Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Debora Marito
"Penelitian ini menganalisis ketidaksesuaian putusan pengadilan terkait pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan dengan konsep parate eksekusi, khususnya dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 26/Pdt.G/2018/PN Lbp, Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 169/Pdt/2019/PT Mdn, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1569/K/Pdt/2020, hingga Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 598/PK/Pdt/2022. Fokus utama penelitian ini adalah mengevaluasi keabsahan prosedur pelaksanaan parate eksekusi, pertimbangan hukum terkait irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam sertifikat hak tanggungan, serta implikasi hukum dari putusan yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif, analitis, dan evaluatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya inkonsistensi dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh pengadilan pada beberapa tingkat. Meskipun parate eksekusi diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang memberikan hak kepada kreditur untuk menjual objek jaminan tanpa memerlukan fiat pengadilan, sejumlah putusan mengabaikan prinsip tersebut dengan menitikberatkan pada aspek prosedural, termasuk keabsahan irah-irah dan transparansi pelaksanaan lelang. Peninjauan kembali Mahkamah Agung akhirnya memutuskan bahwa lelang yang dilakukan adalah sah karena dokumen sertifikat hak tanggungan memenuhi syarat hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sengketa dalam kasus ini menunjukkan kurangnya pemahaman yang konsisten terhadap konsep parate eksekusi. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi para pihak yang terlibat. Penelitian ini merekomendasikan revisi regulasi untuk memperjelas prosedur parate eksekusi dan edukasi mendalam bagi para penegak hukum guna mengurangi potensi sengketa serupa di masa depan, serta memperkuat perlindungan hukum bagi kreditur dan debitur.

This study analyzes the inconsistencies in court decisions regarding the annulment of mortgage foreclosure auctions concerning the concept of parate executie, specifically focusing on the rulings of the Lubuk Pakam District Court No. 26/Pdt.G/2018/PN Lbp, Medan High Court No. 169/Pdt/2019/PT Mdn, Supreme Court No. 1569/K/Pdt/2020, and the Supreme Court Judicial Review No. 598/PK/Pdt/2022. The research primarily evaluates the validity of parate executie procedures, the legal considerations surrounding the preamble "For Justice Based on the Almighty God" in mortgage certificates, and the legal implications of the resulting decisions. Using a normative juridical method with descriptive, analytical, and evaluative approaches, this study reveals inconsistencies in the judicial reasoning across various levels of courts. While parate executie is established under Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage Rights, allowing creditors to sell collateral without court authorization, several rulings overlooked this principle, emphasizing procedural issues such as the legitimacy of the preamble and auction transparency. The Supreme Court’s judicial review eventually ruled the auction valid as the mortgage certificate met legal requirements. The study concludes that the disputes highlight a lack of consistent understanding of the parate executie concept, creating legal uncertainty for the parties involved. It recommends regulatory revisions to clarify parate executie procedures and enhanced legal education for practitioners to minimize similar disputes in the future while ensuring robust legal protection for creditors and debtors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veni Liu
"Dalam hal terjadi kredit macet, lelang dimaksudkan untuk menghasilkan jual beli atas jaminan utang piutang dengan harga terbaik agar debitor dapat melunasi utang kepada kreditor. Dalam lelang dikenal nilai limit yang menjadi batasan harga terendah dalam suatu proses lelang. Penetapan nilai limit didasarkan kepada hasil penilaian oleh jasa penilai independen atas objek yang hendak dilelang. Nilai limit bertujuan agar lelang dapat optimal. Namun, dalam putusan nomor 02/PDT.G/2010/PN.MGL ditemukan suatu fakta hukum dimana terjadinya suatu lelang yang penetapan nilai limit ditetapkan oleh pengadilan negeri di bawah harga riil dan diikuti dengan hasil lelang yang lebih rendah dari harga riil. Pengadilan negeri dalam putusan nomor 02/PDT.G/2010/PN.MGL menetapkan nilai limit tidak berdasarkan hasil penilaian oleh jasa penilai independen sebagaimana diwajibkan dalam PMK 106/PMK.06/2013 tentang Pelaksanaan Lelang. Ketidaksesuaian ini akhirnya menghasilkan suatu lelang yang hasilnya tidak cukup untuk membayarkan utang debitor kepada kreditor, sehingga mendatangkan kerugian bagi debitor dan kreditor. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Dapat disimpulkan dalam putusan nomor 02/PDT.G/2010/PN.MGL pengadilan negeri adalah sah dan berwenang sebagai penjual dan menetapkan nilai limit. Namun, penetapan nilai limit oleh pengadilan negeri bertentangan dengan PMK 106/PMK.06/2013 dan pelaksanaan lelang ini tidak melahirkan kepastian serta perlindungan hukum bagi para pihak.

