Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggoro Cahyo Fitrianto
Cibinong, Bogor: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, Bakosurtanal, 2008
333.917 ANG p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Rara Eulis Hendraswati
Abstrak :
Cikoromoy merupakan obyek wisata alam dengan komoditas wisata utamanya adalah perairan darat atau biasa disebut obyek wisata tirta. Kabupaten Pandeglang sebagai daerah tujuan wisata utama di wilayah Propinsi Banten berusaha mengoptimalkan potensi-potensi wisata yang dimiliki antara lain adalah obyek wisata Cikoromoy. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai ekonomi sumber daya wisata Cikoromoy dari sisi demand pengunjung. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian ekonomi sumber daya wisata Cikoromoy, maka dapat ditentukan hal-hal harus diperbaiki atau perlu diadakan agar mampu meningkatkan kepuasan / utility pengunjung sehingga frekuensi kunjungan wisata ke Cikoromoy meningkat. Pada penelitian ini jumlah responden yang diobservasi adalah 197 orang wisatawan. Dengan menggunakan metode Travel Cost Method dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisata Cikoromoy adalah biaya perjalanan, waktu perjalanan, pendapatan, zona asal pengunjung, persepsi mengenai Cikoromoy sebagai bagian dari Gunung Karang berfungsi mengurangi polusi dan persepsi fungsi ekologi bahwa ekosistem Gunung Karang termasuk didalamnya Cikoromoy membantu mengurangi efek global warming. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai WTP wisatawan Cikoromoy adalah Rp 4.651, sedangkan harga tiket masuk Cikoromoy saat ini adalah Rp 2.000, terdapat selisih sebesar Rp 2.651,- per harga tiket per orang. Dengan memberikan peningkatan mutu layanan dan jenis fasilitas dalam kawasan wisata Cikoromoy maka akan meningkatkan kepuasan / utility pengunjung sehingga pada akhirnya nilai willingness to pay juga akan meningkat. Nilai WTP inilah yang dapat dijadikan alternatif dasar penentuan tarif tiket masuk yang baru.
Cikoromoy is one of eco-tourism destinations whose main commodity is land water or known as water tourism. Pandeglang District, the major tourism destination in Banten Province, had optimized its tourism competency such as Cikoromoy water tourism. This research tried to estimate economic value of Cikoromoy water tourism based on visitor's demand. There is a need to identify factors that influence economic value of Cikoromoy water tourism in order to improve visitor's satisfaction and to increase visiting frequency to this resort. This research had 197 respondents as the same as visitors to Cikoromoy water tourism. Travel Cost Method has been used to identify factors that influence visiting frequency to this resort such as travel cost, travel schedule, income, visitor's place of origin, visitor's perception on Cikoromoy, and visitor's knowledge on other tourism destinations as a substitute to Cikoromoy. The result of WTP value of Cikoromoy visitor's was Rp 4,651 while the present entrance ticket was Rp 2,000 there was a gap of Rp 2,651 in each person. By improving the quality of hospitality and varied facilities in Cikoromoy, it will improve the visitor's satisfaction and increase the willingness to pay among visitors. The WTP value can be used as an alternative to consider the basis of new entrance ticket.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26309
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Nur
Abstrak :
ABSTRAK
Taman Rekreasi Wiladatika (TRW) memiliki manfaat terukur (tangible) dan manfaat tidak terukur (intangible). Manfaat tangible adalah nilai uang yang dihasilkan oleh TRW sebagai salah satu sumber pendapatan pengelola TRW. Sedangkan manfaat intangible adalah manfaat immaterial atau tidak dapat diraba namun dapat dirasakan seperti pemandangan taman, udara yang bersih dan kondisi lingkungan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai ekonomi TRW dan mengevaluasi tawaran dari konsorsium perusahaan swasta nasional. Jumlah responden yang diobservasi berjumlah 200 orang. Dengan pendekatan biaya perjalanan (travel cost method) diperoleh nilai willingness to pay (WTP) terhadap obyek wisata TRW sebesar Rp. 28.302,- per individu per kunjungan. Nilai ekonomi TRW adalah Rp. 7.428.850.470,- yang diperoleh dari hasil perkalian nilai WTP dengan jumlah wisatawan dalam satu tahun. Nilai WTP individu tersebut dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga tiket masuk. Namun keuntungannya harus dapat digunakan untuk menjaga dan melestarikan keberadaan ekosistem TRW. Dari perhitungan pendapatan dan pengeluaran yang diterima oleh pengelola TRW, seharusnya pengelola Taman Rekreasi Wiladatika mendapatkan pendapatan sewa lebih dari Rp 6.274.670.000,- per tahun.
ABSTRACT
Wiladatika Recreation Park has measurable benefits (tangible) and intangible benefits (intangible). Tangible benefit is worth the money generated by Wiladatika Recreation Park as one of revenue source for the Wiladatika Recreation Park management. While the intangible benefits are advantages in the form of immaterial or can not be felt but could be perceived as unique, beautiful park scenery, clean air and good environmental condition. The aims of this study are to estimate the economic value and evaluate rents utilization of Wiladatika Recreation Park. Using the travel cost method we obtained that the willingness to pay (WTP) for tourist attractions in Wiladatika Recreation Park is IDR 28,302 - per individual per visit. The economic value of Wiladatika Recreation Park is IDR 7.428.850.470. This value is resulted by multiplying WTP and the number of tourists in a year. WTP value can be considered to raise the price of admission, However profit obtained should be used to maintain and preserve the Wiladatika Recreation Park ecosystems. Based on the calculation of income, the value of investments, assets under management and estimated operating costs of the company, the Wiladatika Recreation Park management possibly could obtain income more than IDR 6.274.670.000 per year.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T38648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suri Nurul Alida
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai biomassa dan cadangan karbon hutan magrove, nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove, dan untuk mengidentifikasi kontribusinya terhadap masyarakat di kawasan ekosisten hutan mangrove serta untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan potensi hutan magrove di Gampong Kuala Langsa, Kabupaten Langsa Barat, Kota Langsa, Aceh. Penelitian ini dilakukan pada November 2016 sampai dengan Februari 2017. Cadangan karbon dihitung dengan menggunakan persamaan alometrik umum untuk tanaman mangrove. Nilai ekonomi total diterapkan untuk memperkirakan nilai ekonomi berdasarkan manfaat ekosistem hutan mangrove. Hasil penghitungan kandungan karbon diketahui bahwa ekosistem hutan mangrove Kuala Langsa menyimpan 1.119.791,32 ton C/ha, dengan 99 cadangan karbon tersimpan di dalam tanah. Hasil perhitungan nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove Kuala Langsa didapatkan nilai sebesar Rp.233.917.708.451 ndash; Rp.309.475.627.768 per tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa interpretasi skor tingkat persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan potensi hutan mangrove tergolong sangat baik 81,78, yang artinya masyarakat sudah sangat memahami manfaat akan keberadaan hutan mangrove dan pentingnya hutan mangrove karena fungsi ekosistemnya dan ketergantungan masyarakat terhadap hasil sumberdaya alamnya, seperti ikan, tiram, kerang, kepiting, dan udang guna kepentingan pasar dan konsumsi pribadi.
The purpose of this study is to estimate the economics value of mangrove forest ecosystem, and to identify its contribution to the society and to analyze local people rsquo s perception on the excistence and the potential of mangrove forest ecosytem in Gampong Kuala Langsa, District of West Langsa, Langsa City, Aceh. This study has been conducted in November 2016 until February 2017. The calculation of carbon content is known Kuala Langsa mangrove ecosystem which is maintained 1,119,791,32 ton C ha. The method of economic valuation was applied to estimate the economic value based on the benefits of mangroves forest ecosystem. The calculation result of economic value of mangrove forest ecosystems was about Rp.233.917.708.451 Rp.309.475.627.768 per year. The result of community perception analysis shows that the perception of public perception score on the existence and potential of mangrove forest is very good 81,78 . This mangrove forest ecosystem also has a large contribution to the community in this area as residential areas and sources of income such as oysters, shellfish, crabs, and shrimp. They were already aware the importance to protect mangrove forests because of its ecosystem function as land protection and their dependency on the natural resources potential of mangrove ecosystem, such as oysters, clams, crabs, and shrimps for market purpose or private consumption.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T50270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Maulana
