Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rivani Noor
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indikator Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) umur 6-23 bulan dan faktor lainnya terhadap kejadian stunting di Posyandu Puskesmas Warung Jambu Kota Bogor Tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 152 bayi dan anak yang didapat dengan purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran panjang badan bayi dan anak, tinggi badan ibu, wawancara kuesioner dan lembar recall 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan proporsi bayi dan anak stunting sebesar 11,8 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang badan lahir sebagai faktor dominan kejadian stunting pada bayi dan anak umur 6-23 bulan, setelah dikontrol oleh Minimum Dietary Diversity, jumlah anggota rumah tangga, penyakit infeksi, dan usia bayi dan anak. Penelitian ini menyarankan agar meningkatkan penyuluhan terkait gizi ibu hamil serta pemberian makan bayi dan anak yang optimal hingga 2 tahun (1000 hari pertama kehidupan).
The objective of this research is to determine the association between Infant and Young Child Feeding (IYCF) indicators and other factors with stunting at Posyandu Community Health Center Warung Jambu Bogor in 2015. The method of this research is cross sectional design. The research was done to 152 children by purposive sampling. The research was held on April to May 2015. The database were collected by measuring length of the children, mother's height, interview on the questionaire and recall 24 hour sheet. The result of the study shows that 11,8 % children are stunting. The analysis shows that birthlength is the most dominant factor associated with under-two stunting, after controlling Minimum Dietary Diversity (MDD), number of household members, infectious diseases and age of child. This study suggests to improve nutrition for pregnant women and also infant and young child feeding up to 2 years (first 1000 days of life).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T42750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Rizkiani
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola konsumsi individu dan rumah tangga terhadap status nutrisi anak yaitu indeks TB/U dan peluang anak untuk tidak stunting. Penelitian ini menggunakan data longitudinal dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan tahun 2014 dengan metode Panel Linear (OLS) dan Panel Probit dengan random effect. Hasil deskriptif menunjukkan bahwa status nutrisi anak membaik saat anak berusia 7-12 tahun. Sementara, hasil analisis inferensial menemukan bahwa pada level individu, anak yang mengkonsumsi makanan yang beragam memiliki indeks TB/U yang lebih baik dan peluang lebih tinggi untuk tidak stunting. Sementara pada level rumah tangga, pola pengeluaran makanan rumah tangga memengaruhi capaian status nutrisi anak. Penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya perbaikan berarti dari sisi kualitas konsumsi individu dan rumah tangga selama tujuh tahun pengamatan. Selain itu, penelitian ini juga menemukan adanya indikasi permasalahan keamanan pangan yang masih tidak baik karena masih rendahnya tingkat pendidikan ibu.
ABSTRACT
This study aims to know the impact of consumption pattern in individual and household level to the children's nutritional status based on height-for-age z-score and probability of not to be stunted on children. This study uses longitudinal data from Indonesian Family Life Survey (IFLS) 2007 and 2014 with Panel Linear (OLS) and Panel Probit with random effect. Descriptive analysis shows that children's nutritional status were getting better at age 7-12 years old. Regression results show that at individual level, children who have dietary diversity score above average have better height-for-age and higher probability of not to be stunted. At household level, food expenditure pattern affect children's nutritional status. This study also shows no significant improvement in the quality of individual and household consumption pattern during the seven years of observation. In addition, this study also indicated of food safety problems due to the low level education of mothers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi
Abstrak :
Konsumsi pangan yang beragam dan seimbang penting untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif, termasuk di masa pandemi. Jika tidak, pola makan yang tidak seimbang menyebabkan malnutrisi, seperti kelebihan berat badan dan obesitas yang menjadi perhatian pada orang dewasa di Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang lebih sehat, motivasi dan niat seseorang perlu dipertimbangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi pemilihan makanan, tahap perubahan, dan keberagaman konsumsi pangan (diukur melalui Pola Pangan Harapan/PPH) pada orang dewasa di Jabodetabek selama pandemi COVID-19. Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada 229 orang dewasa (berusia 18 – 59 tahun). Analisis deskriptif, korelasi, analisis varians dan pemodelan persamaan struktural dilakukan. Status sosial ekonomi subjek tergolong tinggi. Nilai median PPH adalah 81,59 (dari 100); disumbangkan oleh kelompok buah-buahan dan sayur-sayuran sebagai yang tertinggi, diikuti oleh kelompok pangan hewani. Sebagian besar subjek berada pada tahap prekontemplasi. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tahap perubahan dengan keberagaman konsumsi pangan, tetapi ada hubungan yang signifikan dengan skor buah dan sayuran. Agama adalah motivasi pemilihan makanan dengan skor median tertinggi, diikuti oleh harga dan kenyamanan. Kesehatan, kandungan alami dan pengendalian berat badan merupakan motivasi yang berhubungan signifikan dengan tahap perubahan dan berkorelasi dengan skor PPH. Selain itu, motivasi kenyamanan juga berkaitan dengan tahap perubahan, dan motivasi kepedulian etis berkorelasi dengan skor PPH. Motivasi pengendalian berat badan juga memiliki pengaruh langsung yang signifikan pada tahap perubahan, tetapi tidak pada keberagaman konsumsi pangan.
