Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Is Suhariah Ismid
"

Filariasis yang oleh orang awam disebut penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Cacing dewasa filaria hidup di pembuluh dan kelenjar getah bening, sehingga penyakit ini sering disebut filariasis limfatik. Cacing betina akan menghasilkan keturunan yang disebut mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah tepi hospes (inang).

Di dunia terdapat 3 spesies cacing filaria limfatik pada manusia yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Penyebaran filariasis dapat ditemukan di daerah tropik maupun subtropik. Menurut WHO terdapat kurang lebih 1 milyar penduduk tinggal di daerah endemik yang berisiko terinfeksi filaria dan 120 juta penduduk di antaranya terinfeksi filaria, dengan rincian 90% terinfeksi W. bancrofti dan 10% terinfeksi B. malayi dan B. timori. W. bancrofti tersebar di Asia, Afrika, Cina, Kepulauan Pasifik dan sebagian Amerika Latin. B. malayi tersebar luas di Asia Tenggara, sedangkan B. timori mempunyai penyebaran yang terbatas hanya di Nusa Tenggara Timur.

Nyamuk merupakan vektor penting dalam penularan filariasis, akan tetapi tidak semua nyamuk potensial menjadi vektor. Vektor potensial adalah nyamuk yang dapat mengembangkan mikrofilaria menjadi larva infektif. Daur hidup filaria memang agak kompleks karena dafam satu daur hidupnya mempunyai dua fase, yaitu dalam tubuh manusia dan nyamuk. Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk akan melepaskan sarungnya di lambung nyamuk. Setelah 2 -- 6 jam berada dalam lambung nyamuk, kemudian menembus dinding lambung pergi ke otot toraks. Di otot toraks mikrofilaria akan berubah menjadi larva stadium 1, 2 hari kemudian menjadi larva stadium I I dan menjadi larva stadium I I I setelah 10 - 15 hari. Larva stadium III merupakan bentuk infektif bagi manusia. Larva stadium III dari otot toraks akan menuju kelenjar liur nyamuk siap untuk ditularkan ke manusia.

Pada saat nyamuk menggigit manusia, larva stadium III dilepaskan di kulit sekitar tempat gigitan, kemudian masuk ke peredaran darah lewat lubang gigitan nyamuk. Larva stadium III ini di badan manusia berkembang menjadi larva stadium IV kemudian masuk ke kelenjar getah bening dan berkembang menjadi cacing dewasa jantan atau betina. Setelah pembuahan, cacing betina akan menghasilkan mikrofilaria yang dilepas ke peredaran darah. Mikrofilaria dapat ditemukan di darah tepi secara periodik, kadang-kadang hanya malam saja yang disebut periodik noktuma.

Mikrofilaria yang hanya ditemukan di peredaran darah pada siang hari saja, disebut periodik diurna. Mikrofilaria yang ditemukan pada malam dan siang hari dalam jumlah yang lebih sedikit pada siang hari mempunyai periodisitas subperiodik nokturna dan bila jumlah mikrofilaria pada siang hari lebih banyak daripada malam hari mempunyai periodisitas subperiodik diurna. Selain itu terdapat mikrofilaria yang berada di darah siang dan malam sama banyaknya sehingga disebut aperiodik. Periodisitas mikrofilaria itu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya oleh tekanan oksigen pada arteri dan vena, kegiatan hospes serta aktivitas menggigit vektor.

