Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Emma Rachma
"Sejak berabad-abad yang lampau sudah banyak orang Cina yang datang ke Indonesia. Kemdian mereka mendirikan bangunan-bangunan suci sebagai tempat peribadatannya. bangunan suci tersebut dinamakan klenteng. Tetapi kemudian istilah klenteng ini diganti menjadi wihara.
DI daerah Glodok, yang merupakan salah satu perkampungan Cina di Jakarta, terdapat sebuah wihara yang dianggap sebagai wihara yang tertua dan terbesar di Jakarta, yaitu wihara Dharma Bhakti (WDB). WDB dibangun pada sekitar tahun 1650 oleh Letnan Guo Xun-Guan. Dahulu wihara ini cukup terkenal karena banyak para pejabat Cina datang ke tempat ini untuk melakukan peribadatan.
Keadaan bangunan WDB masih cukup baik dan terpelihara, sehingga kami ingin mencoba melakukan penelitian berdasarkan tinjauan arsitektural. Di samping itu akan disinggung pula mengenai patung-patung dewa yang dipuja di dalamnya.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada WDB, dapat diketahui bahwa dalam pendirian bangunan ini masih mengikuti aturan-aturan pembuatan suatu bangunan suci seperti di Cina. Dalam beberapa hal, juga menunjukkan adanya unsur-unsur Cina Selatan. Sedangkan dari patung-patung dewa dan simbol-simbol yang ada, dapat diketahui bahwa wihara ini merupakan wihara Tri Dharma, karena ketiga agama (Buddha, tao dan Khong Hu Cu) dianut bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Farinuddin
"Penelitian ini mengkaji transformasi Lauw Djin Hwee (流真会) menjadi Yayasan Dharma Bhakti Sariputra, sebuah lembaga masyarakat Buddha-Tionghoa di Cikarang. Lauw Djin Hwee didirikan pada tahun 1952 dengan tujuan utama mengelola tanah pemakaman dan melestarikan tradisi kematian masyarakat Tionghoa di Cikarang. Transformasi organisasi ini dipicu oleh kebutuhan untuk memperluas peran sosialnya, termasuk penyediaan layanan pendidikan dan keagamaan. Dengan menggunakan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini memanfaatkan dokumen arsip, wawancara dengan saksi sejarah, serta studi pustaka. Pendekatan struktural-fungsional diterapkan untuk menganalisis peran agen dan struktur dalam memengaruhi dinamika organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lauw Djin Hwee berhasil mempertahankan keberlanjutan dan eksistensinya melalui adaptasi terhadap perubahan sosial-politik. Transformasi ini diwujudkan melalui pendirian sarana pendidikan seperti Sekolah Sariputra pada 1989, pembangunan sarana ibadah seperti Wihara Sariputra pada 1993, serta integrasi dengan Wihara Dhamma Metta pada 1987 dan Wihara Tirta Bhakti pada 1999. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Yayasan Dharma Bhakti Sariputra tidak hanya melayani kebutuhan komunitasnya tetapi juga memperkuat identitas budaya, solidaritas, dan resiliensi masyarakat Tionghoa-Buddha di Cikarang. Penelitian ini memberikan kontribusi pada kajian sejarah lokal Cikarang dan sejarah masyarakat beragama Budha di Indonesia dengan menyoroti peran organisasi berbasis komunitas dalam menjaga tradisi dan beradaptasi terhadap perubahan zaman.

This research examines the transformation of Lauw Djin Hwee (流真会) into the Dharma Bhakti Sariputra Foundation, a Buddhist-Chinese community institution in Cikarang. Established in 1952, Lauw Djin Hwee initially aimed to manage burial grounds and preserve Chinese death rituals in Cikarang. The transformation was driven by the need to expand its social roles, including providing educational and religious services. Employing historical methods, including heuristics, source criticism, interpretation, and historiography, this research draws on archival documents, interviews with historical witnesses, and literature studies. The structural-functional approach is applied to analyse the roles of agents and structures influencing organisational dynamics. The findings reveal that Lauw Djin Hwee successfully sustained its existence through adaptation to socio-political changes. This transformation was marked by the establishment of educational facilities, such as Sariputra School in 1989, the construction of religious facilities, including Sariputra Monastery in 1993, and the integration of Dhamma Metta Monastery in 1987 and Tirta Bhakti Monastery in 1999. This research concludes that the Dharma Bhakti Sariputra Foundation not only serves the needs of its community but also strengthens the cultural identity, solidarity and resilience of the Chinese-Buddhist community in Cikarang. This research contributes to the study of Cikarang local history and the history of Buddhist communities in Indonesia by highlighting the role of community-based organisations in maintaining traditions and adapting to changing times."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library