Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S8111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: The Permanent Mission of the Republic of Indonesia to the United Nations, 1997
959.8 IND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bilqish
"Skripsi ini membahas mengenai kekuatan mengikat dari Resolusi Dewan Keamanan PBB, kemudian dikaitkan dengan apabila terjadi pelanggaran terhadap Resolusi tersebut. Setelah itu dilihat mengenai tindaklanjut yang dilakukan oleh Dewan Keamanan terkait pelanggaran tersebut, akankah Negara yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan tersebut diberikan sanksi atau tidak. Dimulai dengan mempertanyakan teori hukum yang mengatur mengenai kekuatan mengikat Resolusi Dewan Keamanan dan sanksi bagi pelanggaran terhadapnya. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai proses pembuatan Resolusi Dewan Keamanan yang Resolusi yang dihasilkan. Kemudian pembahasan praktek yang telah terjadi mengenai pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan terhadap Negara yang melanggar Resolusinya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan teori-teori yang mendukung bahwa Resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hUkum kepada anggota-anggota PBB. Oleh sebab itu pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan haruslah dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 34, 39, 41, dan 42 Piagam PBB. Akan tetapi pada prakteknya ada Negara-negara yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan tanpa diberikan sanksi oleh Dewan Keamanan. Pembedaan perlakuan antara Negara-negara anggota PBB terkait sanksi bagi pelanggar Resolusi Dewan Keamanan ini dipengaruhi faktor dominasi kekuasaan Negara Anggota Tetap Dewan Keamanan dan politik hukum internasional yang ada di Dewan Keamanan.

This thesis discusses the binding force of the UN Security Council resolution, then its associated if there is violation of the resolution. Once it was seen on follow up conducted by the relevant Security Council of the breach, the State would violate UN Security Council sanctions is granted or not. Starting with the question of legal theory governing the binding force and the UN Security Council sanctions for violations against this Resolution. Followed by a discussion about the process of the Security Council Resolution produced. Then the discussion that has occurred regarding the practice of imposing sanctions by the Security Council of the State in violation of resolution. This study is a descriptive qualitative research design.
The results of this study are found to support theories that the UN Security Council are legally binding to members of the United Nations. Therefore, a violation of UN Security Council Resolution shall be sanction in accordance with Article 34, 39, 41, and 42 of the UN Charter. However, in practice there are countries that violate Security Council resolutions without the sanction given by the Security Council. Difference in treatment between UN member states related sanctions for violators of the Security Council Resolution, influence by factor of domination of the Security Council Permanent Member States and international law politic that is exist in the Security Council.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Poppy Luciana
"Tesis ini membahas pemberlakuan sanksi ekonomi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional berdasarkan Bab VII Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Analisis permasalahan dilakukan dengan melihat mekanisme penetapan sanksi ekonomi berdasarkan Bab VII Piagam PBB, pemberlakuan sanksi ekonomi melalui resolusi Dewan Keamanan yang mengikat negara anggota PBB yang membutuhkan kerjasama internasional untuk mengoptimalkan pemberlakuan sanksi ekonomi, serta dampak sanksi ekonomi ditinjau dari perspektif hukum internasional dikaitkan dengan kondisi internal negara, dampak sanksi bagi rakyat sipil serta bagi negara ketiga.
Dalam tesis ini, dirumuskan beberapa rekomendasi berkaitan dengan penetapan definisi dan parameter situasi yang merupakan ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian atau tindakan agresi sebagai landasan memberlakukan sanksi ekonomi; pelaksanaan mekanisme monitoring rutin ditindaklanjuti dengan peninjauan sanction exemption bagi alasan kemanusiaan; kerjasama Dewan Keamanan dengan badan internasional maupun badan regional keuangan dalam menyusun dan melaksanakan action-oriented proposal bagi negara ketiga.