Abstrak :
Tema utama dari penelitian ini adalah mengenai perubahan istilah fiskal baru-baru ini untuk industri minyak dan gas Indonesia. Indonesia bukanlah negara kaya minyak atau negara kaya gas, tetapi tingkat konsumsi meningkat tajam dibandingkan dengan tingkat produksinya. Salah satu masalah utama bagi pemerintah adalah rendahnya tingkat kegiatan eksplorasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengumumkan secara resmi Peraturan Menteri No.08/2017,  dan Peraturan Menteri No.052/2017; bermaksud untuk meningkatkan investasi minyak dan gas di Indonesia, dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas bagian produksi antara pemerintah dan kontraktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi apakah Gross Split lebih baik daripada PSC, dari perspektif pemerintah dan kontraktor. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Tango saat ini yang bertindak sebagai operator adalah PT. Tango Indonesia. Penelitian ini menilai bagi hasil kontraktor dan bagi hasil pemerintah di wilayah kerja Tango dan juga memeriksa perbandingan kualitatif untuk kedua fiskal dalam kontrak minyak bumi. Kriteria yang akan digunakan adalah dengan metode capital budgeting tradisional, untuk mendapatkan pemahaman nilai ekonomi dan potensi pendapatan dari wilayah kerja Tango. Selain itu, akan digunakan pula analisis sensitivitas bagi hasil kontraktor berdasarkan harga minyak dan profil produksi. Kesimpulannya bahwa regulasi yang sebelumnya memberikan hasil yang lebih menarik dari sudut pandang kontraktor. Sedangkan manfaat bagi pemerintah adalah mendapatkan bagi hasil yang lebih pasti dengan menggunakan metode Gross Split. ...... The main theme of this research is the recent change of fiscal terms for the Indonesian oil and gas industry. Indonesia is not an oil-rich country or a gas-rich country, but consumption level has been increasing sharply compared to its production levels. One of the main problems for the government is the low level of exploration activities. The Ministry of Energy and Mineral Resources announced officially the Ministerial Regulation No.08 / 2017, and Ministerial Regulation No.052 / 2017; intended to increase oil and gas investment in Indonesia, by increasing the efficiency and effectiveness of production sections between the government and contractors. This research goal is to provide information on whether Gross Split is better than PSC, from government and contractor perspective. This research is conducted in Tango Work Area currently acting as operator is PT. Tango Indonesia. This study assesses the contractor's share and government share in the Tango Work Area and also examines the qualitative comparison for both fiscal and oil contracts. The criterions that will be exercised are the traditional capital budgeting method, to gain an understanding of economic value and the potential income of Tango Work Area. This study also uses sensitivity analysis of contractor's share based on oil price and production profile. In conclusion, the previous regulation provided more interesting results from the contractor's point of view. While the most important benefit for government is having a more definite revenue share using the Gross Split method.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryanto Suryanto
Abstrak :
This study aims to obtain empirical evidence of disaster mitigation in Bantul, Indonesia. The expected utility theory and impact of regional characteristics on individual perceptions was used to describe the disaster risk management process. The regional mapping based on hazard level was conducted by a Geographical Information System (GIS). Data used in this research were primary and secondary data. Primary data were obtained by distributing questionnaire to some respondents. Sample amounts used were 395 respondents. The research empirical contribution was to economic valuation method used towards safety and efforts to link regional characteristics, individual perception and also their willingness to conduct mitigation. The research practical contribution was to identify some key obstacles in disaster risk management. Based on multiple regression analysis, this study found that educational level, risk aversion degree, trust towards earthquakeresistant building, control ability, income level, classification of hazard area contributes to higher Willingness To Pay (WTP) for mitigation. It also found that perception towards central governmental roles variable did not affect to WTP for mitigation. However, the income levels of the communities in Bantul positively correspond to WTP for mitigation suggesting that the findings were consistent with the expected utility theory.
Sebelas Maret University, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ambo Dai
Abstrak :
Bandara sebagai pusat pelayanan transportasi udara pada dasarnya merupakan lingkungan yang selalu berkembang seiring dengan kesibukan yang ada didalamnya. Operasi pesawat udara mengemisikan tingkat bising yang tinggi sehingga menurunkan kualitas lingkungan di sekitar bandar udara. Penurunan kualitas lingkungan ini diduga mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, sehingga menimbulkan biaya kesehatan dan biaya fisik yang harus ditanggung oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Mengetahui besarnya tingkat kebisingan di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan yang telah melampaui baku mutu yang ditetapkan, (2). Mengetahui pengaruh tingkat kebisingan yang telah melampaui baku mutu yang ditetapkan terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan fisik di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan, (3). Mengetahui pengaruh kebisingan terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan fisik dengan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar (Willingness to pay = WTP) jika tingkat bising di sekitar bandar udara dapat diturunkan sesuai baku mutu. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1). Tingkat bising di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan telah melewati baku mutu yang telah ditetapkan, (2). Terdapat pengaruh tingkat bising terhadap gangguan kesehatan masyarkat dan kerusakan lingkungan fisik di sekitar bandar udara Sepinggang Balikpapan, (3). Terdapat pengaruh gangguan kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan fisik dengan tingkat kesediaan membayar oleh masyarakat (WTP). Penelitian dilakukan di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan pada bulan Agustus 2001 sampai dengan Juni 2002. Dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan. Tahap pertama berupa pengumpulan data primer yang meliputi pengukuran tingkat bising. Tahap kedua, berupa survai sosial melalui wawancara dan pengumpulan data melalui kuesioner yang ditunjang dengan pengumpulan data sekunder di lokasi I, II yang terletak di RT. 14 dan RT. 15 Kelurahan Sepinggan dan lokasi III yang terletak di RT.52 Kelurahan Gunung Bahagia Kota Balikpapan, dengan jumlah responden sebanyak 50 responden untuk tiap-tiap lokasi sehingga total responden sebanyak 150 responden. Di dalam tahap ini juga diukur kondisi sosial ekonomi serta kesanggupan membayar (WTP) masyarakat untuk mengurangi tingkat bising. Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan metode statistik dan metode valuasi kontingensi (Contingent Valuation Method). Berdasarkan hasil pengukuran tingkat bising di lokasi I didapatkan nilai siang (Ls) sebesar 78,5 dB (A), malam (Lm) 45,3 dB (A) dan siang-malam (Lsm) 76,70 dB(A). Pengukuran di lokasi II pada siang (Ls) 66,70 dB(A), malam (Lm) 66,80 dB(A) dan siang-malam (Lsm) 69,10 dB(A). Pengukuran di lokasi III, pada siang (Ls) 69,40 dB(A), malam (Lm) 57,10 dB(A) dan siang-malam (Lsm) 68,00 dB(A). Berdasarkan hasil perhitungan WECPNL pada lokasi I, rekomendasi ICAO untuk lokasi I sangat berbahaya untuk mendirikan bangunan, kecuali permukiman kedap suara. Ketiga lokasi yang telah diukur telah melampaui baku tingkat kebisingan yang ditetapkan. Dampak bising terhadap gangguan kesehatan dan kenyamanan masyarakat di daerah penelitian dengan tingkat kedatangan pesawat yang tinggi adalah sulit tidur dan berkomunikasi (9,3%), sulit tidur, berkomunikasi dan pendengaran (32,7%), sulit berkomunikasi dan ketulian (8,7%), dan sulit berkomunikasi (16%), dan sulit berkomunikasi dan gangguan pendengaran (24,7%). Ketidaknyamanan responden terhadap tingkat kebisingan adalah sangat terganggu 30,66%, terganggu 62,66% dan cukup terganggu 6,66%. Kesimpulan bahwa 1) tingkat pengukuran tingkat bising di sekitar lokasi bandar udara Sepinggan Balikpapan telah melampaui baku mutu tingkat kebisingan yang ditetapkan, 2) Tingkat bising berpengaruh terhadap gangguan kesehatan dan lingkungan fisik di sekitar bandara udara Sepinggan Balikpapan dan 3) Dampak tingkat bising berpengaruh terhadap tingkat kesediaan membayar masyarakat di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan. Dengan menggunakan metode langsung, rata-rata tingkat kesediaan membayar masyarakat yang bermukim di sekitar bandar udara Sepinggan Balikpapan dalam daerah paparan bising adalah Rp. 357.800,00 per tahun. Dengan menggunakan metode tidak langsung, rata-rata pengeluaran biaya pengganti kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan fisik adalah Rp. 461.000,00 per tahun. Berdasarkan hasil survei bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat cenderung akan meningkat pada waktu-waktu yang akan datang khususnya pada saat pelaksanaan kegiatan embarkasi jamaah haji di bandar udara Sepinggan Balikpapan. Penulis menyarankan beberapa penyelesaian alternatif terhadap pengelolaan bising di bandar udara Sepinggan Balikpapan antara lain: 1) Penetapan jadwal penerbangan dengan jumlah frekuensi penerbangan pada siang hari lebih besar dari pada malam dan dengan tingkat bising di bawah baku mutu lingkungan, 2) Pihak pengelola bandar udara Sepinggan Balikpapan, Pemerintah Kota Balikpapan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat, perguruan tinggi dan pemerhati lingkungan secara bersama-sama membahas masalah bising dan getar dengan memperhatikan tingkat kesediaan membayar (WTP) guna mengurangi dampak bising dan getar, 3) Penggunaan jalur hijau dan pertamanan untuk dapat mereduksi tingkat bising yang tinggi terhadap masyarakat sekitar bandara, 4) Memperhatikan jarak ideal antara sumber bising dengan permukiman penduduk di sekitar bandara, 5) Menerbitkan dan meimplementasikan peraturan penetapan wilayah paparan bising lewat hukum serta membatasi tingkat bising maksimum yang diperbolehkan di daerah permukiman, 6) Hasil penelitian ini dapat dianggap sebagai tanggapan dari masyarakat yang ingin mendapatkan lingkungan yang sehat (bebas dari tingkat kebisingan di atas baku mutu lingkungan).
Economic Valuation of Noise Impact on Disturbances of Society Health and Physical Environment (A case: study of Noises Impact of Aircraft Operation on Disturbance of Society Health and Physical Environment around the Sepinggan Airport Balikpapan)Airport as a center of air-borne basically is an environment which grows along with their activities. The aircraft operation emits high noises decreasing the quality of environment around the airport. This decreasing environmental quality has negative impact on the disturbances of society's health and physical environment so that results cost of health and physical of which society have to carry on. The objectives of this research are : (1) to know the noise level which is over-limit of determination around the airport of Sepinggan Balikpapan, (2) to find out the influences of over-limit noise level on disturbances of society health and physical environment around the airport, (3) to know the willingness to pay of society for taking less of the noise. The hypotheses of this research are: (1) the over-limit noise level in Sepinggan airport Balikpapan, (2) influences of noise level on disturbances of society health and physical environment, (3) influences of the disturbances of society health and physical environment on their willingness to pay for the noise they carry on. This research had occurred around the airport of Sepinggan Balikpapan in August 2001 until June 2002. It was performed in two steps of activities. First, it was collecting primary data including measuring the noise level. The second one is a social survey including interview and collecting data through in questioners supported by collecting secondary data. In this step it was not only measured economic society but also their willingness to pay for taking less noise they carry on. The result data were analyzed by using statistical and contingent valuation methods. Based on the measurements of noise level was gained at midday (Ls) 78.5 dB (A) and night (Lm) 45.3 dB (A). On site I was resulted at midday (Ls) 78.5 dB (A), night (Lm) 45.3 and day-night (Lsm) 76.70 dB (A). On site II it is gained at midday (Ls) 66.70 dB (A), night (Lm) 66.80 and day-night (Lsm) 69.10 dB (A). On site III it is gained at midday 69.40 dB (A), night (Lm) 57.10 dB (A) and day-night (Lsm) 68.00 dB (A). Based on the WECPNL calculation followed by recommending ICAO that on site I was very dangerous for building structure without any support by noise reduction structure. The influences of noise level upon disturbances of society health living in the research area of which has highly aircraft arrivals include communication and sleeping-problem (9.3%), sleep disturbances, communication and hearing diseases (32.7%), difficult to communicate and deaf (8.7%), difficulty communication (16%), and difficulty communication and hearing disturbances (24.7%). The respondent's uncomfortable on this noise level is highly annoying (30.66%), annoying (62.66%), and annoying enough (6.66%). This research concludes that: 1). based on measurement results shows the noise level is over-limit of determination around the airport of Sepinggan Balikpapan, 2). noise level around the airport has influences on the disturbances of society health and physical environment, 3). all around the airport of Sepinggan Balikpapan noise level has close relations with the society's willingness to pay who live in around the airport. The average of society's willingness to pay for taking less the noise on site I is Rp. 455,000.00, site II is Rp. 325,000.00, and site III is 251, 000.00. It takes overall average of Rp. 347, 000.00. Meanwhile, in using indirect method (replacement cost) on site I is Rp. 548,000.00, site II is Rp. 434,050.00 and site III is Rp. 372,000.00 The overall average is Rp. 451,350.00. Based on this research , writer suggests : 1). high decrease of noise on aircraft must be taken by choosing aircraft's machines and equipment which produce low noise providing a comfortable life for society live in around the airport of Sepinggan Balikpapan, 2). Exploring green-line and gardening to be able to reduce the high noise around the airport, 3). Considering an ideal distance between the noise sources and people's residence around the airport, 4). Establishing a regulation of area determination and an safety area of noise through in law followed by making a noise maximum standard which is permitted in residence area, 5). it's time to consider this research as a response of society who want get healthy environment (free of high noise which disturbs the environmental quality).
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Jamadin F.
Abstrak :
Daerah Kelurahan Antapani Kidul Cicadas sebagaimana daerah lainnya di Bandung, sudah lama dilanda persoalan kekurangan air bersih. Hal ini terlihat dengan semakin tidak teraturnya debit (diskontinuitas distribusi) air pipa dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan diadakannya sistim gilir di beberapa perumahan penduduk serta telah terjadinya penurunan permukaan air tanah, bahkan kekeringan air melanda penduduk di beberapa tempat. Konsekuensi dari kekurang mampuan pihak PDAM kota Bandung memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Antapani Kidul, sumber air tanah menjadi alternatif utama. Namun, kemudian timbul persoalan lain dimana akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan dan berjalan terus, mengakibatkan turunnya permukaan air tanah.

