Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Listiorini
Abstrak :
Janet Wasko dalam tulisannya Understanding the Disney Universe menyatakan bahwa Disney merupakan sebuah industri hiburan yang paling banyak dikaji oleh para intelektual dari berbagai disiplin ilmu. Universitas Berkeley sendiri mencatat terdapat puluhan bahkan mungkin ratusan buku tentang Disney. Namun kebanyakan meninjau Disney dari media film animasi dan wahana bermainnya (seperti Disneyland). Masih jarang tulisan atau buku yang membahas tentang komik Disney. Karya klasik yang mengkaji komik Disney adalah apa yang ditulis oleh Dorfman dan Mattelart, yaitu How to Read Donald Duck (1975) dengan menitik beratkan pada masalah imperialisme kultural Disney pada Dunia Ketiga. Perkembangan isi komik Disney yang seiring dengan perkembangan zaman membawa para tokoh Disney tidak lagi berkelana ke Dunia Ketiga, namun lebih jauh lagi, yaitu angkasa luar dan makhluknya. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi representasi di komik Disney tentang angkasa luar dan UFO, diskursus yang muncul dan latar belakang sosial-historis yang melatarbelakangi munculnya diskursus tersebut. Bukan suatu kebetulan bila di AS muncul diskursus tertentu di masyarakat Amerika tentang angkasa luar dan makhluk angkasa luar. Kerangka teoritik besar yang melandasi tulisan ini adalah Cultural Studies dari Birmingham Cultural Studies. Pendekatan ini menimba, mengkaji peran media (Disney) dalam melakukan reproduksi sekaligus konstruksi pengetahuan dan diskursus tentang angksa luar dan UFO. Paradima penelitian yang digunakan bersifat marxian dan kritis dengan mendasarkan pada teori ideologi Althusser dan Gramsci serta teori diskursus dari Pecheux dan Michel Foucault Metode analisis yang digunakan adalah metode diskursus kritis multilevel dari Norman Fairclough, dengan teknik analisis semiotika. Kerangka analisis yang digunakan mengacu pada model multilevel dari Norman Fairclough yang terbagi menjadi dua tahap utama yaitu tahap pembahasan peristiwa komunikasi (communicative event) yang terdiri dari teks, praktek diskursus, dan praktek sosio-kultural ; dan tahap analisis gabungan antar elemen yang terdiri atas deskripsi, interpretasi dan eksplanasi. Teknik analisis semiotika digunakan terutama di tahap analisis gabungan antar elemen. Cerita komik Disney dimanapun diproduksi selalu didasarkan atas karakter dan standar khas Disney yang merefleksikan ikon-ikon AS. Teks-teks komik Disney, cerita tematik angkasa luar adalah hasil dari proses reproduksi kultural dari proses produksi budaya media yang kapitalistik. Diskursus angkasa Iuar, UFO dan alien muncul dari representasi teks komik yang dibangun berdasarkan tiga hal, pertama, dengan mereproduksi diskursus angkasa luar, UFO dan alien yang berkembang dan popular pada masyarakat Amerika ; kedua, Disney sendiri telah menempatkan angkasa luar sebagai bagian dari perjalanan sejarah industri budayanya ; dan ketiga, adalah kondisi sosial politik di AS dalam hal ini kebijakan politik AS mengenai angkasa luar, UFO dan alien yang memproduksi wacana tersendiri pada masyarakatnya. Dengan kata lain, penelitian ini menyimpulkan bahwa perkembangan diskursus angkasa luar UFO dan alien di komik Disney sesungguhnya mencerminkan perkembangan diskursus yang sama di masyarakat Amerika. Kondisi ini sekaligus menunjukkan peran Disney sebagai media yang merepresentasikan sekaligus melegitimasikan ideologi dominan Amerika Serikat tentang angkasa luar. Hal ini menjadikan Disney sebagai media budaya yang kapitalistik mereproduksi diskursus angkasa luar yang popular dan menguntungkan dan menjadikannya "pengetahuan baru" bagi khalayak pembacanya. Diskursus yang muncul tentang relasi manusia dan alien tersebut rnemiliki dampak sosial sekaligus ideologis yang mungkin terjadi dengan proses reproduksi diskursus tersebut adalah kemungkinan dimarjinalkannya teks-teks pengetahuan lain bagi anak-anak, dan menguatnya hegemoni AS dalam dominasi kulturalnya melalui komik Disney. Reproduksi tersebut bahkan merepresentasikan ideologi demokrasi Amerika yang semu : anti kekerasan dan berusaha menempuh jalan damai melalui diplomasi atau perundingan; menafikan semua invasi dan peperangan yang selama ini dipimpinnya ke berbagai negara di belahan dunia.