Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hammetje Hartoko Kawanto
Abstrak :
Dalam rangka memenuhi target pembangunan PELITA IV yaitu tingkat pertumbuhan 5 persen per tahun, Indonesia akan membutuhkan dana sebesar 240 triliun rupiah untuk membangun. Jumlah ini relatif besar bila hanya menadi beban Pemerintah sendiri. Dalam hal ini pemerintah hanya mampu menyediakan 45 persen dari jumlah dana tersebut dan sisanya diharapkan akan disediakan oleh sektor swasta. Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit memegang peranan yang cukup penting. Produk ini merupakan salah satu bahan dasar dan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yaitu minyak goreng. Peranannya dalam ekspor di sektor non?migas sangat penting dan memberikan perolehan devisa yang tidak sedikit. Karena pentingnya industri ini maka pengembangan industri kelapa sawit sangatlah strategis bagi perekonomian Indonesia. Industri perkebunan dan pengolahan kelapa sawit adalah jenis industri yang padat modal dan padat karya. Kebutuhan modal yang sangat besar untuk investasi di industri ini hanya mungkin bisa terpenuhi bila ditunjang oleh peranan sektor keuangan seperti perbankan, lembaga keuangan bukan bank, lembaga multi finance yang menyediakan fasilitas leasing, modal ventura, asuransi, lembaga dana pensiun, dan pasar modal. Terdapat banyak hal yang masih dapat ditingkatkan di industri minyak sawit, diantaranya adalah sistem pembiayaan, yang akan dibahas dalam penulisan karya akhir ini. Sistem pembiayaan yang kuat diharapkan mampu menghadapi masalah fluktuasi harga minyak sawit di pasaran internasional yang merugikan baik pihak negara dalam hal penerimaan devisa maupun pihak perusahaan produsen minyak sawit sendiri. Apabila kebutuhan dana sudah demikian meningkatnya karena pertumbuhan perusahaan dan dana dari sumber internal sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain, selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari hutang (debt financing) maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan akan dananya. Jika dalam pemenuhan kebutuhan dana dan sumber eksternal tersebut kita lebih mengutamakan pada hutang saja, maka ketergantungan kita pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya pun makin besar. Sebaliknya jika kita hanya mendasarkan pada saham saja, biayanya akan sangat mahal. Biaya penggunaan dana yang berasal dari saham baru (cost or new common stock) adalah yang paling mahal dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Oleh karena itu perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara kedua sumber dana tersebut. Jika kita menggunakan prinsip hati-hati, maka kita mendasarkan pada aturan struktur finansial konservatif dalam mencari struktur modal yang optimal. Di pasar modal tersedia dana jangka panjang jenis hutang maupun modal sendiri. Perusahaan dapat menarik pinjaman jangka panjang dengan mengeluarkan obligasi, dan menarik dana untuk modal sendiri dengan menjual saham. Hal ini dilakukan dalam rangka mengatasi peraturan pembatasan leverage, diinana suatu perusahaan tidak dapat melakukan pinjaman lebih banyak lagi. Dengan adanya pasar modal, perusahaan tidak terlalu sulit mengatasi keterbatasan ini karena pengumpulan dana dapat dilakukan melalui pasar modal dengan penjualan saham. Bertitik tolak dan masalah tersebut diatas, maka penulisan karya akhir ini bertujuan untuk mencoba membahas peranan pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi perusahaan yang bergerak dalam industri minyak sawit.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cypriana Pranata
Abstrak :
Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian penjaminan emisi saham, apalagi mengingat masih barunya jenis perjanjian ini dalam masyarakat Indonesia. Penulis mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan tehnik wawancara. Perjanjian penjaminan emisi saham merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh emiten dan underwriter yang antara lain mengatur tugas pokok underwriter, yaitu untuk menawarkan dan menjamin penjualan dan pembayaran harga penawaran saham pada pasar perdana yang diterbitkan oleh emiten dan kewajiban-kewajiban lain underwriter dan emiten da1am rangka penyelenggaraan emisi saham dengan pemberian imbalan jasa kepada underwriter secara umum, ada tiga jenis penjaminan emisi saham oleh underwriter yaitu: Pertama, penjaminan emisi dengan kesanggupan penuh (full commitment), kedua, penjaminan emisi dengan terbaik (best effort commitment) dan ketiga, kesanggupan penjaminan emisi dengan kesanggupan siaga (standby commitment). Dalam praktek, memang belum ada kasus tentang perjanjian penjaminan emisi saham yang sampai ke pengadilan. Ini tidak berarti bahwa perjanjian penjaminan emisi saham tidak menimbulkan masalah-masalah. Permasalahan dan kesulitan tetap ada, tetapi masih sampai taraf penyelesaian di luar pengadilan. Perkembangan pasar yang terus meningkat pada masa-masa sekarang ini menyebabkan permasalahan penjaminan emisi saham ini pun akan menjadi semakin kompleks sedangkan hukum secara nyata belum bisa mengimbangi perkembangan tersebut. Hal ini disebabkan karena sampai sekarang ini belum ada undang-undang yang khusus mengatur tentang pasar modal. Penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia segera membentuk undang-undang mengenai pasar modal. Undang-undang yang baru nanti hendaknya mencakup aspek-aspek pasar modal secara luas termasuk penjaminan emisi serta memberikan dorongan bagi pengembangan pasar modal (termasuk kegiatan penjaminan emisi) pada masa yang akan datang.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azimah Hanifah
