Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Education at Home Affairs Governmental Studies Institute must be avoided from bureaucracy ilness, such as power orientation, centralization, uniformity, unproductiveness, and over bureaucracy. Change should be done related to the issues of moral , ethics, work ethics, religiosity spirit, science, physical and attitude in order to produce driving force to conduct various better changes inside it and surround its environment and needs to analyze and reviewed.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah
Abstrak :
Penelitian ini mencoba memusatkan kajian kepada kemampuan Manajemen Diklat Departemen Tenaga Kerja, dengan menganalisis sejumlah faktor yang diduga sangat dominan mempengaruhinya, yaitu kemampuan penyelenggara, widyaiswara, peserta, perencanaan kebutuhan diktat, kurikulum, sarana dan parasana, serta danalpembiayaan diklat. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi, menganalisis sejumlah data, informasi, dan fakta dengan peneliti sebagai Human Instrument. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Manajemen Diktat pada Pusdiklat Depnaker ternyata belum menunjukan keberhasilan baik dari segi efektivitas maupun dari segi efisiensi penyelenggaraan Diklat. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor utama yang mempengaruhinya yaitu; lemahnya kemampuan profesional penyelenggara, widyaiswara, kondisi awal peserta, lemahnya proses seleksi, kurang jelasnya penjabaran identifikasi training needs dalam kurikulum, pengelolaan sarana dan prasarana serta kurang optimalnya dana yang dikelola. Dari kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka ada beberapa rekomendasi penting yang dapat disampaikan sebagai berikut : Pertama: Perlu dilakukannya reorientasi terhadap program Pusdiklat yang menitikberatkan kepada kemampuan sumber daya manusia Depnaker yang lebih profesional, perlu kerjasama dengan pihak swasta atau instansi lain dalam menganalisis kinerja lulusan yang ada saat ini. Kedua: Perlu peningkatan kemampuan Manajemen Diklat, terutama dalam rangka persiapan pelaksanaan Undang-Undang No, 22 Tahun 1999. Ketiga: Dipihak peserta perlu dilakukan semacam tes masuk dalam proses penentuan peserta sehingga proses tersebut berjalan transparan dan obyektif. Keempat: Perlu dikembangkan program diklat bagi peserta dengan biaya sendiri sesuai dengan Kepress No.38/1991, dan perlu dikembangkan sistem informasi manajemen SDM dilingkungan Depnaker dalam rangka perencanaan karir pegawai Depnaker dimasa yang akan datang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BPPK,
332 EDU
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Veithzal Rivai Zainal
Jakarta: Rajawali, 2010
371.2 VEI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aman Riyadi
Abstrak :
Keterbatasan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai anak sering mengakibatkan adanya kesalahpahaman. Hal tersebut diakibatkan karena kurang efektifnya penyebarluasan pengetahuan mengenai anak. Keterbatasan tersebut berawal dari tidak adanya kepedulian masyarakat terhadap pentingnya perlindungan terhadap anak sehingga masyarakat di Indonesia pada kenyataannya sering mengesampingkan permasalahan-permasaiahan yang timbul terhadap anak. Telah diketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-Hak Anak. Hal tersebut membawa konsekuensi bahwa Indonesia harus melindungi kepentingan dan hak anak sebagai manusia. Hak untuk memperoleh pendidikan ini tidak ada pembedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Selain itu setiap anak berhak memperoleh pendidikan tidak tcrkecuali bagi anak yang mengalami masalah dengan hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Adapun pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan harus diberikan pendidikan yang mengarah kepada pendidikan keterampilan hidup. Hal itu untuk dijadikan bekal hidup bagi anak-anak apabila mereka telah kembali kepada masyarakat. Pengelolaan pendidikan merupakan hal yang penting guna berhasil mencapai tujuan pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan. Pengendalian pola belajar merupakan hal yang positif dan sekaligus merupakan tindakan preventif. Oleh karena itu sekalipun Anak Didik Pemasyarakatan berada di dalam Lapas, mereka tidak boleh dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain. Dengan memperhatikan berbagai sumber dan kendala dalam proses pendidikan, diperlukan suatu pengaturan agar pendidikan untuk peserta didik dapat berguna dan dapat mencapai tujuan. Pengaturan tersebut dilakukan dengan membuat suatu manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan usaha untuk melakukan pengelolaan sistem pendidikan yang terdiri dari tahap-tahap yang harus dipenuhi, yaitu diawali dengan perencanaan, diikuti pengorganisasian, pengarahan, pelaksanaan, pcmantauan dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai tujuannya. Namun pada kenyataannya, manajemen pendidikan bagi Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena masih banyak hambatan-hambatan yang dihadapi proses pendidikan dalam rangka pembinaan.