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T3907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pruwitasarie Edriana Koesmirat
Abstrak :
Penerjemahan merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan, terutama untuk mempermudah komunikasi antara satu sama lain, mengetahui terdapat berbagai macam bahasa di dunia. Selain dilakukan untuk mempermudah komunikasi, penerjemahan juga dilakukan untuk berbagi informasi hingga memberikan hiburan. Penerjemahan pada musik, biasa dilakukan untuk soundtrack film. Musik adalah salah satu media yang digunakan untuk mengekspresikan emosi penulisnya dan terbagi ke dalam beberapa genre. Soundtrack film merupakan salah satu jenis musik. Tangled merupakan film fitur animasi Disney yang ke-50 yang rilis pada tahun 2010. Penelitian ini akan membahas tentang strategi penerjemahan dalam lagu I See The Light, yang merupakan salah satu lagu yang dinyanyikan dalam film itu, dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan Prancis. Secara umum, penelitian akan menunjukkan strategi mana saja yang digunakan dalam menerjemahkan lagu dan menunjukkan hasil terjemahan manakah yang lebih berterima dan memiliki kesepadanan yang lebih tinggi. Data yang digunakan adalah lirik dari salah satu lagu dalam film Tangled. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan analisis dalam penelitian ini akan menggunakan teori strategi penerjemahan milik Lefevere (1975) dan Åkerström (2010), juga teori kesepadanan milik Bell (1991). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 6 strategi yang digunakan dan terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan yang lebih berterima. ......Translation is one of the important things to do, especially to make communication between each other easier, knowing that there are various kinds of languages ​​in the world. Besides being done to make communication easier, translation is also done to share information and even to provide entertainment. Music translation is usually done for movie soundtracks. Music is one of the media used to express the emotions of the author and is divided into several genres. Movie soundtrack is one of the types of music. The We Love Disney album is one of the albums that contains a compilation of soundtracks from Disney films. This study will discuss the translation strategy in the song with the title I See The Light from the album We Love Disney which was released in 2015, from English to Indonesian and French. In general, the research will show which strategies are used in translating songs and show which translation results are more acceptable and have higher equality. The data used is the lyrics of one of the songs in the We Love Disney album. The method used in this study is a qualitative method and the analysis in this study will use Lefevere's (1975) and Åkerström’s (2010) theory of translation strategies, as well as Bell's (1991) equivalence theory. The results of the analysis show that there are 6 strategies used and the translation into Indonesian is the more acceptable translation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Dongeng karya Grimm bersaudara telah banyak diadaptasi kedalam dunia film, salah satunya adalah "Snow White". Penelitian ini membahasa distorsi yang muncul dalam dua film adaptasi "Snow White", yaitu "Snow White and the Seven Dwarf" (1937) produksi Disney...