Abstrak :
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kinexja saham selalu menarik untuk dilakukan. Hasilnya untuk jangka pendek kinerja saham itu mempunyai kecenderungan Underpricing dan untuk jangka panjang mengalami Underpedbrmed. Hasil pengujian penulis juga mcnunjukkan hal demikian, telapi bila dilihat satu pensatu cmiten tidak semua emiten mengalami Underpricing baik untuk periode pengamatan sebelum teljadinya krisis dan setelah tenjadinya krisis. Underpricing ini ditandai dcngan IR yang positif untuk jangka pendek baik pcriode 1, 2 maupun periode gabungan. Dalam jangka penjang tidak semua periode mengalami Underperybrmed, Untuk R-Square juga tidak menunjukkan hasil yang besar, namun untuk periods 2 dengan menggunakan variabel terikat AR 2 dan variabel bebas IR diperoleh R- Square sebesar 93,1 %. Proksi-proksi yang digunakan juga diduga mempunyai pengaruh terhadap R-Square ini, untuk jangka pendek penulis menggunakan variabel-variabel independent seperti OWN, UND, SIZE, AGE, FL, ROA, RISK dan EPS dimana variabel dependentnya adalah IR. Sedangkan variabel yang digunakan untuk mengukur kinexja saham jangka panjang dengan variabel dependenmya AR dan WR dimana variabel independenmya adalah OWN, UND, SIZE, AGE, IR, BTM dan GROWTH.
Researchs which are related with exchange Performance are very interested to analyze. The results of study informed us that for a short term of exchange performance tend to be underpricing and underperfomaed for a long term. The result of writers study showed such condition although each company does not get undezpricing at a time of monetary crisis (before and after), this underpricing is market with positive IR for short tenn (Period l, 2 and joint period). Underperformed position does not all happen in a long tenn period. R-Square does not show big output, because the period 2 where it applied finding variable AR 2 achieved score R-Square 93,1 %. Proxis used in this way seem to have impact on this R-Square. The writer in short term period used independent variable like: OWN, UND, SIZE, AGE, FL, ROA, RISK and EPS where IR piays as dependent variable. Meanwhile for long term period with AR and WR are dependent variable where independent variable are followed : OWN, UND, SIZE, AGE, IR, BTM and GROWTH.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T34474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Almuden
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liana Fazriah S.
Abstrak :
ABSTRAK Laporan magang ini membahas mengenai penerapan prosedur yang disepakati yang dilakukan oleh KAP AAZ dalam memverifikasi biaya dan hasil penerimaan pelaksanaan Penawaran Umum Terbatas (PUT) PT Waswas (Persero) Tbk tahun 2015. Prosedur yang dilakukan meliputi uji petik, bertanya pada manajemen dan melakukan perhitungan kembali, hal tersebut bertujuan untuk menilai keterjadian dan keakurasian nilai biaya dan hasil yang dilaporkan oleh manajemen. Auditor bertanggung jawab untuk melaporkan temuan dari hasil pelaksanaan prosedur yang disepakati kepada manajemen dan pemakai. Secara keseluruhan biaya dan hasil PUT dapat dibuktikan keterjadiannya dengan bukti yang memadai, namun terdapat satu transaksi biaya yang harus dikeluarkan dari biaya PUT.
ABSTRACT This report discusses the implementation of agreed upon procedures (AUP) conducted by public accounting firm AAZ in verifying the costs and revenue from right issue PT Waswas (Persero) Tbk 2015. The procedures performed include vouching, inquiry and do the recalculations, that aims to assess the occurrence and accuracy value of cost and revenue reported by management. Auditors is responsible for reporting the findings results of the implementation of AUP to management and users. Overall costs and revenue can be proved with sufficient evidence, but there is a transaction cost to be incurred from the cost of the right issue.
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuning Indraswari Kusumaningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan utama yaitu mengetahui keberadaan dan besarnya initial abnormal return (underpricing) saham perdana dikaitkan dengan kondisi pasar modal tahun 1998 - 2000, perilaku saham perdana melalul pola cumulative abnormal return serta menguji signifikansi beberapa variabel kandidat, untuk melihat pengaruh variabel tersebut terhadap besaran initial abnormal return. Dalam literatur literatur keuangan disebutkan bahwa harga penawaran saham perdana umumnya lebih rendah dan nilal wajarnya. Beberapa penelitian seperti penelitian Lee, Taylor dan Walter (emisi saham baru di Australia), Ibbotson dan Ritter (emisi saham baru di Amerika), Dimson dan Levis (Inggris) dan Aggarwal, Leal dan Hernandez (Brazil) telah mengkonfirmasi adanya fenomena underpricing tersebut.