The consumption of diverse and balance diet is important to live a healthy and active life, including during a pandemic. Otherwise, imbalance diet leads to malnutrition, such as overweight and obesity that concerned among adults in Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). To facilitate a healthier behavior change, one’s motivation and intention need to be considered. This study aimed to understand the relationship between food choice motives, stage of change, and dietary diversity (assessed by Pola Pangan Harapan (PPH)/ desirable dietary pattern) among adults in Jabodetabek during COVID-19 pandemic. A cross-sectional study was conducted with 229 adults (aged 18 – 59 years old). Descriptive analysis, correlation, analysis of variance and structural equation modeling were conducted. Socio-economic status of subjects was high. The PPH median score was 81.59 (out of 100); contributed by fruit-and-vegetable group as the highest, followed by animal-based-food group. Majority of the subjects were in precontemplation stage. There was no significant association between stage of change with dietary diversity, but there was a significant association with fruit-and-vegetable score. Religion was the food choice motive with highest median score, followed by price and convenience. Health, natural content and weight control was the motives that significantly associated with stage of change and correlated with PPH score. Besides that, convenience motive was also associated with stage of change, and ethical concern motive was correlated with PPH score. Weight control motive also had significant direct effect on stage of change, but not on dietary diversity.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netti Yaneli
Abstrak :
Masa awal anak-anak ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Mencukupi kebutuhan energi yang adekuat merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Akibat defisiensi energi pada balita bisa menyebabkan berbagai macam masalah gizi seperti stunting, wasting, maupun underweight. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi balita usia 24 bulan di Tangerang tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Total sampel sebanyak 100 anak. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis bivariat menunjukkan Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), dan jumlah konsumsi susu memiliki hubungan yang signifikan terhadap asupan energi. Analisi multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi adalah Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), setelah dikontrol oleh Minimum Meal Frequency (MMF), jumlah konsumsi susu, tingkat pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu. Anak yang MDD nya tidak tercapai berpeluang 6,8 kali memiliki asupan energi yang kurang. Faktor dominan lainnya yang berhubungan dengan asupan energi pada balita adalah Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), setelah dikontrol oleh pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu. Anak yang MAD nya tidak tercapai berpeluang 10,6 kali memiliki asupan energi yang kurang. ......Early childhood is characterized by rapid growth (growth spurt). Meeting adequate energy needs is very important for children. Due to energy deficiency in toodlers, it can cause various kinds of nutritional problems such as stunting, wasting, and underweight. This study aims to determine the dominant factors associated with the energy intake of children aged 24 months in Tangerang in 2019. This research uses quantitative methods. The type of research used is descriptive with cross sectional approach. The total sample is 100 children. Data analysis is used chi square test and multiple logistic regression. The results of the bivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), and the amount of milk consumption had a significant relationship to energy intake. Multivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), after being controlled by Minimum Meal Frequency (MMF), mother’s education level, maternal occupation, family income, and total milk consumption. Children whose MDD is not achieved are 6,8 times likely to have less energy intake. Another dominant factor related to energy intake in children is the Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), after being controlled by maternal education and maternal occupation. Children whose MAD is not achieved are 10,6 times more likely to have less energy intake.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnia Nurul Hikmah
Abstrak :
