Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gunawan Widjaja
Jakarta: Prenada Media, 2004
346.07 GUN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reynolds, Michael
London : Sweet & Maxwell, 2013
346.4 REY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Huala, Adolf
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
341.52 ADO h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reed, Lucy
Boston: Wolters Kluwer, 2011
341.522 REE g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Oxford University Press, 2008
346.01 APP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rokhani
Abstrak :
Terbukanya ruang demokrasi dalam dunia peburuhan ditandai dengan diundangkannya Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi. Dengan adanya lebih dari satu serikat buruh, dapat muncul konflik antar SB. Tidak saja antara SB yang baru dengan SB yang lama akan tetapi juga antar SB yang Iahir pada masa sesudah orde baru runtuh. Perbedaan-perbedaan dalam bebagai bidang misalnya strategi perjuangan, rekruitmen anggota, pola kepemimpinan dan idologl, ditambah dengan kemungkinan adanya-friksi yang terus menerus, dan dengan dimungkinkannya SB-SB ini berada dalam satu perusahaan, sehingga friksi tersebut pada tingkatan tertentu dapat berubah menjadi konfIik. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur perselisihan antar SB, studi tentang konflik antar SB sangat menank mengingat serikat buruh sebagai kekuatan politik masyarakat yang seharusnya dapat menjadi kekuatan yang satu dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencliskripsikan syarat-syarat kondisional yang mendorong timbulnya Iebih dari satu SB dalam satu perusahaan. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya konflik antar SB. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi pendorong integrasi bagi SB dalam satu perusahaan. Menganalisis peranan pemerintah dalam konflik antar SB dikaitkan dengan hak kebebasan berserikat sebagimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh. Ditinjau dari jenisnya, studi ini termasuk penelitian kualitatif dengan spesifikasi studi kasus Karena yang akan dituiiskan dalam studi ini bersifat penyelidikan, maka yang diperlukan adalah kecukupan informasi unluk dianalisis. Yaitu berbagai persoalan yang mewarnai adanya konflik antar SB. Sedangkan komunitas yang akan menjadi perhatian adalah tiga perusahaan yang memiliki dua serikat buruh, yang berada di Kota dan Kabupaten Tangerang. Dalarn hal ini dipilih adalah perusahaan yang sudah dipastikan mempunyai dua SB dengan pasangan yang cukup variatif. Kepastian ini diperoleh berdasarkan informasi awal yang dikumpulkan oleh penulis pada saat persiapan pembuatan proposal. Pada saal sudah ditetapkan tiga perusahaan yang akan diteliti, ketiga perusahaan adalah penghasil sepatu dengan label intemasional yang cukup ternama yaitu Adidas. Nike dan Reebok. Adapun tiga perusahaan dan nama-nama SB yang dipilih adalah PT. Adis Dimension lndustry footwear (ADF) produsen sepatu Nike, PT. Panarub lndustry Ltd. produsen sepatu Adids dan PT. Dong Joe Indonesia produsen sepatu Reebok. Ketiga perusahaan berlokasi di Kabupaten dan Kota Tangerang. Dari studi ini disimpulkan bahwa a) Adanya lebih dari satu SB dalam satu perusahaan, selalu diawali adanya salu SB terlebih dahulu. Kemudian karena adanya faktor-faktor pendorong berdirinya SB maka terbeniuk SB yang baru. b) Syarat-syarat kondisional terjadinya perubahan dari kelompok semu menjadi kelompok kepenlingan sebagaimana yang dikemukan oleh Dahendorf, meliputi kondisi teknis organisasi, kondisi politis organisasi dan kondisi sosial orgnisasi dapat dipenuhi oleh SB yang diteliti, disebabkan adanya perubahan secara politis dilingkat kenegaraan. Yaitu adanya kebebasan berserikat yang dijamin oleh undang-undang. c) Masing-rnasing SB berbeda dalam menyikapi konflik antar SB. Untuk dapat menurunkan intensitas konflik antar SB, peranan SB yang dominan dalam jumlah sangat panting dengan mernbangun komunikasi anlar SB dan menjaga agar konflik tetap pada posisi yang fungsional. d) Perbedaan cara berhubungan sosial SB dalam satu perusahaan berpengaruh pada cara mengatasi konflik antar SB. Pada SB yang memiliki profil sosial yang sama, seperti di PT. ADF lebih dapat mengatasi konflik, jika dibandingkan dengan SB yang memiliki profil sosial