Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Allsop, D.F.
Oxford: Pergamon Press, 1983
671.253 ALL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Djunaedi
"Outer tube merupakan salah satu komponen kendaraan roda dua, dimana pada aplikasinya memerlukan sifat mekanis yang baik dan bebas dari cacat. Proses pembuatan outer tube menggunakan pengecoran dengan metode gravity die casting. Dimana kualitas hasil pengecoran dipengaruhi oleh parameter proses pembuatannya. Pada penelitian ini temperatur cetakan Iogam dijadikan sebagai parameter penelitian.
Kecenderungan cacat yang terjadi pada outer tube antara Iain misrun, retak , shrinkage dan udara terjebak_ Dan daerah yang mengalami cacat - cacat tersebut merupakan daerah - daerah dengan kemungkinan terbesar terjadinya cacat tersebut sesuai dengan teori yang teiah ada. Design dies merupakan salah satu dari penyebab cacat - cacat tersebut.
Sedangkan sifat mekanis yang dihasilkan dari proses pengecoran ini tergantung dari kondisi - kondisi pengecoran yang dilakukan , tidak berhubuhgan dengan design cetakan outer tube."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathur Rohman Fauzi
"ABSTRAK
Cacat merupakan penyimpangan kualitas suatu produk yang tidak
diinginkan dalam dunia industri. Karena itu setiap proses produksi di dalamnya harus dapat menghasilkan produk yang memiliki kualifikasi sesuai standard yang telah ditetapkan guna memenuhi kepuasan pelanggan. PT. A mempunyai masalah cacat komponen silinder yang mencapai 4,47% atau diatas batas maksimal prosentase cacat yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 3,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi cacat bocor produksi komponen silinder yang terjadi
di seksi Die Casting PT A. Metode PDCA dengan seven tools sebagai alat bantu mutu digunakan untuk menganalisis dan membantu proses perbaikan cacat bocorkomponen silinder. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa penyebab kebocoran pada komponen silinder adalah adanya undercut dan keropos pada komponen silinder. Sehingga perbaikan yang dilakukan adalah dengan melakukan tindakan
perbaikan dan pencegahan terhadap faktor penyebab terjadinya undercut dan keropos pada komponen silinder. Dari hasil perbaikan pada komponen silinder dengan metode PDCA dapat menurunkan tingkat cacat produksi komponen silinder menjadi 3,17% atau turun 1,3%.

ABSTRACT
Defect is deviation the quality of a product which is not desirable in the industrial world. Therefore, every process of production should be able to produce a product that has the appropriate qualification standards have been established to customer satisfaction. PT. A has a problem of defect cylinder component which reaches 4.47% or above the maximum limit prosentase defects that have been set by the company of 3.6%. This study aims to reduce the production of defective
cylinder component which leakage occurs in Die Casting section PT A. PDCA method with seven quality tools as a tool used to analyze and assist in the repair defective leaking cylinder component. From the analysis results can be seen that the cause of leaks in the cylinder component is the presence of the undercut and porous cylinder component. So that repairs are done is to make corrective and
prevention action of factors causing the undercut and porous cylinder component. From the results of the cylinder component improvement with PDCA method can decrease of cylinder component defect rate to 3.17%, or down 1.3%"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1490
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Kusuma
"Pemakaian Alat Pelindung Pendengaran (APD telinga) merupakan tahap akhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara tehnik dan administrasi tidak berhasil dijalankan, karena susahnya untuk memantau perilaku pekerja dalam menggunakan APD telinga. Pada kenyataannya di PT.X dengan tingkat kebisingannya tinggi masih banyak pekerja yang tidak disiplin menggunakan APD telinga. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan APD telinga tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Penggunaan alat pelindung pendengaran (Hearing Protektor) pada pekerja di bagian Die Casting PT.X. tahun 2004, dan merupakan studi yang bersifat kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Rancangan penelitiannya adalah cross sectional, dengan sample penelitian berjumlah 66 orang pekerja, pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara Sian observasi langsung, serta mengkaji data sekunder. Analisis data menggunakan analisis statistik yaitu analisis univariat, dilanjutkan analisis bivariat menggunakan uji chi-square, kemudian analisis multivariate menggunakan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 54,5% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD telinga dan 45,5 % pekerja yang berperilaku baik dalam penggunaan APD telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel, pengetahuan tentang APD telinga, kebijakan dan pelatihan terhadap penggunaan APD telinga. Sedangkan variabel persepsi terhadap resiko, pengawasan dan ketersediaan fasilitas tidak berhubungan dengan penggunaan APD telinga. Begitu juga dari model regresi logistik diketahui bahwa variabel yang dominan menentukan adalah variabel pelatihan yang merupakan faktor eksternal.