META 7:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Juliangga
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang studi ekonomi politik komunikasi pada struktur industri Over The Top Video Streaming yang dilakukan oleh perusahaan Walt Disney. Disney sebagai korporasi media lama harus melakukan proses reorganisasi dan restrukturisasi yang dalam studi ekonomi politik disebut sebagai proses spasialisasi. Proses spasialisasi merupakan respon atas perkembangan internet yang memunculkan struktur industri baru dalam industri media dan distribusi aliran komunikasi. Lebih jauh, riset ini akan melihat bagaimana perilaku spasialisasi Disney mempengaruhi penetrasi modal khususnya Indonesia sebagai pasar utama berkaitan dengan konsumsi konten media. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif berbasis studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Disney secara sistematis menerapkan strategi reorganisasi dalam bentuk pembelian aset produksi dan perusahaan teknologi sebagai basis produksi untuk struktur industri OTT. Disney membentuk Disney+ sebagai produk utama SVOD pasca proses reorganisasi selesai. Disney juga meletakkan proxy di wilayah Asia melalui Star India sebagai basis dari operasional dan penetrasi produk Disney+ di wilayah Asia. Secara aktif Disney melakukan penetrasi modal ke Indonesia melalui kerjasama dengan agensi negara, memanfaatkan kekosongan regulasi serta melakukan investasi dalam hal produksi konten. ......This research focuses on the political economy of communication study in the Over The Top industry by Walt Disney Corporation Company. As an old media institution, Disney should reorganize and restructure its corporate structures, which in the political economy of communication study is called spatialization. Spatialization responded to the internet growth and created a new industrial structure in the media industry and information communication flow. Furthermore, this research will look at how the spatialization process by Disney influences capital penetration, especially in Indonesia as a leading market in content media consumption. This is qualitative research with an explanatory model based on a document study. This research showed that Disney did a systematic reorganization strategy by acquiring production assets and technology companies as a production base for the Over The Top industry. After reorganizing, Disney produced an OTT program called Disney+ as an SVOD main product. Disney put a proxy company in Asia from Star India corporation as an operational and capital penetration base in the Asian region. Disney did an active process about capital penetration to Indonesia with cooperation with the state agency and direct investment in local production and found advantage from the loophole on OTT regulation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dayinta Prakasita
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana konstruksi gender direpresentasikan dalam film animasi Disney Princess “Raya and the Last Dragon” melalui penokohan, adegan (scene) dan narasi (monolog atau dialog). Studi-studi terdahulu mengenai representasi perempuan pada film animasi Disney tentang “Princess” tahun 1950-1990-an menunjukkan masih kental stereotip gender berbasis konstruksi feminitas pada perempuan, dan maskulinitas pada laki-laki. Sementara pada kurun 2000an hingga akhir 2000an film film Disney menunjukkan konstruksi perempuan sebagai pemberontak dan ambisius. Seiring dengan wacana pergeseran konstruksi kepada pencairan gender di masyarakat, pertanyaannya apakah Disney juga mempresentasikannya dalam film filmnya? Melalui kajian terhadap film Disney bergenre princess, “Raya and The Last Dragon” (2021) akan digali apakah film tersebut sudah lebih progresif dalam merepresentasikan isu gender? Dalam arti, film tersebut mengkonstruksikan suatu gagasan tentang feminitas dan maskulinitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif semiotika oleh Roland Barthes untuk menganalisis makna representasi dalam tanda/simbol. Teknik dokumentasi dilakukan dengan teknik screencapture sebagai pengumpulan data. Hasil Penelitian menunjukkan bagaimana adanya tiga representasi, antara lain: (1) Raya sebagai Pendekar Perempuan; (2) Raya sebagai PemimpinPerempuan; (3) Raya sebagai Perempuan Mandiri. Hasil kajian menunjukkan bahwa perempuan direpresentasikan sebagai karakter yang maskulin, digambarkan dengan sifat tangguh, dominan, dan mandiri. Konstruksi gender tradisional yang cenderung stereotip kini bergeser ke arah yang lebih progresif. ......This study aims to explore and reveal how gender construction is represented in the Disney Princess animated film "Raya and the Last Dragon" through characterizations, scenes and narratives (monologue or dialogue). Previous studies on the representation of women in Disney's animated film “Princess” in the 1950s-1990s show a strong gender stereotype based on the construction of femininity in women and masculinity in men. While Disney films in the early 2000s to the late 2000s showed the construction of women as rebellious and ambitious. Along with the discourse of shifting construction to gender disbursement in society, the question is how does Disney present it in its films? Through a study of the Disney princess film genre, “Raya and The Last Dragon” (2021), it will be explored whether the film is more progressive in representing gender issues and ideas about femininity and masculinity? The method used in this research is Roland Barthes' qualitative semiotics to analyze the meaning of representation in signs/symbols. Documentation technique with screen capture technique as data collection. The results of the study show how there are three representations, including: (1) Raya as a female warrior; (2) Raya as Female Leader; (3) Raya as an Independent Woman. The results of the study show that women are represented as masculine characters, described as tough, dominant, and independent. The traditional gender construction that tends to stereotype has shifted to a more progressive direction. 
