Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadek Yogi Mahendra
"

Nama

:

Kadek Yogi Mahendra

NPM

:

1606927734

Judul

:

Efektivitas Klonidin Dosis 2 Mcg/Kg di Awal Induksi Dalam Menurunkan Angka Kejadian Emergence Delirium Pada Pasien Anak yang Menjalani Operasi Mata

Latar belakang. Emergence delirium (ED) adalah suatu kondisi yang umum terjadi, pada pasien anak-anak yang menjalani pembedahan, dimana anak menjadi sangat agitasi, memberontak, dan sulit untuk diredakan serta berpotensi membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain, dengan insidensi di RSCM sebesar 39,7%. Etiologi, faktor resiko, dan patofisiologi diperkirakan multifaktorial. Berbagai upaya dan strategi telah diusahakan untuk mencegah kejadian tidak menyenangkan ini.

 

Metode. Penelitian uji klinik acak tersamar ganda pada anak usia 1-8 tahun yang menjalani operasi mata dengan anestesia umum di OK Kirana FKUI-RSCM pada bulan Januari-Maret 2020. Sebanyak 108 subjek didapatkan dengan metode konsekutif yang dirandomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok klonidin (n = 54) mendapat klonidin 2 mcg/kgbb bolus IV lambat saat induksi anestesia, sedangkan kontrol (n = 54) mendapat NaCl 0,9%. Kejadian ED, waktu pulih, derajat nyeri, hipotensi dan bradikardia selama dan pascaoperasi dicatat. ED dinilai dengan Pediatric Anesthesia Emergence Delirium (PAED).

 

Hasil. Kejadian ED pada kelompok klonidin sebesar 29,6% sedangkan kontrol 31,5% (IK 95% 0,481-2,475; p=0,835). Waktu pulih kelompok klonidin memiliki nilai rerata 6 menit dibandingkan kelompok kontrol selama 5 menit (p=0,998). Nyeri sedang dirasakan pada 3,7% kelompok klonidin berbanding 0% pada kelompok kontrol. Hipotensi dialami pada 1 pasien di kelompok klonidin dan 1 pasien di kelompok kontrol, sedangkan bradikardia ditemukan pada 2 pasien di kelompok klonidin dan 3 pasien di kelompok kontrol

 

Simpulan. Pemberian klonidin 2 mcg/kgbb bolus IV lambat di awal induksi tidak lebih efektif dibanding plasebo dalam mencegah kejadian ED pada pasien anak yang menjalani operasi mata

Kata Kunci : emergence delirium, klonidin, kontrol, pasien anak, operasi mata, pembiusan umum

 


Name

:

Kadek Yogi Mahendra

NPM

:

1606927734

Title

:

Effectiveness Clonidine 2 Mcg/Kg during Anesthesia Induction to Reduce Emergence Delirium Rate in Pediatric Patient Underwent Eye Surgery

Background. Emergence delirium (ED) is a common condition in pediatric patient after surgery, when they become agitated, difficult to calm and could be harmful for themself or people around with incidence 39,7% in RSCM. Etiology, risk factor, and patyhophysiology are multifactorial. Some effort and strategy have been attempted to reduce this unpleasant incident

 

Method. This was a double-blind randomized clinical trial on children aged 1-8 years old underwent eye surgery under general anesthesia in OR Kirana FKUI-RSCM on January until March 2020. One hundred eight subjects were included using consecutive sampling method and randomized into two groups. Clonidine group (n=54) was given clonidine 2 mcg/kgbw slow intravenous injection during anesthesia induction while control group (n=54) was given NaCl 0,9%. Incidence of ED, recovery time, pain scale, during and postoperative hypotension and bradycardia were observed. Pediatric Anesthesia Emergence Delirium (PAED) scale was used to assess ED.