Study karya akhir berdasarkan metodologi event study yang dikombinasikan dengan metodologi time-series. Metodologi time-series digunakan untuk membersihkan data dan unsur autokorelasi sebelum dimasukkan sebagai input (model normal return) dalam metodologi event study dalam rangka memperoleh abnormal return. Gabungan kedua metodologi ini akan menghasilkan output yang relatif akurat sebagai model pengukur normal return saham. Pokok penelitian dalam study adalah IPO 1998-2000 dengan tujuan memperoleh gambaran perilaku emisi saham pada kondisi krisis, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dengan masa sebelumnya.

Hasil penelitian pada karya akhir ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2000, emisi saham perdana menghasilkan initial abnormal return (nderpricing) sebesar 3347% secara rata-rata dan signifikan (pada ? =1%) saat pertama kah diperdagangkan. Hash penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal besarannya yang sangat signifikan. Penelitian Hanafi (1998) mendapatkan besaran sebesar 15% untuk emisi saham perdana periode 1989 ? 1990, sedangkan Hermawan (2000) menemukan underpricing pada hari pertama signifikan sebesar 8,52% Perbedaan yang jauh atas besaran underpricing tersebut terutama disebabkan kondisi pasar yang berbeda. Pertama, pada saat krisis, harga-harga saham jatuh ke level yang paling murah, bahkan untuk beberapa saham, tidak dianggap berharga karena nilainya jauh dibawah nilai nominalnya. Hal ini menyebabkan harga saat penawaran saham perdana, ditentukan rendah, relatif bila dibandingkan dengan periode sebelum krisis. Ketika pada hari pertama, saham perdana dengan harga rendah tersebut, dengan overreaction pasar yang terjadi ketika dilepas ke pasar sekunder, maka besaran underpricing menjadi relatif lebih besar dibandingkan jika harga saham ditawarkan pada harga normal (sebelum krisis).

Kedua, return pasar yang rendah disebabkan minimnya perdagangan (thin trading) untuk tahun 1998 ?2000 relatif jika dibandingkan periode sebelumnya. Selama periode krisis dan berikutnya, bursa cenderung bersifat spekulatif dan segala informasi dianggap kesempatan untuk menghasilkan keuntungan. Hal ini terlihat dari pola cumulative abnormal return, khususnya pada tahun 1998.

Ketiga, jika dikaitkan dengan faktor risk-return dan saham-saham BEJ dalam periode krisis, tentunya investor mengharapkan return yang tinggi akibat makin membengkaknya risk untuk memegang Saham-saham di bursa Indonesia, sehingga pihak perusahaan atau penjamin emisi menetapkan tingkat underpricing yang besar untuk menarik minat investor atas sahamnya, dengan menetapkan harga penawaran yang jauh Iebih rendah dan nilai wajar perusahaan. Selain dari segi harga perdana yang ditawarkan, tingkat risiko yang diantisipasi investor juga telah tercermin dalam tingkat expected return saham perdana. Sehingga secara keseluruhan, meningkatnya besaran initial abnormal return (underpricing) secara signifikan untuk periode krisis merupakan suatu hal yang wajar.

Perilaku saham perdana yang dilihat dan pergerakan cumulative average abnormal return menunjukkan bahwa tingkat underpricing yang terbesar hanya terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham perdana mengalami koreksi yang cukup signifikan. Average abnormal return masih diharapkan positif pada hari-hari berikutnya nampaknya tidak terjadi. Pada pola cumulative average abnormal return jika pada penelitian Hermawan (2000) menunjukkan kecenderungan penurunan perlahan pada hari hari berikutnya, maka yang terjadi pada penelitian ini adalah pola cumulative average abnormal return mengalami pola yang stabil untuk masa 60 hasil perdagangan, sebagai penyesuaian atas overreaction di hari pertama, bahkan sedikit terlihat tren yang meningkat. Akan tetapi periode pengamatan yang hanya 60 hari membatasi untuk mengambil kesimpulan secara umum untuk periode yang lebih panjang.

Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang signitikan antara variabel variabel kandidat dengan tingkat initial abnormal return kecuali untuk variabel nilai emisi saham perdana yang menunjukkan hubungan yang negatif dimana nilai emisi yang lebih rendah akan menyebabkan besaran initial abnormal return yang Iebih tinggi. Hal ini terkait dengan persepsi investor bahwa perusahaan dengan nilai emisi kecil cenderung Iebih berisiko dibandingkan dengan perusahaan besar (dilihat dari besarnya nilai emisi).

Temuan ini memberikan beberapa implikasi. Bagi investor, makin menguatkan kelebihan dan strategi ambil-untung yaitu pembelian saham di pasar perdana untuk dijual Iangsung di pasar sekunder pada hari pertama perdagangan. Karena besaran underpricing yang didapatkan jauh lebih besar pada periode setelah krisis jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kemudian bagi peneliti, adalah tantangan untuk mengetahui bagaimana dan seperti apa structural changes yang dialami Bursa Efek Jakarta jika dikaitkan dengan indikasi bahwa terjadi perubahan besaran initial abnormal return yang signifikan. Sedangkan bagi para akademisi, hal ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa Bursa Efek Jakarta memiliki bentuk pasar yang definitely semi-strong inefficient.
2001
T3544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library