Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ari Dhamayanti
"Perasaan diri kita sebagai pria atau wanita yang sering disebut dengan gender identity atau identitas gender, sudah muncul sejak kita masih kecil (Rathus, Newid, & Rathus, 1993:15). Pada kenyataannya ada beberapa orang, yang lebih sering terjadi pada pria merasa mereka adalah bagian dari jenis kelamin sebaliknya. Penyimpangan ini disebut sebagai transeksual (Davison & Neale, 1996). Para transeksual ini di Indonesia terkenal dengan sebutan waria (Atmojo, 1986). Para transeksual ini merasa bahwa mereka adalah wanita rneskipun tubuh dan jenis kelamin mereka laki-laki sejak lahir. Kondisi fisik yang berbeda dengan kondisi psikis/kejiwaan menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam pendefmisian diri (Kalau Evi, 2002). Berdasarkan penelitian Marone, dll (1998) menyatakan bahwa para pria transeksual mengalami hambatan dalam mempersepsikan body imagenya. Untuk melihat adanya hambatan itu, maka alat tes yang akan digunakan adalah tes Draw A Person (DAP).
DAP merupakan tes dengan tehnik proyeksi dimana tubuh manusia dalam tes DAP dipandang sebagai media ekspresi diri dan dengan menggambar orang terjadi proyeksi pada body imagenya, yang didalamnya terekspresikan kebutuhan dan konflik pada tubuh (Macho-ver,I978). DAP memiliki cara interpretasi yang dibagi dalam dan bagian yaitu, aspek struktural dan formal serta aspek isi. Aspek struktural dan formal dlkatakan sebagai aspek yang lebih rendah kemungkinan mengalami variabilitas daripada aspek isi (Machover,1978).
Berdasarkan hal diatas maka permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah adakah perbedaan aspek struktural dan formal DAP pada pria transeksual dan pria normal? Dimana tujuan dari peneltian ini adalah mengetahui perbedaan aspek struktural dan formal dari DAP pada pria transeksual dan pria normal.
Penelitian ini menggunakan dua kelompok subyek, pada transeksual dan pria normal. Kelompok pembanding dipilih pria normal lrarena pria transeksual merasa terjebak di dalam jenis kelamin pria (menurut Russell’s, 1977 dalam Janice, 1979). Subyek yang diambil sebanyak 30 orang untuk masing-masing kelompok, dengan usia antara 20-30 tahun. Hal ini dikarenakan usia 20-30 tahun termasuk dalam usia dewasa awal. Dimana pada usia tersebut sudah melewati masa remaja dan diharapkan sudah memiliki konsep diri yang relatif stabil dan telah mencapai puncak perkembangan intelektual (Hurlock, dalam Oriza, 2002). Sehingga hasil tes DAPnya tidak lagi dipengaruhi oleh faktor perkembangan Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat penelitiannya yaitu tes DAP, skala rating, yaitu skala penilaian aspek formal dan struktural dari tes DAP, dan lembar penyerta. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan t-test.
Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan aspek struktural dan formal yang signifikan dari DAP pada pria normal dan pda transeksual. Dimana aspek struktural dan formal yang menunjukan adanya perhedaan yaitu pada aspek ukuran gambar, gerakan, simetri, garis tengah, letak (kiri-kanan),sikap berdiri (melayang-mantap), sikap berdiri (tertutup-terbuka), bentuk garis, tarikan garis, tekanan garis, bayangan, perspektif, detail, distorsi, dan hapusan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Machover (1978) dan penelitian dan Hawari (1997), Marone (1998), serta Atmojo (1986), yang menunjukkan bahwa dalam diri pria transeksual terdapat perasaan inferior, perasaan anxiety, kecenderungan introvert, tertutup, dan menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, berdasarkan analisa kualitatif ditemukan hasil bahwa pria transeksual mengalami l-cesulitan dalam identitas tubuh (body image), khususnya identitas yang terdapat pada wanita yang harus dimilikinya, seperti buah dada, pinggul, betis dan alat kelamin. Hal ini sesuai dengan dengan penelitian Marone, dkk (1998) bahwa pria transeksual mengalami hambatan dalam mempersepsikan.. Selain itu dari lembar penyerta bahwa aktivitas, pekerjaan, dan hobi dari tokoh yang dibuat oleh pda transeksual menunjukkan kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Rathus, Nevid dan Rathus (1993) bahwa pria transeksual semenjak kecil lebih menyukai permainan perempuan., seperti boneka dibandingkan dengan permainan laki-laki.