Sebagai saran untuk tindak lanjut maka upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah dengan meningkatkan Pendidikan dan latihan secara rutin dan berkesinambungan kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu agar lebih tegas dalam memberikan sanksi apabila pekerja tidak menggunakan APD telinga dan diupayakan memberikan hadiah/penghargaan.

The Use of Hearing Protector is the last stage of noise control if technical control and Administration control cannot run well because it's difficult to supervise workers behavior in using hearing protector. Infact, in Die casting Unit PT.X with it's high level of noise, there are still many workers do not use the hearing protector.
The purpose of this research is to investigative factors related to workers behavior in using hearing protector at Die casting unit of PT.X Year 2004, and constitute of qualitative study then made it quantitative .The research use cross sectional design, with 66 workers as samples. Data are collected by using interview and direct observation beside secondary data. Data analyzed statically by using Chi-Square and logistic regression.
The result of the research showed that there were 54,5 % of workers did not use hearing protector appropriately. Based on bivariate analysis it is known that there is significant relation between variable : knowledge of hearing protector, policy, and training of using hearing protector. Onthe other side, variable : risk perception, supervising and facility of hearing protector didn't have significant relation with the use of hearing protector. Through logistic regression, it is known that the determinant variable in the workers behavior in using hearing protector is training variable representing factor of external.
Referring to the result of this research, I advise that management should intensify the information, improving Education and practice routinely and continual to worker so that can add knowledge and grow positive attitude of worker about using hearing protector as well as giving sanction to those without hearing protection. Worker should be rewarded or giving such appreciation especially to the workers who are discipline in using hearing protector.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna Ariati
"In this study, H13 tool steel and Cr-Mo-V steel were treated by two different types of surface treatments, i.e. double shot peening with nitriding and single shot peening. Samples were dipped into the molten aluminum alloy ADC12 as a simulation of the die casting process and held there for 0.5, 5, and 30 minutes. Several characteristics were analyzed, including surface hardness, microstructure observation, and identification of elements on the intermetallic layer formed. The results of the research showed that H13 steel treated by double shot peening with nitriding had higher surface hardness (1402 VHN) than when treated by shot peening only (536 VHN). A similar tendency emerged with the Cr-Mo-V steel, which had 1402 VHN and 503 VHN after treatment with double shot peening with nitriding and the single shot peening process. In addition, with a dipping time of 30 minutes, the H13 steel treated by double shot peening with nitriding produced a lower average thickness of the compact intermetallic layer. Moreover, double shot peening did not form a broken intermetallic layer, while single shot peening formed one (91.66 µm). Likewise, the Cr-Mo-V steel treated by double shot peening with nitriding produced a thinner compact intermetallic layer than single shot peening, 22.2 µm vs. 27.77 µm, as well as a lower average thickness of the broken intermetallic layer, 40.2 µm vs. 113 µm. This indicates that material treated by double shot peening with nitriding could minimize the occurrence of die soldering."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2016
UI-IJTECH 7:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Kiarranabila Deyvita
