Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meta Agil Ciptaan
Abstrak :
Ekstubasi Endotracheal Tube merupakan salah satu periode kritis ketika dirawat di ICU. Ekstubasi mengakibatkan perubahan hemodinamik akibat peningkatan respon simpatik saat stimulasi epifaringeal dan laring. Selain itu ekstubasi mengakibatkan timbulnya nyeri tenggorokan dan kecemasan pada pasien. Hal ini meningkatkan komplikasi dan menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap status hemodinamik, nyeri dan kecemasan pasca ekstubasi Endotracheal Tube. Penelitian ini menggunakan design quasy experimental post test only Non Equivalent Control Group Design. Sampel penelitian terdiri dari 46 orang pasien ekstubasi terdiri dari 23 orang kelompok kontrol dan 23 orang kelompok intervensi. Analisis data menggunakan uji t independen. Hasil analisis menunjukkan ada perbedaan bermakna status hemodinamik pasca ekstubasi antara kelompok kontrol dan intervensi untuk tekanan darah sistole (p 0,009; α<0,05) dan frekuensi nadi (p 0,0439; α<0,05). Kemudian juga ditemukan perbedaan bermakna nyeri tenggorokan (p 0,001; α <0,05) dan kecemasan pasca ekstubasi (p 0,001; α <0,05). Latihan relaksasi otot progresif merupakan intervensi komplementer yang terbukti efektif dan mudah dilakukan dalam mengontrol hemodinamik, nyeri tenggorokan dan kecemasan pasca ekstubasi. ......Endotracheal tube extubation is a critical periods when being treated in ICU. Extubation causes hemodynamic changes due to an increase in symphathetic responses during epiparingeal and laryngeal stimulation. Additionally extubation causes sore throat and anxiety in patients. These increased complication and decrease patient’s quality of life. The purpose of this study to find the effect of progressive muscle relaxation on hemodynamic, sore throat and anxiety after extubation. Design study was a quasy experimental post test only non equivalent control group. The research sample consisted of 46 extubation patient consisted of 23 control group and 23 intervention group. Data analysis used independent t test. The resuts found there were significant differences in post hemodynamic status between control and intervention group for systolic blood pressure (p 0,009; α<0.05) and pulses frequency (p 0,0439; α<0.05). Then also found significant difference in sore throat (p 0,001; α<0.05) and anxiety post extubation (p 0,001; α<0.05). Progressive muscle relaxation exercises are complementary intervention that are proven effectively and easy to control hemodynamic, sore throat and anxiety post extubation.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Mustakim Akbar
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Metode Pediatric Advanced Life Support (PALS) merupakan metode yang cukup mudah diaplikasikan untuk memprediksi kedalaman pipa endotrakeal pada anak, namun terdapat keterbatasan berkaitan dengan variasi karakteristik anak. Anak Indonesia memiliki perbedaan anatomi tulang kepala, palatum, tulang alveolar dan mandibula serta tinggi badan yang lebih pendek dibanding anak Amerika atau Eropa. Penelitian ini bertujuan mengetahui ketepatan metode PALS dalam memprediksi kedalaman pipa endotrakeal pada anak Indonesia usia 0-12 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo. Metode : Penelitian ini menggunakan uji Bland-Altman dan analisis regresi terhadap data kedalaman pipa endotrakeal anak Indonesia usia 0-12 tahun yang dilakukan intubasi per oral di kamar operasi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni sampai Agustus 2015. Setelah mendapatkan persetujuan izin etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM, sebanyak 100 sampel dialokasikan pada 2 kelompok yaitu usia 0-2 tahun dan >2-12 tahun. Uji BlandAltman digunakan untuk menilai ketepatan metode PALS dalam memprediksi kedalaman pipa endotrakeal pada anak Indonesia. Analisis regresi linier digunakan pada variabel usia, berat badan, tinggi badan dan diameter bagian dalam pipa endotrakeal untuk menentukan hubungan variabel tersebut dengan kedalaman pipa endotrakeal. Hasil : Uji Bland-Altman pada kelompok anak Indonesia usia 0-2 tahun mendapatkan rerata selisih 1,18 cm dengan Limits of agreement -0,71 sampai 3,08. Analisis regresi linier menghasilkan variabel diameter bagian dalam pipa endotrakeal memiliki nilai korelasi paling kuat terhadap kedalaman pipa endotrakeal anak usia 0-2 tahun (R 2 =68,3%). Analisis Bland-Altman pada kelompok anak Indonesia usia >2-12 tahun mendapatkan rerata selisih 1,11 cm dengan Limits of agreement -0,95 sampai 3,17. Variabel usia dan berat badan secara bersama-sama memiliki nilai korelasi paling kuat terhadap kedalaman pipa endotrakeal anak usia >2-12 tahun (R 2 =62,3%). Simpulan : Metode PALS tidak akurat dalam memprediksi kedalaman pipa endotrakeal pada anak Indonesia usia 0-12 tahun.