yang berbeda Seperti yang terjadi di PT. Panamb dan PT. Dong Joe. e) Konflik-konflik yang terjadi antar SB lebih pada konflik emosi dibanding konflik subslansi. Dengan demikian, penyelesaian melalui jalur hukum tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. f) Sebagian pengurus SB mampu memanfaatkan konflik unluk membangun kinerja dalam intem orgnisasi, seperti yang terjadi pada SPN dan Perbupas di PT. Panarub. Konflik menyebabkan keduanya berusaha unluk bekerja maksimal guna mempertahankan jumlah anggota bagi SPN dan menambah jumlah anggota bagi Perbupas. Sedangkan yang terjadi di PT. ADF beiusaha meredam konflik dengan cara mengajak kerja sama serikat bumh lainnya dengan cara yang maksimal. Demikian yang terjadi di PT. Dong Joe, konflik antar SB juga mendorong masing-masing serikat berusaha Iebih balk. Dari sisi pengamh antar serikat boleh dikatakan bahwa konflik antar SB yang lerjadi pada ketiga perusahaan adalah konflik yang fungsional khususnya lagi yang terjadi di PT Adis Dimension Footwear (ADF). Akan tetapi tidak demikian halnya jika dilihat dari sisi manajemen mereka cukup kerepotan dalam menghadapi konflik yang terjadi antar serikat pekerja serikat buruh. g) Para pengurus SB di tingkat cabang dan tingkat nasional menganggap konflik antar SB di tingkat pabrik adalah persoalan para pengurus SB tingkat pabrik, sehingga tidak ada petunjuk khusus dari organisasi unluk menghadapi masalah ini. Kalaupun ada keterlibatan para pimpinan serikat buruh hanya dalam bentuk nasihat jika telah terjadi konflik, dan tidak ada strategi khusus yang ditawarkan unluk mengatasi konflik yang terjadi. Sehingga kehadiran pimpinan serikat pekerja tingkat cabang kurang dirasakan manfaatnya khususnya yang dirasakan oleh SPN PT. Panarub sehingga Iebih merasa yakin meminta bantuan penyelesaian pada pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang. i) Tahapan terjadinnya konflik antar SB yang diteliti tidak melalui tahapan yang seperti terjadi pada konflik sosial yang lain, yang dapat meningkat pada krisis karena adanya tindak kekerasan dan pada akibat konflik. Akan tetapi hanya pada tahap I yaitu oposisi atau ketidak cocokan potensial dan tehap ll yaitu konfrontasi. Namun demikian pola dan tahapan konflik antar SB tidak dapat ditetapkan secara ketat, mengingat kondisinya bisa terus bergerak dari tahap I meningkat menjadi tahap ll dan dapat kembali menajdi tahap I. j) Penye|esaian konflik antar SB juga telah disiapkan peraturan perundangaannya melalui Undang-Undang No. 2 tahun 2004. k) Peran pemerintah dalam di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten/Kota. Dalam persoalan konflik antar SB peran pemerintah diwujudkan daiam 4 fungsi yaltu sebagai pencatat, Pembina, pengawas dan penyidik. Peran-peran ini diatur dalam tiga Undang-undang yaitu Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang SPISB, Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) l) Sikap manajemen pada umumnya sangat berhati-hati dalam memperlakukan dua SB di perusahaannya. Mengingat ke tiga perusahaan memproduksi sepatu denga merk internasionai yaitu Nike, Reebok dan Adidas, sehingga mereka harus menjaga reputasinya agar tidak dianggap menentang kebebasan berserikat (terkait dengan isu HAM), di sisi lainnya mereka harus menjaga suasana ketenangan berusaha sebagai jaminan bagi partner bisnis mereka. Sehingga para manajemen perusahaan yang diteliti, bertindak sebagai fasilitator/mediator dalam setiap konflik antar SB yang terjadi di perusahaannya. m) meskipun konflik-konflik yang terjadi antar SB dengan intensitas yang tinggi, seperti terjadi di PT. Panarub dan PT. Dong Joe, namun potensiai integrasi antar SB tetap ada mengingat faktor-faktor pendorong terjadinya konflik adalah bukan suatu yang sangat prinsip seperti ideologi atau perbedaan tujuan, akan tetapi lebih pada masalah perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, ketidaksesuaian pencapaian tujuan, ketidakcocokan periiaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak Iain pada apa yang akan dicapai oleh pihak iainnya, persaingan, kurangnya kerjasama, adanya usaha mendoniinasi dan tidak taat pada tata tertib dan peraturan kerja organisasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra
Abstrak :