"Die soldering merupakan salah satu cacat proses pengecoran logam dimana cairan logam melekat pada permukaan baja cetakan. Proses ini merupakan hasil reaksi antar muka antara aluminium cair dengan permukaan cetakan. ADC12 yaitu aluminium dengan kandungan silikon 10% serta baja cetakan SKD 61 merupakan hal yang umum digunakan sebagai cairan logam dan material cetakan pada proses pengecoran tekan (die casting) paduan aluminium. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh temperatur tuang dan penggunaan pelapis zirkonium silikat terhadap pembentukan lapisan intermetalik yang terbentuk selama proses reaksi antar muka pada saat pencelupan. Sampel uji yang digunakan yaitu baja perkakas jenis SKD 61 hasil annealing, yang dicelup pada Al-10%Si dengan variasi temperatur tahan 680oC, 720 oC dan 760 oC pada waktu kontak yang sama, yaitu 30 menit. Karakterisasi yang dilakukan meliputi Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy, Micro Hardness Test, dan Optical Emission Spectrometers. Hasil penelitian menunjukkan dua lapisan intermetalik terbentuk pada permukaan baja perkakas SKD 61 yakni compact intermetallic layer dan broken + floating intermetallic layer Peningkatan temperatur tuang pada proses pencelupan baja perkakas SKD 61 pada paduan Al-10%Si meningkatkan kekerasan mikro secara linear, dimana kekerasan compact layer dan broken + floating layer pada temperatur 680oC adalah 316,94 VHN dan 202,3 VHN pada temperature 720oC 358,1 dan 228,63 VHN pada 760oC adalah 424,24 VHN dan 235,77 VHN. Semakin tinggi kadar Fe maka kekerasan intermetalik akan semakin meningkat. Peningkatan kadar Fe berakibat pembentukan partikel fasa intermetalik Al-Fe-Si. Sedangkan ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk pada temperatur 680oC sebesar 106,676 μm, pada 720oC mengalami peningkatan menjadi 108,249 μm, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada temperatur 760oC menjadi 86,413 μm. Kekerasan dan ketebalan lapisan intermetalik yang tinggi dapat menyebabkan pelekatan antara cetakan dan paduan aluminium menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan die soldering.

Die soldering is a metal casting process defect where the molten metal adheres to the surface of the steel mold. This process is the result of an interfacial reaction between molten aluminum and the mold surface. ADC12, which is aluminum with a silicon content of 10%, and SKD 61 tool steel are commonly used as the molten metal and mold material in the die casting process of aluminum alloys. This study was conducted to analyze the influence of pouring temperature and the use of zirconium silicate coating on the formation of the intermetallic layer that occurs during the interfacial reaction during dipping. The test specimens used were annealed SKD 61 tool steel, which were dipped in Al-10%Si with varying dipping temperatures of 680°C, 720°C, and 760°C for the same contact time of 30 minutes. Characterization was carried out using Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), Micro Hardness Test (MHT), and Optical Emission Spectroscopy (OES). The results showed that two intermetallic layers were formed on the surface of SKD 61 tool steel, namely compact intermetallic layer and broken + floating intermetallic layer. The increase in pouring temperature in the dipping process of SKD 61 tool steel into Al-10%Si alloy linearly increases the micro hardness. Specifically, the compact layer hardness and broken + floating layer at 680°C are 316.94 VHN and 202.3 VHN, respectively; at 720°C, they are 358.1 VHN and 228.63 VHN; and at 760°C, they are 424.24 VHN and 235.77 VHN. Higher Fe content leads to increased intermetallic hardness. Increasing Fe content results in the formation of Al-Fe-Si intermetallic phase particles. Meanwhile, the thickness of the intermetallic layer formed at 680°C is 106.676 μm, which increases to 108.249 μm at 720°C, and then decreases significantly to 86.413 μm at 760°C. High hardness and thickness of the intermetallic layer can enhance adhesion between the mold and the aluminum alloy, leading to die soldering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahzrin Perwita Sari
"Skripsi ini membahas tentang analisis risiko pada sepuluh tahapan proses yang terdapat pada bagian Low Pressure Die-Casting, PT X plant Onepack Cikarang. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang mengacu pada Australian Standar/New Zealand Standard (AS/NZS) 4360 : 2004. Metode yang digunakan dalam analisis risiko adalah metode semi-kuantitatif formula matematika W.T.Fine. Tujuan penelitian adadalah mendapatkan tingkat risiko K3 pada proses kerja LPDC PT X Plant Onepack Cikarang. Hasil penelitian adalah jenis-jenis risiko dan tingkat risiko yang ditentukan dari nilai risiko yang dimiliki pada masing-masing dari sepuluh tahapan proses dibagian LPDC tersebut.