Kekurangan zat gizi di Indonesia masih menjadi masalah di berbagai kalangan usia termasuk usia anak sekolah. Kekurangan gizi pada anak usia sekolah terjadi akibat kurangnya keragaman pangan dan asupan zat gizi makro yang dapat mengakibatkan efek siklik kurang gizi dikehidupan selanjutnya. Kabupaten Lebak merupakan kabupaten peringkat ke-2 tertinggi kasus balita gizi buruk di Provinsi Banten pada tahun 2016, dan Provinsi Banten merupakan provinsi dengan kasus gizi kurang tertinggi di Pulau Jawa pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi berdasarkan Dietary Diversity Score (DDS), kecukupan zat gizi makro, karakteristik anak (usia, jenis kelamin), karakteristik ibu (usia kehamilan, usia ibu saat hamil), karakteristik keluarga (penghasilan orangtua, pendidikan ayah, pendidikan ibu) faktor orang tua (pendidikan ayah dan pendidikan ibu), riwayat penyakit infeksi, riwayat pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan desain studi cross-sectional dengan sampel sebanyak 137 siswa yang diambil menggunakan metode purposive sampling. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,5% siswa memiliki status gizi kurang. Adanya hubungan signifikan antara DDS OR 2,582 (95%CI: 1,082-6,163) dan kecukupan lemak OR 3,638 (95%CI: 1,010-13,10) dengan status gizi kurang. Kecukupan lemak merupakan faktor dominan determinan status gizi kurang. ......Lack of nutrients in Indonesia is still a problem in various age groups, including school-age children. Thinness in school-age children occurs due to lack of food diversity and macronutrients intake. Thinness can lead to a cyclical effect of malnutrition in later life. Lebak Regency is the district with the 2nd highest number of severe underweight cases in Banten Province in 2016, and Banten is the province with the highest thinness cases in Java Island in 2018. This study aims to determine the relationship of thinness based on the Dietary Diversity Score (DDS), macronutrient adequacy, child characteristics (age, gender), maternal characteristics (gestational age, maternal age at pregnancy), sociodemographic characteristics (parental income, father's education, mother's education) parental factors (father's and mother's education), history of infectious disease and exclusive breastfeeding. This study uses secondary data and a cross-sectional study design with a sample of 137 students taken using the purposive sampling method. The study was conducted through quantitative analysis with univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate with logistic regression. 20.5% of students were thinness and severe thinness. There is a significant relationship between dietary diversity score OR 2,582 (95%CI: 1,082-6,163) and adequacy of fat intake OR 3,638 (95%CI: 1,010-13,10) with thinness. Adequacy of fat intake is the dominant factor in thinness.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainanur Aurora Setianingsih
Abstrak :
Masalah malnutrisi pada remaja merupakan salah satu kesehatan global utama yang dapat menyebabkan mortalitas, morbiditas, dan gangguan perkembangan. Gizi kurang merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak-anak di Indonesia dengan prevalensi 11,1 anak berusia 13-15 tahun dan 9,4 anak berusia 15-18 tahun. Kebutuhan energi remaja perempuan berbeda dengan laki-laki sebagai persiapan kehamilan. Salah satu cara untuk mencapai kebutuhan gizi optimal dengan menerapkan prinsip keragaman makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keragaman makanan dengan status gizi remaja perempuan di Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan studi cross-sectional menggunakan data sekunder 24-h recall pada 335 remaja perempuan berusia 12-18 tahun di provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi status gizi pada remaja perempuan adalah 17 gizi lebih dan 3,6 gizi kurang. Prevalensi keragaman makanan rendah atau 5 kelompok makanan adalah 42,7. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara keragaman makanan dengan status gizi p=0.825. Hasil analisis multivariat dengan penyesuaian variabel perancu mendapatkan tidak ada hubungan antara keragaman makanan dengan status gizi dengan OR1.112 95 IK 0.619-1.997. Tidak didapatkannya hubungan antara keragaman makanan dengan status gizi remaja perempuan. ...... Malnutrition in adolescent is one of the global health problem that could cause mortality, morbidity, and development problem. Thinness is one of the childhood health problem in Indonesia. Prevalence of thinness in Indonesia among 13 15 years old was 11,1 , while 15 18 years old was 9,4. Demand of nutritional requirement and energy for adolescent girls are more higher as preparation for pregnancy. Balance nutrition could be optimize through implement dietary diversity. Aim of this study to seek association between dietary diversity and nutritional status among adolescent girls in West Java Province. A cross sectional study using secondary data from 24 h recall was performed on 335 adolescent girls aged 12 18 years old in West Java Province. The result showed prevalence of nutritional status among adolescent girls in West Java were 17 overweight, 3,6 thinness. Prevalence of low dietary diversity or 5 food category was 42,7. Through bivariate analysis, no association between dietary diversity and nutritional status p 0.825. Multivariate analysis with adjustment for confounding variable showed no association beteween dietary diversity and nutritional status with AOR 1.112 95 CI 0.619 1.997. It is concluded that there is no association between dietary diversity and nutritional status.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vahira Waladhiyaputri
