Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andriani Dewi Lestari
Abstrak :
Pendahuluan: D-dimer adalah hasil akhir degradasi cross-linked fibrin oleh plasmin yang merupakan salah satu petanda aktivasi koagulasi. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa adanya proteinuria dan preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria, tetapi bila tidak ada proteinuria terdapat gejala severe feature of preeclampsia. Hampir separuh kasus hipertensi gestasional berkembang menjadi preeklampsia. Pada preeklampsia terjadi hiperkoagulabel dan disfungsi endotel. Disfungsi endotel mengakibatkan permukaan nontrombogenik menjadi trombogenik, sehingga terjadi peningkatan aktivasi koagulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar Ddimer pada hipertensi gestasional dan preeklampsia. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada 30 hipertensi gestasional dan 30 preeklampsia . Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai Januari 2016. Pengukuran kadar D-dimer dengan reagen Innovance memakai koagulometer Sysmex CS-2100i di Departemen Patologi Klinik. Hasil: Kadar D-dimer pada ibu hamil dengan preeklampsia 2,37 mg/L FEU (1,78 - 5,48 mg/L FEU), kadar D-dimer ibu hamil dengan hipertensi gestasional 1,43 mg/L FEU (0,88 ? 1,95 mg/L FEU). Kadar D-dimer pada preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan hipertensi gestasional dengan nilai p=0,000. Kesimpulan: Didapatkan perbedaan bermakna kadar D-dimer pada hipertensi gestasional dan preeklampsia.
Bakcground : D-dimer is degradation product of cross-linked fibrin by plasmin which is one marker of coagulation activation. Gestational hypertension is hypertension occurs after 20 weeks gestation without proteinuria, and preeclampsia is hypertension occurs after 20 weeks gestation accompanied by proteinuria, but when no symptoms proteinuria, there is severe feature of preeclampsia symptoms.Almost half of the cases of gestational hypertension developed into preeclampsia. In preeclampsia occurs hiperkoagulabel and endothelial dysfunction. Endothelial dysfunction results nonthrombogenic be thrombogenic surface, resulting in increased activation of coagulation. The aim of study is to determine the levels of D-dimer in gestational hypertension and preeclampsia. Methods : A cross sectional study was done on 30 gestational hypertension and 30 preeclampsia from August 2015 to January 2016. D-dimer levels was measured by Innovance D-dimer using Sysmex CS-2100i coagulometer in Departement of Clinical Pathology Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Resuts : D-dimer levels in pregnant women with preeclampsia was preeklampsia 2,37 mg/L FEU (1,78 - 5,48 mg/L FEU, D-dimer levels of pregnant women with gestational hypertension 1,43 mg/L FEU (0,88 ? 1,95 mg/L FEU).D-dimer levels in preeclampsia were significantly higher than gestational hypertension with p=0,000. Conclusion : There were significant differences in the levels of D-dimer in gestational hypertension and preeclampsia
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idoh Raudhatul Jannah
Abstrak :
Peroksidase dari jaringan tanaman dapat dimanfaatkan sebagai katalisis pada reaksi oksidasi senyawa fenolik, seperti guaiakol dengan adanya hydrogen peroksida sebagai donor elektron untuk menghasilkan suatu senyawa produk . Enzim peroksidase yang digunakan diisolasi dari tanaman brokoli (Brassica oleracea Var. Italica) yang dimurnikan melalui fraksionasi bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan 0-30%, 30-50% dan 50-70%. Aktivitas spesifik yang diperoleh pada fraksi I (0-30%), fraksi II (30-50%) dan fraksi III (50-70%) berturut-turut adalah 0,5 U/mg, 1,4 U/mg dan 2,25 