Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Latifah
"Penelitian ini berasal dari ketertarikan peneliti melihat fenomena yang terjadi di dalam masyarakat yaitu persahabatan lawan jenis yang terjadi pada individu yang sudah menikah. Untuk itu, masalah yang diangkat peneliti adalah bagaimana fungsi persahabatan dan dampak dari persahabatan lawan jenis terhadap kepuasan pemikahan, khususnya pada individu yang berada pada masa dewasa muda dan dewasa madya.
Penelitian dilakukan melalui metode wawancara terhadap 4 orang subjek. Dua orang subjek yang semuanya wanita berada pada masa dewasa muda dan dua orang subjek satu orang wanita dan satu orang pria berada pada masa dewasa madya.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa keempat subjek di dalam penelitian ini merasakan kepuasan di dalam kehidupan pemikahan mereka. Pada umumnya mereka dapat menerima perubahan, mampu hidup dengan hal-hal yang tidak dapat mereka rubah, mampu menerima ketidaksempurnaan pasangan dan pernikahan, saling percaya, saling membutuhkan, dan menikmati ketersamaan.
Faktor-faktor yang mendukung subjek dapat merasakan kepuasan di dalam pernikahannya hampir semua memiliki kesamaan, seperti faktor-faktor yang mereka rasakan sebelum pernikahan misalnya pernikahan orangtua yang bahagia, kebahagiaan di masa kanak-kanak, disiplin, pendidikan seks, lamanya berpacaran, pendidikan, dan keyakinan untuk menikah. Perbedaan yang ada pada faktor ini adalah pada subjek AS yang tidak pemah mendapatkan disiplin langsung dari orangtuanya karena harus hidup berjauhan. Untuk pendidikan seks, pada umumnya subjek tidak mendapatkan langsung dari orangtuanya.
Sementara faktor-faktor yang mendukung kepuasan pemikahan mereka selama berjalannya pernikahan adalah komunikasi yang terbuka, ekspresi perasaan secara terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak, keyakinan beragama, dan hubungan dengan mertua/ipar. Perbedaan yang ada pada faktor selama pemikahan adalah pada subjek dewasa muda dan dewasa madya. Subjek dewasa madya tidak pernah mengekspresikan perasaannya secara terbuka sementara subjek dewasa muda melakukannya. Perbedaan lain yang ada pada subjek dewasa muda dan subjek dewasa madya adalah bahwa subjek dewasa muda pernah merasakan menurunnya kepuasan pemikahan ketika mereka memiliki anak di usia bayi sementara subjek dewasa madya tidak.
Hubungan persahabatan subjek dan sahabat lawan jenis pada umumnya sudah berlangsung lama dan persahabatan di antara mereka terbentuk sebelum mereka menikah, kecuali pada subjek M yang baru menjalani kehidupan persahabatan selama 3 tahun dan persahabatan itu terbentuk setelah M menikah.
Di dalam menjalani kehidupan persahabatan pada umumnya subjek mendapatkan semua fungsi persahabatan, kecuali pada subjek AS yang tidak mendapatkan fungsi social comparison dari persahabatannya. Dampak positif yang dirasakan oleh subjek pada umumnya sama, sementara dampak negatif dari bentuk persahabatan ini tidak dirasakan oleh subjek B.
Dari sejumlah fungsi persahabatan fungsi stimulation nampaknya menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pemikahan subjek, kecuali pada subjek AS. Subjek AS merasakan fungsi physical support terhadap kepuasan pernikahannya. Sementara dampak positif dari persahabatan lawan jenis yaitu lebih mendekatkan individu dengan pasangannya nampaknya yang berpengaruh terhadap kepuasan pemikahan subjek.
Mengenai kepuasan pemikahan subjek yang dirasakan dari persahabatannya dengan lawan jenis dapat diketahui bahwa dengan persahabatan lawan jenis, subjek dewasa muda bisa merasakan meningkatnya kepuasan pernikahan mereka, sementara subjek dewasa madya bisa tetap merasakan kepuasan pemikahannya dari bentuk persahabatan ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Indah Prathiwie
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Setiawati
"ABSTRAK
Di dalam kehidupan individu terdapat berbagai masalah yang dapat menjadi
Menurut Papalia, Sterns, Feldman, Cramp (2002), Santrock (1999)
tekanan terus-menerus dan tanggung jawab ganda untuk merawat anak dan
orangtua dapat menyebabkan stres pada seorang individu. Hal ini terutama
berdampak pada wanita (Preto dalam Bird & Melville, 1994).