Abstrak :
Latar belakang: Dampak malnutrisi seperti stunting, wasting, dan underweight pada 1000 hari pertama kehidupan irreversible, namun dapat dicegah dengan makanan pendamping ASI yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketercapaian minimum dietary diversity (MDD) dengan status gizi anak usia 6-23 bulan di Jakarta Timur pada pandemi COVID-19 tahun 2020. Metode: Studi cross-sectional ini menggunakan data sekunder penelitian di Jakarta Timur, dengan jumlah sampel 102 subjek berusia 6-23 bulan. Data terkait MDD diperoleh melalui food recall 24 jam yang kemudian dimasukkan ke dalam kuesioner MDD. Data terkait usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, dan pendapatan rumah tangga juga dianalisis dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan melalui uji chi square dan regresi logistik menggunakan aplikasi SPSS Statistics versi 25. Hasil: Mayoritas subjek penelitian berusia 12-17 bulan (39,2%) dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sebanyak 52% subjek mencapai MDD pada asupan hari sebelumnya. Stunting merupakan status gizi terbanyak (20,6%) dibandingkan dengan wasting (15,7%) dan underweight (12,7%). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara ketercapaian MDD dan status gizi subjek, tetapi jenis kelamin dianggap berhubungan dengan stunting (p=0,003; 95% CI=1,81-19,03) dan underweight (p=0,012; 95% CI =1,54-36,73). Kesimpulan: Dalam menganalisis hubungan kualitas asupan dengan status gizi, aspek lain seperti jumlah asupan juga perlu diperhatikan. ......the 1000 first days of life are irreversible, but could be prevented by giving high quality complementary feeding practice. This study aims to examine the relationship between achievement of minimum dietary diversity (MDD) with nutritional status among children aged 6-23 months in East Jakarta during the 2020 COVID-19 pandemic. Method: This cross-sectional study used secondary data from a research in Kampung Melayu Village, East Jakarta, with a total sampling of 102 subjects aged 6-23 months. Data related to MDD was obtained through a 24-hour food recall, which was then entered into the MDD achievement questionnaire. Data related to age, gender, mother's education level, and household income were also analyzed in this study. Data analysis was carried out through the chi square test and logistic regression using SPSS Statistics application version 25. Result: Majority of subjects in the study were 12-17 months (39.2%) and with an equal proportion between male and female. A total of 52% of subjects achieved MDD on the previous day's food intake. Stunting is the most prevalent nutritional status (20.6%) compared to wasting (15.7%) and underweight (12.7%). No significant relationship was found between the achievement of MDD and the nutritional status of the subjects, but gender was considered to be related to stunting (p=0.003; 95% CI=1.81-19.03) and underweight (p=0.012; 95% CI=1.54-36.73). Conclusion: In analyzing the relationship between the quality of intake and nutritional status, other aspects such as the amount of intake also need to be taken into account.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teshalonica Mellyfera Irania
Abstrak :
Di Indonesia, defisiensi makronutrien (stunting, wasting, dan underweight) masih menjadi salah satu masalah kesehatan. Salah satu penyebab dari stunting, wasting, dan underweight adalah kurang beragamnya diet yang dikonsumsi, yang dapat diukur dengan indikator dietary diversity score. Penelitian cross- sectional ini meneliti data sekunder, yang melibatkan sebanyak 85 subjek usia 24—36 bulan di kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Riwayat asupan makan didata menggunakan 24-hour recall, yang akan digunakan untuk menghitung dietary diversity score. Status gizi diukur berdasarkan nilai skor Z dari height- for-age, weight-for-age, dan weight-for-height. Pada hasil, didapatkan mayoritas subjek memiliki DDS sedang (54,1%). Prevalensi subjek dengan stunting, underweight, dan wasting, secara berturut-turut adalah 36,5%, 29,4%, dan 7,1%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DDS