ABSTRACT
Background : The accuracy of placement and depth of the endotracheal tube is very important in children. The Pediatric Advanced Life Support (PALS) method can predict the depth of endotracheal tube in pediatric patients. The PALS method is easy to apply, but have limitations associated with variations in child characteristics. Indonesian children different in skull anatomy, palate shape, size variations of the mandible and alveolar bone, and have shorter stature compare to American or European children. This study aimed to compare prediction accuracy of endotracheal tube depth based on PALS method and auscultation method in Indonesia children. Methods : This research uses Bland-Altman Test and regression analysis on pediatric patients age 0-12 who had oral intubation performed in operating room dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital on June until August 2015. After obtain ethical approval from Health Research Ethics Committee of Faculty of Medicine-RSCM, total 100 subjects who divided into two groups: one group age 0-2 and the other age >2-12. Endotracheal tube depth accuracy by PALS method and auscultation method in each group then compared. Bland-Altman Test used for evaluate PALS method accuracy to predict endotracheal tube depth on Indonesian children. Linier regression analysis used for evaluate age, weight, height, and inner diameter of endotracheal tube to determine relation of that variables and endotracheal tube depth. Results : Bland-Altman test of endotracheal tube depth in Indonesian children age 0-2 obtain mean difference 1.18 cm (IK95% 0.90 to 1.45) between PALS method and auscultation method, with Limits of agreement (reference range for difference) -0.71 to 3.08. The >2-12 years old group obtain mean difference 1.11 cm (IK95% 0.80 to 1.41) between endotracheal tube depth using PALS method compare to auscultation method, with Limits of agreement (reference range for difference) -0, 95 to 3.17. Age and weight as together obtain strongest correlation value to endotracheal tube depth on >2-12 years old Indonesian children (R 2 =62,3%). Conclusion : PALS method is not accurate to predict endotracheal tube depth when applied to 0-12 years old Indonesian children.
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rohmana
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Penilaian diameter trakea praanestesia merupakan hal yang sangat penting dalam memilih ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf yang sesuai, untuk meminimalisi penggunaan alat bantu jalan napas yang berlebihan dan risiko trauma jalan napas. Rumus yang paling umum digunakan saat ini di RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam memprediksi ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik adalah rumus Cole [ usia dalam tahun/4 4 mm]. Rumus Cole memiliki kekurangan yaitu tidak memperhitungkan perbedaan perkembangan fisik dan ras pada pasien pediatrik, sehingga kurang menggambarkan diameter trakea secara aktual. Metode baru untuk memprediksi diameter pipa endotrakea adalah dengan menggunakan teknik ultrasonografi. Pengukuran ultrasonografi memiliki kelebihan mampu memprediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf secara aktual, tidak dipengaruhi oleh perkembangan fisik anak dan ras.Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik komparatif untuk membandingkan ketepatan pengukuran ultrasonografi dengan rumus Cole dalam memprediksi ukuran diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik ras Melayu usia 1-6 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Setelah mendapatkan persetujuan izin etik dari Komite Etik Penelitian FKUI-RSCM, didapatkan sampel sebanyak 60 subjek. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS dan McNemar.Hasil: Didapatkan proporsi ketepatan pengukuran ultrasonografi dalam memprediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf pada pasien pediatrik ras Melayu usia 1-6 tahun di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebesar 95 , sedangkan proporsi ketepatan prediksi berdasarkan rumus Cole hanya sebesar 51,7 populasi. Prediksi diameter pipa endotrakea tanpa kaf berdasarkan pengukuran ultrasonografi secara statistik signifikan lebih tepat dibandingkan prediksi diameter pipa endotrakea berdasarkan rumus Cole p
ABSTRACT
