Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tusy Triwahyuni
Abstrak :
Pengobatan Albendazol dengan dosis tunggal maupun dosis maksimal menunjukkan hasil yang memuaskan dalam memberikan kesembuhan (Cure rate) dan menurunkan jumlah telur (ERR) pada infeksi A.lumbricoides, namun terdapat fakta penelitian bahwa setelah 4 bulan pengobatan kejadian reinfeksi terjadi paling cepat ditemukan pada cacing A.lumbricoides. Penelitian lain menunjukan bahwa albendazol dosis tunggal ternyata belum mampu menghambat perkembangan telur A.lumbricoides secara menyeluruh dengan adanya telur yang masih menjadi infektif. Menjadi pertanyaan apakah pemberian albendazol dengan dosis maksimal mampu menghambat perkembangan telur secara menyeluruh. Penelitian ini ingin menilai bagaimana pengaruh pemberian Albendazol dengan dosis yang maksimal yaitu 400 mg albendazol diberikan selama 3 hari berturut turut pada anak usia sekolah dasar terhadap perkembangan telur cacing A.lumbricoides. Rancangan penelitian adalah uji Eksperimental dengan one grup pre dan post test design. Untuk melihat pengaruh albendazol terhadap perkembangan telur dilakukan kultur sebelum dan sesudah pengobatan dari sampel tinja individu yang sama. Sampel tinja dikumpulkan dari anak SD pada hari ke-1 dan ke-7 sesudah pengobatan yang dikultur selama satu bulan. Analisis data menggunakan uji T berpasangan (T test paired) namun data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji non parametrik yaitu Uji Wilxocon Signed Ranks. Taraf kesalahan yang digunakan adalah 5%. Hasil penelitian ini menunjukan Albendazol 3 hari berturut turut mampu menurunkan persentase telur dibuahi (fertilized) pada anak yang terinfeksi A.lumbricoides. Terdapat peningkatan jumlah telur yang tidak dibuahi (unfertilized) setelah pengobatan. Pemberian Albendazole dosis tunggal selama 3 hari berturut turut juga mampu menurunkan persentase telur infektif dan berpengaruh pada perubahan perkembangan telur A.lumbricoides. ......Albendazol treatment with triple doses showed satisfactory results in Cure rate (CR) and eggs reduction rate ( ERR ) on A.lumbricoides infection , but there was a study showing the prevalence of Ascaris lumbricoides increased after 4 months post treatment due to reinfection. Another study showed that a single dose albendazole was not able to inhibit the development of A.lumbricoides eggs because there was infective stage of eggs in stool sample. The question whether the administration of albendazole with a maximum dose capable of inhibiting the development of eggs thoroughly . Therefore this aim purpose of this study is to determine the effectivity of triple dose albendazole (3x 400 mg) in inhibiting the development of A.lumbricoides eggs. In this study a total of 33 school children were recruited. They were treated with triple dose of albendazole. Stool sample were collected on days 1 and 7 after treatment followed by cultured for one month . The data were not normally distributed so that the non- parametric test was used Wilxocon Signed Ranks Test. These results indicate Albendazol given in 3 days in a row is able to reduce the percentage of fertilized eggs in children infected with A.lumbricoides, and followed by the increase percentage of unfertilized eggs after treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. lchsan Sudjarno
Abstrak :
Salah satu upaya untuk mencegah penyakit adalah menjaga kualitas lingkungan agar tetap pada kondisi yang sehat. Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari risiko kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Beberapa penyakit berbasis lingkungan antara lain adalah diare, TB paru, demam berdarah dan kecacingan. Prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia masih tinggi. Selain itu penyakit kecacingan paling banyak ditemukan di daerah yang keadaan sanitasinya buruk. Prevalensi kecacingan dipengaruhi oleh tingginya pencemaran telur cacing pada tanah permukaan di lingkungan perumahan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pencemaran tanah oleh telur cacing dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pencemaran tanah oleh telur cacing pada lingkungan perumahan penduduk. Disain penelitian adalah Cross sectional, dengan unit analisa rumah tangga, besar sampel sama dengan total populasi (404 rumah) dari seluruh rumah yang memiliki jamban yang pembangunannya dibantu oleh pemerintah daerah. Hasil analisa multivariat diperoleh gambaran tentang besarnya risiko untuk terjadinya pencemaran tanah di lingkungan perumahan yaitu : (1) OR pemanfaatan jamban 4,89 (95%CI; 3,07 - 7,78), (2) OR genangan air hujan 2,10 (95%CI; 1,22- 3,62), (3) OR kebersihan jamban 2,77 (95%CI; 1,63-4,69).