People are often misunderstanding about children problems due to the limitation of the knowledge and awareness against them. These may caused by the ineffectiveness of dissemination of the children regime. The lack may come from the community it selves who do not really care about the importance of children protection, it is reflected in Indonesian society real life who always neglect the children issues. As it had been known that Indonesian had ratified the Convention on the Rights of the Child; constituted with the Presidential Decree number 36 11990 about the ratification of the protection of the child right and concern as human being. The right to have an education can not be discriminated between female and male concern. It is particularly for them who have a problem with the law, as stipulated in article 60 paragraph (2) of the Child Court Law number 31 1997. For the treatment of child prisoner must be emphasized to the vocational education, in order to help them in having a live skill and may be used as a foothold in life after their released. The education management is an important thing to succeed the purpose of the treatment of child prisoners. The learn pattern control is a positive and a preventive action as well. Hence, despite of the child prisoners placed in the institution, they shall not be separated from education. Education is a complex activity; contain with several components which have a strong linkage each other. Considering that many resources and obstacles in education process, it needs an arrangement so that they can use it and achieve the goal. This may form in a better management of education. Education management is an effort to carry out an education system which is contain with some steps fulfilled. It begins with planning, organizing, directing, actuating, controlling, and evaluating on proper school concern. However, in reality the education management for the child prisoner in Child Correction Institution in Kutoarjo seems to go unwell. It because many obstacles in educational process for the treatment concern.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Ery Rura P.
Abstrak :
Dalam rangka pengembangan SDM yang berkualitas dan pemanfaatan SDA secara efisien serta melakukan aktivitas tanpa mencemari lingkungan diperlukan pendidikan dan latihan. Lembaga Dildat yang mengelola untuk menatar guru-guru SMK adalah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG). PPPG Lingkup Dikdasmen terdiri dari 12 PPPG yaitu ada 6 PPPG lingkup kejuruan dan 6 PPPG lingkup non-kejuruan. PPPG Lingkup kejuruan mencakup PPPG Teknologi di Malang, Bandung, Medan. PPPG Kesenian di Yogyakarta, PPPG Pertanian di Cianjur, PPPG Kejuruan di Jakarta. PPPG Lingkup Kejuruan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan khususnya dalam instalasi pada kegiatan praktek sehingga menarik untuk diteliti baik aspek limbah dan gas buang yang dihasilkan maupun aspek sosial, yakni aspek pengetahuan, sikap, ketrampilan widyaiswara terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) Dit. Dikmenjur bersama Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan selama tahun 1997 sampai tahun 2001 terhadap implementasi PLH pada SMK menunjukkan belum optimal, artinya bahwa hasil pelatihan PLH di P PPG belum menghasilkan guru yang berkualitas sehingga perlu ditindaklanjuti melalui pengkajian ilmiah lewat suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan : (a) Untuk mengetahui peran PPPG Teknologi Malang. (b) Untuk mengetahui pelaksanaan PLH yang dimulai dan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai perbaikan tindak lanjut. (c) Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku serta penanganan limbah setelah memperoleh PLH di PPPG Asumsi Penelitian ini: (a) Peran PPPG Teknologi Malang dan Bandung belum optimal, (b) Penerapan pengelolaan dan cara/pola pelaksanaan program PLH di PPPG Teknologi belum optimal, (c) Pengetahuan, sikap dan ketrampilan widyaiswara setelah memperoleh PLH belum optimal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut sifat dasar penelitian ini menggunakan metode survei, hal ini dilakukan karena data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi dalam penelitian ini adalah PPPG Teknologi Malang dengan jumlah widyaiswara 40 orang, pengelola PPPG (Struktural} 5 orang, pelaksana 9 orang (middle) dan PPPGT Bandung dengan jumlah widyaiswara 40 orang (low), pengelola 9 orang (top) dan pelaksana 9 orang (middle). Kedua PPPG Teknologi tersebut mempunyai karakter yang sama, terutama bidang/program keahlian dan karakter asli lingkungan widyaiswara. Sedangkan penentuan sampel orang (widyaiswara dan pengelola PPPG Teknologi) yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling (acak bertingkat sederhana). Penerapan ISO-14001- SML digunakan sebagai standard ukuran dalam manajemen lingkungan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Peran PPPGT dalam pelaksanaan PLH: (a) Mengajarkan materi lingkungan hidup pada setiap program penataran di PPPGT Malang sebanyak 13 jenis pelatihan dengan 9 materi sedangkan di PPPGT Bandung sebanyak 12 jenis pelatihan dengan 6 materi, (b) Mengembangkan bahan ajar kejuruan yang terintegrasi dengan materi PLH di PPPGT Malang sebanyak 5 judul sedangkan di PPPGT Bandung 3 judul, (c) Membantu mengembangkan alat Bantu mengajar PLH di PPPGT Malang sebanyak 6 jenis sedangkan PPPGT Bandung 8 jenis, (d) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi PLH pada SMK sebesar 22,22%, dan tidak ada pelaksanan monitoring dan evaluasi sebesar 77,78% baik di PPPGT Malang maupun di PPPGT Bandung, (e) Ada kerjasama dengan institusi terkait 77,78% dan tidak ada kerjasama 22,28% di PPPGT Malang sedangkan di PPPGT Bandung ada keijasama (88,11%) dan tidak ada kerjasama (11,11%), (f) Menyusun laporan caturwulan tentang pelaksanaan PLH di PPPGT Malang seperti laporan dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 20%, dibuat dan tidak dilaporkan ke atasan sebesar 60%, tidak dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 20%, sedangkan di PPPGT Bandung laporan dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 33%, dibuat dan tidak dilaporkan ke atasan sebesar 44%, tidak dibuat dan dilaporkan ke atasan sebesar 22%. 2. Pengelola PPPGT dalam Pelaksanaan PLH: (a) Kebijakan PLH dalam bentuk tertulis dan dikomunikasikan PPPGT Bandung 67,35 % dan PPPGT Malang 46,66%, (b) Penyusunan Program PPPGT Malang 88,89% dan PPPGT Bandung 79,31%, (c) Pelaksanaan dan Operasional terdiri dari: (1) Struktur dan tanggung jawab untuk melaksanakan PLH di PPPGT Bandung 66,67% dan PPPGT Malang 55,56%, (2) Memperoleh DIKLAT PPPGT Malang 91,84% dan PPPGT Bandung 32,65%, (3) Komunikasi dalam pelaksanaan PLH di PPPGT Bandung 55,56% dan PPPGT Malang 44,44%, (4) Dokumentasi di PPPGT Malang 64,29% dan PPPGT Bandung 33,33%, (5) Bentuk pelaksanaan PLH di PPPGT Malang menunjukkan pada ke empat point diatas secara keseluruhan sebesar 73,33% dan PPPGT Bandung 62,07%, (d) Dampak PLH pada unit Bengkel sebesar 70% di PPPGT Bandung dan Malang sebesar 58,33%, (e) Membuat kebijakan Baru sebesar 100% di PPPGT Malang dan 71,43% di PPPGT Bandung. 3. Kinerja PPPGT dalam Pelaksanaan PLH: (a) Ada perubahan dalam melaksanakan hemat energi di PPPGT Bandung diungkapkan responden sebesar 6,12% sedangkan di PPPGT Malang 0%, (b) Usaha dan Upaya Penerapan Limbah Cair 87,50% di PPPGT Malang dan 50% di PPPGT Bandung, (c) Usaha dan Upaya Penerapan Pengelolaan Sampah 40% di PPPGT Malang dan 32,50% di PPPGT Bandung, (d) Kondisi setelah melaksanakan PLH 28,57 % di PPPGT Malang dan 20,41% di PPPGT Bandung, (e) Bentuk Kegiatan yang menunjang kegiatan pasca swiss contac Fungsi Institusi (Diklat) 60% di PPPGT Malang dan 40% di PPPGT Bandung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (a) Pelaksanaan peran PPPG Teknologi Malang dan Bandung dalam melaksanakan pendidikan lingkungan hidup belum optimal, hal ini dibuktikan bahwa enam peran tersebut, ada 3 peran yang kurang dilaksanakan, (b) Pengelolaan PLH di kedua PPPGT dalam melaksanakan PLH belum optimal baik kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan operasional, pemeriksaan dan tindakan perbaikan, tindakan manajemen, (c) kinerja PLH belum optimal baik penerapan hemat energi, penanganan limbah cab, padat kondisi PPPGT dalam melaksanakan PLH, kondisi PPPGT Pasca swisscontac.