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah: mengambil lebih banyak sampel, untuk mendapatkan perbedaan yang lebih akurat dan dapat cligeneralisasi kepada subyek di luar sampel penelitian. Penelitian selanjutnya akan lebih baik bila juga membandingl-can autara tes DAP pada pria transeksual dan wanita. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai konflik identitas seksual yang dialami oleh pria transeksual. Selain itu penelitian selanjutnya juga akan lebih baik bila tidak hanya menganalisa aspek struktural dan formal, tetapi juga aspek isi. Agar diperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai hasil DAP pada pria transeksual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiana Arsianti
"Tes gambar Draw A Person (DAP) adalah suatu pemeriksaan psikologis. Tes DAP sendiri termasuk ke dalam tes proyeksi, dimana subyek yang dites diberi kebebasan untuk memberikan respon apapun terhadap stimulus les tersebut, tanpa ada konsekuensi jawaban benar atau salah. Tujuan dari tes cenderung terselubung dan tidak diketahui oleh subyek sehingga respon yang diberikan subjek diharapkan merupakan proyeksi diri sepenuhnya. Gambar orang pada tes DAP diyakini oleh sebagian besar psikolog sebagai proyeksi diri subjek yang bersangkutan. Merupakan salah satu tes yang sering digunakan dal. Sebagai salah satu tes proyeksi gratis, hasil atau gambar orang pada tes ini tidak terlepas dari faktor paper and pencil mastery, yaitu pengalaman dan penguasaan terhadap media gambar itu sendiri. Paper and pencil mastery berkaitan dengan keluwesan menggunakan pensil, sehingga mempengaruhi hasil gambar yang dibuat subjek.
interpretasi dari gambar orang pada tes DAP menurut Machover (1949) dalam beberapa aspek, antara lain aspek formal ~ struktural; dan aspek isi. Jika aspek formal-struktural meliputi bagian gambar seperti garis, ukuran, hapusan simetri dll maka aspek isi meliputi bagian gambar seperti siapa tokoh yang dibuat, pakaian, aksesoris, dll. Masing-masing aspek memiliki nilai proyektif tersendiri. Dari sudut pandang seni rupa, khususnya seni gambar, suatu gambar adalah refleksi dari ingatan seseorang, lcrhadap suatu benda. Dalam hal ini, bila seseorang membuat gambar “orang" berarti ia merefleksikan atau mengungkapkan image “orang" yang ada di dalam ingatannya Sumama (2001) meyakini bahwa setiap individu memiliki daya atau potensi untuk menggambar, terbukti dari kenyataan bahwa setiap anak kecil suka mencoret-coret bahkan dengan alat yang paling sederhana seperti arang atau ranting kayu. Namun sejalan dengan usia dan pengalaman bentuk-bentuk yang diingat menjadi lebih kompleks dan sulit dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga timbul keraguan untuk mengungkapkan ingatan tersebut. Keraguan ini menyebabkan seseorang merasa tidak bisa menggambar Menurut Sumarna setiap orang memiliki potensi untuk menggambar dengan baik, dan ia bisa mengembangkan potensi tersebut jika ia terus melatih kemampuan menggambarnya.