ABSTRAK Sanksi Ekonomi Unilateral/sepihak, telah banyak menimbulkan perdebatan dalam hukum internasional. Sanksi ekonomi merupakan alat kebijakan luar negeri yang digunakan oleh negara atau organisasi internasional untuk mempengaruhi pemerintah atau kelompok pemerintahan untuk mengubah kebijakan mereka dengan membatasi perdagangan, investasi, atau kegiatan komersial lainnya.Tindakan tersebut tentunya berlawanan dengan era perdagangan saat ini yang bertujuan untuk membangun kerjasama ekonomi secara global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa legalitas serta efektifitas pengenaan sanksi ekonomi oleh Uni Eropa terhadap Federasi Rusia, serta meninjau keberadaan sanksi dalam peraturan hukum perdagangan internasional. Tindakan pemberian atau penjatuhan sanksi diketahui bahwa hanya merupakan kewenangan tunggal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan hanya melalui otoriasinya suatu negara atau organisasi internasional dapat memberlakukan sanksi tersebut kepada negara lain. Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan pemberian sanksi ekonomi memang dapat diperbolehkan tetapi dalam ketentuan yang juga mengacu kepada Piagam PBB atau sebagai tindakan balasan atas pelanggaran negara target terlebih dahulu.
ABSTRACT Unilateral economic sanctions is already have caused many debates in international law. Economic sanctions are foreign policy tools used by countries or international organizations to influence other countries to change their policies by limiting trade, investment, or other commercial activities. Such actions are certainly controvert from the current trade era which is aims to build global economic cooperation among nations. The purpose of this study is to analyze the legality and effectiveness of imposing economic sanctions by the European Union on the Russian Federation, as well as reviewing the existence of sanctions in the rules of international trade law. The act of giving or imposing sanctions is known to be the sole authority of the United Nations (UN) Security Council, and only through its authorization can a country or international organization impose such sanctions on other countries. In international trade law, the provision of economic sanctions can indeed be permitted but under special circumstances that also refer to the UN Charter provisions or as a retaliation for the violation of the target country first.
2019
T52219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Erfa Redhani
Abstrak :
ABSTRAK
Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Melalui Peradilan Khusus Desain penyelesaian sengketa pilkada di Indonesia belum terintegrasi dengan baik sehingga seringkali aspek keadilan pemilu electoral justice guna untuk menciptakan pemilu yang bebas dan adil free and fair election belum tercapai. Padahal penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah seharusnya melihat sisi efektifitas dan efisiensi dari lembaga yang menangani sengketa tersebut. Dalam hal penyelesaian sengketa hasil pilkada, terdapat banyak pergantian terkait dengan lembaga yang menanganinya. Hal ini disebabkan oleh penafsiran dari pilkada bagian rezim pemilu atau pemerintahan daerah. Terakhir, UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur tentang Pilkada menentukan bahwa penyelesaian sengketa hasil pilkada ada pada Badan Peradilan Khusus. Sebelum adanya peradilan khusus tersebut, Mahkamah Konstitusi masih berwenang untuk mengadili sengketa hasil pilkada. MK menjadi peradilan transisi sebelum adanya badan peradilan khusus yang harus dibentuk sebelum pilkada serentak Tahun 2024. Desain badan peradilan khusus pilkada yang ditawarkan dalam tesis ini tidak hanya mengadili dan menyelesaikan sengketa hasil pilkada, namun juga mengintegrasikan sengketa pilkada lainnya yang memungkinkan untuk diintegrasikan. Sesuai dengan amanat UU Kekuasaan Kehakiman yaitu ada 2 dua syarat formal yang harus dipenuhi dalam membentuk badan peradilan khusus yaitu dibentuk dibawah salah satu lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung dan dibentuk dengan undang-undang. Peradilan khusus pilkada tersebut dibentuk dibawah lingkungan peradilan tata usaha negara dengan kewenangan mengadili sengketa hasil pilkada dan mengadili perselisihan tata usaha negara mencakup juga perselisihan pemilihan sebagaimana yang ada pada UU 10 Tahun 2016 . Kata Kunci : Sengketa, Pilkada, Peradilan Khusus.