U/mg. Kondisi optimal oksidasi guaiakol yang dikatalisis enzim peroksidase fraksi III diperoleh pada waktu inkubasi 3-7 menit, konsentrasi guaiakol 5,7 mM, dan suhu reaksi 20-40?C. Hasil reaksi yang diektraksi dengan etil asetat dan setelah diuapkan diperoleh produk berupa cairan kental berwarna kecoklatan, seberat 20,2 mg (30,15%). Hasil analisis dengan KLT dari senyawa tersebut menunjukan adanya lima spot dengan nilai Rf 0,18; 0,28; 0,56; 0,67; dan 0,80. Identifikasi produk hasil reaksi dengan analisis GC-MS diperoleh nilai m/z 246 pada waktu retensi 24,68. Nilai 246 ini diidentifikasi sebagai suatu senyawa 4,4? biguaiakol atau 3,3?- dimethoxy-4,4 ?- dihydroxybiphenyl, yang merupakan dimer dari guaiakol. Dari hasil analisis dengan GC-MS diketahui juga adanya senyawa lain yang teridentifikasi pada waktu retensi 36,83 dengan m/z 386, yaitu merupakan senyawa trimer dari guaiakol.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Christina
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Keganasan meningkatkan risiko trombosis vena sekitar 2-7 kali. Insideni trombosis vena pada tumor ganas ovarium dilaporkan berkisar antara 5-29 . Berbagai faktor yang terkait dengan kondisi pasien usia, indeks massa tubuh, komorbid , karakteristik tumor ukuran, stadium, histologi, ascites dan terapi kemoterapi, lama pembedahan, jumlah perdarahan di laporkan dapat menjadi prediktor trombosis vena dalam TVD namun penelitian mengenai model prediksi TVD khususnya untuk populasi Indoensia masih terbatas. TUJUAN: Mengetahui faktor ndash; faktor prediktor trombosis vena dalam pada tumor ganas ovarium. DESAIN DAN METODE: Penelitian cohort prospektif ini dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan merekrut 116 pasien dengan dugaan tumor ganas ovarium yang akan menjalani operasi. Berbagai variable lain yang diduga sebagai prediktor TVD seperti kadar pra-terapi trombosit, D-Dimer, fibrinogen, usia, indeks massa tubuh IMT , komorbid, stadium, diameter, histologi, bilateralitas tumor, adanya ascites, metastasis jauh diukur dan dicatat. Pasien diikuti untuk gejala dan tanda TVD. Pasien yang memiliki gejala dan tanda klinis TVD dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi Duplex vascular. HASIL: Seratus tiga pasien tumor ganas ovarium diikutkan dalam analisis. Insideni TVD adalah 16.5 dan 88.2 kejadian TVD terjadi sebelum pembedahan. Tidak ditemukan kejadian TVD selama perawatan pasca operasi dengan rata rata lama perawatan 8.8 hari. Kombinasi beberapa variable menghasilkan model prediksi kejadian TVD pada tumor ganas ovarium yang mencakup metastasis jauh OR 28,99; IK 95 3,83-219,52, IMT ge; 22,7 kg/m2 OR 15,52, IK 95 2,24-107,37 , kadar D-Dimer ge; 1700 mg/ml OR 13,30, IK 95 2.40-73,84 , stadium lanjut OR 6,66; IK 95 1,05-42,27 , histologi epithelial OR 6,5; IK 95 0,34-125,75 , diameter tumor ge; 18,25 cm OR 2,36, IK 95 0,48-11,54 , adanya komorbid OR 2,49, IK 95 0,53-11,66. Skor prediksi kejadian TVD adalah skor 3 untuk metastasis jauh, IMT ge; 22,76 kg/m2, D dimer ge; 1700 mg/dl, skor 2 untuk stadium lanjut, skor 1 untuk komorbid, diameter tumor ge; 18,25 cm, histologi epitelial dan skor 0 jika tidak ditemukan factor risiko atau nilai variable dibawah titik potong. Skor ge; 8 dari 14 adalah skor minimum dengan nilai prediksi TVD yang baik dengan AUC 0,92 IK 95 0,86-0,98, probabilitas 86,46, sensitivitas 64.7, spesifisitas 90.7. KESIMPULAN: Model prediksi kejadian TVD dapat membantu memprediksi pasien tumor ganas ovarium yang berisiko tinggi untuk mengalami TVD sehingga dapat dipertimbangkan pencegahan TVD selektif. ......BACKGROUND: Malignancy increase the risk of venous thromboembolism around 2 7 fold. Its incidence in ovarian malignancy