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dam Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catmull, Edwin
Abstrak :
"Creativity, Inc. is a book for managers who want to lead their employees to new heights, a manual for anyone who strives for originality, and the first-ever, all-access trip into the nerve center of Pixar Animation--into the meetings, postmortems, and 'Braintrust' sessions where some of the most successful films in history are made. It is, at heart, a book about how to build a creative culture--but it is also, as Pixar co-founder and president Ed Catmull writes, 'an expression of the ideas that I believe make the best in us possible.'"--From publisher.
Toronto : Random House Canada, 2014
658.4 CAT c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diorie Atalea Yessica
Abstrak :
Walt Disney Studios telah menghasilkan film demi film yang merepresentasikan budaya dan berbagai pengalaman manusia. Kematian dan kedukaan adalah pengalaman manusia yang paling sering digunakan film Disney dalam plot mereka. Ada perubahan dalam cara model berkabung direpresentasikan dalam film mereka. Artikel ini mengkaji perbedaan model berduka antara film Coco (2017) dan Onward (2020). Film-film tersebut dipilih karena fokus eksplisit mereka pada kesedihan dan kematian anggota keluarga. Temuan metode analisis tekstual menunjukkan bahwa kedua film memiliki kontras yang mencolok tentang bagaimana metode kontemporer dimanifestasikan dalam karakter mereka. Coco (2017) dan Onward (2020). menggunakan model kesedihan yang berbeda dan bagaimana mereka berlanjut setelah konflik diselesaikan. Artikel ini juga menemukan bahwa makhluk mitos digunakan sebagai simbol kesedihan dan menghasilkan reaksi yang berbeda dari karakter-karakter yang ada. Bukti yang ditunjukkan dalam artikel ini menunjukkan bahwa Onward (2020) tidak merangkul pergeseran model duka cita kontemporer yang digunakan oleh film-film di awal era Disney modern. ...... Walt Disney Studios have produced movies after movies that represent cultures and various human experiences. Death and grief are the most common human experience that Disney movies often use in their plots. There has been a shift in how the bereavement models are represented in their movies. This paper examines the differences of grief models between the movies Coco (2017) and Onward (2020). The movies were chosen due to their explicit focus on grief and the death of family members. The findings of the textual analysis method show that the movies have striking contrasts of how contemporary methods are manifested in their characters. Coco (2017) and Onward (2020). use different models of grief and how they are continued after conflicts are resolved. This paper also finds that mythical creatures are used as symbols of grief and result in different reactions from the characters. The evidence showed in this article suggests that Onward (2020) does not embrace the shift of contemporary bereavement models used by earlier movies in the modern Disney era.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Sekarchanti
Abstrak :
Film Disney Princess telah dikenal oleh masyarakat luas selama bertahun-tahun. Sebagai film yang dikonsumsi berbagai kalangan dan usia, film animasi membawa beberapa nilai baik dalam alur ceritanya maupun ajaran seperti apa yang dapat kita temukan dalam film Disney. Konsep teaching-tales menjelaskan bahwa dongeng sejak dahulu kala telah menjadi media yang menjadi pembawa nilai. Karakterisasi yang dibawa oleh Disney telah berevolusi menyesuaikan dengan peran jender yang terdapat di dunia nyata pada masanya, seperti bagaimana seseorang dapat mengkategorikan dirinya dalam kelompok jender di masyarakat. Kritik terhadap Disney sering ditujukan terkait lemahnya penggambaran feminitas dalam penokohan yang terdapat dalam film Disney Princess. Karya ini mencoba mengungkap sisi lain Disney yang berperan sebagai media terutama agen sosialisasi peran jender. Karya ini dibuat dengan metode studi literatur dengan mengumpulkan sumber dari skripsi, buku, jurnal ilmiah dan thesis. Karya ini akan membahas secara spesifik film Disney Princess terkait dengan gambarannya mengenai feminitas terutama pada penokohan dalam film.
