence of industrial agglomeration on energy intensity in the manufacturing sector in 6 provinces in Java Island. The model in this study uses the panel data fixed effect and two-stage leasts quares method and data in the 2010- 2019 timeframe. This research topic is important because energy conservation efforts need to be carried out as part of maintaining national economic growth, contributing to maintaining national energy security, and supporting manufacturing growth as a promising sector. The manufacturing sector, as the second largest national energy consumer, deserves attention, especially since its growth is predicted to grow rapidly in the future, which can have a large impact on national energy consumption. The application of energy conservation can occur simultaneously with the growth of new manufacturing agglomeration centers such as the development of the SEZ which is currently massive. This study uses data covering provinces on the island of Java because the national manufacturing sector is still relatively concentrated on the island of Java. The results in this study are industrial agglomeration that has a significant negative impact on energy intensity, both directly and through the mechanism of human resource quality and machine and building investment in the related manufacturing sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yales Vivadinar
"Penelitian ini bermaksud untuk melihat pengaruh faktor efisiensi dan faktor pembentuk utama determinan lainnya, serta pengaruh pola pemanfaatan energi pada proses produksi manufaktur dalam membentuk tingkat konsumsi energi dan intensitas energi sektor ini pada periode 2005-2013. Pendekatan Top-down dengan metode penguraian dekomposisi telah diterapkan pada kedua data agregat di atas, dan menjelaskan bahwa determinan di balik perubahan kedua data agregat tersebut pada periode 2005-2009 adalah perubahan faktor efisiensi energi, sedangkan pada periode 2009-2013 adalah perubahan faktor struktural. Metode dekomposisi berhasil mengidentifikasi industri yang dapat memperbaiki efisiensi energi, tetapi tidak dapat menjelaskan sumber dari perubahan efisiensi energi pada tingkatan operasional yang lebih rendah. Untuk itu, pendekatan Bottom-up dilakukan agar melengkapi analisa Top-down serta memberikan penjelasan terkait sumber perubahan efisiensi di atas.
Pendekatan bottom-up dilakukan dengan mengumpulkan data dari industri sampel untuk menghasilkan peta aliran energi pada peralatan pengguna energi untuk proses produksi. Peta aliran energi yang dihasilkan menjelaskan bahwa sistem pemanas mengkonsumsi 75 dari pasokan energi dan merupakan penghasil 67 dari kerugian energi sektor manufaktur. Pendekatan ini juga menjelaskan kelompok industri gula, semen serta pulp paper adalah pengguna terbesar sistem pemanas, dimana jumlah kerugian energi terbesar terjadi pada sektor industri semen yang mencapai 51 dari energi masuk. Sementara itu, industri kimia adalah pengguna listrik dan BBM terbesar namun jumlah pemanfaatan sisa panas dibawah 1 . Hasil analisa Specific Energy Consumption SEC yang dilakukan pada beberapa sektor industri menunjukkan angka SEC dari industri tersebut lebih tinggi antara 18 -42 dari angka acuan. Kombinasi pendekatan diatas telah menunjukkan fokus area untuk perbaikan efisiensi energi.

This study intends to access the effect of the key determinants and the impact of the energy utilization behavior along the production process toward the energy consumption and energy intensity of the manufacturing sector during the period 2005 2013. The top down approach by using the decomposition method has applied on both energy consumption and energy intensity data which successfully explained the determinants of the changes in both data above during the period 2005 2009 are the energy efficiency factor, while during 2009 2013 are the change of structural factor. Decomposition method has successfully identified the industry with energy efficiency issue, but this technique cannot spots the roots of the problem at the operational levels that could only be detected by the bottom up approach.