Factors Related to Contamination of Soil Transmitted Helminth in Housing Area in Walantaka Sub District, Serang Regency, The Year 1999.One of the effort to prevent any diseases is to permanently maintain the quality of environmental in a good manner. The quality of the environmental health is the condition that guarantees the absence from the risk of health and safety hazards for human life. Several infections diseases are closely related to environmental condition for example: diarrhea, pneumonia, tuberculosis, and dengue hemorrhagic fever and soil transmitted helminth. The prevalence disease of causal by soil transmitted helminth remain high in Indonesia, and mostly prevalent in the areas with poor sanitary condition. The high level of soil contamination by eggs of the intestinal namatode in the housing influences the prevalence level of diseases by soil transmitted helminth. The objective of this study is to identify the magnitude of soil contamination with eggs of intestinal nematode and factors related to the environment of community housing. The research design is cross sectional carried out among 404 households. The result of the multivariate analysis showed that the risk factors of soil contamination by eggs of intestinal nematode in housing area are as follows : (1) not using latrine has the highest level of risk OR = 4,89 (95 % CI : 3,07 - 7,78), (2) The cleanliness of Iatrine risk is OR = 2,77 (95 % CI : 1,63 - 4,69), (3) The stagnant of rain water risk is OR = 2,10 (95 % CI : 1,22 - 3,62).
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darnely
Abstrak :
Askariasis adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Untuk memberantas askariasis, upaya yang dilakukan adalah perbaikan lingkungan dan pengobatan masal. Tujuan pengobatan adalah untuk mengeluarkan cacing dari tubuh penderita dan membunuh telur. Menurut laporan penelitian dikatakan bahwa mebendazol dan OPP dapat membunuh cacing dewasa dan menghambat perkembangan telur sehingga tidak terbentuk stadium infektif. Namun demikian, apakah hambatan tersebut terjadi pada telur yang masih berada dalam uterus cacing sebelum telur dilepas dalam tinja manusia, velum diketahui dengan pasti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mebendazol dan OPP terhadap perkembangan telur A.lumbricoides yang berada di dalam uterus cacing. Penelitian dilakukan terhadap 684 murid sekolah dasar yang berasal dari 5 SD dan 1 madrasah di Jakarta. Pemeriksaan tinja murid SD tersebut dilakukan dengan cara modifikasi Kato Katz dan pada murid yang positif askariasis diberikan mebendazol atau OPP. Lacing yang keluar pasca pengobatan (perlakuan) dan cacing yang berasal dari bedah mayat di Bagian Forensik FKUI (kontrol) dikeluarkan uterusnya, lalu uterus tersebut diurut untuk mengeluarkan telur yang berada di daiamnya. Telur tersebut dibagi menjadi 2 kelompok untuk dibiak di media fonnalin-batu bata dan fonnalin agar. Pengamatan telur dilakukan pada hari ke-3, minggu ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4 untuk rnengetahui apakah terjadi perubahan morfalogi dan untuk mengetahui jumlah telur yang berubah menjadi larva. Setelah pengobatan dengan mebendazol maupun OPP angka penyembuhan dan angka penurunan telur sangat tinggi sedangkan angka reinfeksi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua obat tersebut adalah antelmintik yang baik. Perkembangan telur pada kedua kelompok perlakuan lebih lambat dibandingkan kontrol dan hambatan perkembangan pada mebendazol lebih besar daripada OPP. Hal ini menunjukkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada pada uterus cacing. Namun demikian, hambatan perkembangan tersebut hanya berupa perpanjangan masa perkembangan dan telur tetap mencapai stadium infektif. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena bila pengobatan tidak memberikan angka penyembuhan 100% maka cacing yang masih tertiuggal di dalam lumen usus masih tetap bertelur dan telur tersebut tetap potensial untuk pencemaran. Pada penelitian ini tidak dijumpai telur yang rusak. Hal ini mungkin karena dosis obat yang mencapai uterus dan kontak dengan telur racing lebih kecil dibandingkan dengan telur yang berada dalam tinja sehingga obat tersebut tidak merusak telur Karena telur tidak rusak maka telur tetap menjadi infektif walaupun masa perkembangannya memanjang. Disimpulkan bahwa mebendazol dan OPP dapat menghambat perkembangan telur yang berada dalam uterus, namun telur tersebut tetap menjadi infektif meskipun masa perkembangannya memanjang.