Pada penelitian ini subjek yang dipilih adalah wanita dewasa madya yang tidak
bekerja, mempunyai anak, tinggal bersama ibu mertua, suku bangsa WNI
keturunan Tionghoa. Peneliti memilih salah satu kriteria tidak bekerja karena
menurut Baruch, Biener, dan Barnett (dalam Cooper & Payne, 1991) wanita yang
tidak bekerja mengalami stres yang lebih besar daripada wanita yang bekerja.
Selain itu, kemungkinan ia untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama
dengan orang yang tinggal di rumah yang dalam penelitian ini adalah anak dan
ibu mertua lebih besar. Peneliti memilih subjek yang mempunyai anak karena
salah satu sumber potensi stres yang besar bagi mereka yang berada pada usia
dewasa madya adalah anak (Preto dalam Bird & Melville, 1994). Peneliti
memilih salah satu kriteria dari penelitian adalah tinggal bersama ibu mertua
karena hubungan menantu wanita dengan ibu mertuanya selalu digambarkan tidak
akur (www.keluarga.org). Peneliti memilih salah satu kriteria subjek penelitian
ini adalah WNI keturunan Tionghoa karena menurut Hariyono (1993), Taher
(1997) terdapat ajaran yang berpengaruh dan mendarah daging dalam kehidupan
orang Tionghoa sehari-hari yaitu konfusianisme yang mengajarkan bahwa
penghormatan anak kepada orangtua memegang peranan yang penting, seseorang
harus berbakti. Dalam konteks penelitian ini seorang anak (wanita dewasa madya
selaku menantu) harus berbakti kepada orangtua (ibu mertua).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan stres yang dialami dan
coping yang digunakan oleh wanita dewasa madya keturunan Tionghoa yang
tinggal bersama dengan ibu mertua. Sumber stres yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sumber stres yang dikemukakan oleh Atwater (1983); Haber
dan Runyon (1984) yaitu: frustrasi, konflik, tekanan, dan kecemasan. Coping
yang digunakan dalam penelitian ini adalah coping yang dikemukakan oleh
Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1998), yaitu: planful problem solving,
confrontive coping yang tergolong dalam problem focused coping; mencari dukungan sosial yang tergolong dalam problem dan emotion focused coping',
distancing, escape avoidance, kontrol diri, menerima tanggung jawab, posilive
reappraisal yang tergolong dalam emotion focused coping.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi terhadap empat orang
wanita dewasa madya tidak bekerja yang tinggal bersama ibu mertua. Observasi
yang digunakan pada penelitian hanya dibatasi pada situasi lingkungan, ekspresi
subjek pada saat wawancara berlangsung.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kesamaan di antara keempat subjek
dalam hal sumber stres yang berasal dari hubungan dengan ibu mertua. Sesuatu
hal dapat menjadi sumber stres bagi seorang subjek namun tidak pada subjek yang
lain. Sumber stres yang berasal dari hubungan dengan ibu mertua adalah
perbedaan agama yang dianut diri subjek dengan ibu mertua, pengaturan rumah,
ibu mertua yang sering berantakan ketika buang air besar, ibu mertua yang tidak
mengkontrol jumlah makanan yang dimakannya, ibu mertua yang sering marah
ketika teman-teman anak subjek datang, subjek yang merasa tidak dapat bebas
karena tidak dapat pergi ketika hendak pergi.
Pada sumber stres yang berasal dari hubungan dengan anak ditemukan satu
kesamaan diantara keempat subjek yaitu anak yang sering pergi ke luar rumah.
Pada tiga orang subjek perilaku anaknya tersebut disertai pulang pada larut
malam. Sumber stres lainnya yang berasal dari hubungan dengan anak adalah
dalam hal pergaulan anak, pasangan hidup anak, pengerjaan tugas rumah tangga,
anak yang kadang-kadang harus disuruh terlebih dahulu untuk belajar, anak yang
ingin langsing sehingga tidak ingin memakan makanan yang rasanya manis yang
ditawarkan oleh subjek.