Training and education are needed to develop the quality of human resources, to utilize natural resources efficiently, and to do activities without polluting the living environment. The institution that educates and trains senior high school teachers is the Center for Development of Vocational Teachers Training. The Directorate General of Primary and Secondary Education of Ministry of Education has 12 units of PPPG, which are divided into six vocational PPPGs and other six non-vocational PPPGs. There are three vocational PPPGs, which ones are the Technology PPPGs in Malang, Bandung and Medan. The other three are Art PPPG in Yogyakarta, Agriculture PPPG in Cianjur, and Skill Training PPPG in Jakarta. Activities held at PPPGs have the potential to pollute the environment, especially when they do practices. It is interesting to study this potential and the social aspect of the school environment, such as knowledge, attitude, and skills of trainers regarding the environment. Monitoring and evaluation done by Directorate of Secondary and Vocational Education and Education in Center for Development of Vocational Teachers Training in 1997-2001 show that environmental education for Vocational Senior Secondary School has not been optimum. This means that the trainings in PPPGs have not produced qualified teachers, so that it needs further in depth-study. This research aims to: (a) know the role of Technological PPPG in Malang. (b) Know the PLH execution started from policy, planning, implementation, evaluation and action plan for improvement (c) know knowledge, behavior and attitude and also the management of disposal after obtaining PLH in PPPG. These research assumptions are as follow: (a) the role of Technological PPPG in Malang and Bandung is not yet optimal, (b) Applying of management and way of PLH program implementation pattern in PPPGT is not yet optimal, (c) Knowledge, attitude and skill of trainees obtaining PLH are not yet optimal. This research uses descriptive research method with qualitative approach.. According to its nature, this research uses survey method, because it is conducted under limited data. In that can be collected in a relatively considerable amount of cases. Population in this research is Technological PPPGT in Malang which has 40 trainers (Widyaiswara), 5 PPPGT organizers, 9 executors and PPPGT Bandung which has 40 trainers, 9 PPPGT organizers, 9 executors. Both of the Technological PPPG have the same characters, especially in area/membership program and original characters of widyaiswaras determination of people sample (PPPGT organizer and widyaiswara) to be the respondents in this research is conducted by stratified random sampling (high rise random modestly). ISO-14001- SML applicantion is used as it is a standard measurement in environmental management. The Results of the research are as the follow: 1. The role of PPPGT in PLH implementation : (a) Teaching environment items in each upgrading program in PPPGT Malang 13 training types by 9 items while in PPPGT Bandung counted 12 training types by 6 items, (b) Develop vocational teaching materials which integrated with PLH items in PPPGT Malang counted 5 titles while in PPPGT Bandung 3 titles, (c) Assist to develop tools to teach PLH in PPPGT Malang counted 6 types while PPPGT Bandung 8 types, (d) evaluation and monitoring PLH at SMK equal to 22,22%, and there are no monitoring and evaluation equal to 77,78% either in PPPGT Malang and also in PPPGT Bandung, (e) There is cooperation with related/relevant institution 77,78% and there no cooperation 22,28% in PPPGT Malang while in PPPGT Bandung there is cooperation (8 8,11%) and there no cooperation (11,11 %), (f) Compile report for four months period about PLH implemented in PPPGT Malang like report made and reported to superior equal to 20%, made but not reported to superior equal to 60%, not made and not reported to superior equal to 20%, while in PPPGT Bandung report made and reported to superior equal to 33%, made but not reported to superior equal to 44%, not made but reported to superior equal to 22%. 2. PPPGT Organizers in PLH management: (a) Policy of PLH in the form of written document and communicated by PPPGT Bandung 67,35 % and PPPGT Malang 46,66%, (b) Compilation of PPPGT Malang program 88,89% and PPPGT Bandung 79,31%, (c) Implementation and operation consist of: ( 1) Structure dan responsibility to PLH implementation in PPPGT Bandung 66,67% and PPPGT Malang 55,56%, ( 2) Obtaining PPPGT Malang training 91,84% and PPPGT Bandung 32,65%, ( 3) Communications in PLH implementation in PPPGT Bandung 55,56% and PPPGT Malang 44,44%, (4) Documentation in PPPGT Malang 64,29% and PPPGT Bandung 33,33%, (5) Form of PLH implemented in PPPGT Malang show at four points above the whole, equals to 73,33% and PPPGT Bandung 62.07%, (d) PLH impact on Workshop unit equals, 70% in PPPGT Bandung and Malang equals 58,33%, (e) Make new policy equals 100% in PPPGT Malang and 71,43% in PPPGT Bandung. 3. PPPGT performance in PLH implementation: (a) There is a change in executing to economize energy in PPPGT Bandung laid open by respondents which is equal to 6,12% while in PPPGT Malang 0%, (b) the Effort and Effort Applying of Liquid Waste 87,50% in PPPGT Malang and 50% in PPPGT Bandung, (c) the Effort and Effort Applying of Management of garbage is 40% in PPPGT Malang and 32,50% in PPPGT Bandung, (d) the Condition of after PLH implementation 28,57 % in PPPGT Malang and 20,41% in PPPGT Bandung, (e) Form of Activity which supporting activity of Function Institution post Swisscontact (training) 60% is in PPPGT Malang and 40% in PPPGT Bandung. The conclusions, of this research are: (a) The role of PPPGT Malang and Bandung in implementing education of environment is not yet optimal, there are 3 not implemented, (b) The management of PLH of both PPPGTs regard PLH implementation not yet optimal whether in policy, planning, operation and implementation, action and evaluation, or management action, (c) PLH performance is not yet optimal whether in applying o f energy, liquid, the management of disposal, is condition of PPPGT in PLH implementation, condition of PPPGT post Swiss contact.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakir Kaoy
