Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atik Mardiani Kholilah
"Penyalahgunaan narkoba memiliki imbas yang sangat besar terhadap kondisi fisik, psikis dan sosial pemakainya. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 54 menyebutkan penyalahguna narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial sebagai upaya pemulihan namun tempat rehabilitasi yang disediakan pemerintah tidak sebanding dengan prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia. Pondok Inabah adalah salah satu tempat rehabilitasi narkoba milik swasta yang menggunakan pendekatan spiritual seperti mandi taubat, sholat dan dzikir untuk menyembuhkan penyalahguna narkoba tanpa adanya upaya medis. Studi ini merupakan studi fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman penyalahguna narkoba menjalani terapi Inabah dengan menggunakan wawancara mendalam. Partisipan berjumlah 12 orang penyalahguna yang menjalani terapi Inabah di Pondok Inabah XV, XX dan alumni Inabah XVII yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Data dianalisis menggunakan teknik Collaizi. Penelitian ini menghasilkan 6 tema, yaitu faktor pendorong mengikuti terapi Inabah, respon awal mengikuti terapi Inabah, upaya adaptasi penyalahguna narkoba, cara menyelesaikan konflik di Inabah, makna yang dirasakan setelah mengikuti terapi inabah dan perubahan aspek spiritual. Penyalahguna narkoba yang mengikuti terapi Inabah dapat terlepas dari kecanduan narkobanya dengan menggunakan terapi berbasis spiritual tanpa rehabilitasi medis.

Drug abuse has a huge impact on the physical, psychological and social conditions. The Law No 35. No 2009 paragraph 54 states that drug abusers are required to undergo medical and social rehabilitation as an effort to recover but the rehabilitation facilities provided by the government are not comparable to the prevalence of drug abusers in Indonesia. Pondok Inabah is one of the private drug rehabilitation places that uses spiritual approaches such as bathing repentance, prayer and dhikr to cure drug abusers without any medical effort. This study is a descriptive phenomenological study that aims to explore the experience of drug abuse undergoing Inabah therapy using in-depth interviews. Participants presented 12 abusers who underwent Inabah therapy at Pondok Inabah XV, XX and alumni of Inabah XVII who were determined using the purposive sampling method. Data analysis using Collaizi technique. This study resulted in 6 themes, namely the driving factors for Inabah therapy, initial responses to Inabah therapy, adaptation efforts of drug abusers, ways to resolve conflicts in Inabah, the meaning felt after following Inabah therapy and changes in spiritual aspects. Drug abusers who follow Inabah therapy can get rid of their drug addiction by using spiritual-based therapies without medical rehabilitation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Ruchimat
"Tesis ini membahas tentang fenomena burnout  dan aliensi dari petugas pelayanan dan rehabilitasi sosial di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, yang berada di KEcamatan Cigombong, Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Fenomena burnout dan aliensi yang dilihat adalah selama mereka menjadi staf. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Balai Besar Rehabilitasi BNN manajemen waktu kerja yang fleksibel, supervisi yang tepat dan berkala, melakukan upaya pengembangan profesi pekerjaan sosial di bidang rehabilitasi bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahguna narkoba. Selain itu, dalam upaya meminimalisir terjadinya burnout dan alienasi dari petugas, perlu dikembangkan standar etika dan profesi pekerjaan sosial di bidang rehabilitasi adiksi narkoba, peningkatan kesejahteraan yang tidak hanya bersifat material saja, serta memberikan dukungan kepada para pegawai recovering addict yang sedang dalam proses pemulihan (recovery)