Sumber stres yang banyak muncul dari keseluruhan permasalahan subjek adalah
sumber stres yang berbentuk frustrasi dan kecemasan. Secara umum coping yang
digunakan cenderung mengarah pada confrontive coping yang tergolong dalam
problem solving coping. Cara coping ini merupakan satu-satunya coping yang
digunakan bersama oleh keempat subjek.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitan pada wanita
dewasa madya tidak bekerja yang tinggal bersama dengan ibu mertua dengan
suku bangsa yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian dapat dilakukan pada
dewasa madya yang suku bangsanya sama dengan ibu mertua namun berbeda
dengan suku bangsa subjek pada penelitian ini. Penelitian dapat juga dilakukan
pada dewasa madya yang suku bangsa dirinya dan ibu mertua berbeda. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah hasil penelitian akan berbeda. Penelitian
selanjutnya juga dapat dilakukan pada wanita dewasa madya bekerja yang tinggal
bersama ibu mertua untuk melihat apakah ada perbedaan mengenai stres yang
mereka hadapi dan coping yang digunakan."
2003
S3299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Nuraini Salsabila
"Usia dewasa madya merupakan fase kehidupan yang ditandai oleh banyak tanggung jawab dan peran yang dapat memengaruhi kepuasan hubungan pernikahan. Maka, untuk mencapai kepuasan dalam hubungan pernikahan, dewasa madya dapat menggunakan mekanisme koping, yaitu afirmasi diri. Afirmasi diri dapat membantu individu untuk mengatasi masalah yang dimilikinya. Studi ini memiliki tujuan untuk mengetahui kaitan antara afirmasi diri dan kepuasan hubungan pada dewasa madya (usia 40-65 tahun) yang sedang menikah, bekerja, memiliki anak, dan memiliki orang tua atau mertua yang menjadi tanggungan. Alat ukur yang digunakan adalah CSI-16 dari Funk dan Rogge (2007) dan SSAM dari Harris dkk. (2019). Sebanyak 99 data responden berhasil diolah dalam penelitian ini dengan menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara afirmasi diri dan kepuasan hubungan. Apabila seseorang memiliki afirmasi diri yang baik, maka ia akan cenderung merasa memiliki kepuasan hubungan dalam hubungannya. Implikasi dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman dewasa madya terkait afirmasi diri yang diperlukan untuk meningkatkan kepuasan hubungan pernikahannya.

Middle adulthood is a phase of life marked by many responsibilities and roles that can affect marital satisfaction. So, to achieve satisfaction in the marital relationship, middle adults can use coping mechanisms, namely self-affirmation. Self-affirmation can help individuals to overcome the problems they have. This study aims to determine the relationship between self-affirmation and relationship satisfaction in middle adults (age 40-65 years) who are married, work, have children, and have dependent parents or in-laws. The measurement tools used are CSI-16 from Funk and Rogge (2007) and SSAM from Harris et al. (2019). 99 respondent data were successfully processed in this study by showing a significant positive correlation between self-affirmation and relationship satisfaction. If a person has good self-affirmation, then she/he will tend to feel that she/he has conflicting relationship satisfaction. The implication of this marriage research is to increase middle-adult understanding of self-affirmation needed to increase relationship satisfaction"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Galuh Pratiwi
"Mayoritas dewasa madya di Indonesia memiliki tanggung jawab mengasuh dan memberikan dukungan kepada orang tuanya yang sudah lansia. Di sisi lain, dewasa madya juga memiliki peran dan tanggung jawab lain. Dengan demikian, menurut beberapa penelitian, konflik peran yang dialami oleh dewasa madya dapat berdampak pada kondisi psychological well-being anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan yang diberikan oleh anak dewasa madya kepada orang tuanya yang sudah lansia dengan psychological well-being anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological Well-being (RPWB) yang disusun oleh Ryff (1995) dan alat ukur dukungan anak yang disusun oleh Silverstein dan koleganya (2006). Partisipan pada penelitian ini merupakan dewasa madya berusia 40-60 tahun. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 116 partisipan terdiri dari 66 perempuan dan 50 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif antara dukungan yang diberikan anak kepada orang tua lansia dengan psychological well-being anak dewasa madya.

