Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tantho Hartanto
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S2057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayasari
Abstrak :
ABSTRAK
Perjudian merupakan perilaku yang dapat memberikan dampak buruk bagi pelakunya. Dampak buruk yang dapat muncul adalah retaknya kehidupan sosial, munculnya masalah finansial, dan kekalahan besar bisa menurunkan konsep diri penjudi (Walker, 1992). Perilaku berjudi yang dilakukan berulang-ulang dan tidak terkendali digolongkan sebagai gangguan kontrol impuls pada DSM-IV.Menurut Walker sebagian penjudi pada awalnya berjudi untuk sesekali saja, tetapi ketika tantangan dianggap berarti, penjudi akan kembali beijudi untuk mendapatkan tantangan lebih besar. Mereka kemudian beijudi secara rutin dan mengalami ketergantungan untuk terus beijudi. Ketergantungan ini bisa disebabkan karena ketika beijudi, seseorang terus meyakini bahwa suatu saat ia bisa menang, tidak peduli berapa banyak kekalahan dan kerugian yang harus dialami (Walker, 1992). Ketika penjudi terus beijudi tetapi tidak mendapatkan kemenangan maka akan terjadi ketidakkonsistenan antara harapan dan kenyataan, yang disebut Festmger (1957) sebagai kondisi disonansi kognitif. Kondisi ini akan mendorong penjudi untuk mengurangi disonansi dalam bentuk perubahan kognisi, perubahan tingkah laku, dan penambahan elemen kognitif baru. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan perilaku berjudi pada penjudi dan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada penjudi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus terhadap empat orang penjudi. Metode wawancaru mendalam (indepih interview) dipilih agar bisa menggali pengalaman, perasaan, dan pandangan individu mengenai perilaku beijudinya. Sebagai data pelengkap, peneliti juga melakukan observasi terhadap subjek selama wawancara berlangsung. Dari penelitian terhadap empat orang penjudi didapatkan bahwa faktor-faktor penyebab munculnya perilaku beijudi adalah faktor budaya, faktor kelompok refeiensi, faktor belajar sosial, faktor kepribadian, faktor krisis dan stress, faktor waktu luang, faktor penghargaan sosial, faktor kebutuhan pskofisiologis, dan faktor kognisi. Selain itu faktor penyebab awal subjek berjudi adalah faktor lingkungan dan faktor teman sebaya. Penelitian juga menunjukkan bahwa subjek mengalami disonansi kognitif terhadap perilaku beijudinya. Keadaan disonansi kognitif diindikasikan dengan adanya perasaan malu, gelisah, tidak enak, dan perasaan menyesal. Sumber penyebab disonansi kognitif pada subjek adalah adanya inkonsistensi logis (logical inconsistency), pendapat umum (opinion generality), nilai budaya (cultural mores), dan pengalaman masa lalu (past experience). Disonansi kognitif pada subjek dikarenakan adanya kesadaran mereka bahwa judi lebih banyak memberikan kenigian daripada keuntungan (inkonsistensi logis); kesadaran akan adanya pendapat umum (dari teman dan keluarga) yang tidak menyetujui perilaku berjudi mereka (pendapat umum); adanya pengalaman beijudi di masa lalu (pengalaman masa lalu). Subjek juga menyadari bahwa mereka tidak bisa berhenti berjudi sebelum mendapatkan kemenangan dari judinya. Untuk mengurangi keadaan disonansi tersebut, subjek mencoba untuk mengubah elemen kognitif lingkungan, mengubah elemen tingkah * laku, menghindari situasi disonansi kognitif, dan menambah elemen kognitif baru. Selain itu, keempat subjek juga menggunakan cara lain untuk mengatasi disonansinya, yaitu dengan berjanji akan berhenti beijudi setelah menikah dan berkeluarga, setelah mendapatkan pekerjaan yang memberikan gaji yang memuaskan, dan subjek mencari lingkungan sosial yang bebas dari peijudian. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dipilih subjek berjenis kelamin dan tahap perkembangan yang berbeda dari subjek penelitian ini. Pengaruh teman sebaya merupakan faktor yang mengawali perilaku beijudi keempat subjek penelitian. Oleh karena itu usaha pencegahan dan antisipasi dapat dilakukan sedini mungkin oleh para orangtua terhadap anak remajanya. Untuk mencegah munculnya perilaku berjudi, seseorang sebaiknya tidak menjadikan judi sebagai sarana untuk mengatasi stress. Penjudi juga dapat mencoba masuk ke lingkungan yang lebih positif dimana tidak memberikan kesempatan untuk beijudi. Penjudi juga sebaiknya menyibukkan diri agar tidak ada waktu luang yang membuat penjudi, berpikir untuk berjudi kembali. Melihat besarnya dampak buiuk dari perilaku berjudi, perlu dibentuk suatu komunitas Gambler Anonymous, yaitu komunitas yang mengumpulkan mantan penjudi yang sudah berhenti beijudi untuk mengajak para penjudi yang belum dapat berhenti berjudi. Perilaku berjudi memang sulit untuk dihentikan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu para penjudi perlu belajar dari pengalaman mantan penjudi mengenai bagaimana cara mengurangi dan berhenti dari ketergantungan pada judi ini.