"
Jakarta: UI-Press, 2005
PGB 0164
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Rodiah Noor Millah
"Telah dilakukan penelitian pada kukang sumatera (Nycticebus coucang) di penangkaran PSSP. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengamati ada atau tidaknya pengaruh tekanan lingkunan terhadap kukang yang telah hidup di penangkaran selama ±8 tahun. Subjek penelitian meliputi kandang K1: satu kukang jantan, satu kukang betina, satu anak; kandang K2: satu kukang jantan; kandang K3: satu kukang jantan dan satu kukang betina.
Penelitian meliputi pengamatan aktvitas sang hari (diurnal) pada pukul 09.00-15.00 (GMT+7) dengan metode scan sampling interval 10 menit tanpa jeda selama 1.920 menit dalam satu bulan, serta pengukuran kadar hormon kortisol feses dengan metode kompetitif ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Konsentrasi kortisol didapatkan melalui konversi nilai OD terhadap kurva standar persamaan y= 1/(-2.12642 + 6.381724x2.47709) dan y= 1/(-5.0690 + 2.89654x4.099722).
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas diurnal pada kukang dengan persentase rata-rata terbesar meliputi unseen 94,12% pada K1, sleeping 45,22% pada K3, dan resting pada 33,05% K2. Kadar kortisol terdeteksi berfluktuasi, kadar kortisol tertinggi adalah 0,6 ng/ml dan terendah 0,02 ng/ml.

Research on slow loris (Nycticebus coucang) has conducted in Primate Research Center, Bogor. This research aim to examine the presence of environmental influence to Nycticebus coucang which have been living in captivity for ±8 years. Subject on three cages consist of K1: one male and one female with an infant; K2: one single male; K3: one male and one female.
Behavioural observation during the day (diurnal) had been done at 09:00-16:00 (GMT +7) through scan sampling method with 10 minutes interval without pause for 1.920 minutes for one month. Cortisol level had been measured with the competitive-ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) method. Cortisol level obtained through conversion of OD value with standard curve y= 1/(-2.12642 + 6.381724x2.47709) and y= 1/(-5.0690 + 2.89654x4.099722).
Result of the study showed diurnal activities with highest average percentage are unseen 94,12% on K1, sleeping 45,22% on K3, and resting 33,05% on K2. Cortisol levels are fluctuating. Highest cortisol level is 0.6 ng/ml and the lowest is 0.02 ng/ml.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perbandingan antara model TEC near-real time (TEC-NRT) regional Indonesia dan model TEC GIM (Global Ionospheric Map) berdasarkan variasi diurnal telah dapat dilakukan. Metode perbandingannya dengan mencari selisih nilai TEC kedua model secara spasial (lintang dan bujur) yang mencakup wilayah Indonesia. Perbandingan yang telah dilakukan hanya menggunakan data TEC kedua model tanggal 15 Maret 2009 dengan rentang waktu 0 â?? 10 UT. Kedua model memiliki pola yang sama dalam pola diurnal. Hanya saja, pola grafik diurnal TEC model GIM lebih landai dibandingkan model TEC-NRT sehingga terlihat waktu nilai puncak TEC kedua model berbeda. Jam 6 UT adalah waktu nilai TEC mencapai puncak dalam variasi diurnal untuk model TECNRT, sedangkan model GIM memiliki waktu puncak TEC pada jam 8 UT dalam variasi diurnal. Pemodelan TEC dari model TEC-NRT secara umum lebih rendah (underestimate) terhadap TEC model GIM. Dari jam 0 â?? 10 UT, selisih nilai TEC model TEC-NRT sekitar 2 â?? 20 TECU dari nilai TEC model GIM. Selisih terbesar pada jam 10 UT, yaitu sekitar 10 â?? 20 TECU. Pada jam tersebut, nilai TEC model TEC-NRT seluruh wilayah Indonesia model lebih rendah dibandingkan model GIM"
620 DIR 5:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Kusdinar
"Dalam tahapan ekplorasi emas, diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi keberadaan suatu endapan urat – urat kuarsa (vein kuarsa), dimana urat – urat tersebut berasosiasi dengan zona patahan dan zona alterasi. Metode Magnetik adalah salah satu metode Geofisika yang dapat merespon keberadaan suatu zona patahan dan zona alterasi di bawah permukaan, sehingga metode magnetik ini digunakan untuk menduga adanya suatu keberadaan urat – urat kuarsa. Dari hasil data pengukuran dilakukan KOREKSI DIURNAL dan KOREKSI IGRF, kemudian dilakukan UP WARD CONTINUATION untuk men – smoothkan grafik lintasan pengukuran, dan ketika pemodelan menggunakan metode FORWARD MODELLING untuk memperoleh gambaran awal mengenai geometri benda anomali bawah permukaan. Dari hasil pemodelan diketahui yaitu bahwa terdapat 3 lintasan yang diperkirakan berprospek untuk dilakukan pengeboran. Rekomendasi pengeborannya yaitu Lintasan GKD 1 diduga terdapat jalur vein sekitar titik -75 sampai -70 untuk itu rekomendasi titik pengeboran disekitar titik -5 dan 0 dengan kemiringan 450 arah horizontal, Lintasan GKD 2 diduga terdapat jalur vein sekitar titik -75 sampai -50 untuk itu rekomendasi titik pengeboran disekitar antara titik -6 dan -5 serta antara -3 dan -2 dengan kemiringan 450 arah horizontal, Lintasan GKD 3 diduga terdapat 3 jalur vein sekitar titik -100 sampai -75, lalu sekitar titik 0 sampai 50 dan sekitar titik 200 sampai 225, untuk itu rekomendasi titik pengeboran titik bor ditempatkan diantara titik -6 & -3, kemudian titik bor ditempatan diantaranya titik -1 & 4 dan titik bor ditempatkan diantara titik 7 & 12 dengan kemiringan 450 arah horizontal.