This final paper discusses about the risk analysis of ten flow procces in Low Pressure Die Casting PT X Plant Onepack Cikarang. This Research used descriptive research design that refer to Australian Standar/New Zealand Standard (AS/NZS) 4360 : 2004. The method which is used in this risk analysis is semi-quantitative method of W.T.Fine math formula. The Objective research is getting the level of occupational safety and health risk of work procces in LPDC PT X plant onepack Cikarang. The result of the research is kind of risks and risk level that determined based on risk values which are had by each risks of ten flow procces."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Julian Kharistal
"Paduan AC4B merupakan paduan Al - Si - Cu yang banyak digunakan dalam proses pengecoran komponen otomotif, khususnya cylinder head. Karakteristik dari paduan ini adalah sifatnya yang kuat, ringan, tahan korosi, dan dapat dilakukan proses perlakuan panas. Salah satu masalah yang sering ditemui pada proses pengecoran Low Pressure Die Casting paduan ini adalah kebocoran yang diakibatkan oleh porositas dan penyusutan. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari penambahan penghalus butir titanium sebagai salah satu solusi dari masalah untuk mengatasi masalah penyusutan yang diakibatkan oleh tidak terkontrolnya laju pembekuan.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan penghalus butir 0.0505 wt. % Ti dan 0.072 wt. % Ti dalam bentuk serbuk fluks setelah proses degassing. Proses pengecoran dilakukan pada Low Pressure Die Casting dalam rentang waktu empat jam. Sampel pengujian diambil pada bagian yang tebal dan bagian tipis untuk mengetahui pengaruh penambahan titanium terhadap laju pembekuan pada tiap bagian. Dilakukan pengujian kekerasan dan pengamatan mikrostruktur untuk mengamati perubahan kekerasan yang terjadi dan perubahan mikrostruktur akibat penambahan titanium. Pengujian tarik juga dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai kekuatan tarik. Pengamatan struktur dengan SEM dan EDAX dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan penghalus butir dengan kadar 0.0505 wt. % Ti dan 0.072 wt. % Ti meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik, serta mengecilkan nilai DAS. Penambahan 0.0505 wt. % Ti meningkatkan kekerasan sebesar 2.8% pada bagian tebal dan 4.4 % pada bagian tipis. Penambahan 0.072 wt. % Ti meningkatkan kekerasan sebesar 7.17 % pada bagian tebal dan 5.1 % pada bagian tipis. Peningkatan kekuatan tarik pada penambahan 0.0505 wt. % Ti adalah sebesar 28.7 %, dan pada penambahan 0.072 wt. % Ti peningkatan yang terjadi sebesar 33.4 %. Nilai DAS pada penambahan 0.0505 wt. % Ti berkurang sebesar 20.2 % pada bagian tebal, 46.3 % pada bagian tipis. Penambahan 0.072 wt. % Ti mengurangi nilai DAS sebesar 26.5 % pada bagian tebal dan 50.3 % pada bagian tipis. Fasa yang terbentuk adalah fasa intermetalik Al2Cu yang berwarna putih, fasa intermetalik β - Al15(Fe,Mn)3Si2 yang berwarna abu abu muda, fasa AlSi yang berwarna abu abu gelap, dan matriks aluminium.

AC4B alloy is one of Al - Si - Cu alloys widely used in automotive parts casting, especially cylinder head. This alloys have characteristics such as strong, light, good corrosion resistance, and heat treatable. One of the problems commonly faced in low pressure die casting of this alloy is caused by porosity and shrinkage which leads to leakage. The subject of this research was to study addition of titanium grain refiner for an alternative solution to reducing shrinkage problems caused by uncontrolled solidification.
The addition of 0.0505 wt. % Ti and 0.072 wt. % Ti grain refiner in flux was added after degassing. Casting processes was done in Low Pressure Die Casting for four hours. Testing samples was taken from thick and thin parts to study the effect of titanium grain refiner addition on solidification rate on each parts. Hardness testing and microstructure examination was conducted to observe changes in both hardness and microstructure after titanium addition. Tensile test was also performed to study changes in tensile strength of material, while SEM and EDAX observation is done to read phases that occur.
