Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Dea Meliana
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis perubahan regulasi terkait penentuan kriteria Significant Economic Presence dalam pemajakan atas transaksi elektronik di Indonesia dan faktor-faktor yang dapat mendukung penerapan Significant Economic Presence di Indonesia. Analisis perubahan regulasi terkait penentuaan kriteria significant economic presence didasarkan pada kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019, Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 dan PMK 48/PMK.03/2020 serta kesesuaiannya dengan peraturan perpajakan internasional yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kepada narasumber yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan regulasi terkait penentuan kriteria significant economic presence dalam pemajakan atas pajak transaksi elektronik adalah untuk saling melengkapi dan tidak mengubah substansi yang sudah ditetapkan. Kriteria significant economic presence pada PP Nomor 80 Tahun 2019 ditujukan untuk penetapan atas PPMSE sedangkan pada UU Nomor 2 Tahun 2020 untuk pengenaan pajak atas PMSE. Kemudian pada PMK 48/PMK.03/2020 lebih dipersempit lagi lingkupnya dalam pengenaan pajak atas transaksi elektornik dengan menjabarkan nominalnya. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor pendukung dalam penerapan significant economic presence yaitu, hubungan perdagangan Indonesia dengan negara lain, sinergi antara lembaga pemerintah dan pemenuhan indikator- indikator dalam significant economic presence itu sendiri.
This thesis aims to analyze changes in regulations related to determining the criteria for Significant Economic Presence in taxation of digital transaction in Indonesia and the factors that can support the application of Significant Economic Presence in Indonesia. Analysis of the regulatory changes related to the determination of significant economic presence criteria is based on the policies of Peraturan Pemerintah Number 80 Year 2019, Undang Undang Number 2 Year 2020, PMK 48 / PMK.03 / 2020 and their compatibility with applicable international tax regulations. This research uses a qualitative approach. The data collection technique was carried out by in-depth interviews with relevant sources with the issues raised. The results of this study indicate that regulatory changes related to determining the criteria for significant economic presence in taxation of digital transaction are to complement each other and not to change the substance that has been determined. The significant economic presence criteria in PP Number 80 of 2019 are aimed at determining PPMSE while in UU Number 2 of 2020 for the imposition of taxes on PMSE. Then in PMK 48 / PMK.03 / 2020 the scope is further narrowed in the imposition of taxes on digital service transactions by describing the nominal. The government needs to consider various supporting factors in the application of a significant economic presence, such as, Indonesia's trade relations with other countries, synergy between government institutions and the fulfillment of indicators in a significant economic presence itself."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aura Rasyiqa Ramadhina
"Perkembangan teknologi informasi telah mendorong pesatnya pertumbuhan ekonomi digital yang menghadirkan tantangan baru dalam bidang perpajakan. Sebagai respons, Indonesia menyetujui komitmen Solusi Dua Pilar OECD. Namun, pelaksanaan Pilar 1 masih menghadapi ketidakpastian dan terus ditunda, sehingga Indonesia belum dapat melakukan pemajakan ekonomi digital di luar ranah PPN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk kebijakan unilateral dalam pemajakan ekonomi digital yang dapat dijadikan alternatif pengganti Pilar 1 OECD dan peluang serta tantangan implementasinya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan studi literatur dan wawancara mendalam untuk pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa model kebijakan unilateral pemajakan ekonomi digital, antara lain Digital Services Tax (DST), Equalization Levy, pemajakan berbasis Significant Economic Presence (SEP), dan jenis lainnya. Masing-masing model memiliki karakteristik, kelebihan, dan kelemahan tersendiri. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari berbagai bentuk kebijakan unilateral dalam pemajakan ekonomi digital yang dapat dijadikan alternatif pengganti Pilar 1 OECD di Indonesia, DST ialah yang paling ideal karena secara administratif lebih sederhana, fleksibel, memiliki potensi penerimaan yang signifikan, dan berupa jenis pajak baru sehingga tidak terhalang P3B maupun berbenturan dengan ketentuan pajak domestik. Peluang implementasi DST didukung oleh besarnya ekonomi digital Indonesia yang terus berkembang pesat, serta banyaknya negara yang telah mengadopsi kebijakan serupa sehingga memungkinkan pembelajaran dan adaptasi kebijakan. Selain itu, kemampuan otoritas pajak bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital dalam pelacakan pengguna memberi potensi penguatan sistem administrasi perpajakan nasional. Namun, tantangan seperti potensi konflik internasional, risiko retaliasi dagang, dan isu administrasi perpajakan masih menjadi hambatan yang perlu diantisipasi. Indonesia tengah menghadapi dilema karena menunda tindakan berisiko kehilangan pendapatan pajak dan tertinggal dari negara lain, sementara mengambil tindakan di tengah ketegangan politik dan perdagangan global saat ini dapat memicu konflik atau merusak iklim investasi.
The rapid development of information technology has driven the growth of the digital economy, bringing new challenges for taxation systems. In response, Indonesia has committed to adopting the OECD’s Two-Pillar Solution. However, the implementation of Pillar One remains uncertain and has been repeatedly delayed, which means Indonesia has not yet been able to tax digital economy income beyond VAT. This study aims to analyse unilateral tax policy options as potential alternatives to Pillar One and examines its implementation opportunities and challenges in Indonesia. The research uses a qualitative method, through literature review and in-depth interviews for its data collection. The analysis reveals several unilateral approaches have been used globally, including the Digital Services Tax (DST), Equalization Levy, and taxation based on Significant Economic Presence (SEP). Each has its own characteristics, strengths, also its limitations, and among them DST is the most suitable for Indonesia due to its administrative simplicity, flexibility, significant revenue potential, and as it is a new type of tax, so it does not conflict with existing tax treaties or Indonesian domestic tax rules. Opportunities and potential to implement the policies is supported by the large digital economy in Indonesia which continues to grow rapidly, as well as the many countries that have adopted similar policies, allowing for learning and policy adaptation. In addition, the ability of tax authorities to work together with the Ministry of Information and Digital in monitoring users provides the potential to strengthen the tax administration system. However, challenges such as the potential for international conflict, the risk of trade retaliation, and tax administration issues are still obstacles that need to be anticipated. The country faces a difficult policy dilemma as delaying action means losing out on substantial tax revenue and falling behind peers, while moving too quickly amid current global political and trade tensions may trigger retaliation or harm investment climate."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library