Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yuke Prastyo
Abstrak :
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik dengan prevalensi tinggi di dunia, khususnya Indonesia. Tuberkulosis merupakan penyakit global akibat jumlah kasus dan jumlah kematian yang tinggi. Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan dini, namun hal tersebut masih menjadi kendala di Indonesia karena masih banyak terjadi keterlambatan diagnosis akibat keterlambatan oleh pasien maupun keterlambatan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Keterlambatan diagnosis tuberkulosis berpotensi memperburuk keadaan ekonomi pasien. Meski program penanggulangan tuberkulosis ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional, dalam upaya penegakkan diagnosis tuberkulosis seringkali banyak biaya biaya pre-diagnosis yang dikeluarkan oleh pasien diluar jaminan JKN tersebut, mulai biaya langsung dan biaya tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara waktu keterlambatan diagnosis dan besaran biaya pre-diagnosis tuberkulosis di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang cross sectional dengan sampel populasi sebesar 100 pasien tuberkulosis. Pasien kemudian diwawancarai menggunakan kuisioner tentang pembiayaan selama mengalami tuberkulosis. Pada hasil uji statistik didapatkan bahwa waktu keterlambatan diagnosis total dan waktu keterlambatan pasien memiliki korelasi bermakna dengan besaran biaya pre-diagnosis p= 0,006; r= 0,274 dan p= 0,011; r= 0,254 . Akan tetapi tidak didapatkan korelasi bermakna antara waktu keterlambatan fasilitas kesehatan dengan besaran biaya pre-diagnosis p= 258; r= 0,114 . Dapat disimpulkan jika keterlambatan diagnosis berkorelasi dan cenderung meningkatkan besaran biaya pre-diagnosis tuberkulosis di Jakarta Timur. ......Tuberculosis is a chronic infectious disease with high prevalence in the world, especially Indonesia. This disease can be prevented by early diagnosis and prompt treatment but there still remain problems in Indonesia because there are many delayed diagnosis which are caused by delays of patients or healthcare system. Delay in tuberculosis diagnosis potentially worsen the patient rsquo s economic situation. Although tuberculosis management programs were covered by the national health insurance, patients need to spend a lot of money for the diagnosis costs pre diagnosis cost which are not covered by JKN, consist of the direct and indirect costs. The aim of this study is to examine the correlation between delay time in diagnosis and pre diagnosis costs of tuberculosis in East Jakarta. This study uses cross sectional design which takes 100 tuberculosis patients as sample population from East Jakarta. Patients were interviewed using a questionnaire about finance during acquiring tuberculosis. The statistically result shows a significant correlation between delay time in diagnosis total diagnosis delay and patient delay and pre diagnosis cost p 0.006 and r 0.274 p 0,011 and r 0,254 . But, There is not signifikan correlation between healthcare system delay and pre diagnosis cost p 0,285 r 0,114 . It can be concluded that the delayed diagnosis relates and tends to increase the pre diagnosis costs of tuberculosis in Jakarta Timur.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Fathima
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Di Indonesia, Kanker Nasofaring (KNF) merupakan insiden terbanyak ke lima yang mencapai 5.2% dari seluruh kasus kanker, dan merupakan kanker terbanyak ke tiga pada laki-laki serta penyebab kematian ke tujuh akibat kanker. Tatalaksana kanker menjadi semakin kompleks sehingga meningkatkan risiko terjadinya keterlambatan pada penanganan kanker, dan kanker nasofaring (KNF) adalah salah satu diantaranya. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor keterlambatan penatalaksanaan kanker dan mengetahui peran dan hubungan case manager terhadap keterlambatan diagnosis dan terapi pada pasien KNF. Metode : Penelitian potong lintang retrospektif terhadap 110 pasien kanker nasofaring yang dirujuk ke RSCM periode Juli 2018-Maret 2019, dilihat karakteristik pasien, peran case manager terhadap faktor keterlambatan diagnosis dan terapi yang didapat. Analisis univariat, bivariate, chi square, kolmogorov smirnov dan kaplan Meier dilakukan pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil : Didapatkan 64,6% pasien adalah laki-laki, rerata usia 44 (12-66) tahun, rujukan internal RSCM 83,3% dengan perujuk 90% dari Departemen THT-KL. Sebagian besar pasien datang dengan stadium IV A (64,6%) dengan domisili terbanyak dari luar DKI Jakarta (81,3%). Secara umum didapatkan perbedaan yang signifikan pada kelompok tanpa pendampingan case manager lebih banyak mengalami keterlambatan diagnosis dibandingkan pada kelompok yang dengan pendampingan case manager (73,3% versus 24,2%; P = 0,001). Demikian pula pada keterlambatan tindakan pengobatan atau terapi (86,7% versus 54,5%; P = 0,031), namun tidak berbeda signifikan pada waktu tunggu keseluruhan pelayanan pasien, walaupun secara proporsi tetap lebih tinggi waktu tunggu pelayanan pasien pada yang tanpa pendampingan case manager (60% versus 54,5%; P = 0,724). Untuk faktor yang mempengaruhi keterlambatan tatalaksana kanker lainnya didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, tingkat pendidikan dan tempat tinggal terhadap keterlambatan waktu diagnosis ataupun terapi. Kesimpulan : Case manager terbukti dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan sehingga dapat memperbaiki waktu tatalaksana pada pasien kanker Nasofaring di RSCM. ......Background: In Indonesia, Nasopharyngeal Cancer (NPC) is the fifth highest incidence which reaches 5.2% of all cancer cases, and is the third most cancer in men after lung cancer and liver cancer and the seventh cause of cancer death. The management of cancer became more complex which increasing the risk of delays in cancer treatment, and nasopharyngeal cancer (NPC) is one of them. This study was conducted to identified the delay factors in cancer management and to determine the role and relation of case manager on factors from diagnosis delay and treatment delay for NPC patients. Methods: A retrospective cross sectional study of 110 nasopharyngeal cancer patients reffered to Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM) for the period of July 2018-March 2019, analyzed the characteristics of patients and the role of case managers on the factors of diagnosis and treatment delay obtained. Bivariate, univariate, chi square, kolmogorov smirnov and kaplan Meier analyzes were performed on patients who met the inclusion criteria. Results: Obtained 67.1% of patients were men, mean age of patients 44 (12-66) years old, RSCM internal majority of patients came with stage IV A (64.6%) and staying mostly outside from DKI Jakarta area (81.3%). In general, there were significant differences in the group without case manager had a higher delay in diagnosis than in the group with the case manager (73.3% versus 24.2%; P = 0.001). Same as in treatment delay (86.7% versus 54.5%; P = 0.031), but not significantly different in awaiting time overall patient care, however in a proportion, the waiting time for patient care was higher in group without case manager (60% versus 54.5%; P = 0.724). For the other factors that influence the delay treatment of cancers showed, there is no relations which related to age, education level and place of residence to delay the time of diagnosis or treatment. Conclusion: Case manager are proven to optimize health services that can improve management time and decrease treatment delay in Nasopharyngeal cancer patients at RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library