Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Musfiroh
Abstrak :
Sebagai negara dengan perekonomian yang berada di ranking keenam belas di dunia pada tahun 2018, kerjasama perdagangan internasional merupakan hal penting bagi Indonesia. Kerjasama perdagangan internasional pada awalnya hanya difokuskan pada negara-negara yang menjadi mitra dagang utama saja, baik dalam skala global maupun regional seperti ASEAN. Pada perkembangannya, Indonesia juga membuka diri dengan menjalin kerjasama perdagangan bebas atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan negara lain di luar kawasan yaitu Chile yang terletak di kawasan Amerika Latin. Akan tetapi jika ditinjau dari perdagangan internasional, nilai perdagangan antara Indonesia dan Chile tidak signifikan dibanding dengan negara lainnya yang berada di kawasan tersebut seperti Brazil dan Argentina. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa Indonesia justru menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Chile dalam skema Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA)? Melalui pendekatan kualitatif (studi literatur dan wawancara) dengan menggunakan teori pemilihan Mitra FTA oleh Solis dan Katada (2008), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motif keterlibatan Indonesia dalam IC-CEPA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tiga motif atas keterlibatannya dalam IC-CEPA. Pertama, motif ekonomi, yakni untuk mendapatkan akses pasar bagi produk manufaktur khususnya produk unggulan alas kaki dan menghindari adanya trade diversion. Kedua, motif politik yaitu untuk meningkatkan status Indonesia melalui upaya menjadi trade hub bagi kawasan Amerika Latin di Asia Tengara. Ketiga, motif leverage yakni untuk meningkatkan kapasitas Indonesia di sektor pertanian mengingat Chile merupakan salah satu negara memiliki sistem pengelolaan sektor pertanian yang terbaik di dunia. ......As a country with sixteenth economic ranking in the world (2018), international trade is important for Indonesia. The cooperation is initially focused on countries which become the main trading partners, both on a global and regional scale such as ASEAN. On its development, Indonesia also opened up by establishing a Free Trade Cooperation (FTA) or Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) with other countries outside the region such as Chile in which it's located in Latin America. However, in terms of international trade, the total value of trade between Indonesia and Chile is small and unlike the trading with other countries in the same region. This matter then raises question, why Indonesia establish free trade cooperation with Chile in the Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA) scheme? Through a qualitative approach (literature study and interview) using the theory of FTA partner selection by Solis and Katada (2008), this study aims to analyze the Indonesian motives behind its involvement and its decision to sign the IC-CEPA cooperation with Chile. The results of this study find that Indonesia has three motives for its involvement in IC-CEPA. First, economic motives, those are the need to export its manufactured products, particularly footwear and to avoid trade diversion. Second, political motive, that is to improve Indonesia's status through its efforts by becoming a trade hub for the Latin America countries in Southeast Asian regions. Third, leverage motive, that is to build Indonesia's capacity in the agricultural sector, considering that Chile is one of the countries with the best agricultural sector management system in the world.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evanti Andriani Syahputri
Abstrak :
Perjanjian kerjasama ekonomi atau Economic Partnership Agreement (EPA) merupakan suatu perjanjian dagang dimana tidak hanya bertujuan untuk membuka akses pasar perdagangan namun juga mempertimbangkan aspek kerja sama ekonomi dan inisiatif pembangunan antara kedua negara. Perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Jepang menjadi perjanjian dagang bilateral pertama bagi Indonesia yang mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi, mulai berlaku pada tahun 2008. Perkembangan sektor jasa menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Penelitian mengenai analisis perkembangan sektor jasa menjadi menarik untuk diulas lebih lanjut terutama jika dikaitkan dengan berlakunya perjanjian bilateral antara Indonesia dan Jepang EPA. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan metode estimasi yang digunakan adalah model Gravity dengan Difference in Difference (DiD) untuk melihat pengaruh adanya dampak dari perjanjian IJEPA. Hasil penelitian yang menunjukan bahwa variabel interest tidak signifikan terhadap variabel dependen memberikan gambaran bahwa adanya perjanjian IJEPA secara statistik kurang dapat menjelaskan hubungan yang terjadi dengan nilai ekspor maupun nilai impor sektor jasa Indonesia. Adanya implementasi IJEPA di Indonesia masih belum berpengaruh dan belum memperoleh manfaat yang optimal khususnya untuk perdagangan sektor jasa. ...... The Economic Partnership Agreement (EPA) is a trade agreement that aims to open trade market access and considers aspects of economic cooperation and development initiatives between the two countries. The trade agreement between Indonesia and Japan is Indonesia's first bilateral trade agreement covering trade in goods, services, and investment, and entry into force in 2008. The development of the service sector is an important factor in supporting economic growth. Research on the analysis of the development of the service sector is interesting for further review, especially if it is associated with the enactment of the bilateral agreement between Indonesia and Japan EPA. This study uses panel data regression with the estimation method used by the Gravity model with Difference in Difference (DiD) to see the impact of the IJEPA. The study results show that the interest variable is not significant to the dependent variable illustrating that the existence of the IJEPA agreement is statistically unable to explain the relationship that occurs with the value of exports and imports of the Indonesian service sector. Implementing IJEPA in Indonesia still does not have an impact and has not given benefits, especially for service trade.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Najiha
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kesesuaian unsur ketentuan WTO+ dan/atau WTO-X pada RTA menurut Article XXIV GATT dan Artilce V GATS serta unsur ketentuan WTO+ dan WTO-X pada teks perjanjian IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership) sebagai RTA dengan konsep komprehensif antara Indonesia dan Australia yang berlaku secara efektif sejak 2020 lalu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa ketentuan WTO+ sesuai dengan Article XXIV GATT, yang mensyaratkan preferensi tarif dan Article V GATS, yang membolehkan negara anggota WTO untuk membentuk kesepakatan perdagangan yang lebih liberal dibandingkan dengan apa yang sudah disepakati pada forum WTO dengan syarat mencakup ruang lingkup dan penghapusan diskriminasi. Mengenai unsur WTO-X, dalam pembentukan RTA tidak diwajibkan ada, namun pencantumkan ketentuan ini disilahkan kepada negara-negara yang hendak membentuk RTA. Dalam perjanjian IA-CEPA, unsur ketentuan WTO+ terletak pada preferensi tarif 0%, penyediaan pelatihan jasa, serta ketentuan investasi. Adapun unsur ketentuan WTO-X ditemukan pada ketentuan perdagagan elektronik (e-commerce), persaingan usaha dan kerja sama ekonomi. Melalui penelitian ini, WTO dan/atau Indonesia sebagai subjek hukum internasional, diharapkan mampu menginisasi pedoman pembentukan WTO+ dan WTO-X pada pembentukan RTA di kemudian hari. ......This thesis discusses the suitability of the provisions of WTO+ and/or WTO-X in RTAs according to Article XXIV GATT and Article V GATS, and the provisions of WTO+ and WTO-X in IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership) text agreement as an RTA with the concept of comprehensive agreement between Indonesia and Australia which has been effective since 2020. The research method used in this thesis is a normative juridical approach. The results of the study express that the provisions of WTO+ are in accordance with Article XXIV GATT, which requires tariff preferences and Article V GATS, which allows WTO member countries to form trade agreements that are more liberal than what has been agreed in the WTO forum, in condition: they cover service’s scope and elimination of discrimination. Regarding the elements of WTO-X, is not required in the formation of an RTA but it is welcome to include this provision for countries wishing to form an RTA. In the IA-CEPA agreement, the elements of the WTO+ provisions lie in the 0% tariff preference, service training, and investment provisions. The elements of the provisions of WTO-X are found in the provisions of electronic commerce, competition law and economic cooperation. Through this thesis, the WTO and/or Indonesia as subjects of international law are expected to be able to initiate the guidelines for the formation of WTO+ and WTO-X in the formation of the RTA in the future.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitri Puspitawati