ranged within 5 29 . Various characteristics related to patients age, body mass index, comorbid , tumor stage, tumor diameter, histology, ascites, distant metastasis or treatment length of surgery, bleeding, transfusion were found as predictor of venous thromboembolism. Predictor model of DVT occurrence in ovarian malignant tumor especially in Indonesian population is still limited. OBJECTIVE: To evaluate the prediction model of deep vein thrombosis DVT in ovarian malignant tumor. METHOD: This prospective cohort study enrolled 116 patients with suspected ovarian malignant tumor. Suspected risk factors of venous thromboembolism such as age, body mass index BMI , comorbid, pretreatment D dimer, fibrinogen, thrombocyte level, tumor diameter, staging, presence of distant metastasis, ascites, tumor histopathology, length of surgery, intraoperative blood loss and blood transfusion were measured and recorded. Patient who had symptoms and signs of DVT was confirmed with Doppler ultrasonography. RESULT: Incidence of symptomatic DVT was 16.5 and 88.2 cases occurred before surgery. No case of symptomatic DVT was observed during post operative hospitalization with mean length of stay 8.85 days. Predictor factor of DVT were distant metastasis OR 28,99 95 CI 3,83 219,52, BMI ge 22,7 kg m2 OR 15,52, 95 CI 2,24 107,37 , D Dimer ge 1700 mg ml OR 13,30, 95 CI 2.40 73,84, advanced stage OR 6,66 95 CI 1,05 42,27 , epithelial tumor OR 6,5 95 CI 0,34 125,75, tumor diameter ge 18,25 cm OR 2,36, 95 CI 0,48 11,54, comorbid OR 2,49, 95 CI 0,53 11,66. Prediction score of DVT were score 3 for distant metastasis, BMI ge 22,7 kg m2, D Dimer ge 1700 mg ml, score 2 for advanced stage, score 1 for tumor diameter ge 18,25 cm, comorbid, epithelial tumor and score 0 for the absence of variables or value of variable was less than the cut off. Total score ge 8 of 14 is the least score which has a good predictive value for DVT ocurence with AUC 0.92, 95 CI 0.86 0.92, probability 86,46, sensitivity 64.7, specificity 90.7. CONCLUSION: Prediction model of DVT may help to predict the patient with malignan ovarian tumor who had high risk of DVT therefore can consider selective DVT prevention.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faranita
Abstrak :
Latar Belakang: Pemeriksaan D-dimer dan ultrasonografi sering dipakai untuk menegakkan diagnosis trombosis vena dalam (DVT). Walaupun demikian, kedua pemeriksaan tersebut memiliki keterbatasan jika dipakai pada pasien trauma ekstremitas bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tingkat akurasi dari pemeriksaan D-dimer atau ultrasonografi (USG) dalam mendiagnosis trombosis vena dalam pada pasien dengan trauma ekstremitas bawah. Metode: Pencarian literatur sistematis dilakukan pada database Pubmed, Cochrane, ProQuest, dan EBSCOhost. Hasil artikel yang diperoleh diskrining berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Artikel yang dimasukkan dalam tinjauan dilakukan telaah kritis menggunakan panduan dari The Center of Evidence Based-Medicine (CEEBM) University of Oxford untuk kategori systematic review dan Quality Assessment of Diagnostic Accuracy Studies (QUADAS). Hasil: Sebanyak 89 studi teridentifikasi dari pencarian yang dilakukan. Setelah proses inklusi dan eksklusi, 3 studi dipilih untuk dimasukkan. Ketiga studi yang ditemukan membandingkan akurasi USG dan/atau D-dimer dengan venografi, flebografi, atau USG Doppler. Pemeriksaan D-dimer menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas pasca operasi yang mencapai 95,5% dan 91,4% dengan ambang batas 10mcg/mL, namun dengan ambang batas 4,01 mcg/mL sensitivitas hanya 71.3% dan spesifitas 44.83%. Untuk sensitivitas dan spesifitas USG beragam dengan nilai sensitivitas 18%-96% dan spesifisitas 71,8-96,5%. Diskusi: Sensitivitas dan spesifisitas D-dimer dan USG cukup baik sehingga bisa dipakai untuk mendeteksi trombosis vena dalam. Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitas D-dimer, ambang batas yang lebih tinggi bisa digunakan khususnya pada skrining DVT di ekstremitas bawah. Untuk sensitivitas dan spesifitas USG variatif. Hasil telaah kritis menunjukkan risiko bias yang rendah. Kesimpulan: USG dan DVT dapat menjadi alat diagnostik awal untuk mendeteksi DVT pada pasien dengan trauma ekstremitas bawah.  ......Background: The D-dimer test and ultrasonography are commonly utilized in establishing the diagnosis of deep vein thrombosis (DVT). However, both examinations have limitations when applied to patients with lower extremity trauma. The aim of this research is to investigate the accuracy of D-dimer testing or ultrasonography (USG) in diagnosing deep vein thrombosis in patients with lower extremity trauma. Methods: A systematic literature search was conducted on the Pubmed, Cochrane, ProQuest, and EBSCOhost databases. The obtained articles were screened based on inclusion and exclusion criteria. Articles included in the review underwent critical appraisal using guidelines from The Center of Evidence-Based Medicine (CEEBM) University of Oxford for systematic review categories and the Quality Assessment of Diagnostic Accuracy Studies (QUADAS). Results: A total of 89 studies were identified from the conducted search. Following the inclusion and exclusion processes, 3 studies were selected for inclusion. The three identified studies compared the accuracy of ultrasonography (USG) and/or D-dimer with venography, phlebography, or Doppler ultrasonography. D-dimer testing demonstrated postoperative sensitivity and specificity reaching 95.5% and 91.4%, respectively, with a threshold of 10 mcg/mL. However, with a threshold of 4.01 mcg/mL, sensitivity was only 71.3%, and specificity was 44.83%. Sensitivity and specificity for USG varied, with sensitivity values ranging from 18% to 96% and specificity ranging from 71.8% to 96.5%. Discussion: The sensitivity and specificity of both D-dimer testing and ultrasonography (USG) are deemed adequate, rendering them suitable modalities for the detection of deep vein thrombosis (DVT). To enhance the sensitivity and specificity of D-dimer, higher thresholds can be employed, particularly in screening for DVT in the lower extremities. The sensitivity and specificity of USG are variable. Critical appraisal results indicate a low risk of bias. Conclusion: Ultrasound (USG) and D-dimer testing can serve as early diagnostic tools to detect deep vein thrombosis (DVT) in patients with lower extremity trauma.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Feline Husen
Abstrak :
Pendahuluan: Heparin dapat digunakan sebagai terapi bagi pasien COVID-19. Namun, indikasi dan efeknya masih berbeda di berbagai penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas pemberian heparin dalam menurunkan keparahan gejala klinis. Metode :Studi retrospektif dilakukan dari rekam medis pasien COVID-19 kondisi sedang-berat yang dirawat di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Parameter yang diperiksa adalah kondisi klinis pasien (tingkat mortalitas dan total lama perawatan), kadar D-dimer, dan trombosit pada dua kelompok, kelompok yang diberikan heparin dan yang tidak. Hasil:Penelitian ini menyertakan 110 subjek penelitian. Terdapat tingkat mortalitas yang lebih tinggi pada kelompok heparin dibandingkan kontrol (45,3% vs 5 10,9%; p<0,01). Hal ini dapat disebabkan perbedaan derajat sedang dan berat. Mayoritas kelompok heparin berkondisi