Turunnya permukaan air tanah tersebut merupakan salah satu indikator telah terjadinya gangguan keseimbangan hidrologis di daerah Antapani, dan kawasan Bandung secara makro. Apabila tidak ada upaya pencegahan, dimasa mendatang dikhawatirkan daerah Antapani menjadi daerah defisit air tanah. Oleh karena itu perlu adanya upaya yang bertujuan melindungi sumber daya air tanah dari pencemaran serta eksploitasi yang berlebihan yaitu upaya konservasi air tanah. Upaya konservasi selain melalui pendekatan teknologi, juga melalui pendekatan ekonomi lingkungan yaitu melalui penerapan mekanisme pasar.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui persepsi masyarakat Antapani Kidul terhadap nilai guna air tanah (2) Mengetahui seberapa kuat pengaruh antara tingkat pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan kualitas air tanah terhadap kesediaan masyarakat membayar (willingness to pay, wtp) biaya pemakaian air tanah (3) Mengetahui sejauh mana nilai willingness to pay, wtp dapat menggambarkan tingkat kelangkaan air tanah di komplek perumahan Antapani Kidul?

Hipotesis yang diajukan dalam studi kajian/penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh yang kuat antara independent variable tingkat pendapatan, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan kualitas air terhadap dependent variable yaitu kesediaan/kesanggupan masyarakat membayar (willingness to pay) biaya pemakaian air tanah
Penelitian diadakan di komplek perumahan Antapani Kidul dengan populasi rumah tangga pelanggan air PDAM Kota Bandung yang mendapatkan pelayanan secara tidak kontinu. Titik sampel terpilih yaitu RW 14, RW 15 dan RW 05 Kelurahan Antapani Kidul Kecamatan Cicadas Bandung, selanjutnya masing-masing disebut lokasi I, II dan III. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2002 sampai dengan Pebruari 2003. Penelitian bersifat survai dimana pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara yang ditunjang dengan pengumpulan data sekunder. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik dan metode valuasi kontingensi (Contingent Valuation Method).