 

Result. Incidence of ED in clonidine group was 29,6% while in control group was 31,5% (IK 95% 0,481-2,475; p=0,835). Recovery time in clonidine group was 6 minutes and control group was 5 minutes (p=0,998). There was 3,7% in subject group was in moderate pain and 0% in control group. Hypotension was suffered by each 1 subject in both group and bradycardia suffered in 2 patient in clonidine group compared to 3 patients in control group

 

Conclusion. Administration of clonidine 2 mg/kg as a slow intravenous injection right after induction was not effective to prevent the incidence of ED in children underwent eye surgery"

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Mahri
"Latar Belakang: Emergence delirium (ED) merupakan kondisi yang dapat terjadi saat anak pulih dari anestesi dengan cara yang tidak nyaman. ED dapat menyebabkan cedera pada anak, dan kekhawatiran pada orangtua. Berbagai intervensi dilakukan untuk menurunkan ED, namun belum ada standar khusus yang rutin dilakukan untuk mencegah ED. Deksmedetomidin dan midazolam dikatakan efektif untuk mengurangi ED. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas premedikasi deksmedetomidin intranasal dibandingkan midazolam intranasal untuk mencegah ED pada anak yang menjalani operasi mata. Metode : Penelitian ini adalah uji klinik tersamar ganda, pada pasien anak usia 1- 12 tahun dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang menjalani operasi mata dengan anestesia umum menggunakan agen inhalasi Sevoflurane. Subjek penelitian 64 orang, didapatkan dengan consecutive sampling selama Februari-Mei 2019 yang kemudian dikelompokan menjadi kelompok deksmedetomidin dan midazolam setelah proses randomisasi. Efektivitas dinilai dari kejadian ED, waktu pulih, dan kejadian desaturasi pasca premedikasi. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan Uji Mann-Whitney. Hasil : Kejadian ED pada kelompok deksmedetomidin sebesar 11,18% sedangkan kelompok midazolam 28,12% (p=0,109). Waktu pulih didapatkan median yang sama 6 menit, dan tidak didapatkan kejadian desaturasi di kedua kelompok. Simpulan : Pemberian premedikasi deksmedetomidin intranasal 30 menit sebelum induksi secara statistik tidak lebih efektif dibandingkan midazolam untuk mencegah kejadian ED pada anak yang menjalani operasi mata.