Background Preanesthesia measurement of the diameter of the trachea remains important step to select the appropriate tube size. This aims to minimalize the use of exagerate breathing support and airway trauma. In Cipto Mangunkusumo Hospital, Cole formula is commonly used to predict the uncuffed endotracheal tube size in pediatric patients. However, this formula does not measure the difference in race and physicial development in pediatric patients. Recent method to predict the uncuffed endotracheal tube size is by using ultrasound. Ultrasound is able to predict the actual size for the uncuffed endotracheal tube regardless the race and physical development. Method This was a comparative analytic observational study to compare the accuracy of ultrasound measuremnt in comparison with Cole formula to predict the uncuffed endotracheal tube size in pediatric patients among Malay race age 1 6 years old in Cipto Mangunkusumo Hospital. Following the approval from the Ethical Committee, there were 60 samples obtained. Data were analysed by using SPSS and Mc Nemar test. Result The proportion of ultrasound accuracy to predict the size of the uncuffed endotracheal tube among pediatric patients was 95 , while proportion of Cole formula accuracy was only 51.7 . This reslt was statistically significant p
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adianto Dwi Prasetio Zailani
Abstrak :
Latar belakang: Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit baru. Infeksi saluran napas akibat virus yang disertai infeksi bakteri akan meningkatkan derajat keparahan dan angka mortalitas. Insidens ventilator associated pneumonia (VAP) pada kelompok COVID-19 yaitu 21-64%. Kasus VAP dapat menjadi penyebab tingginya mortalitas pada pasien COVID-19 terintubasi. Metode penelitian : Penelitian ini adalah penelitian retrospektif di RS Persahabatan. Seluruh sampel yang digunakan adalah kelompok pasien COVID- 19 terintubasi >48 jam dalam periode tahun 2020-2022 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian : Penelitian ini meliputi 196 data penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dan hanya 29% adalah populasi usia lanjut. Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi pada tahun 2020-2022 mencapai 60% dengan VAP rates 92,56. Terdapat dua faktor bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi yaitu penggunaan azitromisin (OR 2,92; IK95% 1,29-6,65; nilai-p 0,01) dan komorbid penyakit jantung. (OR 0.38; IK95% 0,17-0,87; nilai-p 0,023). Proporsi terbesar biakan mikroorganisme aspirat endotrakeal adalah Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), Escherichia coli (9%). Kesimpulan : Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi adalah 60%. Terdapat hubungan bermakna pada penggunaan azitromisin dan komorbid penyakit jantung sedangkan usia lanjut dan penggunaan steroid tidak memiliki hubungan bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi. ......Background : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a novel disease. Viral respiratory infection following bacterial infection could increase the severity and mortality of the disease. The incidence of Ventilator (VAP) in COVID-19 group is 21-64%. VAP might be the leading cause of high mortality in intubated COVID-19 patient. Methods : This research is a retrospective study at Persahabatan hospital. The collected samples is a group of COVID-19 patient intubated for >48 hours in the period of 2020 to 2022 that meet the inclusion and exclusion criteria. Results : This study consist of 196 data fulfilling the inclusion criteria. Male proportion much greater than female and only 29% is an elderly population. The proportion of VAP in the period of 2020-2022 is 60% with the VAP rates 92,56. There are two factors significantly affected VAP in intubated COVID-19 patient which are the usage of azitromisin (OR 2,92; CI95% 1,29-6,65; p-value 0,01) and cardiovascular disease comorbidity(OR 0.38; CI95% 0,17-0,87; p-value 0,023). The most abundance proportion of endotracheal aspirate microorganism culture are Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), and Eschrichia coli (9%). Conclusion : The proportion of VAP in intubated COVID-19 is 60%. There are significant association of azitromicin usage and cardiovascular comorbidity while elderly and the usage of steroid are not significantly associated to VAP in intubated COVID-19 patient.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Dewi Handayani
Abstrak :