Ascariasis has been recognized as one of the most important public health problem in Indonesia. The control of ascariasis was focussed on the mass treatment using anthelmintics to expell the wonns from the host and inhibit the development of eggs. Thus the eggs will not develop into the infective stage on the soil. However, whether the inhibition occur on the eggs inside the uterus has not been studied yet. The aims of the study was to know the effect of mebendazole and oxantel pyrantel pamoate (OPP) against the development of A.lumbricoides eggs which are still in the uterus. The study has been carried out among students of 6 primary school in Jakarta with a sample population of 684 students.Kato Katz thick smear technique was used for the examination of stool samples. The students who were found to be positive for ascariasis were treated with mebendazole 500 mg as a single dose or OPP 10 mg/kgBB as a single dose. Thirty female adult worms with a length of more than 12.5 cm were collected and afterwards dissected. Mature eggs were removed from the uterus and spread out on a sterile porous clay plate or agar which were put in a petri dish containing a 1% solution of formalin. The eggs were incubated for 4 weeks and examined after the third day and then once every week. After treatment with mebendazole or OPP, cure rate and egg reduction rate were very high while reinfection rate was low. Development of A.lmnhricoides eggs was slow in the treated group. In mebendazole group the development was slower than in the OPP group. It showed that mebendazole and OPP could inhibit the development of eggs in the uterus of the worms. However, the egg could reach the infective stage although the duration of growth was longer. This fact should be taken into consideration, because if the cure rate is not 100%, the worms which are left in the lumen of intestine of the host could still lay their eggs and potential for transmission. hi this study, no deformed eggs was found. It seems that the action of the drugs on eggs in the uterus was less than the eggs that has been released in the stool. Thus the eggs could develop into infective stage, It was concluded that OPP and mebendazole could inhibit the development of eggs in the uterus. The eggs could reach the infective stage although the duration of growth was longer.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriptiastuti
Abstrak :
Prevalensi STH pada anak di Jakarta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Program penanggulangan dilakukan pengobatan masal dan penyuluhan kesehatan. Beberapa obat telah dicoba untuk pengobatan masal, namun prevalensi STH masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa besar kemungkinan kontribusi anak Sekolah Dasar dalam transmisi A. lumbricoides setelah pemberian antelmintik. Telah diperiksa 861 tinja anak dari 3 SD Kalibaru, Jakarta Utara dengan Cara Kato Katz. Sebanyak 636 anak yang terinfeksi A.lumbricoides dibagi secara acak menjadi 2 kelompok masing-masing terdiri dari 318 anak, kelompok I diobati albendazol dan kelompok II diobati pirantel pamoat. Tinja anak yang tidak sembuh setelah pengobatan diblak dalam larutan kalium bikromat 2%, untuk melihat pertumbuhan telur menjadi bentuk Infektif. Prevalensi askarlasis ditemukan di Sekolah Dasar ini adalah 66,36%-78,74%, dengan Intensitas Infeksi sangat ringan (RTPG 4495 sampai 5959). Setelah pengobatan prevalensi askariasis pada kelompok I menjadi 3,59% dan pada kelompok II menjadi 6,02%. Terdapat penurunan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan albendazol maupun pirantel pamoat. Perbandingan jumlah telur dibuahi dan tidak dibuahi sesudah pengobatan dengan albendazol menjadi besar sedangkan dengan pirantel pamoat menjadi kecil. Pada pengamatan biakan telur ternyata pada kelompok yang diobati albendazol belum ditemukan telur yang berubah menjadi bentuk infektif sampai hari ke 26. Sedangkan pada kelompok pirantel pamoat, bentuk infektif telah ditemukan pada hari ke 19 (15,25%). Kesimpulan kontribusi anak yang belum sembuh dengan pirantel pamoat adalah 15,25% dari jumlah telur yang dikeluarkan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyian Rizki Pratama