The experiment results shows that addition of grain refiner of 0.0505 wt. % Ti and 0.072 wt. % Ti increased hardness and tensile strength, and also decreased DAS value. The increase of hardness on the addition of 0.0505 wt. % Ti is 2.8 % on thick parts and 4.4 % on thin parts. The addition of 0.072 wt. % Ti increased hardness for 7.17 % on thick parts and 5.1 % on thin parts. Tensile strength increased at the addition of 0.0505 wt. % Ti for 28.7 % , while the addition of 0.072 wt. % Ti increased tensile strength for 33.4 %.DAS value decreased from the addition of 0.0505 wt. % Ti for 20.2 % on thick parts, and 46.3 % on thin parts. The addition of 0.072 wt. % Ti decreased DAS value for 26.5 % on thick parts and 50.3 % on thin parts. Phases that occurred are white Al2Cu, light grey β - Al15(Fe,Mn)3Si2, dark grey AlSi, and aluminium matrix.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41637
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Antonius
"Teknik pengaplikasian dari aluminium yang cukup menyita perhatian adalah penggunaan dari material aluminium dalam proses die casting. Semakin banyak komponen yang dapat diproduksi dengan menggunakan sebuah cetakan, maka biaya produksi akan semakin rendah. Oleh karena itu, umur pakai sebuah cetakan merupakan faktor penting dalam proses die casting. Namun disisi lain adanya kendala mengenai biaya dari cetakan die casting yang relatif tinggi yaitu mencapai 20% dari biaya produksi total pada industri aluminium die casting. Disamping itu adanya suatu kendala lain di dalam cetakan die casting yang dapat menurunkan produktivitas yaitu adanya kerusakan cetakan yang disebabkan oleh die soldering yang penyebabnya adalah kontak langsung pemukaan dengan logam cair. Terjadinya fenomena Die soldering adalah reaksi kinetik yang tinggi antara besi dan aluminium, dimana besi memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap aluminium sehingga mengakibatkan menempelnya aluminium cair ke permukaan material cetakan. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan baja H13 dengan perlakuan over tempering (suhu temper 6000C) yang dicelupkan dalam paduan Al-7%Si dan Al-12%Si yang mengandung 0.1%, 0.3%, 0.5%, dan 0.7%Mn dengan waktu kontak 30 dan 50 menit pada temperatur 700oC.
Dalam penelitian ini dihasilkan pembentukan dua lapisan intermetalik pada permukaan baja H13, yaitu compact layer yang merupakan fasa padat, dan broken layer yang merupakan fasa semi padat. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Baja H13 dengan perlakuan normal tempering (suhu temper 5500 C) memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja H13 dengan perlakuan over tempering (suhu temper 6000C) dan baja H13 dengan kondisi annealed. penambahan unsur Mn pada Al-7%Si dan Al-12%Si tidak berpengaruh terhadap kekerasan pada lapisan intermetalik. Kekerasan compact layer lebih tinggi dibandingkan dengan kekerasan pada broken layer. Kemudian hasil penelitian yang juga didapat yaitu semakin tinggi kadar dari Mn maka kecenderungan dari compact layer dan broken layer pada paduan Al-12%Si dan Al-7%Si akan berkurang.

Engineering application for aluminum sufficient attention is uses for aluminum in the die casting process. More can be manufactured using a mold, then lower the production cost. Therefore, shelf life of a mold is an important factor in the die casting process. But on the other hand there is constraint on the cost of die casting mold which is relatively high, reaching 20% for total production cost on the aluminum die casting industry. Besides, there is another obstacle in a die casting mold which can lower productivity is the existence of mold damage caused by the die soldering is the cause is direct contact with molten metal surface. Die soldering is the occurrence of the phenomenon of high kinetic reaction between iron and aluminum, where the iron has a very high affinity to the aluminum so that the resulting liquid to the surface attachment of the aluminum mold material. In this research, samples used for H13 steel treated with over-tempering (tempering temperature 6000C) dipped into the molten in the alloy Al-7% Si and Al-12% Si containing 0.1%, 0.3%, 0.5% and 0.7% Mn with contact time 30 and 50 minutes at a temperature of 700oC.
Results In this research, formation of two intermetallic layer on the surface of H13 steel, the compact layer which is a solid phase, and broken layer, which is a semi-solid phase. Results from this research showed that treatment of normal H13 steel tempering (tempering temperature of 5500C) has a higher hardness than the H13 steel treated with over-tempering (tempering temperature 6000C) and H13 steel with annealed condition. And the addition of Mn element in Al-7% Si and Al-12% Si no effect on the violence in the intermetallic layer. Compact layer hardness is higher compared with the violence in the broken layer. Later research also shows that the higher the concentration of Mn has a tendency of the compact layer on the alloy Al-12% Si and Al-7% Si will be reduced.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51638
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Stefany Aprilya Natasha Br.