Background: Emergence Delirium (ED) is a condition that can occur when a child recoverds from anesthesia in a uncomfortable way. ED can cause injury to children and worries to parents. Various interventions were carried out to reduce ED, but there were no specific standards has been estabilished to prevent ED. Dexmedetomidine and midazolam are said to be effective in reducing ED. This study aims to determine the effectiveness of intranasal dexmedetomidine premedication compared to intranasal midazolam to prevent ED in children undergoing eye surgery. Method : This study is a double-blind clinical trial, in pediatric patients aged 1-12 years with physical status ASA 1 and 2 who underwent eye surgery under general anesthesia using Sevoflurane inhalation agents. There were 64 childen obtained by consecutive sampling, who underwent eye surgery in our institution during February-Mayl 2019. The subjects then grouped into dexmedetomidine group and midazolam group. Effectiveness was assessed from ED events, recovery time, and post-premedication desaturation events. Data analysis using Chi Square test and Mann-Whitney test. Result : ED incidence in the dexmedetomidin group was 11.18% while the midazolam group was 28,12% (p = 0.109). The recovery time was the same median 6 minutes, and no desaturation was found in either group. Conclusion : There are statistically no difference between the effectiveness of intranasal dexmedetomidine and midazolam premedication 30 minutes before induction to prevent ED occurrence in children undergoing eye surgery. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Firman
"Pendahuluan: Pasien anak merupakan populasi yang sering dilaporkan mengalami komplikasi pascabedah, diantaranya mual muntah pasca bedah (33-82%) danemergence delirium (ED ; 2-80%). Kedua komplikasi tersebut sangat menurunkan kualitas kesejahteraan pascabedah, menurunkan tingkat kenyamanan serta kepuasan orang tua, serta mengganggu jahitan dan meningkatkan persepsi terhadap nyeri. Mual muntah pascabedah dan ED merupakan kondisi multifaktorial, salah satunya diperkirakan akibat pengaruh puasa prabedah. Cairan karbohidrat elektrolit telah dilaporkan berpengaruh positif terhadap luaran pascabedah, diantaranya menurun nya angka mual muntah pasca bedah, menurun nya angka nyeri, serta meningkatkan kenyamanan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral prabedah dibandingkan dengan air putih, terhadap angka kejadian mual muntah pascabedah dan ED pada pasien anak yang menjalani operasi elektif.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal yang melibatkan 90 pasien anak usia 1-12 tahun yang menjalani pembedahan elektif. Pasien dibagi secara acak menjadi 2 kelompok: kelompok cairan karbohidrat elektrolit (n=45) dan kelompok kontrol yang mendapat air putih (n=45), masing-masing diberikan 50 ml/kgBB pada 12 jam sebelum pembedahan dan diminum bertahap hingga 1 jam sebelum induksi. Setelah pembedahan pada saat pasien berada di ruang pulih, dilakukan pemantauan untuk menilai kejadian mual muntah pascabedah. Kejadian ED dinilai menggunakan PAED skor dengan diangggap positif bila skor 10.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna terhadap kejadian mual pascabedah (3,3% pada cairan karbohidrat elektrolit vs 12,2% pada air putih; p 0,039), namun tidak pada muntah pascabedah (4,4% vs 8,8% ; p 0,677). Angka kejadian ED ditemukan 6,6% (4,4% pada karbohidrat elektrolit ; 8,8% pada air putih) dan tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok. Meski demikian kelompok cairan karbohidrat elektrolit cenderung menunjukkan angka skor PAED yang lebih rendah (p 0.06).
Kesimpulan: Pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral prabedah berhubungan dengan angka kejadian mual pascabedah yang lebih rendah, namun tidak dengan muntah pasca bedah. Pemberian cairan karbohidrat elektrolit oral prabedah tidak berhubungan dengan angka kejadian ED, namun berhubungan dengan skor PAED yang lebih rendah.

Introduction: Pediatric patients often develop post-operative complications, that includes post operative nausea vomiting (PONV ; 33-82%) and emergence delirium (ED ; 2-80%). Both complications greatly affect the quality of post-op conditions, decrease in comfort and parents’ satisfaction, as well as disruption of surgical wound and heighten perception of pain. PONV and ED are of multifactorial causes, one of which is preoperative fasting. Oral carbohydrate electrolyte-containing fluid has been reported to improve post-operative outcomes, such as lower incidence of PONV, lower pain scores and improves level of comfort. The current study aimed to evaluate the effect of preoperative oral carbohydrate electrolite-containing solution compared to standard mineral water to the incidence of PONV and ED in children undergoing elective surgery.
Methods: This single-blind randomized controlled study included 90 patients aged 1 – 12 years old undergoing elective surgery. Patients were divided into 2 groups: the carbohydrate electrolyte group (n=45) and the control mineral water group (n=45). Both groups were given 50 ml/kgBW of designated fluid 12 hours prior to surgery and can be consumed until 1 hour before induction. Following the surgery, while the patient was in the recovery room, the incidence of PONV was evaluated. The incidence of ED was evaluated using PAED score; positive in PAED score 310.
Results: There is a significant difference in the incidence of post-operative nausea (3.3% in the carbohydrate electrolyte group vs 12.2% in the control group; p 0.039), but not in postoperative vomiting (4.4% vs 8.8% ; p 0.677). The incidence of ED was 6,6% (4,4% in the treatment group vs 8,8% in the control group) and did not differ significantly between two groups. However the actual PAED score in the carbohydrate electrolyte group was found significantly lower (p 0.06).
Conclusion: The incidence of post-operative nausea is significantly lower in the carbohydrate electrolyte group compared to the mineral water group, but not for the post operative-vomiting. The incidence of ED did not differ significantly, however carbohydrate electrolyte group tends to have lower PAED score.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library