In the event of bad loan, auction intended to sell pledged object with the best price in order to pay off debtor?s debt to creditor. Auction recognizes reserve price which is the restriction of the lowest price when the auction started. Reserve price determination is based on assessment on the auction object by an independent appraisal. Reserve price intended to give the best result of the auction. However, the district court decision number 02/PDT.G/2010/PN.MGL. shows legal fact where auction held with a reserve price that determined by the district court without based on an independent appraisal assessment on the auction object and this event is inconsistent with PMK 106/PMK.06/2013. Eventually, the auction result did not cover debtor?s debt to creditor. Both of debtor and creditor are disadvantaged in this event. This research is a juridical normative research with the type of prescriptive research. There are some conclusions based on the above case. First, the district court is the legitimate seller of the auction and has the authority to determine the reserve price. However, the determination of the reserve price by the district court in this case is not in accordance with PMK 106/PMK.06/2013 and cause disadvantage to the party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bagas Arkaan
"Tulisan ini membahas Perbuatan Melawan Hukum pada Eksekusi Lelang dalam Perjanjian Kredit terhadap Objek Jaminan (Studi Kasus: Putusan Nomor 823 PK/PDT/2019), menggunakan metode penelitian doktrinal dengan data primer dan sekunder. Eksekusi lelang sebagai solusi penyelesaian utang-piutang harus dilakukan sesuai prosedur hukum, termasuk penetapan nilai limit dan persetujuan debitur, untuk menghindari kerugian dan perbuatan melawan hukum. Kasus Putusan Nomor 823 PK/PDT/2019 menegaskan pentingnya asas keadilan, itikad baik, dan transparansi dalam proses lelang untuk melindungi hak para pihak. Penelitian mengkaji pengaturan hukum eksekusi lelang dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dan Peraturan Menteri keuangan serta analisis pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan lelang yang berlandaskan semua unsur-unsurnya harus terpenuhi secara kumulatif. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka tindakan tersebut tidak dapat dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekusi lelang harus dilakukan secara adil dan transparan, namun pelanggaran prosedur, seperti penetapan harga limit di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanpa penilaian independen, dapat merugikan debitur dan merusak kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan ketat dalam penetapan nilai limit dan penerapan asas keadilan serta itikad baik sangat penting. Hakim perlu menjunjung kepastian hukum dan melindungi pembeli beritikad baik dalam sengketa lelang.

This paper analyzes the Unlawful Acts in the Auction Execution in a Credit Agreement Against a Collateral Object (Case Study: Decision Number 823 PK/PDT/2019). The type of research in this legal writing is doctrinal legal research methods and the types of data used are primary and secondary data. Auction execution, as a solution for debt settlement, must adhere to legal procedures, including the determination of a reasonable limit value and the debtor's consent, to prevent losses and unlawful acts. The case of Decision Number 823 PK/PDT/2019 underscores the significance of the principles of justice, good faith, and transparency in the auction process to safeguard the rights of all parties. This study also delves into the legal regulations governing auction execution UUHT and the PMK, as well as analyzing the fulfillment of the elements constituting an unlawful act in auction implementation, which requires all elements to be cumulatively met. If any element is missing, the action cannot be considered an Unlawful Act. The research findings indicate that auction executions must be conducted fairly and transparently. However, procedural violations, such as setting a limit price below the Market Value of Taxable Objects (NJOP) without independent assessment, can harm debtors and damage public trust. Therefore, strict supervision in setting the limit value and the application of the principles of justice and good faith are very important. Judges must also uphold legal certainty and protect bona fide purchasers in auction disputes. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library