Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofani Munzila
Abstrak :
Tujuan Menemukan metode diagnostik sederhana dalam mendeteksi vaginosis bakterial dalarn kehamilan dengan menentukan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaian pemeriksaan pH dan LEA (leukosit esetrase) vagina dengan menggunakan dipstick dibandingkan pewarnaan Gram. Tempat Poliklinik Obstetri Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan. Jakarta Bahan dan Cara Kerja Wanita hamil sang datang ke poliklinik obstetri dengan usia kehamilan 16-24 minggu dengan atau tanpa keluhan keputihan diminta kesediaannya unruk mengikuti penelitian. Dilakukan pemeriksaan antenatal meliputi anamnesis dan pemeriksaan obstetri yang dicatat dalam formulir status penelitian (lampiran I). Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan inspekulo dan pengambilan apusan lendir servikovagina sesuai dengan prosedur (lampiran IV). Kemudian dilakukan pemeriksaan pH vagina dan kadar LEA (leukosit esterase) dengan menggunakan dipstick Uriscan dan pengambilan apusan vagina (diwarnai dengan pewarnaan Gram sebagai baku emas) untuk menilai adanya infeksi vaginosis bakterial dengan menggunakan skor Nugent. Penilaian mikroskopis vaginosis bakterial selain dilakukan oleh peneliti, dilakukan juga oleh dua orang ahli yang salah satunya ahli mikrobiologi untuk menjaga validitas dan objektivitas interpretasi. Bila dari penilaian mikroskopis didapatkan skor Nugent 7-10, maka sampel dinyalakan sebagai vaginosis bakterial positif dan dilakukan analisis selanjutnya. Hasil yang didapat dari pemeriksaan dipstick Uriscan dibandingkan dengan basil yang didapat dari pewamaan Gram, kemudian dibuat analisis sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan negatif, rasio kemungkinan dan derajat kesesuaiannya. Hasil Penelitian ini berlangsung sejak bulan Mei-Agustus 2006 di Poliklinik Obstetri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan. Jakarta. Dari 155 sampel yang diperlukan, didapatkan 80 subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Sebagian besar subyek penelitian berusia 20-25 tahun dengan rerata usia 27,84 + 4,46 tahun, 47,5% adalah primigravida. Usia kehamilan sebagian besar dalam kelompok 16-20 minggu, dengan rerala usia kehamilan 19,98-2,58 minggu. Keluhan keputihan dijumpai pada 41 orang, namun hanya 18 orang dengan keputihan berbau. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 32,5% subyek dengan vaginosis bakterial positif. Dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan adanya hubungan yang bermakna (p=4,001) antara pH vagina dengan kejadian vaginosis bakterial. namun didapatkan hubungan yang tidak bermakna (p=0,46) antara LEA vagina dengan basil pemeriksaan Gram. Sensitivitas pemeriksaan LEA (leukasit esterase) vagina dengan menggunakan dipstick (titik potong LEA +2) adalah 42,3%. spesifisitas 61%, niiai duga positif 343% dan nilai duga negatif 68.7%. Rasio kemungkinan positif l.1 dan kemungkinan negatil' 0.92. Derajat kesesuaian 55% dengan nilai kappa 0,032. Pada kurva ROC LEA vagina didapatkan nilai AUC 0.51 yang artinya tes tersebut memiliki akurasi yang buruk dalam membedakan kelompok yang sakit dengan yang bukan. Sensitivitas pemeriksaan pH vagina dalam mendeteksi VB sebesar 61%, spesifisitas 79%, nilai duga positif 59%, dan nilai duga negatif 81%. Rasio kemungkinan positif 3,1 dan kemungkinan negatif 0,48. Pada kurva ROC pH vagina didapatkan nilai AUC 0,70 yang berarti akurasi pemeriksaan pH cukup baik dalam membedakan kelompok VB positif dan yang bukan. Dengan memakai 2 kriteria pemeriksaan yaitu pH >5 dan LEA positif +2 didapatkan angka sensitivitas 50%, spesifisitas 64%, nilai duga positif 67%, dan nilai duga negatif 47%. Rasio kemungkinan positif 1,4 dan kemungkinan negatif 0,79. Kesimpulan Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick dapat digunakan dalam mendeteksi vaginosis bakterial secara cepat dan sederhana dalam klinik. Pemeriksaan pH vagina memiliki sensitivitas yang lebih balk dibandingkan LEA vagina. Namun dibandingkan pewaranaan Gram, sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini masih belum memuaskan. Parka penelitian lanjutan untuk memenuhi jumlah sampel yang diperlukan sehingga didapatkan angka sensitivitas yang lebih relevan dan valid.