Abstrak :
Keberadaan Tenaga perawat merupakan suatu indikator dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu. Begitu pentingnya masalah ketenagaan ini, maka ditetapkan bahwa program pendidikan tenaga kesehatan dipacu untuk menghasilkan tenaga kesehatan, baik dari aspek jumlah maupun jenis, dengan mutu yang memadai sesuai dengan kebutuhan program. Untuk menghasilkan prestasi belajar peserta didik yang baik, maka, peneliti berupaya menggali lebih dalam tentang pelaksanaan fungsi menajemen pendidikan yang menyangkut dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating) dan pengendalian (controling) di SPK Pemda Kabupaten Pidie. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pelaksanaan fungsi manajemen pendidikan dalam hubungannya dengan prestasi belajar siswa pada penyelenggaraan pendidikan SPK Pemda Kabupaten Pidie. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Perawat Kesehatan Pemda Kabupten Pidie terhadap delapan orang informan (1 orang Kepala Sekolah dan 7 orang kepala unit) dan 30 orang guru SPK Pemda Kabupaten Pidie sebagai responden. Desain Penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional. Analisis yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendukung hasil kuantitatif. Variabel yang diteliti adalah fungsi manajemen pendidikan yang meliputi: Perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan untuk melihat keeratan hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Rhospearman, sedangkan untuk melihat gambaran yang mendalam tentang pelaksanaan fungsi manajemen oleh pimpinan SPK Pemda Kabupaten Pidie digunakan content analysis. Hubungan antara fungsi manajemen dengan prestasi belajar siswa, hanya dilihat pada seberapa baik pelaksanaan masing-masing fungsi manajemen dan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan fungsi manajemen pendidikan di SPK Pemda Kabupaten Pidie baik. Hal ini didukung juga oleh hasil content analysis yang menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi manajemen di SPK Pemda Kabupaten Pidie adalah baik. Dari hasil uji korelasi Rho-Spearman menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara variabel Planning dengan Organizing (r = 0.805), Organizing dengan Controlling (r = 0.732), dan Planning dengan Controlling (r = 0.629). Namun dari hasil analisis prestasi belajar ternyata prestasi belajar siswa belum baik. Untuk itu faktor siswa sangat perlu di beri perhatian lebih serius dan faktor manajemen masih perlu ditingkatkan.
Education Management Function Analysis Related to Students Learning Performances Achievement of Pidie District Nursing School Sigh, Pidie, Aceh in 1999The existences of nurse are one of the quality health services indicators. The important of nursing manpower encourage the effort to produce either the quantity, or quality of health manpower, based on health program needs. In order to achieve high student performance, the implementation of education management functions such as planning, organizing, actuating and controlling in Nursing School in Pidie District. The purpose of this research was to find out the pattern of the implementation of the management functions in Pidie District Nursing School. This research was conducted in Pidie Districts Nursing School, eight informants were interviewed deeply and 30 respondents answered the questionnaires. The design of this research was cross sectional; with quantitative and qualitative analysis. It was revealed that there was strong relation among all components. The strongest relation was between Planning and Organizing (rs = 0.805), Organizing and Controlling (rs = 0.732), and Planning and Controlling (rs = 0,629). In general, it was concluded that all four components of the education management functions were well-implemented in Pidie District's Nursing School. Hence, it was supported by content analyzes that the implementation of management function in Pidie District School Nursing were good, But the achievement of the student performance were still under expected. Based on those results it was suggested that there should be more focused on student, and also the management factor still need to be strengthened.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T3658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parus
Abstrak :
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar (SD dan SMP), menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengadakan hubungan-timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih-lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional adalah pendidikan umum dengan jenis Sekolah Menengah Umum/ SMU, dan pendidikan menengah kejuruan dengan jenis Sekolah Menegah Kejuruan/ SMK. Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan pada bidang tertentu dan mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja serta mengembangkan kemapuan profesional siswa. Dikaitkan dengan sistem pendidikan, program kejuruan terbagi dalam enam kelompok yaitu Kelompok Teknologi dan Industri (STM), Pertanian (SPMA), Pariwisata (SMKK), Kesejahteraan Masyarakat (SMPS), Bisnis dan Manajemen (SMEA), Seni dan Kerajinan (SMIK/SMKI). Dari enam kelompok tersebut terdapat 21 bidang keahlian yang terdiri atas 89 program keahlian (program studi). Pada saat kegiatan belajar-mengajar (KBM) berlangsung dan setelah siswa terjun ke dunia kerja SMK telah memanfaatkan sumber daya alam dan potensial mencemari lingkungan.. Untuk memenuhi tuntutan global akan tenaga kerja yang kompeten dan berwawasan lingkungan maka Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerja sama dengan Swisscontact membuat Konsep Pendidikan Lingkungan hidup pada SMK. Berdasarkan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) pada Sekolah Menengah Kejuruan (1996) organisasi pelaksanan pengelola PLH pada Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) adalah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pusat Pengembangan PLH untuk SMK, Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi, dan SMK. Konsep ini dibuat agar pengelola PMK dapat melaksanakan perannya untuk mendukung pelaksanaan PLH di SMK. Sedangkan SMK diharapkan menyusun dan melaksanakan program PLH yang terintegrasi pada kegiatan kurikulum dan ekstrakurikuler, melaksanakan dan mengembangkan sekolah berbudaya lingkungan, serta menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan PLH di sekolahnya. Hasil monitoring dan evaluasi oleh Dikmenjur tahun 1997-2001 menunjukkan: (a) kurang kesadaran, pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai cerminan perilaku siswa yang rasional dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup; (b) tamatan SMK belum mempunyai sikap profesional sesuai tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Kedua hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PLH di SMK tidak optimal sehingga tujuan PLH pada SMK tidak tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mengambil judul Optimalisasi Pengelolaan PLH pada Pendidikan Menengah kejurauan (Studi Kasus : Kelompok Teknologi dan Industri pada SMK Negeri Jakarta). Dalam proses tidak tercapainya tujuan tersebut di atas, peneliti membatasi permasalahan dan sekaligus mengasumsikan bahwa : (a) peranan stakeholder PMK dalam upaya pelaksanaan PLH di SMK negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal; (b) Peranan pengelola dan cara/pola pelaksanaan program PLH di SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal. (c) Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. (d) Pencapaian pola pelaksanaan program PLH yang optimal di SMK kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta dapat dibuat melalui pelibatan seluruh stakeholder PMK, dan menerapkan manajemen pengelolaan lingkungan dan pencapaian kinerja PLH. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Hal ini mengingat data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi sekolah negeri kelompok teknologi dan industri di Jakarta berjumlah 12 SMK. Penentuan sampel sekolah dengan cara purpose sampling sejumlah 6 SMK (50%). Sedangkan penentuan sampel warga sekolah dilakukan dengan cara stratified random sampling yakni dengan cara diundi. Responden terdiri dari 6 (enam) orang kepala sekolah, 33 guru, dan 226 siswa (5% dari 4490 jumlah keseluruhan siswa). Di samping itu 6 (enam) respoden dari stakeholder PMK ditetapkan sebagai key informan yaitu masing-masing 1 orang dari Direktorat PMK, Pusbang PLH, PPPG Teknologi Malang, Balai Penataran Guru, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, dan Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, kuesioner, diskusi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan stakeholder PMK maupun SMK sebagai pelaksana PLH belum optimal. Hal ini dibuktikan : 1. Kurangnya komitmen, koordinasi, dan evaluasi stakeholder PMK terhadap pelaksanaan program PLH secara terus-menerus (kontinyu), belum adanya tim dan program PLH pada Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, Balai Penataran Guru, dan Dinas Pendidikan Kotamadya DKI Jakarta. 2. Pada SMK bahwa : (a) dari 6 (enam) kepala sekolah yang telah menyusun program kerja PLH, belum satu pun yang membuat kerangka kerja dan peniaian keberhasilan pelaksanaan PLH di sekolah; (b) dari 33 responden guru baru 7 orang (21,21%) yang pernah mengikuti pelatihan PLH. Dengan kondisi seperti itu, kemampuan mengajar guru dalam tranformasi materi L-I menjadi faktor penghambat dan sekaligus mempengaruhi kemampuan mengajar dan pengusaan materi LH yang diajarkan. Selain itu panduan/ Cara pengintegrasian materi lingkungan hidup ke dalam materi bidang keahiian menjadi kendala akibat keterbatasan SDM tenaga pengajar. 3. Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. 54,16% responden menyatakan bahwa pengetahuan lingkungan hidup lebih banyak diperoleh dari luar sekolah, 35,84% diperoleh di sekolah. Sedangkan bentuk dan sifat pengetahuan lingkungan mencakup pola bersih (34,51%), pengetahuan umum (29, 65%), dan perilaku peduli terhadap lingkungan (17,70). Sikap dan keterampilan siswa terhadap pengelolaan limbah hasil praktikum menunjukkan rata-rata sedang (53,54%) artinya bahwa hasil praktikum dibuang langsung pada saluran pembuangan, kategori tinggi ( 38,94 %) memiliki arti bahwa limbah hasil praktikum dibuang pada wadah yang sudah disediakan, kategori rendah (7,97%) memiliki arti bahwa limbah tidak di kelola. 79,65% siswa juga menyatakan bahwa pelaksanaan PLH di sekolah belum memadai dan tidak efektif, sedangkan 20,35% menyatakan efektif. 4. Dalam mencapai optimalisasi pengelolaan PLH di SMK Negeri kelompok teknotogi dan industri Jakarta . dapat dilakukan melalui pelibatan stakeholder PMK dan melaksanakan peranannya masing-masing. sedangkan SMK dapat meningkatkan pelaksanaan PLH melalui: (a) penerapan manajemen lingkungan (Plan, do, check, dan action); (b) pencapaian kinerja PLH yang meliputi integrasi materi lingkungan pada kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, penampilan sekolah, sikap dan perilaku yang baik seluruh warga sekolah terhadap lingkungan hidup. E. Daftar Kepustakaan : 23 (1982-200)
Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programms at The Public Vocational High Schools in Jakarta)The purpose of secondary education is to continue and expand the basic education of primary school and junior secondary school, to develop the students ability as members of the society to interact with social, men-made, and natural environment, to develop the students knowledge to continue their studies to higher levels of education. The secondary education managed by the Ministry of National Education consisting the general secondary education namely the general high school (SMU) and the vocational secondary education or the vocational high school (SMK). Vocational high school provides priority to expanding specific occupational skills and emphasizes on the preparation of students to enter the workforce and expanding their professional attitude. As explained in the education system, vocational program is devided into six groups, i.e Technology and Industry, Agriculture and Forestry, Tourism, Community Welfare, Business and Management, and Art and Handicraft. Based on the six groups there are 21 streams consisting of 89 study programs. During the activities in the classroom and in the workplaces, the schools have included in natural resources utilization also its potential in contaminating or polluting to environment. To employ with the global needs of workers with a competence including their environment outlook, the Directorat of Technology Vocational Education in collaboration with the Swisscontact have prepared the Concept of Environmental Education for The Vocational High School. Based on The Concept of Environmental Education (EE Concept) at The Vocational High School (1996), the stakeholders are The Directorat of Technology Vocational Education (DTVE), Vocational Education Development Center (VEDC) Malang as The Development Center of EE, 6 Vocational Teacher Upgrading Centers, Ministry of National Education of DKI Jakarta, and The Vocational High School (SMK). The Concept of EE was made in order to enable the stakeholders to support the implementation of EE at The Vocational High School. The school is expected to arrange and to carry out the EE programs integrated in the activities of curriculum and extracurriculum, to conduct and develop an environmental-cultured school, and also to arrange and submit the report of EE implementation. The Monitoring and Evaluation by DIVE in 1997 - 2001 proves that the implementation of EE at SMK was not optimal so that to purposes are not reached, such as : (a) the students lack of awareness, EE outlook, and skills as reflections of their rational and responsible behavior towards environment, (b) the graduates from SMK don't have profesional attitude yet, demande by environmental development. Therefor, the writer took the title : Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programs at The Public Vocational High Schools in Jakarta). Because the purposes are not reached, the writer make some limits of the problems and assumptions : (a) the role of SMK stakeholders in the effort of EE implementation at SMK (technology and industrial program) is not optimal yet; (b) the role of managers and the methods of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta is not optimal yet; (c) Knowledge, attitude and skills of the students after learning about EE is not optimal yet; (d) the optimal reaching of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta could be attained by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education, application of environmental management, and EE performance achievement. The method used in this research is survey method, due to limited data from relatively large amount of cases. The Population of Public Vocational High School (technology and industrial program) in DKI Jakarta are 12 school. The method of determining the sample is purpose sampling, that is six SMK (50%). The members of school sampling done by stratified random sampling. The respondents are 5 principals, 33 teachers, and 226 students (5% out of 4490 (total number of students)). Besides, there are 6 key informants from the SMK stakeholders : 1 person from DIVE, Development Cenyer of EE, VEDC Malang, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta. The research instruments are observation, questionairs, discussions, and interview. The result of study proves that the implementation of EE at SMK done by stakeholder of Vocational Secondary Education and the schools are not optimal. The proofs are : 1. The stakeholders show a lack of commitment, coordination and evaluation in conducting EE program continuosly. Besides, Dinas Pendidikan Propinsi DIU Jakarta, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta have no EE team and no EE program. 2. SMK shows that : (a) among 6 principals which have made the EE operational program, no one makes work framework and assesment of EE achievment; (b) only 7 teachers (21,21%) out of 33 teachers who teach EE had been through EE training. in this condition, the ability of teachers in transforming the knowledge of environment becomes an obstacle and also influences their teching-learning and mastering the subject materials. Besides, the guidelines of integrating environment knowledge materials to the special skill materils are costraint by the lack of human resources. 3. The knowledge, attitude, and skills of SMK (technology and industrial students.program) , after having EE, are not optimal. 64,16% respondents said that they knew more about environment from society activities, 35,84% at school activity. However the knowledge consist of sanitation (34,51%), general idea about environment (29,65%) and attitude towards environment (17,70%). The attitude and skills of the students about waste management of laboratory work is fare (53,54%), that means that the waste of laboratory work damp to the sewage, the high category (38,94%) that means that the waste of laboratory work throw on garbage cane, the lower category (7,97%) that means that the waste doesn't managed. 79,65% the Students explained that the implementation of EE isn't optimal and ineffective, but 20,35% state effective. 4. In reaching of the optimizing of managing EE at the Public Vocational High Schools (technology and industrial program) can be done by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education. The schools can improve the. conduct of EE through : (a) application of Environment Management (plan, do, check, action); (b) EE performance achievement including integration of the environment material to intra curriculum and extracurriculum activities, school appearance, and good behavior and attitude of all members of the school toward their environment. E. Number of References 23 (1928-2040)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agussalim
