Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Istiqomah
Abstrak :
Film dapat berisi penggambaran peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau. Salah satu film yang menggambarkan peristiwa sejarah adalah film De Oost. De Oost menggambarkan penjajahan yang dilakukan Belanda di Indonesia pada tahun 1946 di Sulawesi Selatan. De Oost disutradarai oleh Jim Taihuttu dan dirilis pada tahun 2020. De Oost memperlihatkan penjajahan Belanda di Indonesia baik yang dilakukan secara fisik maupun verbal. Penelitian ini berfokus pada kekerasan verbal yang dilakukan oleh para tokoh yang terdapat dalam film De Oost tepatnya yaitu disfemisme. Beberapa dialog dalam film tersebut mengandung disfemisme yang dipicu oleh rasa marah, tidak suka, dan perasaan superior atau dominan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat enam jenis disfemisme dengan posisi tertinggi pada jenis membandingkan orang dengan binatang dan sumpah serapah. Disfemisme banyak dilakukan oleh prajurit Belanda sebagai pihak penjajah atau penguasa. Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa seiring dengan tema film De Oost yakni penjajahan, maka disfemisme yang muncul dalam film De Oost dipicu oleh dominasi kuasa pihak superior yakni prajurit Belanda yang terlihat dalam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. ......Films can contain depictions of historical events that occurred in the past. One film that depicts historical events is De Oost. De Oost depicts the Dutch colonisation of Indonesia in 1946 in South Sulawesi. De Oost is directed by Jim Taihuttu and was released in 2020. De Oost shows the Dutch colonisation of Indonesia both physically and verbally. This research focuses on the verbal crimes committed by the characters in De Oost, namely dysphemism. Some dialogues in the film contain dysphemisms triggered by anger, dislike, and feelings of superiority or dominance. This research uses qualitative method with a descriptive analysis approach. This research shows that there are six types of dysphemism with the highest position in the type of comparing people with animals and swearing. Many of the dysphemisms were done by Dutch soldiers as the colonisers or rulers. From the findings, it can be concluded that along with the theme of De Oost, namely colonialism, the dysphemisms that appear in De Oost are triggered by the dominance of the power of the superior party, namely the Dutch soldiers, which can be seen in the language they use daily.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Paramesti Ardiningrum Anggoro
Abstrak :
Manusia menggunakan gaya bahasa untuk mendukung proses penyampaian informasi yang mereka coba lakukan. Pemilihan gaya bahasa dapat dipengaruhi oleh kondisi emosi yang sedang dirasakan oleh seseorang. Sebagai contoh, penggunaan disfemisme untuk mengekspresikan kejengkelan, ketidaksukaan, atau kemarahan seseorang. Hoe Duur Was De Suiker merupakan film Belanda yang memperlihatkan konflik antara kulit putih dan kulit hitam dan situasi perbudakan pada abad ke-18 yang terjadi pada sebuah perkebunan tebu di Suriname. Beberapa ujaran yang disampaikan oleh tokoh dalam film mengandung disfemisme. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis dan fungsi disfemisme yang muncul dalam film Hoe Duur Was De Suiker dengan menggunakan teori Allan dan Burridge (1991 & 2006). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat enam jenis disfemisme dengan posisi tertinggi pada jenis hinaan dan terdapat sepuluh fungsi disfemisme. ......Humans use language styles to support the process of conveying the information they are trying to deliver. The choice of language style can be influenced by the emotional state that is being felt by someone. For example, the use of dysphemism to express annoyance, dislike, or anger in someone. Hoe Duur Was De Suiker is a Dutch film that shows the conflict between whites and blacks and the situation of slavery in the 18th century on a sugarcane plantation in Suriname. Some of the utterances conveyed by the characters in the film contain dysphemism. This study is conducted to determine the types of dysphemism and its functions in the film Hoe Duur Was De Suiker by using Allan and Burridge’s theory (1991 & 2006). This study uses a qualitative method with a descriptive analysis approach. The results of this study indicate that there are six types of dysphemism with the highest position on the type of insult and there are ten functions of dysphemism.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nusantara Yusuf Nurdin
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji ekspresi gaya bahasa disfemisme terhadap Calon Presiden Prabowo Subianto pada pilpres 2024 di media sosial X. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tipe dan makna ekspresi disfemisme yang digunakan terhadap Prabowo Subianto di media sosial X, serta untuk menjelaskan konteks dan tujuan yang memicu penggunaan disfemisme tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tulisan elektronik dalam media sosial X yang mengandung disfemisme tergadap Calon Presiden Prabowo Subianto. Data yang digunakan juga merupakan data yang diunggah pada saat masa Prabowo menjadi capres, yaitu Oktober 2023 hingga Februari 2024. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, yang menempatkan peneliti sebagai pengamat terhadap ujaran atau tulisan tertulis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori gaya bahasa disfemisme. Hasil dari penelitian ini adalah penggunaan disfemisme terhadap Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 berupa beberapa tipe disfemisme, seperti istilah ejekan, tabu, makian dan serapah, perbandingan dengan hewan negatif, dan abnormalitas mental. Fungsi disfemisme yang ditemukan dalam penelitian digunakan untuk merendahkan, menghina, menunjukkan ketidaksepakatan, dan membicarakan tentang lawan. Disfemisme dalam data berperan sebagai alat retorika dalam politik, untuk menyerang dan mempengaruhi persepsi publik. ......This study examines the use of dysphemistic language expressions towards Presidential Candidate Prabowo Subianto during the 2024 presidential election on the social media platform X. The research aims to describe the types and meanings of dysphemistic expressions frequently used to vilify Prabowo Subianto on social media X, as well as to explain the context and purpose that trigger the use of such dysphemisms. This study employs a qualitative approach with a descriptive-analytical method. The data used in this research comes from electronic writings on social media X that contain dysphemisms against Presidential Candidate Prabowo Subianto. The data also includes posts made during Prabowo's candidacy period, from October 2023 to February 2024. The data collection technique used is the non-participatory observation technique, which positions the researcher as an observer of spoken or written utterances. The theory used in this research is the theory of dysphemistic language. The findings of this study reveal the use of dysphemisms against Prabowo Subianto in the 2024 Presidential Election, including several types of dysphemisms such as derogatory terms, taboos, insults and curses, comparisons with negative animals, and mental abnormality references. The functions of dysphemisms found in the research are used to demean, insult, show disagreement, and talk about opponents. Dysphemisms in the data serve as rhetorical tools in politics, aimed at attacking and influencing public perception.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ghozi Djayu Kumolo
Abstrak :
Eufemisme dan disfemisme dapat digunakan dalam berkomentar mengenai isu yang sensitif di media sosial untuk menunjukkan sentimen dari sebuah komentar, baik positif maupun negatif. Hal ini terjadi pada kasus perobekan Al-Quran yang dilakukan oleh Edwin Wagensveld. Perkembangan kasus ini menuai banyak respons di media sosial mulai dari kasus perobekan Al-Quran hingga penetapan Edwin Wagensveld sebagai tersangka penghinaan kelompok. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penggunaan eufemisme dan disfemisme yang ditemukan dalam kolom komentar twit NOS mengenai Edwin Wagensveld yang masuk dalam daftar tersangka penghinaan kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mendefinisikan, mengidentifikasi, dan menganalisis penggunaan eufemisme dan disfemisme mulai dari segi proses pembentukan, makna, dan fungsinya dalam kolom komentar twit NOS mengenai Edwin Wagensveld yang masuk dalam daftar tersangka penghinaan kelompok. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah deskriptif kualitatif. Adapun korpus yang digunakan ialah twit akun Twitter NOS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eufemisme dan disfemisme dalam twit NOS ini dibentuk lewat penggabungan kata, modifikasi fonem, peminjaman kata, dan inovasi semantis. Dalam penggunaannya, eufemisme dan disfemisme memiliki pemaknaan yang memiliki hubungan makna asosiatif, yang terbagi menjadi makna konotatif, makna sosial, makna afektif, makna refleksi, dan makna kolokatif. Dari segi kuantitas, penggunaan disfemisme mendominasi penggunaan eufemisme dalam kolom komentar twit NOS tersebut. ......Euphemisms and dysphemisms can be used in commenting on sensitive issues on social media to show the sentiment of a comment, whether positive or negative. This happened in the case of Edwin Wagensveld's tearing of the Quran. The development of this case drew many responses on social media, from the case of tearing the Quran to the determination of Edwin Wagensveld as a suspect in group insult. This study is motivated by the use of euphemisms and dysphemisms found in the comments column of NOS tweets regarding Edwin Wagensveld who is included in the list of suspects for group insults. This study aims to define, identify, and analyze the use of euphemisms and dysphemisms in terms of the formation process, meaning, and function in the NOS tweet commentary column regarding Edwin Wagensveld who is included in the list of suspected group insults. The method used in this journal is descriptive qualitative. The corpus used is the NOS Twitter account tweets. The results of this study show that euphemisms and dysphemisms in NOS tweets are formed through word combinations, phoneme modification, word borrowing, and semantic innovation. In their use, euphemisms and dysphemisms have meanings that have associative meaning relationships, which are divided into connotative meaning, social meaning, affective meaning, reflection meaning, and collocative meaning. In terms of quantity, the use of dysphemisms dominates the use of euphemisms in the comments column of the NOS tweets.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library