Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luh Putu Sri Mahayani
Abstrak :
ABSTRAK
Masa remaja merupakan suatu masa yang penting dalam periode perkembangan manusia. Pada masa ini, remaja mengalami suatu periode peralihan {transition) dari masa kanak-kanak, yang ditandai dengan adanya kebutuhan untuk bergantung pada orang lain {dependent), menuju masa kedewasaan yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bebas dari campur tangan orang lain {independent). Periode peralihan ini juga ditandai dengan adanya perubahan-perubahan baik secara fisik, kognitif, maupun psikologis. Perubahan psikologis yang paling menonjol ditandai dengan perubahan emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif, ketika menghadapi berbagai persoalan baik yang datangnya dari lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, maupun lingkungan sekolah. Pada masa ini peran keluarga sangat penting, karena keluarga memiliki pengaruh terhadap pengalaman emosi remaja. Kesadaran emosi pada masa remaja membantu remaja untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat secara fisik dan psikologis. Keluarga harus bisa menyediakan lingkungan yang postif, yang baik bagi kesehatan mental remaja. Untuk itu keluarga harus bisa menciptakan keseimbangan dalam komunikasi, kohesivitas atau kedekatan dan fleksibilitas dalam keluarga. Dari fenomena diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui, apakah remaja yang keluarganya memiliki keseimbangan yang bagus dalam hal komunikasi, kohesivitas, dan fleksibilitas, memiliki pengalaman emosi positif. Sebaliknya, apakah remaja yang keluarganya tidak memiliki keseimbangan dalam tiga hal tersebut, memiliki pengalaman emosi negatif. Kemudian bagaimana perbandingan kesiapan aksi antara pengalaman emosi positif dan negatif, yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa dalam keluarga. Untuk mendukung penelitian ini, peneliti memilih murid SMU kelas 1 sebagai subjek penelitian. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (bertujuan). Penelitian ini menggunakan empat buah alat pen^uran, yaitu Family Assessment dari Herbert Lingren untuk melihat gambaran sistem keluarga subjek. Alat kedua digunakan untuk memancing perasaan subjek berkaitan dengan hubungan dalam keluarganya. Pada alat ketiga, subjek diminta untuk menceritkan peristiwa keluarga, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Terakhir adalah kuesioner emosi untuk memperoleh gambaran tentang pengalaman emosi yang berkaitan dengan peristiwa keluarga dan kesiapan aksi. Basil yang didapat dari alat pertama adalah keadaan keluarga subjek sebagian besar dapat digolongkan sebagai keluarga yang memiliki komunikasi, kohesivitas dan fleksibilitas yang cukup baik, namun masih diperlukan usahausaha lebih lanjut untuk bisa mempertahankan kebersamaan dalam keluarga. Dari hasil perhitimgan korelasi, didapat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sistem keluarga (komunikasi, kohesivitas dan fleksibilitas) dengan pengalaman emosi baik yang positif maupun yang negatif. Tidak adanya hubungan antar keduanya kemungkinan disebabkan karena subjek memiliki kecenderungan untuk menampilkan apa yang seharusnya dimiliki oleh sebuah keluarga dan bukan berdasarkan apa yang sebenamya dimiliki oleh keluarga subjek. Selain itu kesulitan dalam memahami istilah-istilah emosi juga dapat mempersulit penelitian emosi. Dengan menggunakan perhitungan t-test, terlihat adanya perbedaan kesiapan aksi pengalaman emosi positif dan emosi negatif, yang dimunculkan oleh peristiwa dalam keluarga dalam hal: keinginan untuk menghindar, keinginan untuk menghapus atau menghilangkan peristiwa, keinginan untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang menyakitkan, keinginan untuk merusak sesuatu, keinginan untuk menangis, perasaan santai atau tenang, perasaan tak berdaya, keinginan untuk melawan, keinginan untuk dapat meluruskan masalah, keinginan untuk menghilang, keinginan melarutkan diri dalam kesedihan. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengalaman emosi, tetapi tentu saja dengan menggunakan alat yang lebih sederhana dan tidak ambigu agar dapat lebih mudah dipahamai dan dimengerti oleh subjek. Kemudian hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk memberdayakan para remaja, orang tua dengan anak remaja, dan juga dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, terutama untuk memperbanyak konseling untuk remaja.