berat (58,1% vs 28,2%) jika dibandingkan kontrol. Pada pengecekan laboratorium, heparin menurunkan kadar D-dimer (790 ke 500 vs 725 ke 4.475 µg/L) dan trombosit (366 ke 208x103 vs 217 ke 318x103/µL)secara signifikan (p<0,01). Kesimpulan: Kelompok heparin memiliki tingkat mortalitas yang tinggi akibat tingkat kondisi yang lebih berat, tetapi kadar D-dimer dan trombosit menurun dibandingkan kelompok kontrol. ......Introduction: Heparin can be used as therapy for COVID-19 patients. However, the indications and effects still differ in various studies. Therefore, this study aims to assess the effectiveness of heparin administration in reducing the severity of clinical symptoms. Methods: A retrospective study was conducted from medical records of moderate-severe COVID-19 patients treated at the University of Indonesia Hospital (RSUI). The parameters examined were the patient's clinical condition (mortality rate and total length of treatment), D-dimer levels, and platelets in two groups, those given heparin and those not. Results: This study included 110 research subjects. There was a higher mortality rate in the heparin group compared to controls (45.3% vs 5 10.9%; p<0.01). This is due to the difference in moderate and severe degrees. The majority of the heparin group had severe conditions (58.1% 28.2%) when compared to controls. In laboratory tests, heparin reduced the levels of D-dimer (790 to 500 vs 725 to 4,475 µg/L) and platelets (366 to 208x103 vs 217 to 318x103/µL) significantly (p<0.01). Conclusion: The heparin group had a high mortality rate due to more severe conditions, but D-dimer and platelet levels decreased compared to the control group
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zastya Marisa Arifin
Abstrak :
ABSTRAK Pembentukan senyawa dimer dari senyawa fenolik melalui mekanisme kopling oksidatif dengan bantuan enzim telah banyak dikembangkan. Produk dimer yang terbentuk diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologis yang berguna dalam kehidupan manusia, seperti antioksidan, antikanker, dan antimikroba. Oleh karena itu, sekarang ini dikembangkan berbagai metode untuk meningkatkan produk dimer yang didapat. Pada penelitian ini digunakan eugenol sebagai senyawa fenolik, enzim lakase sebagai biokatalis, dan hidroquinon sebagai mediator dalam reaksi. Enzim lakase yang digunakan merupakan hasil isolasi dari jamur tiram putih dan mempunyai aktivitas spesifik sebesar 0,5046 U/mg. Reaksi kopling oksidatif dilakukan dalam medium bifasa (etil asetat : buffer fosfat = 4:1) dan penggunaan mediator bertujuan untuk mendapatkan produk dimer yang lebih optimal. Hasil reaksi kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan diuapkan pelarutnya, sehingga diperoleh cairan kental berwarna coklat kekuningan dan mempunyai spot dengan Rf 0,28. Pada tahap pemurnian digunakan KLT preparatif, diperoleh endapan kekuningan sebesar 0,3160 g dengan rendemen 3,05%. Identifikasi produk dilakukan dengan GC-MS dan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian dengan spektrofotometer UV-Vis diperoleh ë maksimum 291 nm. Hasil GC-MS menunjukkan bahwa terdapat senyawa yang diduga dimer eugenol dengan nilai m/z = 326 dalam produk Pembentukan dimer eugenol..., Zastya Marisa Arifin, FMIPA UI, 2008 reaksi pada waktu retensi 21,72 menit (luas area 54,38%). Produk reaksi selanjutnya diuji aktivitas biologisnya sebagai senyawa antioksidan menggunakan senyawa DPPH. Didapatkan bahwa aktivitas antioksidan dimer eugenol yang terkandung dalam produk reaksi, lebih tinggi dibandingkan monomernya (eugenol). Nilai IC50 eugenol sebesar 72,20 ìg/mL dan produk sebesar 63,77 ìg/mL. Kata kunci : kopling oksidatif, eugenol, dimer, lakase, antioksidan xi + 56 hlm ; gmbr, tbl, lamp Bibliografi : 27 (1996-2007)