Abstrak :
Untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah propinsi Tingkat I Lampung selaku sumber daya manusia birokrasi, agar lebih profesional dalam bidang tugasnya dan memiliki kinerja dengan baik, maka diperlukan suatu pembinaan dan pengembangan atau penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang semakin efektif dan efesien, memuaskan dan kompetitif dalam era globaliasi. Penelitian atau kajian ini menyangkut "bagaimana sistem efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu kinerja organisasi aparatur pemerintah daerah Propinsi Tk I Lampung?. Dalam kajian ini lebih di utamakan menganalisis bagaiamana sistem penyelenggaraan diktat Pemda Propinsi Tk.I Lampung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang sering berkaitan satu sama lainnya. Penelitian ini berawal dari kajian analisis yang terdiri : Efektivitas Penyelenggara Diklat Efektivitas Widya/swara Efektivitas Perencanaan Kebutuhan Diktat Efektivitas Kurikulum Efektivitas Sarana Efektivitas Biaya / Dana Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel tersebut dilakukan penelitian laparngan melalui kajian pustaka dan dokumen-dokumen, melalui prosedur yang diajukan kepada responden yaitu Alumni Diktat 16 orang dan Peserta Diktat 24 orang yang diolah berdasarkaan perhitungan kuantitatif dan dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif. Berdasarkan kajian teori yang relevan, serta analisis data dan temuan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Pemda Prop. Tk.I Lampung masih belum optimal dan masih terlalu banyak terdapat kekurangan-kekurangan sebagai salah satu wadah pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan. Keadaan ini dapat dilihat dari penyelenggara diktat, widya/swara, perencanaan kebutuhan diktat, kurikulum, sarana dan prasarana, biaya/dana. Indikasi-indikasi yang kurang sempurna pada pelaksanaan penyelenggaraan Diktat Pemerintah Propinsi Tk I Lampung tersebut dalam memberi konsekwensi yang kurang sempurna pada kinerja organisasi Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tk.I Lampung. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ditemukan maka secara khusus penulis mengajukan rekomendasi yaitu Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Lampung. Upaya ini antara lain ditempuh melalui peningkatan sistem penyelenggara Diktat, Widyaiswara, Perencanaan Kebutuhan Diktat, Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Biaya/Dana.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Farlina
Abstrak :
Mual muntah merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan anak dengan kanker dalam menjalani kemoterapi. Gejala mual muntah timbul akibat efeksamping kemoterapi. Karya Ilmiah akhir ini bertujuan memberikan gambaran praktek spesialis dalam mengaplikasikan model konservasi Levine pada asuhan keperawatan anak kanker yang menjalani kemoterapi. Model konservasi Levine menggunakan prinsip konservasi dalam penerapannya meliputi konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial. Aplikasi model konservasi Levine tertuang dalam lima kasus terpilih dengan masalah keperawatan adalah mual, defisit nutrisi, risiko defisit nutrisi hipertermia, gangguan mobilitas fisik, gangguan citra tubuh, perfusi perifer tidak efektif, risiko infeksi, risiko perdarahan, dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Edukasi manajemen mual muntah bebasis pembuktian ilmiah dalam standar operasional prosedur (SOP) digunakan sebagai salah satu rekomendasi intervensi keperawatan untuk menurunkan kejadian mual muntah anak dalam memenuhi kebutuhan nutrisi. Karya ilmiah ini merekomendasikan teori model konservasi Levine dapat diaplikasikan pada asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang menjalani kemoterapi. ......Nausea and vomiting is most common symtoms in children with cancer undergoing of chemotherapy. Nausea and vomiting is a symptom on side effect of chemotherapy. The aim of this final assignment was to provide an overview of nurses specialist practice by applying Levine conservation model in nursing care of children with cancer who are experiencing nutrition problems.The Levine conservation model used four principles to applied in nursing care, including energy conservation, structural integrity, personal integrity, and social integrity. The Levine Conservation Model was applied in five selected cases with the nursing problems found was nausea, nutrition deficit, nutrition deficit risk, hyperthermia, physical mobility disorders, body image disorders, risk of infection, ineffective peripheral perfusion, risk of bleeding, and growth and development delay disorder. The management education of nausea vomiting is evidence based practice through Operational Standard Procedure Analysis (SOP) to used as a recommendation of nursing intervention to decrease the incidence of nausea vomiting in children’s nutrition needs. This final assignment recommended that Levine Conservation model theory can be applied to nursing care in children with cancer undergoing of chemotherapy.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>