ABSTRACT
Dispute Resolution of Region Election Through Special Court The dispute resolution design for regional elections in Indonesia has not been well integrated so often the aspects of electoral justice in order to create free and fair election have not been reached. Whereas the resolution of the dispute over the regional head election should see the effectiveness and efficiency of the agency handling the dispute. In the case of dispute resolution of election results, there are many changes related to the agency that handles it. This is due to the interpretation of elections to the election regime or regional government. Finally, Law Number 10 Year 2016 which regulates the Pilkada determines that the resolution of the dispute over the election results is on the Special Court. Prior to the special judiciary, the Constitutional Court is still authorized to adjudicate election disputes. The Constitutional Court becomes a transitional justice before the existence of a special judicial body that must be established before the elections simultaneously in 2024. The design of the special election court body offered in this thesis not only prosecutes and resolves the dispute over election results, but also integrates other electoral disputes that allow for integration. In accordance with the mandate of Judicial Power Law, there are 2 two formal requirements that must be fulfilled in forming a special judicial body that is formed under one of the court environment under the Supreme Court and established by law. The special election court is established under the administrative court of the state with the authority to adjudicate electoral dispute cases and adjudicate state administrative disputes including electoral disputes as well as in Law Number 10 Year 2016 . Keywords Disputes, Regional head elections, Special Court
2017
T48881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Fajar Ali
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan terhadap peranan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN dengan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti musik. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana bentuk sengketa terkait royalti musik, bagaimana kedudukan LMKN dan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti, dan apakah perlu LMKN mengadopsi aturan yang terkait kewenangan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti. Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa bentuk sengketa royalti musik yang sering terjadi antara lain berupa formulasi penghitungan royalti yang tidak sesuai, royalti atas pemberian lisensi dan besaran royalti. Adapun peranan LMKN dalam penyelesaian sengketa royalti musik yaitu dapat melakukan mediasi apabila terjadi sengketa, sedangkan Copyright Royalty Board dapat memutuskan terkait distribusi royalti secara parsial sebagian selama menunggu proses penyelesaian sengketa berjalan, menerima atau menolak klaim royalti, menerima atau menolak permohonan penyesuaian tarif dan menyetujui/mengesahkan suatu kesepakatan/perjanjian tentang hal-hal yang disetujui oleh sebagian atau semua pihak selama proses penyelesaian sengketa, sebagai dasar penentuan syarat-syarat dan tarif atau sebagai dasar distribusi pembayaran royalti. Agar tidak terjadi lagi multitafsir terkait kewenangan dan kedudukan LMKN, kiranya Pemerintah perlu segera menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan dalam penyusunannya perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi beberapa aturan yang terkait kewenangan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti.
ABSTRACT
This thesis aims to examine the comparison of the role of the National Collective Management Organization Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN and the Copyright Royalty Board in musical royalties related dispute settlement. The problems of this thesis include what musical royalties related disputes are, how LMKN and the Royal Royalty Board are positioned in the settlement of royalties related disputes, and whether or not it is necessary for LMKN to adopt the rules relating to the authority of the Copyright Royalty Board in the settlement of royalties related disputes. After conducting the research, it is concluded that forms of most frequent musical royalties related disputes include unacceptable formulation of royalty calculations, royalties for licensing and amounts of royalties. The role of LMKN in the settlement of royalties related disputes is to mediate in the event of a dispute, while the Copyright Royalty Board may decide on partial royalty distribution while pending a dispute settlement process, accept or reject a claim for royalty, accept or reject an application for rate adjustment and approve endorse an understanding agreement on matters agreed by some or all parties during a dispute resolution process, as a basis for determining terms and rates or as a basis for distribution of royalty payments. In order to avoid further multiple interpretations with regard to the authority and position of LMKN, it is necessary for the Government to immediately enact a Government Regulation as the implementation of Law Number 28 of 2014 and, in its preparation, it is necessary to consider the adoption of several rules with regard to the authority of the Copyright Royalty Board in the settlement of royalty disputes.