The majority of middle adulthoods in Indonesia have the responsibility to care for and provide support to their elderly parents. On the other hand, middle adulthood has other roles and responsibilities. According to several studies, role conflict carried out by middle adulthood can have an impact on the psychological well-being of adults. This research was conducted to see the correlation between children support for elderly parents and psychological well-being of children. This research used quantitative approach using Ryff’s Psychological Well-being (RPWB) by Ryff (1995) and child support instrument by Silverstein and colleagues (2006). The partisipants on this research is middle adult aged 40-60 years old. The partisipants on this research were 116 which 66 females and 50 males. The result shows that there is no negative significant correlation between children support for elderly parents and psychological well-being of children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Fransiska D. H
"ABSTRAK
Pada masa dewasa madya, seorang wanita umumnya mengalami berbagai
perubahan dalam hidupnya. Perubahan-perubahan yang sifatnya menurun banyak
terjadi pada ranah fisik dan psikososialnya (Papalia et al., 2001). Perubahan
penampilan yang terjadi seiring dengan pertambahan usia seperti rambut yang
memutih serta kulit yang mulai mengeriput, serta gejala-gejala fisik dan
psikologis yang menyertai datangnya menopause seringkah mendatangkan
keadaan yang tidak menyenangkan bagi para wanita yang mengalaminya. Tak
hanya itu, perubahan psikososial yang berkaitan dengan mulai dewasanya anakanak
juga dapat menimbulkan masalah, khususnya bagi para wanita yang
merupakan ibu berperan tunggal (tidak bekerja). Kedewasaan anak-anak membuat
seorang wanita yang terbiasa menghabiskan hidupnya untuk mengasuh anak-anak
kini kehilangan sumber kegiatan utamanya. Ia merasa tidak dibutuhkan lagi oleh
keluarganya, khususnya oleh anak-anaknya (Unger & Crawford, 1992).
Kompleksitas masalah perubahan peran dan tanggung jawab serta
perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang muncul tersebut dapat
menimbulkan stres yang bertumpuk pada beberapa wanita dewasa madya (Papalia
et al., 2001), terutama pada mereka yang merupakan ibu berperan tunggak Hal ini
selanjutnya berkaitan dengan keadaan kesejahteraan psikologis mereka. Menurut
Ryff (1989) orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik adalah orang
yang mampu merealisasikan dirinya secara kontinu, mampu menerima diri apa
adanya, mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang laint memiliki
kemandirian dalam tekanan sosial, memiliki arti dalam hidup, serta mampu
mengkontrol lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui keadaan kesejahteraan psikologis wanita dewasa madya
yang merupakan ibu berperan tunggal (tidak bekerja) serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif^ peneliti berharap dapat
memperoleh gambaran dan pemahaman yang mendalam mengenai permasalahan
yang diajukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian
dilakukan melalui metode wawancara dan observasi Subyek dalam penelitian ini
berjumlah empat orang yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
ini
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa secara umum wanita dewasa
madya yang merupakan ibu berperan tunggal (tidak bekerja) memiliki
kesejahteraan psikologis yang baik. Hal ini dapat terlihat dalam keenam dimensi
kesejahteraan psikologis yang diajukan oleh Ryff (1989). Meskipun para ibu tidak
bekerja ini pada masa dewasa madyanya mengalami berbagai perubahan, baik
yang sifatnya fisik maupun psikososial ternyata mereka dapat menerima dan
bereaksi secara positif terhadap perubahan-perubahan tersebut. Beberapa faktor
yang nampaknya berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis mereka antara
lain adalah adanya dukungan dari keluarga dan pemahaman wanita yang
bersangkutan terhadap proses yang dialaminya. Faktor lain yang juga cukup
penting adalah karakteristik pribadi dari masing-masing wanita tersebut.