Abstrak :
Telur ayam kampung atau telur ayam buras adalah telur ayam umum dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai makanan biasa atau juga sebagai obat. Pengklasifikasian kualitas telur ayam kampung. Dilakukan untuk dapat membedakan telur yang layak konsumsi dan tidak layak konsumsi. Beberapa penelitian serupa menggunakan Arduino dan sensor photodioda untuk melakukan klasifikasi, selain itu juga ada beberapa penelitian yang menggunakan machine learning untuk membedakan jenis telur. Dari penelitian yang telah di lakukan dilihat bahwa akurasi masih kecil, dan dirasa masih bisa di ditingkatkan. Dalam penelitian ini dibuat sistem klasifikasi kualitas telur ayam kampung dengan menggunakan algoritma you only look once (YOLO) versi 4. Data set yang digunakan pada penelitian ini berupa data set dari 4 kategori kondisi telur atau 4 class antara lain telur baik, busuk, fertil, dan telur retak. Data set diakuisisi dengan disinari dengan lampu led yang diberikan tegangan 12V pada kotak akuisisi, dan citra ditangkap dengan webcam Logitech c270. Dari pelatihan data set citra telur ayam kampung dihasilkan akurasi sebesar 96.76% di pengujian pada validation set dan sebesar 95.26% pada test set. Dari kasus pendeteksian kualitas telur ayam kampung dengan deep learning berbasis algoritma YOLOv4 ini memungkinkan adanya pengembangan lebih lanjut. ...... Local breed chicken eggs or local breed chicken eggs are chicken eggs that are commonly consumed by Indonesian people as ordinary food or also as medicine. Classification of local breed chicken egg quality. This is done to be able to distinguish eggs that are suitable for consumption and not suitable for consumption. Several similar studies used Arduino and photodiode sensors to carry out classification, besides that there were also several studies using machine learning to distinguish types of eggs. From the research that has been done, the accuracy is still small, and it is felt that it can still be improved. In this research, local breed chicken egg quality classification system was created using you only look once (YOLO) version 4 algorithm. The dataset used in this study was a data set of 4 categories of egg conditions or 4 classes including good eggs, rotten, fertile, and cracked eggs. The dataset was acquired by irradiating it with a led lamp supplied with a 12V voltage on the acquisition box, and the image was captured with a Logitech c270 webcam. From the local breed chicken egg image dataset training, an accuracy of 96.76% was obtained in the validation set test and 95.26% in the test set. From the case of detecting local breed chicken egg quality with deep learning based on the YOLOv4 algorithm, it allows for further development.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mikha Eliana Wati
Abstrak :
ABSTRAK
Flotasi merupakan metode pemeriksaan feses untuk mendiagnosis infeksi cacing usus. Larutan yang dipakai dalam metode flotasi bervariasi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel feses yang ada di Laboratorium Parasitologi FKUI. Sampel diperiksa dengan metode flotasi larutan gula jenuh dan NaCl jenuh dengan tujuan membandingkan efektivitas kedua larutan. Uji Wilcoxon mendapatkan adanya perbedaan bermakna antara gula jenuh dan NaCl jenuh dalam mendeteksi telur Ascaris lumbricoides p = 0,002 dan Trichuris trichiura p = 0,002 . Rerata telur yang ditemukan gula jenuh untuk A. lumbricoides ialah 3.346,9/gram dan untuk T. trichiura ialah 149,2/gram. Jika dibandingkan dengan rerata telur yang ditemukan NaCl jenuh ialah 1.385,2/gram untuk A. lumbricoides dan 35,2/gram untuk T. trichiura maka gula jenuh lebih baik dalam mendeteksi telur cacing usus. Hal ini disebabkan berat jenis larutan gula jenuh yang dapat menjangkau kisaran berat jenis telur untuk telur dapat mengapung. Berbeda dengan gula jenuh, NaCl jenuh tidak dapat mengapungkan telur yang berat jenisnya melebihi berat jenis larutan. Oleh karena itu, gula jenuh dapat direkomendasikan untuk dijadikan larutan rutin menggantikan NaCl jenuh dalam pemeriksaan feses metode flotasi.