Pendahuluan: Pediatic Intensive Care Unit (PICU) merupakan ruang perawatan intensif anak di rumah sakit yang merawat pasien anak dengan gangguan kesehatan yang serius. Berbagai prosedur tindakan yang dilakukan di ruang perawatan intensif akan dapat menimbulkan pengalaman stress dan nyeri, salah satunya adalah tindakan Endotracheal Suction (ETS). Salah satu terapi non farmakologik yang dapat digunakan untuk menangani nyeri selama tindakan ETS adalah terapi musik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap nyeri selama tindakan ETS di ruang PICU RSUP DR.Sardjito Yogyakarta. Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan posttest only with control group design. Subjek penelitian adalah pasien anak yang dirawat di ruang PICURSUP DR.Sardjito Yogyakarta yang mendapatkan tindakan ETS. Sampel dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi mendapatkan perlakuan berupa terapi musik selama 30 menit. Kelompok kontrol tidak diberikan terapi musik. Musik yang diberikan menggunakan musik Mozart jenis Piano Sonata No 17 in B-Flat Major Adagio. Hasil: Uji hipotesis menggunakan Mann Whitney U-Test dengan taraf signifikansi 5% menghasilkan p=0,001 artinya ada perbedaan nyeri pada kelompok kontrol dengan nyeri pada kelompok intervensi. Kesimpulan: Terapi musik berpengaruh terhadap nyeri selama tindakan ETS pada pasien anak di ruang PICU RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. ......Introduction: The Pediatic Intensive Care Unit (PICU) is a pediatric intensive care unit in a hospital that treats pediatric patients with serious health problems. Various procedures performed in the intensive care unit can cause stress and pain, one of which is Endotracheal Suction (ETS). One of the non-pharmacological therapies that can be used to treat pain during ETS procedures is music therapy. Purpose: This study aims to determine the effect of music therapy on pain during ETS procedures in the PICU of RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Methods: This research is a quasy-experimental study with a posttest only with control group design. The research subjects were pediatric patients who were treated at the PICU RSUP DR.Sardjito Yogyakarta room who received ETS procedures. The sample was divided into the intervention group and the control group. The intervention group received an intervention in the form of music therapy for 30 minutes. The control group was not given music therapy. The music provided uses Mozart's Piano Sonata No. 17 in B-Flat Major Adagio. Results: Hypothesis testing using the Mann Whitney U-Test with a significance level of 5% resulted in p = 0.001, meaning that there was a difference in the mean pain in the control group and pain in the intervention group. Conclusion: Music therapy has an effect on pain during ETS procedures in pediatric patients in the PICU of Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Audhar
Abstrak :
Latar belakang:Penggunaan pipa endotrakeal merupakan tindakan yang dapat menciptakan jalan napas yang aman selama operasi. Nyeri tenggorok pascaoperasi masih menempati rangking ke-8 dari komplikasi pascaoperasi terutama akibat intubasi dan penggunaan pipa endotrakeal.Metode: Penelitian ini menggunakan metode uji klinis prospektif acak tersamar ganda pada 88 pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum dengan pipa endotrakeal. Pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak; Grup A 44 orang dan Grup B 44 pasien. Sebelum induksi, pada grup A diberikan inhalasi NaCl 0,9 10 mL dan injeksi deksametason intravena, grup B diberikan inhalasi lidokain 2 1,5 mg/KgBB dan injeksi NaCl 0,9 2 mL. Penilaian tenggorok menggunakan Numerica Rating Scale dalam 3 waktu yang berbeda, jam ke-0, 2 jam dan 24 jam pascaoperasi. Kekerapan dan derajat nyeri dicatat dan dianalisa dengan menggunakan uji chi-kuadrat.Hasil: Tidak didapatkan perbedaan kekerapan nyeri tenggorok pascaoperasi bermakna pada kedua kelompok sesaat setelah operasi selesai 16,3 pada grup A dan 7 pada grup B, p = 0,313 , jam ke-2 dan jam ke-24 pascaoperasi tidak didapatkan nyeri tenggorok pada kedua grup . Derajat nyeri tenggorok pascaoperasi tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok.Simpulan: Inhalasi lidokain sebelum intubasi memiliki efektivits yang sama dengan profilaksis deksametason intravena dalam mencegah nyeri tenggorok pascaoperasi.Kata kunci: Nyeri tenggorok pascaoperasi, intubasi endotrakeal, deksametason, lidokain. ......Background The use of endotracheal tube ETT is securing airway during surgery. Postoperative sore throat still holding the 8th rank of anesthesia complication however because endotracheal tube and intubation.Methods This study is prospective randomized clinical trials double blind in 88 patients undergoing surgery under anesthesia with endotracheal tube ETT . Patients was divided into two groups at random Group A 44 patients and group B 44 patient. Before the induction, patient in group A was given NaCl 0,9 inhalation 10 mL and intravenous dexamethasone injection 10 mg, group B was given lidocaine inhalation 1,5 mg KgBW and intravenous NaCl 0,9 injection 2mL. The evaluation using Numerical Rating Scale in three different times early after extubation, 2 hours and 24 hours postoperative. The frequency and degree of POST were recorded and analyzed using chi square.Result there are no differences in postoperative sore throat between both groups at early after surgery 16,3 in group A and 7 in group B, p 0,313 , 2 hour and 24 hour postoperative there is no POST were found in both group . The degree of POST was not significantly different between two group.Conclusion lidocaine inhalationbefore intubation has the same effectiveness compare to prophylactic intravenous dexamethason injection in reducing POST.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naela Fadhila