Berdasarkan hasil analisis data survai dapat disimpulkan bahwa: (1) Persepsi masyarakat perumahan Antapani Kidul Cicadas Bandung terhadap nilai guna sumber daya air tanah, secara umum menyatakan sangat penting dan keberadaannya sangat diperlukan. Hal tersebut terbukti dan tingginya tingkat permintaan air tanah oleh responden sebagai alternatif utama guna pemenuhan kebutuhan air bersih. Walaupun dari segi kualitas mutunya rendah dan kuantitas debit semakin berkurang, akan tetapi 100% populasi target di lokasi kajian masih memanfaatkan air tanah. Dari jumlah 150 responden, rata-rata masih memiliki media sumber air tanah, seperti: sumur gali 4,66%, pompa listrik biasa 52%, pompa tangan 2,67%, jet pump 40,67%. Total rata-rata pemakaian Ub air tanah dan pola penggunaan (D1-D6) pada masing-masing lokasi berbeda sesuai tingkat bebutuhan dan kemampuan ekonomi responden.

Pengguna terbanyak adalah responden di lokasi III dengan total penggunaan Ub sebanyak 951 m3/bulan. Sementara total rata-rata penggunaan air PAM (Ua) hanya 380 m3/bulan. Jumlah ini menggambarkan sekitar 71% pemenuhan air bersih di lokasi III adalah dengan air tanah. Di lokasi II total Ub adalah 773 m3/bulan dan Ua 817 m3/bulan .