Menurut Mardiono (2001), ada ‘beberapa teknik dasar yang harus dikuasai untuk bisa menggambar orang dengan baik, antara Lain : proporsi tubuh kesan gerakan atau emosi
dan karakter wajah dan tokoh, perspektif, bayangan dan siluet, serla gaya menggambar. Berdasarkan pengetahuan tentang aspek-aspek dalam interpretasi DAP teknik menggambar, tampak ada kemampuan antara aspek formal-struktural tes DAP dengan teknik menggambar sehingga muncul suatu pertanyaan _ bagaimana hasil tes DAP yang dihasilkan oleh orang yang terlatih menggambar? Apakah memiliki perbedaan dari. Orang yang tidak terlatih menggambar? Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang signifikan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok terlatih menggambar dan tidak Terlatih menggambar.
Penelitian ini p subjek yang terlalu menggambar dan tidak terlatih menggambar GB dilakukan dengan cara mengumpulkan gambar-gambar orang dari kelompok gambar-gambar Tersebut diambil dengan prosedur yang sesuai dengan administrasi tes DAP, tanpa lumbar asosiasi dan subyek hanya menggambar satu tokoh. Kemudian, gambar-gambar tersebut secara acak diberikan kepada razer untuk dinilai. Penilaian aspek Formal dan struktural dari gambar-gambar tersebut berdasarkan skala rating yang telah disusun sebelumnya. Untuk membandingkan masing masing aspek dan kedua kelompok digunakan teknik statistik yang membandingkan nilai rata-rata dari masing-masing aspek dari kedua kelompok. Penelitian dilakukan terhadap 29 subyek dari populasi dewasa muda berusia antara 19 - 30 tahun, yang jika dilihat dari berbagai kriteria, terdiri dari 15 orang dari kelompok terlatih menggambar (51,7%), dan 14 orang dari kelompok tidak Terlalu menggambar (48,3%); 17 orang laki-laki (58,6%) dan 12 orang perempuan (41,4%}; 5 orang mahasiswa (17,2%), 15 orang pegawai (Sl ,7%), 9 orang illustrator/designer gratis (3l%). Razer dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : rarer adalah psikolog klinis yang menjadi staff akademik jurusan Psikologi Klinis Universitas Indonesia Rarer sudah terbiasa menggunakan tes DAP, atau menginterpretasikan tes DAP dalam pemeriksaan psikologis yang ditanganinya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok yang terlatih menggambar dan tidak terlatih menggambar dalam hal adanya kesan aksi/gerakan; bayangan; detail gambar karakteristik garis seperti kecenderungan untuk lurus atau bergelomban kecenderungan untuk putus-putus atau kontinyu; dan tekanan garis. Aspek dari gambar seperti tokoh yang ekspresif, bayangan , karakteristik garis dan tekanan garis tampak lebih menonjol pada kelompok terlatih menggambar dibandingkan pada kelompok tidak terlatih menggambar. Sedangkan aspek lainnya seperti distorsi, hapusan, letak gambar, perspektif sikap dari tokoh, simetri gambar, kecenderungan garis tengah dan ukuran gambar terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutpiah
"Meningkatnya penjualan di industri otomotif yang didukung dengan adanya program Net Zero Emission (NZE) di Indonesia, menyebabkan industri otomatif harus berinovasi dengan menggunakan material yang memilik sifat mekanis yang ringan, sehingga dapat mengurangi bobot pada kendaraan bermotor. Magnesium, sebagai material dengan massa jenis yang rendah, diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar. Mg paduan AZ31B merupakan paduan magnesium yang umum digunakan dibeberapa industri, khusunya manufaktur dan pemberian perlakukan khusus akan meningkatakan sifat mekanisnya. Paduan Mg AZ31B memiliki densitas dibawah 1,8 g/cm^3 dengan ketangguhannya yang lebih tinggi dibandingkan material lainnya, seperti: aluminium, besi, dan paduan magnesium lainnya. Penelitian ini dilakukan pengujian simulatif dan non simulatif pada warm temperature yaitu pada temperatur: 50, 100, dan 150 C yang bertujuan untuk mengetahui sifat mampu bentuk (drawability) Mg paduan AZ31B. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan pengujian komposisi kimia, dan pengujian struktur mikro, untuk mendukung data pengujian tarik sebagai pengujian non-simulatif dan pengujian deep drawing sebagai pengujian simulatif. Hasil analisis dimana nilai Limitting Draw Ratio (LDR) pada proses deep drawing dengan perlakuan panas dapat meningkatkan sifat mampu bentuk pada Mg paduan AZ31B.