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30410
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Luthfiana Puspita
Abstrak :
Senyawa dimer dari golongan fenolik dapat dibentuk melalui reaksi oksidatif kopling dan diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologis yang penting bagi manusia Penelitian ini dilakukan untuk membentuk senyavva dimer dari isoeugenol dengan enzim Iakase sebagai katalis dan hidroquinon sebagai mediator. Enzim Iakase diisolasi dari jamurtiram putih dan mempunyai aktivitas spesifik sebesar 0,56 U/mg. Reaksi oksidatif kopling dilakukan dalam medium bifasa (etil asetat 1 buffer fosfat = 411). Hasil reaksi berupa cairan kental bervvarna kuning dan mempunyai spot dengan Rf 0,62 dengan pengembang ri-heksana 1 etil asetat = 2 1 1. Pemurnian dengan KLT preparatif, diperoleh endapan kuningan sebesar 0,2092 g dengan rendemen 5,74 %_ Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis diperoleh A maksimum 289 nm. Hasil GC-IVIS menunjukkan bahvva terdapat senyavva yang diduga dimer isoeugenol dengan nilai m/z = 326 dalam produk reaksi pada vvaktu retensi 20,67 menit (luas area 26,10%)_ Dari uji aktivitas antioksidan, diketahui senyavva produk mempunyai kemampuan antioksidan Iebih tinggi dibandingkan dengan isoeugenol, yaitu nilai ICSC isoeugenol sebesar 81,32 pg/mL dan produk sebesar 60,66 pg/mL.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30361
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Alvin Tagor
Abstrak :
Latar Belakang: Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 bisa menyebabkan kelainan pada paru-paru berupa pulmonary intravascular coagulation, suatu koagulopati akibat infeksi. Banyak menduga keadaan ini disebabkan oleh cytokine strorm yang salah satu komponen utamanya adalah IL-6. Sampai saat ini belum diketahui hubungan antara IL-6 dengan koagulopati pada penyakit ini. Tujuan: Kami ingin megetahui apakah IL-6 memiliki korelasi dengan pertanda koagulopati d-Dimer, fibrinogen, dan prothrombin time, serta apakah IL-6 memiliki korelasi dengan ferritin sebagai acute phase reactant. Kami juga ingin mengetahui apakah IL-6, ferritin, fibrinogen, d-Dimer, dan PT berkorelasi dengan perburukan subjek COVID-19 derajat sedang dan berat. Metode: Kami melakukan penelitian kohort prospektif pada pasien COVID-19 derajat sedang dan berat di suatu rumah sakit khusus yang menangani perawatan pasien COVID-19 mulai dari Juni 2020 sampai Januari 2021. Kami melakukan pemeriksaan serial IL-6, d-Dimer, fibrinogen, ferritin dan prothrombin time (PT), serta observasi keadaan pasien tersebut saat masuk rawat dan pada hari ke 14 hari atau sebelum hari ke 14 jika terjadi perbaikan, perburukan, atau pulang; mana yang lebih dahulu terjadi. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasil: Selama Juni 2020 sampai dengan Januari 2021 kami temukan sebanyak 374 pasien COVID-19 derajat sedang dan berat. Tujuh puluh tiga subjek masuk kriteria inklusi 61 orang termasuk kategori berat, dan 12 orang sedang. Jumlah pasien perburukan adalah 35 dari 61 pasien derajat berat, dan 1 dari 12 pasien derajat sedang. Uji korelasi Spearman antara IL-6 dengan ferritin, d-Dimer, fibrinogen, dan PT berturut-turut koefisien korelasinya 0,08 (p=0,5), -0,13 (p=0,27), 0,01 (p=0,91), 0,03 (p=0,77). Uji korelasi Spearman antara ferritin dengan d-Dimer, fibrinogen, dan PT berturut-turut 0,17 (p=0,14), 0,05 (p=0,63), dan 0,07 (p=0,51). ROC yang memiliki luas lebih dari 60% adalah selisih d-Dimer dan selisih IL-6 (74,77% dan 71,32%). Kesimpulan: Tidak ditemukan korelasi antara IL-6 dengan d-Dimer, fibrinogen, PT. Ferritin tidak berkorelasi