dengan stunting, underweight, ataupun wasting. Melalui analisis multivariat, terdapat dua faktor yang berhubungan secara signifikan dengan stunting, yakni jenis kelamin (p=0,025) dan tingkat pendidikan ibu (p=0,047). Sebagai kesimpulan, selain keragaman pangan, terdapat beberapa faktor lain yang memengaruhi status gizi anak, seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan ibu. Oleh sebab itu, pemberian edukasi kepada ibu terhadap diet anak yang sehat dapat menjadi suatu bentuk tindakan pencegahan terhadap undernutrition. ......In Indonesia, macronutrient deficiency (stunting, wasting, and underweight) is still a health problem. One of the causes of stunting, wasting, and underweight is the lack of variety in the diet consumed, which can be measured by an indicator called dietary diversity score. This cross-sectional study examined a secondary data, involving 85 subjects aged 24—36 months in Kampung Melayu sub-district, East Jakarta. Food intake history was recorded using 24-hour recall, which will be used to calculate the dietary diversity score. Nutritional status was measured based on the Z score of height-for-age, weight-for-age, and weight-for- height. As a result, majority of subjects had medium DDS (54.1%). The prevalence of subjects with stunting, underweight, and wasting was 36.5%, 29.4%, and 7.1%, respectively. There is no significant relationship between DDS and stunting, underweight, or wasting. Through multivariate analysis, there were two factors that were significantly associated to stunting, which are gender (p=0.025) and mother's education level (p=0.047). In conclusion, in addition to food diversity, there are many other factors that influence the nutritional status of children, such as gender and maternal education. Therefore, providing education to mothers about a healthy child's diet can be used as a form of preventive action against undernutrition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athiya Fadlina
Abstrak :
Praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat perlu dipertahankan selama situasi pandemi COVID-19 untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Tindakan pengendalian pandemi COVID-19 seperti pembatasan sosial skala besar dapat berdampak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MP-ASI. Namun, studi yang menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MP-ASI selama pandemi COVID-19 masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan pola pangan minimum yang dapat diterima (MAD) anak usia 6-11 bulan pada pandemi COVID-19 di Indonesia. Penelitian ini merupakan bagian dari “COVID-19 Mom-Infant Study” dan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan survei online. Uji regresi logistik ganda dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan MAD dengan tingkat signifikan yang ditetapkan pada p <0,05. Sebanyak 262 data dikumpulkan dengan sekitar 74,0%, memenuhi MAD yang terdiri dari 94,3% memenuhi frekuensi makan minimum, dan 77,1% memenuhi keragaman makanan minimum. Berdasarkan analisis multivariat ketahanan pangan rumah tangga (aOR=2.479; 95%CI [1.196 – 5.136]), suasana hati ibu (aOR=3.448; 95%CI [1.286 – 9.378]), jumlah anak di rumah tangga (aOR=2.493; 95%CI [1.131 – 5.495]), dukungan suami (aOR=4.365; 95%CI [1.450 – 13.083]), dan dukungan kelompok pendukung makanan (aOR=2.446; 95%CI [1.186 – 5.043]), ditemukan sebagai faktor dominan dari MAD. Hasil studi ini menunjukkan bahwa sepertiga anak tidak memenuhi pola pangan minimum yang dapat diterima. Peningkatan edukasi gizi dan aksesibilitas pangan dibutuhkan terutama untuk rumah tangga yang rawan pangan dan memiliki 3 atau lebih anak di dalamnya selama pandemi COVID-19. Peningkatan kesadaran suami tentang pentingnya dukungan pemberian makan anak bagi ibu baru, menjaga suasana hati ibu, dan menggunakan media online atau kelompok pendukung makan bayi untuk menyampaikan pesan gizi sebagai strategi untuk mempertahankan kualitas diet anak selama pandemi COVID-19. ......Appropriate complementary feeding practices are needed to achieve optimal growth, development, and health that needs to be sustained during coronavirus disease 19 (COVID-19) pandemic situation. COVID-19 pandemic control measures such as large-scale social restriction and physical distancing can have an impact on factors that are associated with complementary feeding practice. However, study that assessing factors associated with complementary feeding practices during COVID-19 was still limited. Therefore, this study aims to identify dominant factors of minimum acceptable diet (MAD) of 6-11 months old children during COVID-19 pandemic in Indonesia. This study was part of the “COVID-19 Mom-Infant Study” and conducted in all regions of Indonesia using an online survey. Multiple