Perbedaan karakteristik pribadi ini mempengaruhi cara mereka dalam bereaksi
terhadap hal-hal yang teijadi di dalam maupun di luar diri mereka yang
selanjutnya juga berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis mereka.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh tersebut, peneliti
mengajukan beberapa hal yang dapat dilakukan agar para wanita berperan tunggal
yang akan dan sedang memasuki masa dewasa madya dapat melewati masa itu
dengan baik dan optimal. Beberapa hal yang dapat dilakukan di antaranya adalah
dengan memberikan pemahaman kepada para wanita tersebut mengenai
perubahan-perubahan yang mereka alami pada masa dewasa madya serta dengan
meningkatkan dukungan keluarga bagi para wanita yang berada pada masa
dewasa madya tersebut. Selain itu, para wanita yang bersangkutan juga perlu
menyiapkan suatu aktivitas lain di luar rutinitas kehidupan rumah tangganya
sebagai alternatif bila ia sudah tak banyak terlibat lagi dalam tugas pengasuhan
anak.
Untuk memperkaya hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan
yang melibatkan subyek dengan latar belakang demografis serta keadaan keluarga
yang lebih beragam sehingga hasil-hasil penelitian ini pada akhirnya dapat
bermanfaat bagi lebih banyak wanita dari latar belakang yang beragam. Selain itu,
perlu juga dilakukan penelitian perbandingan terhadap keadaan kesejahteraan
psikologis wanita dewasa madya yang berperan ganda (bekerja) agar dapat
diketahui dengan lebih pasti aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang khas pada
kedua kelompok tersebut. Terakhir, karena adanya keterbatasan kemampuan
generalisasi pada pendekatan kualitatif^ maka sebaiknya dilakukan juga penelitian
dengan pendekatan kuantitatif agar dapat diperoleh gambaran umum mengenai
keadaan kesejahteraan psikologis wanita dewasa madya, baik yang bekerja
maupun yang tidak bekerja."
2003
S3188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miniwaty Halim
"Kematian merupakan hal yang pasti akan terjadi pada semua manusia Walaupun demikian, kematian tetap tinggal sebagai suatu misteri karena manusia tidak pernah tahu kapan, dimana, bagaimana kematiannya akan terjadi serta apa yang akan terjadi setelah kematiannya. Sifat kematian sebagai misteri yang tak terelakkan ini menimbulkan perasaan ketakutan atau kecemasan pada diri manusia. Konstruk inilah yang dikenal dengan death anxiety atau fear of death, dimana penggunaan istilah ketakutan maupun kecemasan dapat saling menggantikan dalam topik tentang kematian (Rahim dkk, 2003). Peneiitian mengenai death anxiety umumnya diarahkan untuk menghasilkan alat ukur, misalnya Tempier's Death Anxiety Scale, Threat Index dan Bugen's Death. Shale (Mooney dalam Rahim dkk 2003). Di Indonesia sendiri alat ukur death unxiety dikembangkan oleh Sihombing dengan dasar teori dari Florian & Kravetz (Sihombing, 2002), yaitu Skala Ketakutan Akan Kematian. Alat yang kedua dikembangkan oleh Rahim dkk (2003) dengan dasar teori Florian & Kraveiz (Sihombing, 2002) serta Kastenbaum & Aisenberg (1976), yaitu Skala Ketakutan Terhadap Kematian Diri Sendiri. Skala ini terdiri dari empat dimensi death anxiety, yaitu Dying (ketakutan akan proses menghadapi kematian), Ajterlife (ketakutan akan apa yang terjadi setelah kemntian), Extinction (ketakutan akan kehilangan eksistensi diri, materi dan identitas sosial akibat kematian) serta Interpersonal Consequnces (ketakutan akan konsekuensi kematian diri sendiri terhadap orang-orang dekat).
Skala ini menggunakan bentuk skala sikap 2 poin, yaitu setuju/tidak setuju. Pada pengujian reliabilitas dan validitas skala ini, didapat hasil yang cukup baik Reliabilitas total alat ini adalah 0,87- Sedangkan reliabilitas masing-masing dimensi berkisar antara 0,61 sampai 0,83. Sampel yang digunakan berjumlah 38 orang, terdiri dari orang dewasa berusia 40-65 tahun yang beragama Islam, Katolik dan Kristen. A Namun alat ukur ini masih memiliki beberapa kekurangan. Bentuk item setuju/tidak setuju kurang mampu mendiskriminasi derajat ketakutan subyek, bahasa dalam kalimat pernyataan beberapa item cenderung ambigu, serta indikator perilaku dalam dimensi Alterlfe dan Extinction yang masih tumpang tindih. Kekurangan-kekurangan ini mengakibatkan sebanyak I2 item dalam skala ini harus direvisi karena tidak valid.