This thesis discusses the phenomenon of burnout and alienation from social services of social rehabilitation officer at the Center for Rehabilitation of the National Narcotics Agency, which is located in District Cigombong, Lido, Bogor, West Java. The phenomenon of burnout and alienation which seen was that happens to those who are assigned as a staff. This study is a qualitative research with descriptive design. Results of the study suggest that BNN Rehabilitation Center should provide flexible working time management, proper and periodic supervision, develop the social work profession in the field of rehabilitation for addicts, abusers, and victims of drug abusers. Additionally, in an effort to minimize the occurrence of burnout and alienation, BNN Rehabilitation Center should needs to be developed ethical standards and the social work profession in the field of drug addiction rehabilitation, improvement of well-being that is not merely material, as well as providing support to employees recovering addict who is in the process of recovery.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safitri
"Setiap individu menggunakan ruang kota dengan cara yang berbeda. Begitu juga setiap lapisan dan golongan masyarakat menggunakan ruang kota dengan cara yang berbeda pula. Penyalahguna narkotika dan psikotropika bagian dari warga kota yang menggunakan ruang kota. Bagaimana karakteristik ruang yang mereka gunakan? Pertanyaan itu menyebabkan saya memutuskan untuk meneliti masalah ini. Agar mendapatkan karakteristik ruang untuk membeli dan mengonsumsi narkotika dan psikotropika di Jakarta, maka harus diketahui kognisi penyalahguna tentang ruang kota.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara tidak terstruktur, menggambar, dan mendeskripsikan ruang yang didapatkan dari tuturan informan.
Informan kunci berasal dari pasien yang rawat inap di ruang detoksifikasi RSKO, RS Fatmawati. Kriteria informan adalah laki-laki, sudah mengonsumsi narkotika dan psikotropika lebih dari 5 tahun, berumur 16 - 36 tahun, dan dirawat lebih dari 3 hari (untuk menghilangkan ketegangan fisik dan psikis), dan mengonsumsi narkotika (heroin) dan psikotropika (sabu-sabu dan ekstasi).
Dari hasil penelitian selama 1 bulan (Desember 2004) saya menemukan bahwa penyalahguna mampu mengingat kembali lokasi membeli narkotika dan psikotropika, yaitu (1) lokasi yang sama (tempat untuk membeli narkotika dari psikotropika selalu sama) (2) lokasi yang berpindah-pindah (tergantung kesepakatan antara penyalahguna dan bandar).
Karakteristik lokasi yang sama berupa kawasan pemukiman golongan menengah-bawah, ada warung, tukang ojek, banyak jalan/gang, ruang umum, ruang kosong antar bangunan, dan ruang yang tersembunyi dari bangunan/mobil. Sedangkan lokasi yang berpindah-pindah terdapat ruang untuk menunggu, ada acuan (landmark), dan penyalahguna mudah mengawasi lingkungan di sekitarnya.
Mereka mampu mengingat lokasi dan rute perjalanan menuju lokasi, lengkap dengan acuan, persimpangan, jalan, kawasan. Bila lokasi itu didatangi berkali-kali, ada kejadian yang memberikan kesan di lokasi itu, dan keinginan yang kuat untuk mengonsumsi narkotika dan psikotropika. Sedangkan lokasi yang hanya didatangi sesekali dan diantar oleh teman, mereka hanya mengingat kawasannya saja.
Ruang yang digunakan untuk mengonsumsi narkotika dan psikotropika tergantung dari jenis zat, cara mengonsumsi, dan efek yang ditimbulkannya. Penyalahguna mengonsumsi di dalam rumah dan di luar rumah (ruang umum). Penyalahguna yang mengonsumsi di dalam rumah menggunakan ruang tertutup dan ruang terbuka.
Penyalahguna menggunakan ruang untuk membeli dan mengonsumsi narkotika dan psikotropika, yang juga digunakan oleh bukan penyalahguna. Mereka menggunakan ruang umum dan menjadikan sarana dan fasilitas umum untuk tempat bertransaksi.
Penyalahguna dapat memenuhi kebutuhannya untuk mengonsumsi narkotika dan psikotropika, bila mereka menjalin hubungan baik dengan bandar, keluarga, sesama penyalahguna, dan bukan penyalahguna. Jika membeli narkotika dan psikotropika untuk pertama kali, penyalahguna harus diantar oleh teman atau orang yang mengetahui keberadaan bandar.
Konstribusi penelitian ini bagi pengelola kota adalah memberikan masukan dalam membuat program penangganan masalah penyalahguna narkotika dan psikotropika di ,perkotaan. Untuk perencana/perancang kota, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menata ruang kota.

Individuals look at urban spaces differently to one another and it is also (rue in the case of social stratifications and groups. Narcotic and psychotropic drugs abuse, on the other hand, arc one way the inhabitants of a city utilize the urban space.
What is the characteristic of space used for such an illegal transaction? What is their cognition on such spaces? These are the main questions that leads me towards this research. My focus is on the aspect of cognition within those who either conduct illegal transaction on narcotic and psychotropic drugs or consume them while my ultimate main is to search tier the characteristic of spaces used for such illegal actions.
This research employs qualitative approach using unstructured interviews with the informants to picture and describe the space in questioned. Key informants are male patients under treatment at detoxification ward of the RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat or Drug Addictive Hospital) Fatmawati. They have consumed narcotic and psychotropic drugs for at least 5 years and their ages are between 16 - 36 years old. They have been at the ward for more than 3 days to reduce their physical and emotional tension due to the consumption of narcotic (i.e.: heroin), and psychotropic, amphetamine (i.e.: sabu-sabu and ecstasy).
Within 1 month of observation in December 2004, I have found out that these informants were able to recall locations they used to go for the drugs. These locations are either permanent or moveable according to the deal between them and the suppliers. The permanent locations are either housing complexes for low-income communities having many waning (kiosks) or the nearby tukang ojek (motorcycle taxis) or gang (narrow alleys), public areas, space between buildings and hidden places behind cars or buildings. The moveable ones are those that provide unseen waiting corners and a landmark where they may easily watch the surrounding.
These informants were also able to recall the routes toward permanent locations along with references such as the crossroads, name of streets and areas whereas for the moveable locations they were able to remember the areas only. The places to consume are depending on the drugs, means of consuming and effects being experienced soon after taking the drugs. These may be taking place at homes or in public areas and in the case of outside consuming; they would use both of a close and open areas within physical and social terms of it. Deliberately, these informants even used common public areas for the transaction and consuming the drugs.
The informants must have a good relation with the suppliers and other drugs addicts in order to get the drugs. including their families and those who are not addicted to drugs. However, they must be taken by particular person to meet the suppliers in their first acquaintance with narcotic and psychotropic drugs.
This research contributes inputs to the Municipal Governments in tackling problems of illegal drugs trafficking and consuming in the respected cities. Town planners and urban designers. on the other hand, may take the result of this research as part of their consideration in conducting their professions.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library