Selanjutnya lokasi I total Ub adalah 649 m3/bulan dan Us 9I7m3/bulan. Artinya untuk masing-masing lokasi II dan I sekitar 49% dan 41%, kebutuhan air bersih dipenuhi dari pemanfaatan air tanah Ub. Persepsi dari 150 responden terhadap kualitas air tanah yaitu 95.7% menyatakan tidak layak komsumsi, terutama bila digunakan sebagai bahan baku air minum/memasak. Pendapat terhadap parameter fisik air, sebanyak 88.9% menyatakan airnya berwarna kekuning-kuningan. Sebanyak 65.3% menyatakan berbau dan 76.7% menyatakan air tanahnya berasa serta 100% menyatakan timbul kerak/endapan bila dibiarkan dalam wadah. (2) Terdapat hubungan dan pengaruh yang positip serta kuat antara variabel bebas tingkat pendapatan (I), pendidikan (E), jumlah anggota rumah tangga (C), kualitas air tanah (Qb) dengan tingkat kesediaan membayar (willingness to pay, Wff'b) oleh masyarakat, apabila ada upaya perbaikan kualitas maupun kuantitas air tanah yang mereka pergunakan. Berdasarkan hasil uji regresi multivarian terhadap variabel air tanah, didapat nilai koefisien determinasi (R2 adjusted) semuanya diatas 0.50 (50%) yaitu masing-masing 0.591 (lokasi 1), 0.536 (lokasi II) dan 0.695 (lokasi III). Artinya bahwa nilai WTPb responden dipengaruhi oleh variabel bebas. Sementara hasil uji F dengan selang keyakinan 95%, menunjukkan bahwa semuanya nilai Fhi yang didapat lebih besar dari FiRb
Uji tersebut membuktikan model regresi peningkatan debit air PAM maupun model regresi pemasangan sistem meteran pada air tanah, dapat dipakai mengestimasi nilai WTPnya. (3) Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai WTPa rata-rata peningkatan debit air PAM di lokasi I sebesar Rp. 2322/m3, lokasi II Rp. 2202/m3 dan lokasi III Rp. 1500/m3. Sementara WTPb rata-rata dengan sistem meteran di lokasi I sebesar Rp. 945/m3, lokasi II Rp. 921/m3 dan lokasi III Rp. 762/m3. Untuk total keseluruhan 150 responden, didapat nilai WTPA rata-rata peningkatan debit air PAM sebesar Rp. 1999/m3 untuk peningkatan debit air PAM dan WTPb air tanah dengan sistem meteran sebesar Rp. 876/m3. Dari nilai tersebut ternyata WTPa peningkatan debit air PAM lebih tinggi dari harga air rata-rata yang ditetapkan oleh PDAM Kota Bandung untuk rumah tangga, yaitu Rp. 1800/m3. Sementara kecilnya nilai WTPb air tanah dengan sistem meteran kemungkinan disebabkan oleh kualitasnya yang kurang baik dan responden masih harus menanggung biaya produksi, yaitu listrik dan peralatan pompanya berikut teknisinya. Sebenarnya bila biaya produksi ini dijumlahkan dengan WTPnya, nilai air tanah ini tentu akan lebih tinggi lagi. Namun hal terpenting yang perlu dikemukakan dari hasil penelitian ini, yaitu adanya keinginan responden membayar retribusi air tanah (water pricing) yang dipergunakan. Hal tersebut menunjukkan adanya tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat di komplek perumahan Antapani Kidul dalam upaya penghematan cadangan air tanah. Sementara terdapatnya sejumlah variabel yang mempengaruhi besar kecilnya nilai WTP membuktikan bahwa saat ini air tanah merupakan public good, yang pemanfaatannya perlu dikenakan retribusi untuk upaya recharge air tanah tersebut. Hal ini pun menunjukkan sifat kelangkaannya. Model persamaan matematika WTP ini dapat digunakan hanya di kompleks perumahan Antapani Kidul, atau tempat lain yang berkarakteristik sosial ekonomi kurang lebih sama.

Daftar Pustaka : 74 (1977-2002)
Kelurahan Antapani Kidul Cicadas, like other domains in Bandung, has been heretofore subject to the inadequate clean water. It proves from discontinuity of tube-water distribution from the Local Water Company ("PDAM" Waterworks) and rotation system applied in several public housings and regressive plain-water surface and even water insufficiency that inflict local inhabitants. It is a consequence of incapability of Bandung's Local Waterworks to meet water demand of Antapani Kidul dwellers that the plain water resources becomes the main alternative.

However, then another problem emerges where excessive and sustainable plain water exploitation leads to the regressive plain-water surface. The latter problem forms an indicator of hydrological imbalance at Antapani in particular, and Bandung district in general. Where a preventive measure does not exist, Antapani is likely to be an area of plain water deficit. It needs, therefore, a measure to protect plain-water resources against pollution and excessive exploitation; plain-water conservation. The conservation is not only by technological approach but also environmental approach, that is, application of market mechanisms.

This research aims at (1) identifying Antapani Kidul inhabitants' perception of plain water efficiency; (2) recognizing effects of household income, educational levels, number of household members and quality of plain water on the public willingness to pay plain water bill (1vtp); (3) revealing the extent of which values of the willingness to pay, wtp. to describe plain water insufficiency the housing complex of Antapani Kidul?

Hypothesis put forward in this study is there is a strong correlation between independent variable, that is, income. educational level, number of household members and quality of water with dependent variable, viz.. willingness to pay the plain water bill.

The research is carried out at the housing complex of Antapani Kidul with households that continually subscribe to Bandung PDAM Waterworks. The selected sampling points include RW, RW 15 and RW 05 Neighbourhoods of the Kelurahan Antapani Kidul Kecamatan Cicadas Bandung and are further referred to as Location I, 11 and III, respectively. This research was conducted from March 2002 to February 2003. It serves a survey where primary data is collected by interview and supported with secondary data. The research method applied is survey method. Data of research results are analyzed by means of statistical method and Contingent Valuation Method.