The increasing sales in the automotive industry supported by the Net Zero Emission (NZE) program in Indonesia, causes the automotive industry to innovate by using materials that have lightweight mechanical properties, so as to reduce the weight of motor vehicles. Magnesium, as a material with low density, is expected to improve fuel efficiency. Mg AZ31B alloy is a magnesium alloy that is commonly used in several industries, especially manufacturing and giving special treatment will increase its mechanical properties. Mg AZ31B alloy has a density below 1.8 g/cm^3 with higher toughness than other materials, such as: aluminum, iron, and other magnesium alloys. This study conducted simulative and non-simulative tests at warm temperatures, namely at temperatures: 50, 100, and 150 C which aims to determine the drawability of Mg alloy AZ31B. In addition, this study also conducted chemical composition testing, and microstructure testing, to support tensile testing data as non-simulative testing and deep drawing testing as simulative testing. The results of the analysis where the Limitting Draw Ratio (LDR) value in the deep drawing process with heat treatment can improve the formability of Mg AZ31B alloy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Rosari Sesanti
"Remaja merupakan pengguna internet terbesar di masyarakat yang memiliki kerentanan dalam menggunakan media sosial melalui gadget secara berlebihan. Screen time berlebih banyak terjadi kepada remaja di Indonesia. Screen time berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak negatif tersebut akan menjadi sumber dari penyakit baik fisik maupun mental. Peningkatan koping dengan meningkatkan kemampuan diri melalui menggambar dengan menjadi salah satu alternatif intervensi untuk menjaga remaja mempertahankan kesehatannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran keefektifan intervensi peningkatan koping dengan menggambar untuk menurunkan penggunaan gadget berlebih pada remaja yakni Anak B yang berusia 14 tahun. Melalui pengkajian keperawatan didapatkan data bahwa Anak B memiliki screen time lebih dari 2 jam sehari baik pada hari sekolah maupun hari libur. Implementasi peningkatan koping dengan menggambar dilakukan selama 2 kali dalam seminggu selama 3 minggu dengan durasi 20-30 menit. Hasil implementasi ini, terjadi peningkatan minat dan perilaku melakukan keterampilan yang diminati ataupun aktivitas fisik. Intervensi peningkatan koping dengan menggambar dapat direkomendasikan menjadi salah satu intervensi keluarga dengan screen time berlebih pada remaja untuk menurunkan penggunaan gadget.

Teenagers are the largest internet users in society who are vulnerable to excessive use of social media via gadgets. Excessive screen time can have various negative impacts. This negative impact will be a source of both physical and mental illness. Increasing coping by increasing self-efficacy through drawing is an alternative intervention to help teenagers maintain their health. The purpose of this writing is to provide an overview of the effectiveness of an intervention to increase coping by drawing to reduce excessive gadget use in adolescents, namely Child B who is 14 years old. Through nursing assessments, data was obtained that the client had screen time of more than 2 hours a day, both on school days and holidays. Implementation of increased coping by drawing is carried out 2 times a week for 3 weeks with a duration of 20-30 minutes. As a result of this implementation, there was an increase in interest and behavior in carrying out skills of interest or physical activity. The intervention to increase coping by drawing can be recommended as one of the interventions for families with excessive screen time in teenagers to reduce gadget use."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library