ABSTRACT
Flotation is a method in stool examination to diagnose infection of intestinal helminths. Solutions was used in flotation method vary. This study used cross sectional design with stool samples in Laboratory of Parasitology FKUI. Sampels are examined by flotation of saturated sugar and saturated NaCl with aim of this study was to compare effectiveness both solutions. Wilcoxon test showed significantly different between saturated sugar solution and saturated NaCl solution in detecting eggs of Ascaris lumbricoides p 0,002 and Trichuris trichiura p 0,002 . Mean of eggs that found by saturated sugar for A. lumbricoides was 3.346,9 gram and for T. trichiura was 149,2 gram. If these were compared with mean of eggs that found by saturated NaCl that was 1.385,2 gram for A. lumbricoides and 35,2 gram for T. trichiura, saturated sugar is better than saturated NaCl in detecting eggs of intestinal helminths. It was caused by saturated sugar rsquo s specific gravity can cover range of eggs rsquo specific gravity so eggs could float. Unlike saturated sugar, saturated NaCl could not float the eggs that have specific gravity more than solution rsquo s specific gravity. Therefore saturated sugar can be recommended to be used as a routine solution replaces saturated NaCl in stool examination flotation method.
2016
S70389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Muchamad Darmawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pemeriksaan kuantitatif telur Soil Transmitted Helminths STH pada tinja dengan menggunakan metode Kato-katz dinilai kurang sensitif dalam mendeteksi kecacingan derajat ringan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hasil efektivitas metode Flotasi dalam pemeriksaan kuantitatif telur cacing pada tinja. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 32 sampel tinja yang ada di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Masing-masing sampel diperiksa dengan metode Kato-katz dan metode Flotasi menggunakan larutan gula jenuh. Jumlah telur dilaporkan dalam satuan telur per gram kemudian dianalisis menggunakan program SPSS 20.0 dengan uji wilcoxon. Rerata jumlah telur Ascaris lumbricoides yang ditemukan dengan metode Kato-katz sedikit lebih tinggi dibandingkan metode Flotasi 3486 EPG vs 3346 EPG dengan perbedaan tidak signifikan p=0,391 . Rerata jumlah telur Trichuris trichiura yang ditemukan pada metode Kato-katz juga sedikit lebih tinggi dibandingkan metode Flotasi 162 EPG vs 156 EPG dengan perbedaan tidak signifikan p=0,501 . Metode Flotasi lebih unggul dalam mendeteksi askariasis 19 vs 12 dan trikuriasis 12 vs 9 derajat ringan dibanding metode Kato-katz. Selain itu, metode Flotasi murah dan mudah dikerjakan. Dengan demikian, metode Flotasi dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan kuantitatif telur STH pada tinja.