According to the survey data analysis, one comes to the following conclusions that (1) the Antapani Kidul inhabitants' perception of plain water efficiency generally indicates that they find it significant and necessary. This proves from respondents' higher demand for plain water as the main alternative to meet the clean water requirements. Although it has lower quality and shorter debit quantity, 100% target population of the survey locations still use the plain water.

The 150 respondents have their own plain water sources on the average such as 4.66% well, 52% power pump, manual 2.67% pump, 40.67% jet pump. Total average of plain water use, (Ub) and modes of use (D1-D6) of each location differs on requirements and economic situation of the respondents. The most users are respondents of Location III with the use Ub totals 951 m3 / month whereas total average of PDAM water use (Ua) contributes only to 380 m'/month. These figures show that approximately 71% clean-water at Location III is supplied with the plain water.

At location II, total Ub is 773 m3/month and U;, 817m'/month. Further Location I has Ub of 649 m'/month and Ua 917m3/month. It means that Locations II and I have their clean water requirements, 49% and 41% respectively, supplied by plain-water exploitation Ub. The 150 respondents' perceptions of the quality of plain water include 95.7% suggest that is not worth to consume especially when used as standard water for drinking/cooking purposes. Regarding water physical parameter, 88.9% respondents inform that that the water is yellowish in colour, 65.3% say it odorous and 76.7% feel it tasteful and 100% find it causes crust/deposit when it is left in a container (2) There is a strong, positive correlation between independent variable of income (I), Educational level (E), number of household members (C), quality of plain water (Qb) with the public willingness to pay, WTPb, to the extent that the quality of water they use is increased.. According to the multivariant regression test of the plain water variable, there exists a Re adjusted coefficient value of which all are over 0.50%, that is, Location I (0.591), Location II (0.536) and Location III (0.965) respectively. It describes that WTPb value of the respondents is affected by independent variable while F-,e51 with 95% reliability indicates that all F-,CSI values are greater than F-iablc (2.077) and that hypothesis (HO) is disproved , viz., independent variable contributes positively to the WTP value determination. The test proves that regression model of the increase in PDAM water debit or regression model of the water meter installation in the plain water is applicable to estimate its WTP value. (3) The estimation derives WTP;t value of the average increase in ADAM water debit at Location I is Rp 2,322/m3', Location II Rp 2,202/m3 and Location III Rp 1,500/m3. Whereas average WTPb with meter system at Location I is Rp 945/m3, Location II Rp 921/m3 and Location III Rp762/m3. For the total 150 respondents, one draws the average WTP, value of the increase in PDAM's debit water is Rp 1,999/m3 for the increase in the PDAM's water debit and WTPb of plain water with meter system is Rp 876/m3. The value indicates that the WTPa of the increase in the PDAM water debit is higher than the average water price as determined by the Bandung Waterworks ("PDAM Kota Bandung) for households, that is, Rp 1800/m3. Meanwhile the least WTPb value of plain-water with meter system likely emerges from its poor quality, on the one hand, and respondents bearing the cost of production, that is, power, pump and their technicians, on the other hand. Furthermore, the important point to present from the research results is the willingness of respondents to pay plain-water retribution (water pricing). Such a case shows public awareness and participation of the Antapani Kidul Housing Complex in the conservation of plain-water reserve. Besides, the existing variable affecting more or less WTP value proves that the plain water now has become an economic commodity subject to the market mechanism. This WTP mathematical equation model can only apply to the Antapani Kidul housing complex or other locations of the similar social and economic features.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Dwi Sumarah
Abstrak :
ABSTRAK
Ekosistem hutan menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu nilai guna langsung dan nilai guna tidak langsung, dimana kemungkinan nilai tidak langsungnya lebih tinggi daripada nilai guna langsungnya. Dikarenakan tidak adanya harga pasar, maka perlu dilakukan perhitungan manfaat hutan secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat taman hutan wisata alam Grojogan Sewu secara menyeluruh, mengetahui tingkat membayar pengunjung dan faktor ? faktor yang mempengaruhinya. Nilai manfaat yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai manfaat wisata, nilai potensi kayu, nilai serapan karbon, nilai kesejukan dan nilai serapan air. Metode kontingensi dengan regresi logistik digunakan dalam penelitian ini untuk mengitung nilai guna wisata. Sedangkan untuk nilai kayu dan serapan karbon menggunakan pendekatan harga pasar yang berlaku dan nilai kesejukan dan nilai serapan air menggunakan pendekatan biaya pengganti. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini salah satunya adalah tingkat kemauan membayar pengunjung terhadap objek wisata TWA Grojogan Sewu. Nilai kemauan membayar pengunjung di objek wisata ini yang diperoleh masih lebih rendah daripada harga tiket masuk ketika penelitian dilakukan, yaitu dengan nilai terendah sebesar Rp10,622.56 yang diperoleh dari pengunjung dengan jenjang pendidikan tinggi dan memiliki jarak tempat tinggal ke lokasi wisata lebih dari 500 km, sedangkan nilai tertinggi adalah Rp12,406.39 yang diperoleh dari pengunjung dengan jenjang pendidikan menengah dan jarak tempat tinggal ke objek wisata kurang dari 500 km. Faktor ? faktor yang mempengaruhi nilai kemauan membayar tersebut adalah tingkat tawaran harga, umur, jenjang pendidikan tinggi, jumlah kunjungan, waktu berkunjung, persepsi responden terhadap ekosistem hutan di lokasi rekreasi sebagai daya tarik wisata dan persepsi terhadap TWA Grojogan Sewu sebagai asset nasional dan keamanan dalam melakukan kegiatan wisata di TWA Grojogan sewu. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai ekonomi penggunaan langsung lebih rendah daripada nilai penggunaan tidak langsung.dengan nilai total sejumlah Rp68.805.414.238,30.
ABSTRACT
Forest ecosystem provides many benefits for human being, those are use values and non-use values, which its non-use values may considerably exceed its use values. Due to lack of market price on forest ecosystem service, therefore needs a comprehensive method of forest ecosystem service valuation. Aims of this study are estimating the benefits value of Grojogan Sewu tourism forest, eliciting willingness to pay of tourist and drawing factors which influence to willingness to pay (wtp) level. The economic values which are estimated in this study are recreation value, commercial timber value, carbon storage value, micro-climate value and watershed service. Contingent valuation method along with logistic regression is used to evaluate the recreational value. However, commercial timber value and carbon storage value are based on market price approach; otherwise micro-climate and watershed value are based on substitution. Result of willingness to pay of tourist in this study is lower than the current price of entrance fee when this research was established which the lowest wtp is around Rp10,622.56 that generated from respondents who have a high education and home distance to attraction site more than 500 km; on the other hand the highest wtp is about Rp12,406.39 which generated from tourists with a medium education level and home distance less than 500 km. In this case, wtp is influenced by bid vehicle, age, a high education level, numbers of visit, the time-length of visit, perception on natural surroundings of forest ecosystem as recreational attraction, perception on statement that Grojogan Sewu as a national asset and safety feeling surrounding recreational site. Based on the study, it is defined that the use value is lower than the non-use value which the amount of total values around Rp Rp68.805.414.238,30.
2016
T46295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dian Rosadi
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang potensi karbon dan valuasi ekonomi mangrove di Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat. Tujuan pertama penelitian yaitu untuk menghitung dan menganalisis potensi penyimpanan dan penyerapan karbon mangrove di Kecamatan Gerung serta menentukan tumbuhan potensial yang memiliki kemampuan tertinggi dalam menyimpan dan menyerap karbon. Pengambilan sampel karbon dilakukan pada 14 stasiun pengamatan. Data karbon diestimasi dari potensi biomassa atas tanah, bawah tanah, tumbuhan bawah dan karbon organik tanah. Hasil analisis kandungan karbon diperoleh nilai biomassa sebesar 401,15 ton/ha, stok karbon sebesar 186,05 ton/ha dan serapan karbon sebesar 682,81 ton/ha. Spesies yang memiliki poteni penyimpanan dan penyerapan karbon tertinggi adalah S. alba. Tujuan lain dilakukannya penelitian yaitu untuk menghitung dan menganalisis nilai ekonomi mangrove termasuk nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi karbon serta untuk mengetahui nilai ekonomi terbesar yang dihasilkan ekosistem mangrove. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan studi literatur. Data dianalisis secara kuantitatif untuk menjelaskan nilai ekonomi mangrove dan dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung mangrove mencapai Rp. 675.140.000/tahun, dari manfaat tidak langsung mencapai Rp. 33.710.361.020/tahun, dari manfaat pilihan sebesar Rp. 78.120.000/tahun, dan dari manfaat eksistensi sebesar Rp. 124.000.000/tahun. Nilai ekonomi total yang diperoleh dari mangrove Kecamatan Gerung pada tahun 2018 yaitu sebesar Rp. 34.587.621.020/tahun (2.461.839  US$/tahun). Nilai ekonomi terbesar yang dihasilkan ekosistem mangrove diperoleh dari manfaat tidak langsung mangrove terutama potensi karbon.