In Gold eksploration, need a method where it can be detect the vein of quarz, where that vein is associated with fault and alteration zone. Magnetic method are one of geophysics method where it can give response about the fault and alteration zone in under surface, so this magnetic method are use to know the vein of quarz. From the aqusition data doing the DIURNAL CORRECTION and IGRF CORRECTION, than doing UP WARD CONTINATION to smoothing the profile of magnetic, and than at modelling is use the FORWARD MODELLING to estimate the geometry of anomali in under surface. From the modelling known that from 6 line is just have 3 line prospect to do eksploration. The recomand to drilling is at line GKD 1 have a vein where the location is about point -75 until -70 and for drilling are about point -5 and 0, The recomand to drilling is at line GKD 2 have a vein where the location is about point -75 until -50 and for drilling are about point -6 and -5 and than about point -3 and -2, The recomand to drilling is at line GKD 3 have a vein where the location is about point -100 until -75, 0 and 5, 200 and 225, and for drilling are about point -6 and -3 and than about point -1 and 4, and last is about 7 and 12."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S29291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Lisa Meilanda
"Aktivitas pengunjung dapat memberikan dampak pada perilaku satwa di kebun binatang. Telah dilakukan penelitian pengaruh aktivitas pengunjung terhadap perilaku diurnal harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) hasil pertukaran di Taman Margasatwa Ragunan. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku adaptasi harimau hasil pertukaran dikaitkan dengan aktivitas pengunjung. Fokus penelitian yaitu pada dua ekor harimau hasil pertukaran yang dibandingkan dengan dua ekor harimau TMR sebagai kontrol. Keempat harimau berjenis kelamin jantan dengan rentang usia yang tidak jauh berbeda. Penelitian dilakukan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi DKI Jakarta, yaitu selama delapan pekan dari Juli sampai September 2020 mulai pukul 08.00—13.00 WIB. Metode yang digunakan ialah continuous focal sampling dan ad libitum dengan interval waktu 15 menit tanpa jeda. Perilaku yang diamati terbagi menjadi lima kategori, yaitu aktif, marking, lokomosi, istirahat, dan Abnormal Repetitive Behaviour (ARB). Kondisi pengunjung dibagi menjadi tiga kategori, yaitu aktivitas, kepadatan, dan kebisingan. Terdapat perbedaan kondisi pengunjung yang terjadi pada tiga kategori kondisi hari berbeda, yaitu hari libur kebun binatang, hari kerja, dan akhir pekan. Hasil pengamatan menggunakan uji t independen dengan α = 0,050 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara harimau baru dan harimau lama pada perilaku aktif dan istirahat di ketiga kategori kondisi hari. Hal tersebut diasumsikan bahwa perilaku aktif dan istirahat harimau baru telah teradaptasi dengan lingkungan kandang TMR. Perbedaan yang signifikan muncul pada perilaku ARB saat hari libur kebun binatang, perilaku marking dan lokomosi saat hari kerja, dan perilaku marking, lokomosi, dan ARB saat akhir pekan. Perbedaan tersebut muncul karena adanya perbedaan kondisi kandang dan kemunculan kondisi pengunjung yang berbeda pada setiap kandang.