Abstrak :
Latar Belakang: Gambaran malposisi ujung pipa endotrakeal seringkali ditemukan pada pembacaan foto toraks konvensional bayi, terutama bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR). Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat hingga saat ini belum ada rumus kedalaman pipa endotrakeal yang diperuntukkan pada kelompok tersebut. Usia gestasi, berat badan, dan panjang badan bayi merupakan parameter pertumbuhan yang seringkali dipertimbangkan dalam menentukan perkiraan kedalaman pipa endotrakeal. Hingga saat ini belum ada studi yang mengevaluasi masalah malposisi pipa endotrakeal pada BBLASR di Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian malposisi ujung pipa endotrakeal dan faktor yang memengaruhi ketepatan ujung pipa endotrakeal pada BBLASR. Metode: Penelitian potong lintang pada BBLASR yang dirawat di Unit Neonatologi FKUI-RSCM pada Januari-Desember 2023, yaitu bayi yang dilakukan prosedur intubasi kemudian dilakukan pemeriksaan foto toraks konvensional untuk mengkonfirmasi ketepatan ujung pipa endotrakeal. Faktor risiko yang dinilai adalah usia gestasi, berat badan, dan panjang badan. Hasil: Terdapat 42 subyek yang ikut serta dalam penelitian ini dengan proporsi jenis kelamin yang merata, rerata usia gestasi 28 (SD 3) minggu, median usia saat intubasi 0 hari, rerata berat badan 814 (SD = 109) gram, dan rerata panjang badan 32,7 (SD = 3,4) cm. Terdapat 31 subyek dengan ujung pipa terlalu dalam, tidak ada subyek dengan ujung pipa menggantung, dan terdapat 11 subyek dengan ujung pipa endotrakeal yang tepat. Rerata kedalaman pipa endotrakeal yang tepat pada semua subyek adalah 6,4 (SD 0,6) cm. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap ketepatan ujung pipa endotrakeal adalah berat badan dengan perbedaan rerata kelompok ujung pipa endotrakeal tepat dibanding malposisi adalah 85 (IK 95% 11 – 159) gram, p=0,02. Kesimpulan: Kejadian malposisi ujung pipa endotrakeal pada BBLASR di penelitian ini adalah 73,8%, dengan kondisi letak ujung pipa endotrakeal terlalu dalam pada semua subyek dengan malposisi. Hanya berat badan yang memengaruhi ketepatan ujung pipa endotrakeal secara statistik. ......Background: Endotracheal tube (ETT) malposition frequently occurs in neonates with extremely low birth weight. Currently, no established formula exists for estimating the ideal depth of ETT insertion in this specific group. Commonly, gestational age, weight, and body length are utilized as growth parameters to determine the estimated depth of the endotracheal tube. Notably, there is a lack of studies addressing the issue of ETT malposition in extremely low birth weight infants in Indonesia and the associated influencing factors. Objective: To determine the proportions and identify factors influencing the endotracheal tube tip position in extremely low birth weight neonates. Method: Cross-sectional research was carried out at the Neonatology Unit of the Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study involved retrieving data on gestational age, body weight, body length, and appropriate endotracheal tube length from the medical records and chest X-rays of extremely low birth weight neonates born between January and December 2023. Results: In this study, 42 subjects participated, demonstrating an equal gender distribution, a mean gestational age of 28 (SD 3) weeks, a median age at intubation of 0 days, an average weight of 814 (SD = 109) grams, and an average body length of 32,7 (SD = 3,4) cm. Among them, 31 subjects had the tube tip positioned too deep, none had too shallow ETT tip, and 11 had the right position. The mean depth of the appropriate ETT in all subjects was 6,4 (SD 0,6) cm. Body weight emerged as a significant risk factor influencing the accuracy of the endotracheal tube tip, with a mean difference of 85 grams (95% CI 11 – 159) between the correct and malposition groups, p=0.02. Conclusion: The incidence of ETT malposition in this study was 73,8%, with the tip found to be excessively deep in all subjects with malposition. Only body weight statistically influenced the accuracy of the endotracheal tube tip.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Anggun Pratiwi