2001
S2857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Dwintasari
Abstrak :
Kemampuan berpikir kreatif dinilai sangat penting dalam menghadapi globalisasi. Potensi kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan pada setiap individu melalui pembelajaran, terutama dalam aktivitas membaca. Pelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 merupakan salah satu implementasi pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif melalui aktivitas membaca. Keterlibatan membaca yang memberikan dampak emosi positif menjadi penting sebagai wadah untuk berkembangnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif, efikasi diri berpikir kreatif hadir memberikan informasi yang dapat mejadi bekal untuk pembentukan kemampuan berpikir kreatif yang lebih stabil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri berpikir kreatif, keterlibatan membaca dan emosi positif akademik senang dan berharap. Penelitian ini dilakukan terhadap 278 siswa SMP di Jakarta dan Depok dengan menggunakan alat ukur adaptasi Revised Model CTSE Inventories II dari Meinaldy (2014) untuk mengukur efikasi diri berpikir kreatif, adaptasi The Motivation Reading Information Books-School Questionnaire (Klauda & Guhtrie, 2015) untuk mengukur keterlibatan membaca, dan Academic Emotion Questionnaire (Pekrun, Goetz, & Perry, 2005) untuk mengukur emosi senang dan berharap. Hasil analisis paralel regresi ganda menggunakan MACRO PROCESS (Hayes) menunjukkan hubungan antara keterlibatan membaca dan CTSE hanya dapat terjadi apabila dimediasi penuh oleh emosi positif akademik berharap. Emosi senang tidak memediasi hubungan keterlibatan membaca dan efikasi diri berpikir kreatif diindikasikan karena nilai multikolinearitas yang tinggi dengan emosi berharap. Penelitian ini memberi masukan terutama kepada guru untuk lebih memperhatikan emosi positif siswa saat terlibat dalam membaca.
Creative thinking self-efficacy is valued as an important skill for facing globalization. Creative thinking potential exists among all people and can be improved through learning, particularly through reading activity. Indonesian course which held in 2013 Curriculum is one of implementation to developing creative thinking self-efficacy with reading activity. Reading engagement which gives a positive emotional impact becomes important as a medium for the developments of students creative thinking abilities. Creative thinking self-efficacy/CTSE gives the information to create stable individual creativity. This study aims to emphasize the correlation of CTSE, reading engagement, and academic positive emotion enjoyment and hope. To test the hypothesis, 278 data were collected using adaptation of Revised Model CTSE Inventory II (Meinaldy, 2014) for measuring CTSE, adaptation of The Motivation Reading Information Books-School Questionnaire (Klauda & Guhtrie, 2015) for measuring reading engagement, Academic Emotion Questionnaire (Pekrun, Goetz, & Perry, 2005) to measure enjoyment and hope emotion, from middle school students in Jakarta and Depok. Using parallel multiple regression by MACRO PROCESS (Hayes), it was found that the relationship between reading engagement and CTSE is fully mediated by academic positive emotion hope. Enjoyment did not mediate the relationship between reading engagement and CTSE because enjoyment is having high multicollinearity score with hope. That means, it is important for the teacher to support students academic positive emotion especially hope when reading.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T54263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almukantar Fikriansyah
Abstrak :
Kegiatan pemasaran seperti periklanan yang dilakukan pada masa Pandemi Covid-19 masih menimbulkan banyak pertanyaan. Seperti apakah konsumen lebih memilih iklan dengan kesesuaian yang tinggi atau orisinalitas yang tinggi dalam menilai kreativitas iklan, serta apakah emosi positif berperan dalam memediasi kesesuaian dan orisinalitas iklan terhadap niat pembelian? Responden penelitian berjumlah 220 orang yang berdomisili di wilayah Jabodetabek dan sudah menggunakan Gojek. Pengumpulan jawaban responden menggunakan penyebaran kuesioner daring serta menggunakan skala 7 poin semantik diferensial terhadap tiga iklan Gojek yang diunggah selama masa pandemi. Penelitian menggunakan analisis mediasi sederhana dengan menggunakan metode Process Macro model 4. Hasil menunjukkan bahwa orisinalitas iklan memiliki efek positif yang signifikan terhadap niat pembelian Gojek. Kesesuaian iklan memiliki efek positif yang tidak signifikan terhadap niat pembelian Gojek, serta emosi positif memiliki efek mediasi orisinalitas dan kesesuaian iklan yang signifikan terhadap meningkatkan niat pembelian Gojek. ......Marketing activities such as advertising during the Covid-19 pandemic still raises many questions. Such as whether consumers prefer ads with high appropriateness or high originality in assessing advertising creativity, and whether positive emotions play a role in mediating ad appropriateness and originality towards purchase intention? The research respondents amounted to 220 people who live in the Greater Jakarta area and already uses Gojek. The collection of respondents' answers uses online questionnaire and uses a 7-point differential semantic scale for the three Gojek advertisements uploaded during the pandemic. The research uses a simple mediation analysis using the Process Macro model 4 method. The results show that advertising originality has a significant positive effect on Gojek's purchase intention. Ad appropriateness has an insignificant positive effect on Gojek's purchase intention, and positive emotions have a significant mediating effect on originality and ad appropriateness on increasing Gojek's purchase intention.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Ratna Asri