2004
S3371
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranty Andina Kusuma Wardhani
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26828
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparani Hasjim
2006
T34049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Prayitno
Depok: Fakultas psikologi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rani Agias Fitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ridwan
Abstrak :
Pengguna rokok elektronik tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, namun juga terjadi di kalangan mahasiswa, yang seharusnya menjadi contoh dalam berperilaku hidup sehat, keadaan ini mendorong mahasiswa dalam kondisi disonansi. Disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan psikologis. Tujuan penelitian ini ialah untuk menggambarkan disonansi kognitif pada mahassiswa yang menggunakan rokok elektronik di Universitas Cendekia Abditama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan dengan metode pnemenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dilaksanakan pada bulan Juni 2023 pada 20 informan meliputi 16 mahasiswa perokok elektronik, 2 orang staff dosen dan 2 orang teman sebaya. Hasil penelitian menunjukan disonansi kognitif pada mahasiswa keperawatan lebih tinggi dari mahasiswa teknik ditinjau dari sumber elemen penyebab disonansi meliputi, inkonsistensi logika, nilai budaya, pendapat umum, dan pengalaman masa lalu, sedangkan gambaran cara mengatasi disonansi didapatkan dengan mengubah elemen tingkah laku, mengubah elemen kognitif lingkungan dan menambah elemen kognitif baru. ......The use of electronic cigarettes does not only occur among the general public, but also among university students, who should be an example of healthy living behavior, this situation encourages students to be in a state of dissonance. Cognitive dissonance is a discrepancy or gap that occurs between two inconsistent cognitive elements, creating psychological discomfort. The aim of this research is to describe cognitive dissonance in students who use electronic cigarettes at Cendekia Abditama University. This study uses a qualitative approach, with the pnemenology method. Data collection was carried out by in-depth interviews carried out in June 2023 with 20 informants including 16 students who use electronic cigarettes, 2 lecturer staff and 2 peers. The results showed that cognitive dissonance in nursing students was higher than engineering students in terms of the source of the elements causing the dissonance including, logical inconsistency, cultural values, public opinion, and past experiences, while an overview of how to overcome dissonance was obtained by changing behavioral elements, changing cognitive elements. environment and add new cognitive elements.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virlita Dwi Anggraeni
Abstrak :
Hubungan seksual yang diiakukan oleh wanita dewasa muda didorong oleh anggapan sebagai suatu cara untuk mengekspresikan rasa cinta pada pasangannya , sekaligus sebagai langkah menuju gerbang perkawinan. Namun hubungan seksual yang dilakukan biasanya tidak diikuti oieh usaha-usaha untuk menghindari konsekuensi yang sangat mungkin timbul, salah satunya adalah kehamilan. Terjadinya kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan ini adalah situasi yang sangat sulit bagi seorang wanita. Keputusan yang paling sering diambil adalah aborsi. Sementara masyarakat Indonesia kebanyakan masih bersikap negatif, yang umumnya didasarkan pada keyakinan bahwa janin adalah calon individu dan kelangsungan hidupnya harus dipertahankan semaksimal mungkin. Di Indonesia dibentuk Undang-Undang tentang aborsi yang kenyataannya sangat membatasi perilaku aborsi. Peraturan dalam agama pun melarang dilakukannya aborsi karena merupakan tindakan pembunuhan. Adanya hambatan dari Iingkungan yang kebanyakan melarang aborsi dan konsekuensi negatif lain dari aborsi ( infeksi,pendarahan, dsb), menyebabkan hubungan yang tak sesuai antara elemen-elemen kognitif (disonansi kognitif) pada diri seorang wanita dewasa muda. Hubungan yang tak sesuai ini menurut Festinger (1957), akan mendorong seseorang untuk menguranginya dengan cara merubah kognisi, tingkah laku atau menambah elemen kognitif baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada wanita dewasa muda pelaku aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, meningkatkah pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan aborsi dan upaya untuk mengurangi masalah ini. Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus, berupa wawancara mendalam terhadap 4 wanita dewasa muda yang telah melakukan aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, berusia 21-25 tahun dan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Dari penelitian didapatkan bahwa pada umumnya penyebab disonansi kognitif sebagai akibat dan perilaku aborsi sebelum menikah adalah subyek menyadari adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang wanita melakukan aborsi, khususnya akibat hubungan seksual sebelum menikah (pada inkonsistensi Iogis, nilai-nilai budaya, pendapat umum) dan kesulitan- kesulitan fisik dan mental yang dihadapi subyek ketika dihadapkan pada aborsi (pada pengalaman masa Iaku). Hal ini juga terlihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada tiap subyek, yang mempengaruhi kadar disonansi kognitif (tinggi atau rendah). Usaha yang dilakukan subyek untuk mengurangi keadaan disonansi ini adalah dengan mengubah elemen kognitif (misalnya mangubah pendapat teman yang tak menyetujui aborsi), tingkah Iaku (misalnya dari yang mulanya berniat meneruskan kehamilan akhirnya melakukan aborsi dan menambah elemen kognitif baru (misalnya mencari dukungan teman-teman ketika akan melakukan aborsi), untuk kembali lagi pada keadaaan yang konsonan. Sedangkan faktor-faktor penyebab dilakukannya aborsi adalah adanya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tanpa adanya hambatan anak maupun perkawinan, ketidaksiapan secara mental dan materi untuk memasuki kehidupan perkawinan, ketakutan terhadap reaksi masyarakat terhadap kehamilannya, rasa takut pada pihak otoritas yaitu orang tua dan adanya paksaan dari orang tua.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilma Maaruf
Abstrak :
Pada masa remaja mulai timbul dorongan seksualitas. Melakukan hubungan seksual pranikah (premarital sexual intercourse) merupakan salah satu bentuk tingkah Iaku seksual yang dapat muncul sehubungan dengan adanya dorongan seksual. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat begitu saja ditampilkan karena adanya aturan-aturan di masyarakat Monks dan Knoers (1984) mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi remaja untuk melakukan tingkah laku seksual karena adanya norma agama dan masyarakat yang hanya membolehkan hubungan seksual dalam perkawinan. Adanya hambatan dan lingkungan yang masih memegang adat ketimuran seperti masih mempertahankan kegadisan seseorang sebelum memasuki pemikahan serta akibat negatif lain yang disebabkan oleh hubungan seksual pranikah (cemas, malu, merasa bersalah, merasa berdosa dsb), menyebabkan pada diri remaja puteri tersebut akan mengalami apa yang disebut nonfitting relations atau juga disebut dengan hubungan yang tidak sesuai antara elemen-elamen kognitif yang ada pada dirinya. Hubungan yang tidak sesuai ini secara teoritis akan menimbulkan keadaan yang disebut Pengurangan Disonansi Kognitif yang terwujud dalam perubahan-perubahan kognisi, tingkah Iaku dan penambahan elemen kognitif baru yang sudah diseleksinya terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan Disonansi Kognitif pada remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dan meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor yang menjadi pemicu keterlibatan mereka dalam hubungan seksual pranikah dan berusaha mencari upaya untuk mengatasi masalah ini. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kasus terhadap 5 remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, berusia 17-24 tahun dan bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam (depth interview). Dari penelitian ini didapatkan bahwa penyebab terjadinya Disonansi Kognitif sebagai akibat dari hubungan seksual pranikah adalah karena semua subyek menyadari akan adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang remaja yang belum menikah untuk melakukan hubungan seksual (pada Logical inconsistency, cultural mores dan opinion generality) serta pentingnya keperawanan bagi seorang wanita, dan dampak yang diterima pelaku seksual pranikah dari masyarakat berupa hinaan dan cemoohan (pada past experience). Hal ini juga teriihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada setiap subyek penelitian, yang mempengaruhi kadar Disonansi Kognitif (tinggi atau rendah). Dan untuk mengurangi Disonansi Kognitif, semua subyek penelitian melakukan pengurangan Disonansi dengan cara menambah elemen kognitif baru dan dua subyek yang mengubah elemen tingkah laku. Pengurangan Disonansi Kognitif digunakan subyek agar dapat menghilangkan perasaan perasaan yang secara psikologis tidak menyenangkan dan dapat menjadikannya kembali pada keadaan yang stabil ( konsonan). Faktor lain penyebab terjadinya perilaku seksual pranikah adalah adanya faktor emosional dan situasional. Faktor emosional seperti rasa cinta kepada pacarnya, ingin mengekspresikan rasa sayangnya serta ingin mengikat pasangannya kedalam hubungan yang lebih permanen. Sedangkan faktor situasional yang didapatkan adalah faktor suasana rumah yang sepi, orang tua yang sibuk, orang tua yang suka bertindak kasar kepada anaknya dan gangguan komunikasi antara orang tua dengan anaknya.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>