Abstrak :
Latar Belakang: Pandemi COVID-19 telah menjadi tantangan besar bagi dunia kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan populasi yang sangat rentan tertular dikarenakan tingginya intensitas dan frekuensi pajanan SARS-CoV-2. Risiko penularan meningkat apabila tenaga medis melakukan tindakan yang memicu aerosilisasi, salah satunya adalah intubasi endotrakeal karena tingginya viral load pada saluran napas. Sebanyak 3,2% pasien COVID-19 memerlukan tindakan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis. Intubasi endotrakeal yang efektif pada pasien COVID-19 penting dilakukan untuk menurunkan mortalitas dan risiko penularan. Penelitian ini bertujuan intuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas intubasi endotrakeal pada pasien terkonfirmasi COVID- 19 di RSUP Persahabatan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di IGD, ICU Rasmin Rasjid dan ICU PINERE RSUP Persahabatan pada bulan Juni 2021 – Juni 2022. Subjek peneltian ini adalah pasien terkonfirmasi COVID-19 yang dilakukan tindakan intubasi endotrakeal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tindakan intubasi endotrakeal dinilai dari observasi rekaman CCTV. Selanjutnya karakteristik subjek, karakteristik intubasi endotrakeal dan faktor-faktor yang memengaruhi intubasi endotrakeal dievaluasi. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 59 subjek penelitian. Proporsi intubasi endotrakeal efektif pada pasien COVID-19 sebesar 20,34%. Median lama waktu tindakan intubasi endotrakeal adalah 38 (19-189) detik. Sebanyak 32 (54,24%) tindakan intubasi endotrakeal dilakukan oleh spesialis anestesi dan 27 (45,76%) oleh PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Hasil analisis bivariat didapatkan hasil bermakna secara statistik pada variabel penyakit kardiovaskular+DM (OR 0,24 (IK 95% 0,06-0,91), p=0,028) dan variabel operator (OR 0,07 (IK 95% 0,01-0,62), p=0,004). Hasil analisis multivariat menunjukkan hasil bermakna secara statistik hanya pada variabel operator (adjusted OR 0,06 (IK 95% 0,01-0,60), p=0,016). Kesimpulan: Terdapat hubungan penyakit kardiovaskular+DM dan operator terhadap intubasi endotrakeal efektif pada pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan. ......Background: The COVID-19 pandemic has become a major challenge for the healthcare system. Healthcare workers are vulnerable population of COVID-19 transmission due to high intensity and frequency of exposure to SARS-CoV-2. The risk of transmission increases in aerosolization procedure such as endotracheal intubation because of the high viral load in the airways. Approximately 3.2% of COVID-19 patients require endotracheal intubation and mechanical ventilation. Effective endotracheal intubation in COVID-19 patients is important parameter to reduce mortality and the risk of transmission to healthcare workers. This study aims to determine the factors that influence the effectiveness of endotracheal intubation in patients with COVID-19 in National Respiratory Center, Persahabatan Hospital. Methods: This study is an observational study using a cross-sectional design which was carried out in the emergency department, ICU Rasmin Rasjid and ICU PINERE of National Respiratory Center, Persahabatan Hospital in June 2021 – June 2022. The subjects of this study were COVID-19 patients who underwent endotracheal intubation who met the criteria inclusion and exclusion. The endotracheal intubation procedure was assessed from the observation of CCTV recordings. The characteristics of the subject, the characteristics of endotracheal intubation and the factors that influence endotracheal intubation were evaluated. Results: In this study, there were 59 subjects. The proportion of effective endotracheal intubation in COVID-19 patients was 20.34%. The median length of time for endotracheal intubation was 38 (19-189) seconds. Among the subjects, 32 (54.24%) endotracheal intubation were performed by anesthesiologists and 27 (45.76%) were performed by Pulmonology and Respiratory Medicine residents. The results of the bivariate analysis showed statistically significant results on the cardiovascular disease + DM comorbid (OR 0.24 (95% CI 0.06-0.91), p=0.028) and operator (OR 0.07 (95% CI 0.01-0.62), p=0.04). The results of the multivariate analysis showed statistically significant results only for operator (adjusted OR 0.06 (95% CI 0.01-0.60), p=0.016). Conclusion: There is relationship of cardiovascular disease + DM comorbid and operator with effective endotracheal intubation in COVID-19 patients at National Respiratory Center, Persahabatan Hospital.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library