2018
T51351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Martin Toyota
Abstrak :
Trend jumlah sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak meningkat setiap tahun. Peningkatan salah satunya disebabkan oleh sengketa berulang sejenis yang sebelumnya sudah terdapat Putusan Pengadilan Pajak. Sengketa berulang ini merugikan Otoritas Pajak dan Wajib Pajak dari segi waktu dan biaya. Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran kondisi harmonisasi atas sengketa berulang sejenis, peraturan yang belum dilakukan harmonisasi, dan pengaruh disharmonisasi peraturan. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang digunakan adalah Putusan Pengadilan Pajak tahun 2017 s.d 2019 sebanyak 1858 putusan dan wawancara kepada Praktisi Pajak dan DJP. Pengolahan data menggunakan analisis konten dan deskriptif. Hasil analisis konten putusan menunjukkan terdapat sengketa akibat disharmonisasi peraturan, yaitu: sengketa kegiatan usaha terpadu (Integrated), sengketa penerbitan Surat Ketetapan Pajak hasil Verifikasi, sengketa Tanggal Pemberitahuan Faktur Pajak Mendahului Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP), dan sengketa penjualan barang jaminan gadai. Dari keempat sengketa tersebut merupakan sengketa berulang dan sudah ada Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali. Hasil analisis pengolahan data dan wawancara diketahui disharmonisasi peraturan disebabkan kurangnya pemahaman mengenai filosofi perpajakan dan orientasi kepada peningkatan penerimaan. Fakta lainnya, harmonisasi peraturan baru dilakuan apabila sudah terbit Putusan Uji Materiil. Selain itu, ada peningkatan peningkatan jumlah sengketa, biaya, dan waktu akibat tidak dilakukannya harmonisasi peraturan atas sengketa berulang sejenis. Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan Putusan Pengadilan Pajak belum dijadikan dasar untuk melakukan harmonisasi peraturan, begitu juga yang sudah diperkuat dengan Putusan Peninjauan Kembali. Subdirektorat Harmonisasi Peraturan belum melakukan perbaikan peraturan yang menjadi sengketa berulang sejenis. Terakhir, disharmonisasi peraturan merugikan Otoritas Pajak dan Wajib Pajak dari segi peningkatan jumlah sengketa, biaya, dan waktu. ......The trend of the number of tax disputes submitted to the Tax Court is increasing every year. One of the increases was caused by recurring disputes of the same type for which there had previously been a Tax Court Decision. This recurring dispute is detrimental to the Tax Authorities and Taxpayers in terms of time and cost. The purpose of this study is to provide an overview of the harmonization conditions for recurring disputes of the same type, regulations that have not been harmonized, and the effect of regulatory disharmony. This research is a case study using qualitative methods. The data used are 1858 decisions and interviews with Tax Practitioners and DGT for 2017 to 2019. Data processing using content analysis and descriptive. The results of the analysis of the content of the verdict show that there are disputes due to regulatory disharmony, namely integrated business activity disputes, disputes on the issuance of Verification Tax Assessment, disputes on Tax Invoice Notification Date Preceding Tax Invoice Serial Number (NSFP), and disputes on the sale of pledged collateral. Of the four disputes are recurring disputes, and there are already Tax Court Decisions and Judgment on Reconsideration. Data processing analysis and interviews show that regulatory disharmony is due to a lack of understanding of taxation philosophy and orientation towards increasing revenue. Another fact is that the harmonization of new regulations takes effect when a Judicial Review Decision has been issued. Besides, there is an increase in the number of disputes, costs, and time due to not harmonizing the regulations on recurring disputes of this kind. From the discussion results, it is concluded that the Tax Court Decision has not been used as a basis for harmonizing regulations, as has been strengthened by the Judgment on Reconsideration. The Sub-directorate of Regulatory Harmonization has not made any improvements to regulations that become recurring disputes of the same type. Finally, disharmony of regulations is detrimental to the Tax Authorities and Taxpayers in increasing the number of disputes, costs, and time
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>