This approach has been started by collecting the data from the industry samples to produce the map of energy flow within the energy equipment. The map of energy flow shows the heating system is the largest energy users who consume up to 75 of energy supply and accountable for 67 of the energy losses from this sector. This system mainly used by sugar industry, pulp and paper, and cement industry. Meanwhile, the chemical industry is the biggest users of electricity and fuel, but they only use less than 1 of the waste heat. This study also delivers the SEC comparison analysis compared to the SEC reference. The combination of the top down and bottom up approach has helped us to identify the focus areas for energy efficiency improvement effort.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
D1723
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Constantia
"Artikel ini bertujuan untuk meneliti penggunaan energi dan faktor utama yang mempengaruhi intensitas emisi karbon dari perusahaan manufaktur dengan menggunakan data industri manufaktur besar dan sedang periode 2011-2014. Meskipun sektor makanan dan minuman barang logam, elektronik, mesin dan barang galian bukan logam adalah sektor utama dengan penggunaan energi terbesar, hanya sektor barang galian bukan logam yang menunjukkan memiliki energi intensitas tertinggi. Sedangkan sektor makanan dan minuman dan barang logam, elektronik dan mesin memiliki intensitas energi yang rendah dikarenakan nilai tambah yang tinggi. Dengan menggunakan metode OLS, 2SLS, dan fixed-effect dalam meneliti determinan intensitas emisi karbon, penelitian ini menemukan bahwa manufaktur besar lebih rendah dan efisien dalam mengeluarkan emisi dibandingkan manufaktur kecil. Selain itu, tenaga kerja dan jumlah modal memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat intensitas emisi karbon. Sedangkan tingkat biaya untuk pemeliharaan mesin memiliki pengaruh positif terhadap intensitas emisi karbon. Hal ini dimungkinkan karena pemakaian mesin canggih yang memerlukan biaya pemeliharaan tinggi cenderung dilakukan oleh sektor industri yang emisi-intensif.

Using a firm-level dataset from the Indonesian large and medium manufacturing sector, this paper investigates the energy usage performance and the main factors that are related to carbon dioxide emission intensity of manufacturing firms, from 2011 to 2014. Although food, beverages; fabricated metal and machinery; and non-metallic mineral are three primary energy-intensive sectors, only the latter had high energy intensity. Meanwhile food industry and fabricated metal and machinery show low energy intensity due to their high value-added. This paper also presents an estimation of carbon dioxide emission due to fuels consumption of firms. During the period of study, the trend of carbon emission has increased, but the carbon emission intensity has shown improvement. Performing panel data framework, this study uses OLS, 2SLS, and fixed effect model in analysing the determinants of CO2 intensity. The result of the FE regressions suggests that larger firms are emission efficient compared to small sized firms. Similarly, capital- and labor-intensive firms are less-carbon intensive. Furthermore, firms that spend more on maintenance have emitted more. This perhaps due to the adoption of high maintenance equipment by emission-intensive firms that requires for more expanses."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhisa Azaliah
"Konvergensi intensitas energi merupakan suatu alat bantu dalam menilai efektifitas kebijakan dalam mengurangi intensitas energi. Studi ini menganalisis konvergensi intensitas energi di Indonesia berdasarkan data panel 33 provinsi untuk periode 2008-2015 dengan mengukur konvergensi sigma, konvergensi beta absolut dan kondisional. Untuk mengukur kebergantungan spasial dari intensitas energi maka dalam pengukuran konvergensi beta digunakan metode ekonometrika spasial. Hasil empiris menunjukkan bahwa terdapat bukti dari kedua konvergensi beta absolut dan kondisional tetapi tidak dengan konvergensi sigma. Variabel-variabel yang mendorong terjadinya konvergensi intensitas energi seperti pendapatan provinsi, peran industri menufaktur, peran perdagangan internasional, FDI dan kepadatan penduduk. Dari hasil analisis, didapatkan bahwa menggunakan teknologi industri yang lebih efisien, menarik investasi asing kepada sektor non-industri, mengembangkan ekspor dari sektor yang sedikit menggunakan energi merupakan kebijakan yang dapat dikembangkan. Selain itu dorongan dari dampak limpahan spasial mengindikasikan bahwa intensitas energi dari suatu provinsi turut berkontribusi pada intensitas energi provinsi tetangganya. Oleh karena itu, koordinasi antar daerah berperan besar dalam mendorong penggunaan energi lebih bijaksana.