logistic regression test was run to identify dominant factors of MAD with a significant level set at p <0.05. A total of 262 data were collected with around 74.0% meeting MAD that consist of 94.3% were meeting minimum meal frequency, and 77.1% meeting minimum dietary diversity. Based on multivariate analysis, household food security (aOR=2.479; 95%CI [1.196 – 5.136]), mother’s mood (aOR=3.448; 95%CI [1.286 – 9.378]), number of children in the household, (aOR=2.493; 95%CI [1.131 – 5.495]), support from husband (aOR=4.365; 95%CI [1.450 – 13.083]), and support from support group and online support (aOR=2.446; 95%CI [1.186 – 5.043]) were found to be dominant factors of MAD. These findings showed that one third of the children did not fulfill the MAD. Increased nutrition education and accessibility of food needed especially in the food insecure household with more than 3 children in it during this COVID-19 pandemic. Mother’s mood needs to be maintained as it was related to child feeding practices. Raising awareness of father about the importance of feeding support for new mothers and using online group or support groups to deliver nutrition messages as the coping strategy of many closure of health post during COVID-19 pandemic.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Aniza Rizky Aprilya
Abstrak :
Praktik MP-ASI yang buruk dapat menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak. Minimum dietary diversity (MDD) merupakan salah satu penentu status gizi anak dan telah ditemukan dapat memprediksi terjadinya stunting. Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian MDD pada anak yang diberi ASI usia 6-23 bulan berdasarkan data SDKI tahun 2017. Penelitian ini menggunakan uji Chi-square dan uji regresi logistik ganda untuk menganalisis 2.976 sampel WUS. Terdapat 52,8% anak yang diberi ASI usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017 telah mengonsumsi setidaknya lima dari delapan kelompok makanan. Namun, masih terdapat 47,2% anak yang belum memenuhi capaian MDD tersebut. Usia anak, pendidikan ibu, status bekerja ibu, akses ibu terhadap media, kekayaan rumah tangga, dan pendidikan ayah, peran ayah, kunjungan ANC, penolong persalinan, tempat persalinan, dan wilayah tempat tinggal ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan capaian MDD anak. Namun, hanya usia anak, tingkat pendidikan ibu, status bekerja ibu, kekayaan rumah tangga, peran ayah, penolong persalinan, dan wilayah tempat tinggal yang lolos ke pemodelan multivariat akhir. Faktor dominan yang mempengaruhi capaian MDD anak adalah usia anak 6-11 bulan. Anak yang berusia 18-23 bulan berpeluang mengonsumsi lima atau lebih kelompok makanan sebesar 5,8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berusia di bawah 6-11 bulan. Masih terdapat separuh anak Indonesia belum memenuhi capaian MDD. Perlu adanya intervensi di masa mendatang yang menargetkan ibu yang memiliki bayi dan anak kecil melalui program peningkatan kesadaran untuk mendorong pertumbuhan anak dengan memberikan diet yang lebih beragam sejak awal diperkenalkan makanan
Poor complementary feeding practices can lead to malnutrition in infants and young children. Minimum dietary diversity (MDD) is one of the determinants of childs nutritional status and has been found to predict stunting. This study discusses about factors associated with achieving MDD among breastfed children aged 6-23 months based on Indonesias Demographic and Health Survey in 2017. This study used chi-square and multiple logistic regression to analyze 2.976 women samples. There were 52.8% breastfed children aged 6-23 months in Indonesia who were consuming at least five of the eight food groups. However, there were still 47.2% breastfed children aged 6-23 months who had not met the MDD. Childs age, mother's education, mothers working status, mothers access to media, wealth index, fathers education, fathers role, ANC visit, delivery assistance, place of delivery, and area of residence were found to have significant association with MDD. However, only childs age, mother's education, mothers working status, wealth index, father's role, childbirth assistance, and area of residence qualified for the final multivariate modeling. The dominant factor determine a childs MDD is childs age 6-11 months. Children aged 18-23 months have the opportunity to consume five or more food groups by 5.8 times higher than children aged 6-11 months. There are still half of Indonesian children who have not met MDD. Future interventions are needed to target mothers with infant and young children through awareness raising programs to encourage the growth of children by providing a more diverse diet since food is first introduced at aged 6.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>