Visitor’s activities can have an impact on animal’s behaviour in the zoo. Research about the effects of zoo visitors on the diurnal behaviour of exchanged Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) program at Taman Margasatwa Ragunan (TMR) has been studied. The aim of this research is to identify the behavioral adaptation of two exchanged Sumatran tigers related to the zoo visitors’ activity. The main subjects of this research are the two (2) exchanged Sumatran tigers compared with two (2) TMR’s tigers as the control. All of them are male tigers which short-age differences. The Research has been studied while the transition of Mass Social Distancing or Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) in DKI Jakarta enforced and lasted for eight (8) weeks from July until September 2020 start from 08.00—13.00 WIB (Western Indonesian Time). Continous focal sampling and ad libitum methods with fifteen (15) minutes interval without pause was used for this research. The focused behaviours were divided into five (5) categories: active, marking, locomotion, resting, and Abnormal Repetitive Behaviour (ARB). The visitor’s conditions were divided into three (3) categories: activity, density, and intensity. There were three conditions that represented zoo visitors: the closed day zoo, the weekdays, and the weekend. Based on the independent samples t-test with α = 0,050, it was shown, there were no significant difference between the exchanged and the control tigers in their active and resting behaviour on all conditions. Because of these, it could be assumed that the active and resting behaviour of new tigers have been adapted with TMR’s captive environment. The significant difference occurred on ARB when the closed day zoo, marking and locomotion behaviour on the weekdays, and marking, locomotion, and ARB on the weekend. It was because the difference of captive condition and the presence of zoo visitors on each captive."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawanto A. Prastowo
"Waktu latihan mempengaruhi peningkatan kadar antigen t-PA (ant t-PA). Waktu latihan sore meningkatkan kadar ant t-PA lebih tinggi dibanding waktu latihan pagi pada intensitas latihan yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh waktu latihan aerobik intensitas 60-70% laju jantung maksimal (LJM, 220-umur) selama 15 menit terhadap peningkatan kadar dnt t-PA. Subyek terdiri dari 16 laki-laki sehat, tidak terlatih berumur 25-35 tahun yang menjalani uji sepeda pagi (06.30-08.30 wib) dan sore (15.00-17.00) pada selang waktu 2 hari. Uji Wilcoxon sign ranked menunjukkan peningkatan kadar ant t-PA yang bermakna setelah latihan pagi dan sore sebesar 43,5% (P=0,03) dan 35% (P=0,03). Uji Wilcoxon U menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara peningkatan kadar ant t-PA setelah latihan pagi dan sore. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu latihan pagi atau sore tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar ant t-PA pada intensitas latihan sedang.

Increased t-PA antigen (t-PA ant) level during exercise is affected by diurnal variation. Exercise in the afternoon increases t-PA ant higher than exercise in the morning. Purpose of this study was to examine the effect of time of day aerobic exercise on t-PA ant level. Subjects were 16 sedentary, healthy untrained male, performed 2 session ergo cycle at 60-70 maximal heart rate (MHR, 220-age) both Morning (06.30-08.30) and afternoon (15.00-17.00) by 2 days separated. Wilcoxon sign ranked test show t-PA ant increased significantly after exercise in the morning (43.5%, P=0,03) and afternoon (38%, P=0,03) but not significant different between morning and afternoon (P=0,97). It was concluded that time of day exercise did not affect t-PA ant level in moderate aerobic exercise intensity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T55780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library