Penelitian ini bertujuan untuk merevisi Skala Ketakutan terhadap Kemaiian Diri Sendiri dari Rahim dkk (2003), Revisi ini terdiri dari revisi indikator perilaku dari dimensi Afterlife dan Extinction, revisi bentuk item menjadi skala Likert 6 poin, revisi atas kalimat pemyataan item termasuk menambah jumlah item negatif serta revisi alas sampel penelitian ini. Sampei penelitian ini menjadi 80 orang. Dari kelompok usia dewasa awal yang berkisar 20 sampai 40 tahun sebanyak 40 orang. Dari kelompok dewasa madya yang berkisar 40-65 tahun juga sebesar 40 orang. Sampel penelitian berasal dari agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha
Dari hasil analisis data ternyata diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara derajat ketakutan pada kelompok usiadewasa awal dan dewasa madya. Hasil ini tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa kelompok usia dewasa madya merupakan kelompok dengan derajat ketakutan terhadap kematian yang paling tinggi (Papalia dkk, 1998). Implikasi dan hasil analisis data ini adalah bahwa kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya dapat diperlakukan sebagai kelompok norma yang sama. Pengujian reliabilitas dengan menggunakan metode koefisien alpha menghasilkan koeflsien sebesar 0,92- Koeflsien reliabilitas sebesar ini menunjukkan bahwa skala revisi memiliki konsistensi yang baik (Anastasi & Urbina, 1997). Sedangkan korelasi antara item dengan dimensi mendapatkan adanya 2 item yang tidak: valid, yaitu item 4 dan item 17. Hal ini tampaknya disebabkan bahasa kalimat pernyataan yang susah dipahami. Item 4 menggunakan kalimat negasi ganda sedangkan item 17 mengandung kata kata yang ambigu Korelasi dimetsi dengan skor total juga menunjukkan hasil yang baik dimana semua dimensi berkordinasi secara signifikan pada level 0,01 dengan skor total. Hal ini berarti semua dimensi valid untuk memprediksi skor total subyek. Penghitungan norma dengan standard score menghasilkan tabel norma yang mencakup kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya. Yang perlu dicermati dalam penelitian ini adalah bahwa subyek penelitian cenderung menghasilkan skor yang rendah pada dimensi Extinction. Sedangkan dimensi Afterlife memiliki standar deviasi yang paling besar. Tampaknya pada kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya di Indonesia, ketakutan akan hilangnya eksistensi diri akibat kematian tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan ketakutan akan apa yang terjiadi setelah kematian (kehidupan setelah mati) tampaknya dipengaruhi pandangan religiusitas subyek, dimana ada subyek yang sangat takut dan ada subyek yang tidak takut.
Dari penclitian ini juga muncul indikator perilaku khas budaya yang tampaknya belum tercakup dalam teori Kastenbaum & Aisenberg (1976) serta Florian & Kravetz (Sihombing, 2002). lndikator perilaku ini adalah ketakutan akan sendirian dalam menghadapl proses kematian (loneliness). Indikator ini dapat menjadi sumbangan pada dlmensi Dying pada pengembanan lebih lanjut dari Skala Ketakutan terhadap Kematian Diri Sendiri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Carolina Maria Juniati Murtiasari
"Penelitian ini mengenai kesejahteraan psikologis dari tahap dewasa muda ke tahap
dewasa madya pada individu tengah baya Penelitian ini menggunakan landasan teoritis
kesejahteraan psikologis Ryff (1989) dan menggunakan teknik critical incidents yang
didasarkan metode refleksi kritis.
Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi dimana individu dapat mengambil peran dan tanggungjawabnya secara optimal dengan rnemiliki krlteria pokok yang dikemukakan oleh Ryff (1989a), yaitu memiliki penerimaan terhadap diri sendiri, relasi yang positif dengan orang lain, mampu bersikap otonom, mampu menghadapi lingkungannya., mempunyai tujuan hidup dan mempunyai pertumbuhan pribadi yang baik. Kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, status sosial, pengalaman hidup yang khusus dan budaya. Hasil penelitian Ryff (198921) dan Ryff & Singer (1996) menemukan bahwa terdapat perbedaan profil kesejahteraan psikologis pada individu dengan tahap perkembangan yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis tertarik untuk melihat gambaran kesejahteraan psikologis dari tahap dewasa muda ke dwasa madya pada individu yang sama dalam konteks Indonesia. Rentang waktu dari Inasa clewasa muda ke dewasa madya tentunya mempunyai peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus dalam
mempengaruhi hidup individu, khususnya dalam kesjahteraan psikologis.