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Pada Ekspor Perdagangan Rumput Laut Dan Ganggang Di Indonesia, kemudian penelitian ini juga bersifat yuridis normatif. Selanjutnya, penulisan ini juga didapati bahwa hasilnya ialah Ekspor Perdagangan Rumput Laut dan Ganggang di Indonesia setelah Indonesia meratifikasi RCEP dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2022 Tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement “RCEP” (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional) meningkat karena manfaat dari RCEP itu sendiri ialah dengan memberikan suatu keuntungan yang nyata bagi negara-negara RCEP melalui peningkatan akses pasar, fasilitasi perdagangan yang lebih koheren dan menggagas adanya peraturan-peraturan yang saling menguntungkan yang selanjutnya dapat diharapkan untuk mampu memberikan suatu kepastian dan keseragaman dari aturan perdagangan serta dapat meningkatkan ekspor barang terutama dalam rumput laut dan juga ganggang yang memiliki berbagai manfaat untuk bahan pangan, kosmetik, obat-obatan dan rumput laut dan ganggang juga merupakan komoditi yang unggul di dalam perdagangan dunia terutama ekspor dari indonesia terhadap negara-negara ASEAN dan mitra RCEP, peluang bagi Indonesia dalam memanfaatkan RCEP ini ialah dengan memudahkan bagi suatu negara anggotanya untuk mendapatkan suatu bahan baku industri yang lebih efesien serta dalam hal ini liberalisasi perdagangan barang dalam lingkup ASEAN juga akan menjamin adanya kelancaran suatu arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non tarif sudah tidak ada. Dalam hal ini akses pasar pada RCEP mengenai ekspor perdagangan Rumput laut dan ganggang ialah RCEP dapat bertambah peluang dan kesempatan pada akses pasar produk-produk Indonesia, maka akan bertambah peluang dan kesempatan akses pasar produk-produk Indonesia salah satu negara di Asia yaitu Tiongkok merupakan negara paling banyak menerima ekspor Rumput laut dan ganggang dari Indonesia. ......This thesis discusses the Implementation of the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) on the Export Trade of Seaweed and Algae in Indonesia, then this research is also normative juridical in nature. Furthermore, this writing also found that the result was that the Export Trade of Seaweed and Algae in Indonesia after Indonesia ratified the RCEP in Law Number 24 of 2022 Concerning Ratification of the Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement "RCEP" (Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement) increased due to the benefits of RCEP itself is to provide a real advantage for RCEP countries through increasing market access, facilitating trade that is more coherent and initiating mutually beneficial regulations which can then be expected to be able to provide certainty and uniformity of trade rules and can increase exports of goods, especially in seaweed and algae which have various benefits for food, cosmetics, medicines and seaweed and algae are also superior commodities in world trade, especially exports from Indonesia to ASEAN countries and RCEP partners, the opportunity for Indonesia to take advantage of this RCEP is to make it easier for a member country to obtain a more efficient industrial raw material and in this case the liberalization of trade in goods within the scope of ASEAN will also ensure a smooth flow of goods for the supply of raw materials and finished materials in the region ASEAN because tariff and non- tariff barriers no longer exist. In this case, market access to RCEP regarding the export trade of seaweed and algae is that RCEP can increase opportunities and opportunities for market access for Indonesian products, so there will be increased opportunities and opportunities for market access for Indonesian products, one of the countries in Asia, namely China is a country Indonesia receives the most exports of seaweed and algae.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhajnie Wildayanti Limpas
Abstrak :
Setelah lima tahun perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), pihak Indonesia kemudian berinisiatif untuk mengajukan General Review (GR) di tahun 2013. Pengajuan GR pertama kali dilakukan oleh pihak Indonesia dengan alasan perjanjian IJEPA tidak memberikan hasil yang maksimal dan merugikan bagi Indonesia. Pemerintah Jepang saat itu tidak langsung menyepakati pengajuan tersebut dengan alasan Jepang ingin Indonesia untuk mengganti beberapa peraturan kementerian keuangan yang dianggap tidak sesuai dengan komitmen Indonesia dalam perjanjian. Kemudian pertanyaan yang muncul dari masalah ini adalah bagaimana proses GR IJEPA berlangsung hingga Indonesia memutuskan untuk mengubah kesepakatan dan melanjutkan perjanjian. Pertanyaan ini dijawab menggunakan kerangka teori two level game dari Robert D. Putnam dengan tujuan untuk melihat bagaimana proses dari GR IJEPA hingga keputusan melanjutkan perjanjian IJEPA. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Causal Process Tracing. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada tingkat domestik, meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan, semua pihak dapat mencapai kesepakatan untuk menjalankan GR-IJEPA, yaitu dengan mengubah beberapa peraturan perjanjian agar dapat menguntungkan pihak Indonesia. Pada tingkat internasional Indonesia akhirnya tetap melanjutkan perjanjian IJEPA dan melakukan GR-IJEPA dengan beberapa tawaran dari pihak Indonesia yang akhirnya disepakati Jepang dan persetujuan penambahan pos tariff sebagai solusi dari perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang diminta oleh Jepang. ......After five years of the Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) implementation, Indonesia took the initiative to propose a General Review (GR) in 2013. The GR proposal was first made by the Indonesian government on the grounds that the IJEPA agreement did not provide maximum results and was detrimental to Indonesia. The Japanese government, at that time, did not immediately agree to the proposal because Japan wanted Indonesia to amend several Ministry of Finance regulations deemed inconsistent with Indonesia's commitments in the agreement. The research question in this thesis is "How was the process of GR IJEPA until Indonesia decided to modify and continue the agreement?" The research question will be answered using a two-level game theory, by Robert D. Putnam, to see the process of GR-IJEPA and the decision of Indonesia to continue the agreement betweent two country. This study used a qualitative method with the Causal Process Tracing approach. This study found at the domestic level the Ministry of Industry, the Ministry of Trade, and the Ministry of Finance agreed to implemented GRIJEPA to change several agreement regulations in order to gain the benefit from the agreement. At the international level, Indonesia finally agreed to continued the agreement and continuing GR-IJEPA with several offers from Indonesia which finally agreed by Japan, and the approval of additional tariff posts as a solution the amendment to the Minister of Finance Regulation (PMK) that requested by Japan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
Abstrak :
Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia. Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara. Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.
As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well. The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region. Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiawathi
Abstrak :
Penelitian ini betfokus untuk menelaah faktor yang mempengaruhi perawat, careworker Indonesia bermigrasi ke Jepang dan motivasi mereka untuk beketja di Jepang dalam kerangka IJEPA dengan metode studi pustaka, kuantitatif dan wawancara kepada para nara sumber. Dari hasil analisa kuisioner serta wawancara dengan para narasurnber didapatkan kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi perawat dan careworker Indonesia untuk: bermigrasi ke Jepang adalah faktor-faktor yang berasal dari Juar diri responden yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Pada dasarnya keseluruhan faktor pendorong dan faktor penarik ini bermuara pada faktor ekonomi yaitu kesempatan pemenuban kehutuhan ekonomi yang lehih baik. Kemudian, motivasi mereka untuk bekerja di Jepang berkaitan denga:n 3 motivasi berikut inl yaitu, 1) Motivasi pemenuhan kebutuhan keamanan ekonomi. 2) Motivasi pemenuhan kebutuhan esteem/ harga diri yaitu pengakuan terhadap kemampuan yang dimiliki. dan 3) Motivasi untuk pemenuhan kebutuhan self actualization/aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33466
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gridanya Mega Laidha
Abstrak :
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional dibidang ekonomi yang mana didalamnya memuat pengaturan penanaman modal (investment chapter) yang digunakan oleh berbagai negara di dunia dalam mengatur penanaman modal asing, termasuk Indonesia. Adapun masalah yang akan dibahas antara lain bagaimana pengaturan penanaman modal dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia dan CEPA Indonesia-EU dengan menggunakan FTA EU-Singapura dan Model BIT India sebagai pembanding, dan kemudian berdasarkan perbandingan tersebut manakah pengaturan yang sebaiknya dimuat dalam CEPA Indonesia-EU. Untuk menjawab masalah tersebut digunakan pendekatan komparatif dan konseptual. Pendekatan komparatif digunakan untuk melihat bagaimana pengaturan penanaman modal yang ada dalam investment chapter CEPA Indonesia-Australia, FTA EU-Singapura, dan Model BIT India untuk memberikan gambaran mengenai pengaturan yang sebaiknya diatur dalam CEPA Indonesia-EU. Pendekatan konseptual digunakan untuk melihat substantial obligations yang terdapat dalam perjanjian investasi internasional tersebut sebagai faktor pembanding yang meliputi standard of treatment (yang terdiri dari national treatment, most favoured nation treatment, fair and equitable treatment, serta full protection and security, performance requirements, expropriation, dan penyelesaian sengketa. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah terdapat persamaan dan perbedaan dari masing-masing perjanjian investasi internasional yang ada, dan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada Model BIT India merupakan perjanjian yang paling ideal untuk diadopsi Indonesia dalam CEPA Indonesia-EU.
Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) is a form of international agreement in the field of economics which contained investment chapter used by various countries in the world in regulating foreign investment, including Indonesia. The problems that will be discussed within this paper include how foreign investments are regulated in the investment chapter on CEPA Indonesia-Australia and the CEPA Indonesia-EU using the FTA EU-Singapore and Model BIT India as a comparison, and then based on these comparisons which provision should be included in the CEPA Indonesian-EU. To answer this problem, a comparative and conceptual approach is used. A comparative approach is used to see how the investment provision exist in the investment chapter of the CEPA Indonesia-Australia, the EU-Singapore FTA, and the Indian BIT Model to provide an overview of the provisions that should be regulated in the Indonesia-EU CEPA. The conceptual approach is used to view the substantial obligations contained in the international investment agreement as a comparison factor in which includes the standard of treatment (which consists of national treatment, most favorite nation treatment, fair and equitable treatment, and full protection and security), performance requirements, expropriation, and dispute resolution. The conclusion of the research conducted is that there are similarities and differences from each of the existing international investment agreements, and based on the similarities and differences that exist, the Model BIT India is the most ideal agreement to be adopted by Indonesia in the CEPA Indonesia-EU.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Mahendra
Abstrak :
This thesis is aimed to discuss the arrangement of investment dispute settlement through the investor-state dispute settlement ("ISDS") mechanism in international investment agreements.The agreements are the Bilateral Investment Treaty ("BIT") and the Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement (" IC-CEPA ”) which involves the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Australia as parties to both agreements. This research is a normative legal research and uses secondary data which are analyzed descriptively by a method of systematic and comparative interpretation. The results of the study revealed that the ISDS mechanism settlement at BIT was not much different when compared to the mechanism settlement at the IC-CEPA even though both of them appointed ICSID and UNCITRAL as international arbitration institutions for ISDS. However, with the enactment of IC-CEPA which replaced BIT, it will guarantee legal certainty for both partiesespecially related to avoiding claims that are filed separately but contain the same substance.
Tesis ini akan membahas pengaturan penyelesaian sengketa penanaman modal melalui mekanisme investor-state dispute settlement (“ISDS”) dalam perjanjian investasi internasional, dalam hal ini the Bilateral Investment Treaty (“BIT”) serta Investment Chapter Comprehensive Economic Partnership Agreement(“IC-CEPA”) yang melibatkan Republik Indonesia dan Australia sebagai para pihak dalam kedua perjanjian tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif dengan metode penafsiran sistematis dan komparatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa ISDS pada BIT tidak banyak perbedaan jika dibandingkan dengan pengaturan mekanismenya pada IC-CEPA meskipun keduanya sama-sama menunjuk ICSID dan UNCITRAL sebagai institusi arbitrase internasional bagi ISDS. Namun demikian, dengan diberlakukannya IC-CEPA yang menggantikan BIT, akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi kedua pihak terutama terkait menghindari gugatan yang diajukan secara terpisah namun berisi substansi yang sama.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library