 


Research regarding carbon potential and economic valuation of mangroves in Gerung District, West Lombok Regency has been conducted. This research was aimed to calculate and analyze carbon storage and absorption of mangroves in Gerung District and to determine potential plants that have the ability to store and absorb carbon. Carbon sampling was carried out on 14 observation stations. Carbon data is estimated from potential biomass on land, underground, understorey and soil organic carbon. The results of the analysis of the carbon content of the mangrove ecosystem in Gerung Subdistrict, obtained a biomass value of 401.15 tons/ha, a carbon stock of 186.05 tons/ha and carbon absorption of 682.81 tons/ha. The species that has the highest carbon storage and absorption potential is S. alba. The purposes of this research were to calculate and analyze economic value from mangrove ecosystem and to find out the largest economic value produced by mangroves. Data collection is done through interviews, observation and literature studies. Data were analyzed quantitatively to explain the economic value of mangroves and analyzed descriptively to describe socio-economic activities of the community. The economic value obtained from direct use of mangroves reaches IDR. 2,565,140,000/year, from indirect benefits with a value IDR. 33,710,361,020/year, option economic value reaching IDR. 78,120,000/year and from the existence benefits were IDR. 124,000,000/year. The total economic of  mangroves in Gerung District in 2018 were IDR. 36,477,621,020/year (2,492,826 US$/year). The biggest economic value produced by mangrove ecosystems is derived from the indirect benefits of mangroves, especially carbon potential.

 

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T52416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>