Disney Princess movies have been known to the public for many years. As movies are consumed by various member of society, animated films can deliver value in the storyline as well teachings similar to what we can find in Disney movies. The concept of teaching-tales explains that fairy tales have long been a medium that became a messenger of values. Characterization brought by Disney has evolved to adapt to the gender roles that exist in the real world of current time, such as how one can categorize himself in a gender group in society. Criticisms of Disney often addressed the weakness of femininity depiction in the characterizations contained in the Disney Princess movie. This work tries to reveal another side of Disney that acts as a media, especially the gender role socialization agency. This work is made by literature study method by collecting sources from thesis, book, scientific journal and thesis. This work will specifically address the Disney Princess films related to its image of femininity especially regarding characterization.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Endah Nanda Sri Rizky
Abstrak :
Using Roland Barthes's semiotics as a tool of analysis, this article intends to find out the implications made by Disney's changes on this story of Chinese women and people in general. Barthes's multilevel semiotics shows how the same medium-the animation Mulan-could be viewed from different perspectives. Disney claimed that Mulan is a message on women's heroism. This is based on Disney's convictions that Mulan is an animation produced with "respect to women and non-Western peoples." Through feminist frame of thought and knowledge of the differences between the original Chinese and the Disney version, women experienced multilayered subordinations in the animation. The first subordination against women occurs when a person is born as a girl. Based on myths, society gives a set of characterizations to women, called the feminine character. The character is used as the basis to subordinate women and repress them. The next subordination against women occurs when the feminine character, having been applied to women for as long as they live (and taken for granted), is applied to a certain thing, person or group. Thus, whatever is regarded as having the feminine characteristics are placed in a subordinate position, and thus experience repression. Using the ethnographic approach, the writer finds that the viewers of Mulan could be categorized into three groups based on their meaning of Mulan: the "lover" group, the "ironists" group, and the "hater" group.
2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Justyn Kumara
Abstrak :
This comparative research focuses on how gender representation has changed over time in Disney films and looks at how temporal variations and narrative circumstances affect it. Furthermore, the study examines how the representation of male and female characters in "Wreck-It Ralph: Ralph Breaks the Internet" (2018) and "Cinderella" (2015) challenges or reinforces gender stereotypes. These films show women as strong and capable, in contrast to traditional portrayals that frequently show them as weak. This has an impact on the messages they convey about gender empowerment as a whole. As societal views on gender roles continue to evolve, this research attempts to offer insights into the changing landscape of gender representation in Disney animation and its implications for wider society conceptions of gender through qualitative analysis of the storylines, characterizations, and thematic components of the films. ......Penelitian komparatif ini berfokus pada bagaimana representasi gender telah berubah dari waktu ke waktu dalam film-film Disney dan melihat bagaimana variasi temporal dan keadaan naratif mempengaruhinya. Selain itu, studi ini mengkaji bagaimana representasi karakter laki-laki dan perempuan dalam "Wreck-It Ralph: Ralph Breaks the Internet" (2018) dan "Cinderella" (2015) menantang atau memperkuat stereotip gender. Film-film ini menunjukkan perempuan sebagai sosok yang kuat dan mampu, bertentangan dengan penggambaran tradisional yang sering menunjukkan mereka sebagai lemah. Hal ini mempengaruhi pesan keseluruhan yang mereka sampaikan tentang pemberdayaan gender. Seiring pandangan masyarakat tentang peran gender terus berkembang, penelitian ini mencoba menawarkan wawasan tentang perubahan lanskap representasi gender dalam animasi Disney dan implikasinya bagi konsepsi gender di masyarakat luas melalui analisis kualitatif dari alur cerita, karakterisasi, dan komponen tematik dari film-film tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>