Energy intensity convergence is a tool to assess the effectiveness of policies in reducing energy intensity. This study analyzes the convergence of energy intensity in Indonesia based on panel data of 33 provinces for the period 2008-2015 by measuring sigma convergence, absolute and conditional beta convergence. To measure the spatial dependence of energy intensity, spatial econometric are used in the measurement of beta convergence. Empirical results show that there is evidence of both absolute and conditional beta convergence but not with sigma convergence. Variables that encourage the convergence of energy intensity such as provincial income, the role of manufacturing industries, the role of international trade, FDI and population density. From the analysis, it found that using more efficient industrial technology, attracting foreign investment to non-industrial sectors, developing exports from sectors that use less energy are policies that can be developed. In addition, the encouragement of the effects of spatial spillover effect indicates that the energy intensity of a province contributes to the energy intensity of neighboring provinces. Therefore, coordination between regions plays a major role in encouraging wiser use of energy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atina Saraswati
"Upaya pengurangan intensitas energi merupakan masalah energi yang sangat penting Indonesia. Pembangunan ekonomi regional Indonesia yang tidak merata mengarah ke kesenjangan yang terkait dengan intensitas energi regional. Namun, berbagai penelitian sebelumnya sangat sedikit yang mempertimbangkan intensitas energi Indonesia kesenjangan intensitas energi regional di Indonesia dan efek spasialnya. Penyerapan investasi asing langsung yang membawa teknologi maju ke Indonesia berdampak penting pada intensitas energi Indonesia. Analisis penelitian ini apakah investasi asing langsung dapat mengurangi intensitas energi regional, menggunakan data panel dari 33 provinsi pada periode 2008-2015. Sehubungan dengan penelitian sebelumnya yang belum dipertimbangkan Ketergantungan spasial, penelitian ini menitikberatkan pada metode statistik spasial. Berdasarkan Uji Moran menemukan bahwa provinsi dengan intensitas energi tinggi cenderung demikian cluster dengan provinsi yang juga memiliki intensitas energi tinggi
jika tidak. Hasil empiris dengan menggunakan model spasial Durbin menunjukkan bahwa dampak limpahan investasi asing langsung pada provinsi itu sendiri dan dampaknya limpasan spasial dari provinsi tetangga memiliki hubungan yang positif signifikan terhadap intensitas energi. Hasil ini bisa disebabkan oleh salah satunya
penanaman modal asing langsung di Indonesia yang masih didominasi oleh kegiatan ekonomi di sektor padat energi. Berdasarkan analisis, tingkatkan aliran masuk Investasi asing langsung belum menjadi cara yang efektif untuk mengurangi
Intensitas energi regional Indonesia. Demikian penelitian ini menunjukkan
bahwa jika kebijakan tersebut untuk meningkatkan arus masuk investasi langsung asing negara-negara di Indonesia dalam rangka mendongkrak perekonomian memang diperlukan disertai dengan pemilihan arus masuk dan pelaksanaan investasi asing langsung peraturan tentang penggunaan energi

Efforts to reduce energy intensity are a very important energy problem for Indonesia. Indonesia's uneven regional economic development leads to gaps related to regional energy intensity. However, very few previous studies have considered Indonesia's energy intensity, regional energy intensity gaps in Indonesia and their spatial effects. The absorption of foreign direct investment that brings advanced technology to Indonesia has an important impact on Indonesia's energy intensity. This research analyzes whether foreign direct investment can reduce regional energy intensity, using panel data from 33 provinces in the 2008-2015 period. In connection with previous studies that have not considered spatial dependence, this study focuses on spatial statistical methods. Based on Moran's test, it is found that provinces with high energy intensity tend to be in a cluster with provinces that also have high energy intensity if not. The empirical results using the Durbin spatial model show that the impact of foreign direct investment spillover on the province itself and its impact on spatial runoff from neighboring provinces has a positive relationship.
significant to energy intensity. This result could be caused by one of them
foreign direct investment in Indonesia which is still dominated by economic activities in the energy-intensive sector. Based on the analysis, increasing the inflow of foreign direct investment is not yet an effective way to reduce it
Indonesia's regional energy intensity. Thus this research shows that if the policy is to increase the inflow of foreign direct investment of countries in Indonesia in order to boost the economy, it is indeed necessary, accompanied by the selection of inflows and the implementation of foreign direct investment, regulations on energy use
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library