"Die Soldering merupakan fenomena pelengketan produk cor pada cetakan yang mengakibatkan rusaknya produk cor dan cetakan. Hal ini mengakibatkan penurunan produktifitas pada industri otomotif. Pada penelitian ini, dilakukan proses perlakuan permukaan mekanik dan pengerasan permukaan terhadap permukaan material cetakan. Pada penelitian ini material baja 8407 Supreme dan baja Dievar dilakukan 2 variabel perlakuan permukaan berbeda yaitu shot blasting - shot peening dan shot blasting - nitridisasi - shot peening. Simulasi proses die casting dilakukan denga uji celup ke dalam paduan aluminium cair ADC12 pada temperatur 680oC, dengan perbedaan waktu tahan yaitu 0,5;5;30 menit. Karakterisasi yang dilakukan meliputi kekerasan permukaan, pengamatan struktur mikro, identifikasi elemen pada lapisan intermetalik yang terbentuk dan kehilangan berat dari material baja 8407 Supreme dan Dievar.
Hasil penelitian menunjukkan kekerasan permukaan material dengan proses N-SP lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya mengalami proses SP. Berdasarkan hasil pengujian SEM-EDS pada proses pencelupan dengan waktu tahan 30 menit menunjukkan ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk setelah proses N-SP mengalami penurunan dibandingkan dengan material yang hanya diberi perlakuan SP. Broken layer yang terbentuk berkurang 54% pada baja 8407 Supreme yaitu dari 96,352μm menjadi 44,302 μm sedangkan pada Dievar berkurang dari 119,76 μm menjadi 81,51 (32%). Sedangkan untuk ketebalan compact intermetallic layer juga mengalami penurunan dari 19,412 μm menjadi 18,022 μm pada baja 8407 S, sedangkan pada Dievar yang diberikan perlakuan N-SP tidak terbentuk compact intermetallic layer. Sedangkan pada pencelupan dengan waktu tahan 30 detik, tidak mengindikasikan bahwa lapisan intermetalik terbentuk.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, material yang diberikan perlakuan shot blasting - nitriding - shot peening memiliki ketahanan terhadap die soldering yang lebih baik dikarenakan menghasilkan kekerasan permukaan yang lebih keras sehingga meminimalisir lapisan intermetalik yang terbentuk, dibandingkan dengan hanya dilakukannya proses shot blasting - shot peening.

Die soldering is a phenomenon where the casting product is attached to the die which causes damage to both the casting product and the die. This phenomenon decreases the production capacity in automotive industry. This research aims to find a solution by conducting mechanical treatment and surface hardening on the die. In this research, 8407 Supreme and Dievar steel were heat treated with different treatments consist of shot blasting - shot peening and shot blasting - nitriding - shot peening. Die casting process was simulated by dipping the samples into molten aluminum alloy ADC12 at 680 oC, with different holding time from 0.5, 5, and 30 minutes. Characterization consists of surface hardness test, microstructure observation, intermetallic layer identification, and weight loss of the Dievar and the 8407 Supreme steel material.
The results showed that, the surface hardness of a material with N-SP treatment is higher than SP only treatment. Based on SEM-EDS test on samples with 30 mins holding time, the intermetallic layer in N-SP treated samples is less than SP treated samples. Broken layer formed was reduced to 54% for the 8407 Supreme steel, the decreased was ranged from 96,352μm to 44.302 μm, while the decreased for Dievar was ranged from 119.76 μm to 81.51μm (32%). As for compact intermetallic layer thickness, it is also decreased from 19.412μm to 18.022 μm for 8407 Supreme steel, while the Dievar with the given treatment of N-SP did not form a compact intermetallic layer. On the other hand, immersion with holding time of 0.5 min, there is no indication that the intermetallic layer is formed.
Based on the results obtained from this study, the material treated with shot blasting - nitriding - shot peening shows better resistance to die soldering, due to higher surface hardness, which minimize the intermetallic layer formation, compared with samples treated only with shot blasting - shot peening.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>