dengan d-Dimer, fibrinogen dan PT. IL-6 tidak berkorelasi dengan ferritin. Perubahan IL-6 dan d-Dimer dapat memprediksi perburukan pada pasien COVID-19 derajat sedang dan berat. ......Background: COVID-19 disease caused by the SARS-CoV-2 virus can cause abnormalities in the lungs in the form of pulmonary intravascular coagulation, a coagulopathy due to infection. Many suspect this situation is caused by cytokine storm, one of the main components of which is IL-6. Until now, there is no known relationship between IL-6 and coagulopathy in this disease. Objectives: We wanted to know whether IL-6 correlated with markers of d-Dimer coagulopathy, fibrinogen, and prothrombin time, and whether IL-6 correlated with ferritin as an acute phase reactant. We also wanted to find out whether IL-6, ferritin, fibrinogen, d-Dimer, and PT correlated with moderate and severe worsening of COVID-19 subjects. Methods: We conducted a prospective cohort study of moderate and severe COVID-19 patients in a specialized hospital that treats COVID-19 patients from June 2020 to January 2021. We performed serial tests of IL-6, d-Dimer, fibrinogen, ferritin and prothrombin time (PT), as well as observing the patient's condition at the time of admission and on day 14 or before day 14 if there is improvement, worsening, or discharge; whichever happens first. This research has been approved by the Permanent Committee of Medical Research Ethics FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo. Results: During June 2020 to January 2021, we found 374 moderate and severe COVID-19 patients. Seventy-three subjects entered the inclusion criteria, 61 people were included in the heavy category, and 12 people were moderate. The number of deteriorating patients was 35 of 61 severe grade patients, and 1 of 12 moderate grade patients. Spearman correlation test between IL-6 and ferritin, d-Dimer, fibrinogen, and PT, respectively, the correlation coefficients were 0.08 (p=0.5), - 0.13 (p=0.27), 0.01 ( p=0.91), 0.03 (p=0.77). Spearman correlation test between ferritin and d-Dimer, fibrinogen, and PT was 0.17 (p=0.14), 0.05 (p=0.63), and 0.07 (p=0.51) . ROCs that have areas of more than 60% are the d-Dimer-difference and IL-6-difference (74.77% and 71.32%). Conclusions: No correlation was found between IL-6 and d-Dimer, fibrinogen, PT. Ferritin did not correlate with d-Dimer, fibrinogen and PT. IL-6 was not correlated with ferritin. Changes in IL-6 and d-Dimer can predict worsening in moderate and severe COVID-19 patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rien Ritawidya
Abstrak :
Peroksidase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenolik dengan adanya hidrogen peroksida membentuk suatu senyawa bioaktif. Enzim peroksidase yang digunakan diisolasi dari tanaman sawi hijau (Brassica juncea). Hasil reaksi senyawa fenolik thymol dengan H2O2 menggunakan katalis peroksidase diuji aktivitas antioksidannya dengan metode radical scavenger menggunakan radikal stabil DPPH. Ekstrak enzim kasar yang diperoleh memiliki kadar protein 1,707 mg/mL dan aktivitas spesifik enzim sebesar 0,053 U/mg. Isolat yang diperoleh dari pemisahan dengan kolom menghasilkan spektrum FTIR yang identik dengan substrat awal yaitu thymol. Hal ini menandakan telah terjadi reaksi oksidatif kopling senyawa thymol. Sedangkan dari hasil GC-MS diperoleh peak pada waktu retensi 15,03 menit dengan nilai m/z sebesar 150. Senyawa pada waktu retensi tesebut merupakan substrat awal yaitu thymol. Sedangkan pada waktu retensi 28,54 menit diperoleh senyawa dimer thymol dengan nilai m/z sebesar 298. Uji aktivitas antioksidan menghasilkan nilai IC50 dimer sebesar 0,333 g/L sedangkan thymolnya adalah 0,891 g/L.