Critical incidents merupakan telcnik dimana individu diminta untuk mengungkapkan pengalaman yang signiikan, sifatnya positif (antara lain, menyenangkan, membanggakan) dan negatif (antara lain, menyedihkan, mengecewakan, menimbulkan kemarahan). Teknik critical incidents didasarkan pada metode refleksi kritis yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan, bertujuan untuk mengumpulkan data berdasarkan pemaknaan terhadap peristiwa yang telah dialami individu. Penggunaan critical incidents didasarkan pada pendekatan fenomenologi yang secara khusus bertujuan memahami kerangka berpikir individu berdasarkan penghayatan atas peristiwa signifikan tadi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar rnendapatkan gambaran yang utuh mengenai penghayatan individu terhadap pengalaman yang signifikan. Jumlah subjek empat orang, dua laki-laki, dna perempuan dalam rentang usia tengah baya, berkeluarga, status ekonomi menengah, tingkat pendidikan minimal SLTA. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara rnendalam untuk mendapatkan pengalaman critical incidents subjek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu proses yang terjadi separgiang hidup. Kualitas kesejahteraan psikologis individu merupakan hasil sinergi dari masing-masing dimensi. Kualitas kesejahteraan psikologis secara khusus dapat diinterpretasikan dengan melihat pertumbuhan pribadi seseorang yang dapat dianggap sebagai hasil dari proses terbentuknya kesejahteraan psikologis. Selain itu penguasaan lingkungan dan otonomi merupakan strategi penting bagi individu untuk mengatasi persoalan dalam mencapai tujuan hidup yang ingin dicapai. Sedangkan penerimaan diri dan relasi individu dengan orang lain merupakan aspek yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pribadi individu.
Secara umum kesejahteraan psikologis individu dari masa dewasa muda ke dewasa madya relatif mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi sifatnya bervariasi pada setiap dimensi (aspek) kesejahteraan psikologis. Dimensi yang cenderung meningkat dari masa dewasa muda ke dewasa madya adalah penerimaan diri dan relasi positif dengan orang lain. Dimensi yang cenderung tetap adalah penguasaan lingkungan dan otonomi.
Perubahan yang terjadi dalam dimensi dapat dipengarubi oleh tuntutan peran dan tanggung jawab dalam urusan rumah tangga, pekemjaan maupun sosial masyarakat. Selain itu juga dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan atau kegagalan individu dalam mencapai harapan-harapan tertentu yang terkait dengan hal tersebut. Apabila harapan mereka dapat tercapai maka akan muncul pertumbuhan pribadi yang baik, namun apabila yang terjadi sebaliknya akan menimbulkan kekecewaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran psychological well-being pada dewasa madya bersuku Jawa yang menikah dan lajang. Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat utama dalam pengumpulan data. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ryff’s Scale of Psychological Well Being (RSPWB) yang telah berhasil diadaptasi oleh kelompok penelitian psychological well-being Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tahun 2012. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Responden dalam penelitian ini berjumlah 90 orang yang terdiri dari 45 berstatus menikah dan 45 berstatus lajang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa skor mean psychological well being dewasa madya bersuku Jawa yang menikah dan lajang tergolong tinggi dan tidak berbeda secara signifikan antara mean skor keduanya.

The present research aims to describe the psychological well-being among middle-aged Javanese married and single persons. This research is a quantitative research by collecting data through questionnaires. In this research, The Ryff’s Psychological Well Being Scale is used. This scale was adopted from previous research by a research team of psychological well-being in 2012. The data is analyzed using descriptive statistic technique. The research respondents are 90 middle-aged Javanese persons (45 married and 45 singles). The result shows that the mean value of psychological well-being among middle-aged Javanese married and single persons is high. There is no significant difference in the mean value between the two categories."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47265
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>