Abstrak :
Staycation merupakan bentuk rekreasi yang umumnya dilakukan di sebuah penginapan, seperti hotel, dengan memaksimalkan aktivitas di dalam penginapan tersebut. Meskipun dilakukan dalam durasi yang cenderung singkat, namun pastinya setiap orang ingin mendapat kenyamanan, keamanan, dan kesenangan ketika melakukan staycation. Untuk itu, diperlukan sebuah ikatan agar manusia bisa merasakan perasaan-perasaan positif tersebut di suatu tempat yang baru. Ikatan itu disebut place attachment, yang merupakan ikatan berlandaskan kognitif dan emosional dimana ikatan tersebut tercipta dari perasaan positif yang didapat manusia ketika berada di suatu tempat. Dalam konteks staycation, pengalaman wisata dan kualitas tempat yang baik dapat memberikan perasaan positif bagi pengunjung yang kemudian dapat memicu terbentuknya place attachment. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang konsep place attachment, dan faktor-faktor pembentuk place attachment, serta mengetahui bagaimana proses pembentukan place attachment dalam kegiatan staycation. Metode analisis dalam penulisan ini diawali oleh studi literatur tentang place attachment dan staycation, kemudian diperdalam dengan studi kasus dalam bentuk observasi dan wawancara. Hasil dari penulisan ini adalah pembentukan place attachment dipicu oleh emosi positif yang didapat dari dua faktor, yaitu faktor fisik tempat dan faktor personal pengunjung, dimana setiap orang akan memiliki proses pembentukan yang berbeda-beda karena ikatan ini bersifat personal antara manusia dengan tempat tersebut. ......A staycation is a form of recreation generally carried out in an inn, such as a hotel, by maximizing activities in the inn. Even though it is done in a short duration, everyone still wants to get comfort, security, and pleasure when doing a staycation. Therefore, a bond is needed so that humans can feel these positive feelings in a new place. That bond is called place attachment, a cognitive and emotionally based bond created from the positive feelings humans get when they are in a place. In the context of staycation, a good tourism experience and place quality can provide positive feelings for visitors, which can trigger the formation of place attachment. This study aims to know more about the concept of place attachment, the factors that form place attachment, and how the process of forming place attachment in staycation activities. The method of analysis in this paper begins with a literature study on place attachment and staycation, then deepens with a case study in the form of observations and interviews. The result of this paper is that the formation of place attachment is triggered by positive emotions obtained from two factors, namely physical factors of the place and personal factors of visitors, where each person will have a different formation process because this bond is personal between humans and the place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Hediati Tri Charissa
Abstrak :
Kehadiran seorang anak dengan spektrum autisme dalam keluarga dapat menjadi sebuah tantangan bagi saudara kandung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran keberfungsian keluarga terhadap well-being (emosi positif dan negatif, serta psychological flourishing) pada saudara dari anak dengan spektrum autisme. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, variabel keberfungsian keluarga diukur dengan Family Assessment Device (FAD), serta well-being diukur menggunakan Scale of Positive and Negative Emotion (SPANE) dan Flourishing Scale (FS). Penelitian ini melibatkan 136 partisipan dengan rentang usia 18 - 35 tahun. Hasil pada penelitian ini menunjukkan keberfungsian keluarga secara umum ditemukan dapat memprediksi well-being (emosi positif dan negatif) secara signifikan F(1,134) = 28.278, p < 0.001, R2 = 0.174, serta well -being (psychological flourishing) secara signifikan F(1,134) = 30.914, p < 0.001, R2 = 0.181). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga yang dimiliki individu, akan semakin tinggi pula kemungkinan individu tersebut memiliki well-being yang baik. ......The presence of a child with autism spectrum in the family may be a challenge for their siblings. This study aims to see how the role of family functions on the well- being (positive and negative emotions, and psychological flourishing) of children with autistic sibling. This study is a quantitative study, the function of family were measured using the Family Assessment Device (FAD), and well-being was measured using the Scale of Positive and Negative Emotion (SPANE) and Flourishing Scale (FS). This study involved 136 participants with an age range of 18-35 years. The results of this study indicate that the function of family in general is found to be able to significantly predict the well-being (positive and negative emotions) F F(1,134) = 28.278, p < 0.001, R2 = 0.174, and well-being (psychological flourishing) by F(1,134) = 30.914, p < 0.001, R2 = 0.181). From these results it can be said that a higher level of function in the family results in higher possibility of the individual having good welfare.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library