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kurnia Eka Rusmiarti
Abstrak :
Pada sepsis terjadi inflamasi sistemik yang menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme hemostasis, yaitu, peningkatan aktivasi koagulasi, penurunan antikoagulan alamiah, dan penurunan aktivitas fibrinolisis. Ketidakseimbangan ini bermanifestasi pada pembentukan trombus mikrovaskular yang menyebabkan perfusi jaringan menurun, terjadi disfungsi organ dan kematian. Tujuan penelitian ini mengetahui peranan kadar D-dimer, kadar FDP dan rasio FDP/D-dimer dalam memprediksi mortalitas 14 hari pada pasien sepsis. Penilaian skor Acute physiology and Chronic Health Evaluation II (APACHE II) digunakan untuk memprediksi morbiditas dan mortalitas. Desain penelitian potong lintang, penyajian data secara deskriptif. Subjek penelitian berjumlah 55 orang yang terdiri dari 32 laki-laki dan 23 perempuan dengan rerata usia 51,62 tahun. Pada subjek penelitian, dinilai korelasi kadar FDP, kadar D-dimer, dan rasio FDP/D-dimer dengan skor APACHE II. Pada hasil penelitian, didapatkan 20 pasien hidup dan 35 pasien meninggal. Median kadar FDP (12,9μg/mL) dan kadar D-dimer (7μg/mL) subjek meninggal lebih tinggi dibandingkan median kadar FDP (10,9μg/mL) dan kadar D-dimer (5,2 μg/mL) subjek hidup. Median rasio FDP/D-dimer subjek meninggal (1,9) lebih rendah dibandingkan subjek hidup (2,1). Koefisien korelasi Spearman antara kadar FDP, kadar D-dimer, dan rasio FDP/D-dimer dengan skor APACHE II berturut-turut 0,176, 0,187, dan -0,182. Ketiga korelasi itu secara statistik tidak bermakna (p ≥ 0,05). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kadar FDP, kadar D-dimer, dan rasio FDP/D-dimer tidak dapat digunakan sebagai prognosis keluaran sepsis pada mortalitas 14 hari. ......Systemic inflamation in sepsis could leads to an imbalance homeostatic mechanisms including elevated coagulation activity, decreasing level of natural anticoagulant, and decreased fibrinolysis activity. This could leads to formation of microvascular thrombus which eventually will cause tissue hypoperfusion, organ dysfunction and death. The aim of this research is to understand the role of d-dimer and fibrin degradation products (FDP) and FDP/d-dimer ratio in predicting 14-days mortality rate on sepsis patient. The morbidity and mortality rate on this research were based on APACHE II scoring system. This is a cross sectional research and all data are presented in a descriptive report. Participant of this research was 55 people (32 male and 23 female), average age was 51,62 years old. This research evaluate the correlation between FDP level, d-dimer level and FDP/d-dimer ratio with APACHE II scoring system. From all the participant we had 20 subject alive and 35 died during this research. The median level of FDP (12,9μg/mL) and d-dimer (7μg/mL) in those who die were higher than those who live (10,9μg/mL and 5,2 μg/mL). The median FDP/d-dimer ratio in those who die (1,9) was lower comparing to those who live (2,1). Spearman coefficient of correlation between FDP level, d-dimer level and FDP/d-dimer ratio with APACHE II scoring system were 0.176; 0.187; and -0.182 repectively. This was not significant statistically (p ≥ 0,05). This research has come to a conclusion that FDP and d-dimer level, and FDP/d-dimer ratio cant be used as a prognostic outcome in sepsis on 14 days mortality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>