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Beberapa jenis penyakit membutuhkan penatalaksanaan secara cepat dan tepat guna menurunkan risiko fatal penderita, salah satu diantaranya adalah difteri. Waktu sangat berharga untuk bisa menolong penderita karena keterlambatan penatalaksanaan bisa meningkatkan kematian kasus hingga 20 kali lipat. Di sisi lain, metode diagnostik konvensional sebagai gold standard membutuhkan waktu 3?5 hari sehingga diperlukan metode diagnostik alternatif untuk membantu menegakkan diagnosis difteri. Direct polymerase chain reaction (PCR) dapat menjawab tantangan atas besarnya biaya dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan laboratorium. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan metode direct PCR sebagi metode alternatif diagnostik difteri secara cepat, mudah dan hemat. Sebanyak 15 sampel yang terdiri dari 10 isolat Corynebacterium diphtheriae toksigenik dan 3 Corynebacterium non-diphtheriae nontoksigenik ditambah dengan 2 spesimen klinis (usap tenggorok) digunakan untuk optimasi metode direct PCR dibandingkan dengan PCR standard sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa direct PCR dapat digunakan untuk deteksi dan amplifikasi gen target dengan benar seperti halnya PCR standard sehingga pada seluruh sampel C. diphtheriae tampak pita pada 168 bp (penanda gen dtxR) dan 551 bp (penanda gen tox). Sebaliknya pada sampel lain tidak tampak pita pada kedua tempat tersebut. Direct PCR dapat mendeteksi sel bakteri sampai dengan 71 CFU/uL. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa direct PCR dapat digunakan sebagai metode diagnostik alternatif untuk membantu menegakkan diagnosis difteri secara cepat, mudah dan hemat.
Direct PCR: Alternative Diagnostic Method for Diagnosis of Diphtheria Rapidly, Easily and Cost Effective. Some diseases require immediate and appropriate treatment to decrease the fatality risk patients incident, for example diphtheria. Time to help patients is very crucial since delay of therapy may increase the mortality cases up to 20 times. In other hands, conventional diagnostic methods (the gold standard) for diagnosis of diphtheria is time consuming and laborious. Therefore, an alternative diagnostic method which is rapid, easy and inexpensive is needed. In this case, direct PCR has been proved to reduce time and cost in laboratory examination. This study aimed to develop direct PCR as alternative diagnostic method for diagnosis of diphtheria rapidly, easily, and inexpensive. Fifteen samples include 10 isolates of Corynebacterium diphtheriae (toxigenic) and 3 isolates of Corynebacterium non- diphtheriae (nontoxigenic) and 2 clinical specimens (throat swab) was examined by performing direct PCR method and a standard PCR method was used for optimizing the protocols. Result showed that direct PCR can be used to amplify target genes correctly as well as standard PCR. All of C. diphtheriae samples showed bands at 168 bp (dtxR gene marker) and 551 bp (tox gene marker) while no band appeared in others. Direct PCR detected at least 71 CFU/uL of bacterial cells in samples. We concluded that direct PCR can be used for alternative diagnostic method for diagnosis of diphtheria which is rapid, easy and cost effective.
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library