Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sondang Regina I.
Abstrak :
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama. Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkiya Al Bariyyah
Abstrak :
Indonesia memiliki beragam masyarakat, keberagaman tersebut termasuk perbedaan agama dalam lingkup keluarga. Dalam hukum kewarisan Islam, perbedaan agama menjadi penghalang mewaris, lalu bagaimana pengaturan hak waris bagi ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris menurut hukum kewarisan Islam dan bagaimana ketentuan penolakan menerima bagian warisan menurut hukum kewarisan Islam serta peran Notaris dalam pembuatan akta penolakan menerima bagian warisan oleh ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris berdasarkan hukum kewarisan Islam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder dan alat pengumpulan data dengan studi kepustakaan, sedangkan metode analisis menggunakan metode kualitatif. Pengaturan hak waris bagi ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris menurut hukum kewarisan Islam adalah seorang anak yang memiliki keyakinan yang berlainan dengan orang tuanya tidak dapat menjadi ahli waris karena terhalang untuk mewaris. Penolakan menerima bagian warisan yang dilakukan oleh anak yang berlainan agama tidak perlu dilakukan, karena tanpa menolak pun anak yang berlainan agama tidak berhak untuk mewaris dan tidak memiliki kewajiban untuk menyelesaikan urusan-urusan pewaris. Terlebih lagi dalam hukum kewarisan Islam tidak dikenal adanya penolakan warisan. Pembuatan akta penolakan menerima bagian warisan oleh ahli waris yang beda agama dengan pewaris yang dibuat oleh Notaris sebenarnya tidak memiliki kekuatan hukum, karena pembuatan akta penolakan bertentangan dengan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam dan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. ...... Indonesia has a diverse society, such diversity including religious differences within the family circle. In Islamic inheritance law, religious differences become a barrier inherit, and how settings inheritance rights for the heirs of a different religion heir according to the laws of inheritance Islam and how the provisions of rejection receive an inheritance according to the inheritance law of Islam and the role of Notary in deed refusal receive inheritance by heirs of a different religion heir by Islamic inheritance law. This reserach uses normative. Data used is secondary data and data collection tools to the study of literature, whereas the method of analysis using qualitative methods. Settings inheritance heirs rights of a different religion heir according to Islamic inheritance law is a child who has a different religion by parents could not be heir because it obstructed to inherit. Rejection receive inheritance done by children of different religions need not be done, because without rejecting any children of different religions are not entitled to inherit and have no obligation to settle the affairs of the deceased. Moreover, in Islamic inheritance law is not known their rejection of the inheritance. Deed refusal receive inheritance by the heirs of the different religions to the deceased Notary actually has no legal force, because the deed refusal contrary to Article 171 letters c Compilation of Islamic law and does not meet the requirements provided for in Article 1868 Law Civil Code.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Arumsari Dewi Tjahjandari
Abstrak :
Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Dalam kondisi keberagaman seperti ini, bisa saja terjadi interaksi social di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada hubungan perkawinan. Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar terjadinya perkawinan antara pasangan yang memiliki keyakinan (agama) yang berbeda. Walaupun menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan beda agama bukanlah termasuk perkawinan campuran namun bukan tidak mungkin pada saat yang sama perkawinan campuran juga menyebabkan perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan pasangan yang lintas negara juga pasangan lintas agama. Hal tersebut menimbulkan pro-kontra pendapat sehubungan dengan perkawinan beda agama. Salah satu pendapat mengatakan bahwa masalah agama merupakan masalah pribadi sendiri-sendiri, sehingga negara tidak perlu melakukan pengaturan yang memasukkan unsur-unsur agama, namun di pihak lain ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama dilarang oleh agama sehingga tidak dapat diterima. Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi perubahan yang signifikan, terutama dalam hal penegakkan Hak-hak Asasi Manusia. Perkawinan merupakan hak asasi yang paling mendasar yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh negara. Adanya penolakan terhadap perkawinan beda agama di Indonesia pada dasarnya merupakan tindakan yang diskriminatif yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia itu sendiri. Negara perlu segera melakukan penyempurnaan Undang-undang Perkawinan agar tidak terjadi kekosongan hukum dan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum dalam hal perkawinan beda agama.
Indonesia represents one of the state which have a pluralistic society with different religions and tribes. In this heterogeneity condition, it is common for social interaction happening among different society groups that to be further continued in marriage relationship. Along with the development of the society, problems occurred are progressively complex. Due to marriage problems, mixed marriage between members of different religion is often happened in the society. Although according to Marriage of Law mixed marriage between members of different religion could not be categorized as a mixed marriage, it is possible for a mixed marriage to cause a mixed marriage between members of different religion. Transnational couple can be also a cross religion couple. Such problem generates pros and cons opinion referring to mixed marriage between members of different religion. One of the opinion said that religion problem is representing personal problem so that the state no need to regulate religion items in any kind of state of laws but at others there is an opinion that mixed married between members of different religion is prohibited and could not be accepted. Life as a nation and as a state shall bring a significant changes especially in the case of straightening of Basic Human Rights. Marriage represents most elementary basic rights which do not deflect intervention by whoever including by the state. Denial of the existence of a mixed marriage between members of different religion in Indonesia basically represents a discriminatory action that is contradictive with the principles of Human right itself. The state needs immediately to improve its Marriage of Law in order to complete the blankness of law that will generate a legal uncertainty in the case of a mixed marriage between members of different religion.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37300
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library