ABSTRACT
Quantitative examination of Soil Transmitted Helminths STH eggs in human stool using Kato Katz method has been considered less sensitive to detect low intensity of STH infection. The objective of this study was to find out the effectivity Flotation method for Quantitative Examination of STH eggs in human stool. The study used cross sectional design. Samples used were 32 human stool samples collected in Laboratorium of Parasitology FKUI. Each sample was examined by Kato Katz method and Flotation method using saturated sugar solution. Number of eggs were reported in Eggs per Gram then were analyzed using SPSS 20.0 with wilcoxon test. Mean of Ascaris lumbricoides eggs found by Kato Katz method was slightly higher than by Flotation method 3486 EPG vs 3346 EPG with insignificant difference p 0.391 . As well as mean of Trichuris trichiura eggs found by Kato Katz method was slightly higher than by Flotation method 162 EPG vs 156 EPG with insignificant difference p 0.501 . Flotation method was superior to Kato Katz method in detection of low intensity of ascariasis 19 vs 12 and trichuriasis 12 vs 9 . Besides, Flotation method is cheap and easy to be performed. Thus, Flotation method could be used as alternative quantitative examination of STH eggs in human stool.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Rizky Varcania
Abstrak :
Asam dokosaheksaenoat (docosahexaenoic acid / DHA) merupakan salah satu asam lemak omega-3 yang penting bagi manusia karena dapat mengurangi resiko penyakit jantung. Dalam usaha untuk memenuhi permintaan konsumen, saat ini telur yang diperkaya omega-3 sedang berkembang di pasaran. Mengingat harga telur jenis ini lebih mahal dibandingkan harga telur biasa, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar asam lemak omega-3 (DHA) yang terdapat dalam produk tersebut. Penelitian yang menggunakan metode kromatografi gas (KG) dengan kolom kapiler VB-Wax dan detektor ionisasi nyala (flame ionization detector / FID) ini telah berhasil divalidasi untuk mendeteksi dan menetapkan kadar DHA dalam telur. Kondisi KG yang digunakan adalah suhu terprogram dengan suhu awal kolom 130°C, kenaikan suhu 2°C/menit sampai 230°C (ditahan 20 menit), menggunakan helium sebagai gas pembawa dengan laju alir 2,0 mL/menit. Metode ini linier dengan koefisien korelasi 0,9998, dalam rentang konsentrasi 296,59 - 3559,10 ppm. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) DHA adalah 61,64 ppm dan 205,45 ppm. Metode ini divalidasi dengan koefisien variasi (KV) 1,47 ? 1,84% dan rata-rata perolehan kembali DHA (80,12 ± 0,65)%. Hasil dari validasi metode memenuhi untuk kriteria yang diberikan. Penerapan metode ini pada tiga sampel telur yang diperkaya omega-3 menunjukkan bahwa semua sampel mengandung DHA dengan kadar yang bervariasi, tergantung pengkonsumsian makanan yang mengandung omega-3 pada ayam yang menghasilkan telur tersebut. Kadar DHA dalam masing-masing sampel memenuhi kadar omega-3 total (ALA, EPA dan DHA) pada kemasan produk. Kadar DHA dalam sampel A (0,52 ± 0,006)%; sampel B (1,36 ± 0,03)% dan sampel C (1,28 ± 0,015)%.
Docosahexaenoic acid (DHA) is one of the omega-3 fatty acids which has many benefits for human because it may reduce the risk of heart disease. In an effort to meet consumers? demand, omega-3-enriched eggs has been developed in the market. Since the price of eggs are more expensive than regular eggs, we need to determine the concentration of omega-3 fatty acids (DHA) in that products. This study which using a gas chromatography method with a capillary column VB-Wax and flame ionization detector (FID) has been succeded validated for the detection and quantification of DHA in eggs. Gas chromatography was operated with programmed temperature, the initial column temperature was set at 130°C, increased by 2°C/min to 230°C (held for 20 min), used helium as carrier gas with flow rate 2,0 mL/min. This method was linier with coefficient of corelation 0,9998, in concentration range 296,59 - 3559,10 ppm. Limit of detection (LOD) and limit of quantification (LOQ) were 61,64 ppm and 205,45 ppm. This method was validated with coefficient variation (CV) 1,47 ? 1,84% and the average of recovery DHA was (80,12 ± 0,65)%. The result of validation method fulfiled for the given criteria. The application of this method of three samples of omega-3-enriched eggs showed that all samples contain DHA with variate concentration, depend on omega-3 diet in hen that produced eggs. The concentration of DHA in each samples fulfil with the total concentration of omega-3 (ALA, EPA and DHA) in products label. The concentration of DHA in sample A was (0,52 ± 0,006)%; sample B was (1,36 ± 0,03)% and sample C was (1,28 ± 0,015)%.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32752
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library