Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan flora, fauna serta manusia yang ada disekitarnya. Pengembangan ekosistem mangrove menjadi ekowisata merupakan salah satu cara untuk keberlanjutan ekosistem mangrove agar tidak berdampak negatif terhadap kehidupan makhluk hidup disekitarnya. Kabupaten Karawang memiliki ekosistem mangrove dengan luas 275 hektar yang tersebar di 8 desa yaitu Desa Tambaksari, Sedari, Pusakajaya Utara, Pasir Putih, Sukakerta, Rawagempol Kulon, Muara Baru dan Muara. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis daya tarik dan persepsi masyarakat dalam pengembangan ekowisata mangrove di Kabupaten Karawang dan menganalisis potensi pengembangan ekowsiata mangrove di Kabupaten Karawang. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan perhitungan menggunakan bobot dan skoring. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial untuk melihat persamaan dan perbedaan daya tarik, persepsi dan potensi pengembangan ekowisata mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desa yang memiliki nilai daya tarik sangat menarik berada pada Desa Sukakerta yang memiliki fasilitas lengkap dengan jumlah banyak, sedangkan yang memiliki daya tarik rendah yaitu Desa Rawagempol Kulon dan Tambaksari dengan ketersediaan fasilitas yang terbatas. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata mangrove didominasi dengan persepsi setuju dan hanya satu desa yang memiliki persepsi tidak setuju yaitu Desa Muara. Berdasarkan daya tarik dan persepsi masyarakat dapat diketahui potensi pengembangan ekowisata mangrove memiliki klasifikasi cukup berpotensi dan hanya terdapat satu desa yang kurang berpotensi yaitu Desa Rawagempol Kulon.
Mangrove ecosystem is one of the ecosystems that is very important for the life of flora, fauna as well as the people around it. Development of mangrove ecosystems into ecoturism is one way to sustainability of mangrove ecosystem so that have a negative impact on the lives of their creatures. Karawang Regency has a mangrove ecosystem with an area of 275 hectares spread across 8 villages, that is Tambaksari, Sedari, North Pusakajaya, Pasir Putih, Sukakerta, Rawagempol Kulon, Muara Baru and Muara Villages.. This research was conducted to analyze the attractiveness and perception of the community in the development of mangrove ecotourism in Karawang Regency and to analyze the non-physical potential of mangrove ecotourism in Karawang Regency. The method used in this research is to do calculations using weights and scoring. The analysis used in this study is a spatial analysis to see the similarities and differences in attractiveness, perceptions and non-physical potential of mangrove ecotourism development. The results showed that villages that had very attractive attractiveness value were in Sukakerta village which had complete facilities with large numbers, while those that had low attractiveness were the villages of Rawagempol Kulon and Tambaksari with limited availability of facilities. Community perception of the development of mangrove ecotourism is dominated by the perception of agree and only one village that has a perception of disagreeing is the village of Muara. Non-physical potential of ecotourism development has a potential category and there is only one village that has no potential, that is Rawagempol Kulon village
"Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang merupakan desa yang terletak di daerah pesisir, dihuni oleh masyarakat yang mayoritasnya bekerja sebagai petani dan nelayan. Hanya sedikit yang memiliki pekerjaan tetap. Pada tahun 2017, Desa tersebut dikembangkan ekowisata mangrove dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan mangrove, baik generasi muda maupun generasi tua. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemanfaatan waktu dari generasi muda dan generasi tua yang tinggal di sekitar ekowisata. Waktu yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pada hari kerja dan hari libur. Variabel yang digunakan adalah titik, arah, dan jarak. Metode analisis menggunakan pendekatan Lund Time Geography Approach dan analisis spasial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan berdasarkan situasi aktivitas, masyarakat pesisir dipengaruhi oleh capacity constraint. Di ekowisata mangrove, generasi muda hanya memanfaatkannya pada hari libur, sebaliknya generasi tua memanfaatkannya pada hari kerja dan hari libur. Menurut situasi geografi, masyarakat pesisir generasi muda memiliki pergerakan yang tidak terbatas dan lebih jauh, sedangkan generasi tua memiliki pergerakan yang terbatas dan hanya di sekitar tempat tinggalnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh usia.
Sukakerta Village, Cilamaya Wetan District, Karawang Regency is a village located in a coastal area, inhabited by people, the majority of whom work as farmers and fishermen. Only a few have permanent jobs. In 2017, the village was developed for mangrove ecotourism by involving the community around the mangrove area, both the younger and older generations. The purpose of this study was to analyze the time utilization of the younger and older generations living around ecotourism. The time used is divided into two, namely on weekdays and holidays. The variables used are point, direction, and distance. The analysis method uses the Lund Time Geography Approach and spatial analysis. The results of this study indicate that based on the activity situation, coastal communities are influenced by capacity constraints. In mangrove ecotourism, the younger generation only uses it on holidays, while the older generations use it on weekdays and holidays. According to the geographic situation, the young generation of coastal communities has unlimited and further movement, while the older generation has limited movement and only around their homes. This is influenced by age.
"