The focus of this thesis discussess the imposition of economic sanction of the United Nations Security Council for the maintenance of international peace and security under Chapter VII of the United Nations Charter. Problems analysis is conducted by observing the mechanism to impose economic sanction under Chapter VII of the United Nations Charter, the imposition of economic sanction by means of Security Council resolution which is binding to the United Nations member states that requires cooperation to optimize the imposition of economic sanction, and impact of economic sanction from the perspective of international law in relation with state's internal situation, impact on civil population and on the third state.
This thesis provides some recommendations in relation with the determination on definition and parameter of situation that constitutes action with respect to threats to the peace, breached of the peace and acts of agression as a basis to impose economic sanction; implementation of routine monitoring mechanism and review sanction exemption for humanitarian reasons; cooperation between the Security Council and international or regional financial institution in developing and implementing an action-oriented proposal.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31892
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S8331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherley Mega Sandiori
"ABSTRAK
Seiring dengan berkembangnya hukum internasional, prinsip kedaulatan kini tidak lagi dipandang dapat memberikan impunitas kepada pemerintah negara untuk tidak memberikan perlindungan kepada hak asasi manusia penduduknya. Doktrin intervensi humaniter kemudian hadir namun masih banyak meresahkan komunitas internasional sebab hal tersebut dirasa melanggar hukum internasional. Berangkat dari gagasan tersebutlah doktrin responsibility to protect R2P hadir untuk memberikan justifikasi baru bagi komunitas internasional melalui Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi kepada suatu negara yang telah nyata gagal melindungi penduduknya dari empat kejahatan, yakni genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Doktrin ini dengan intervensi militernya pada praktiknya telah diterapkan di Libya dan Pantai Gading, namun pada kenyataannya keberhasilan penerapan doktrin R2P tersebut belum kembali terulang pada kasus Suriah. Penelitian ini lantas mencoba untuk menganalisis kemungkinan penerapan doktrin R2P di Suriah berdasarkan kriteria penerapan doktrin R2P pada kasus-kasus terdahulu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan data sekunder. Adapun penelitian ini kemudian menemukan bahwa kemungkinan penerapan doktrin R2P dengan intervensi militernya pada kasus perang sipil Suriah adalah sangat kecil oleh karena adanya faktor-faktor di luar kriteria doktrin R2P yang ternyata menjadi faktor penentu penerapan doktrin R2P. Pada akhirnya, penelitian ini menyarankan bahwa terlepas dari sulitnya penerapan doktrin R2P oleh Dewan Keamanan pada kasus Suriah dan juga kasus-kasus serupa lainnya di masa yang akan datang, hendaknya negara-negara tidak lantas mengambil tindakan sepihak untuk melaksanakan intervensi militer kepada negara lain namun tetap berpegang teguh untuk selalu mencoba menerapkan doktrin R2P dengan lebih baik lagi.

ABSTRACT
As the international law develops, sovereignty now cannot be deemed as granting impunity for the government to not protect their citizens rsquo human rights. Humanitarian intervention doctrine then came but still lacks of support from the international community as it is deemed as a violation of international law. Departing from that, the responsibility to protect R2P doctrine came to serve as the new justification for international community through the United Nations Security Council to intervene in countries who manifestly fail to protect their citizens from four specific crimes, namely genocide, ethnic cleansing and crimes against humanity. In practice, R2P doctrine with its military intervention had been implemented in Libya and C te d rsquo Ivoire, but the aforementioned success is still far from being implemented in Syria. This study thus seeks to analyze the possibility of implementing R2P in Syria based on the criteria used in the previous cases. The method used in this study is juridical normative by using secondary data. This study then found that the possibility to implement R2P with its military intervention in Syria is very little for there are other factors that do not fall to the doctrine rsquo s criteria but are determining factors to its implementation. At the end, this study advises that despite the difficulty to implement R2P through the Security Council in Syria, individual countries shall refrain from taking unilateral military intervention to deal with the case at hand and shall rather always try to strengthen the doctrine rsquo s implementation for the better. "
Lengkap +
2017
S68374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Soleman
"Perluasan anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) hanya terjadi pada tahun 1965 dengan menambahkan empat kursi anggota tidak tetap. Reformasi pasca 1965 terus diupayakan selama berdekade oleh berbagai aktor internasional, karena mereka melihat terdapat banyak urgensinya. Bahkan, saat ini mayoritas negara secara terbuka mendukung adanya reformasi DK PBB. Tidak ada satu pun negara yang secara terbuka menolak reformasi. Mengingat signifikasi institusi, isu reformasi DK PBB juga telah menjadi pembahasan arus utama dalam studi Hubungan Internasional. Tugas Karya Akhir ini berusaha membahas proses upaya reformasi tersebut dengan meninjau 56 literatur akademik di laman SCOPUS. Dalam rangka menjelaskan proses reformasi secara benar penulis menggunakan metode taksonomi, sehingga Bab Pembahasan Tugas Karya Akhir ini terdiri dari empat subbab, yaitu (1) Pengantar: Perkembangan Upaya Reformasi DK PBB; (2) Urgensi Reformasi DK PBB Pasca 1965; (3) Gagasan dan Proposal Reformasi DK PBB Pasca 1965; dan (4) Kritik dan Tantangan Reformasi DK PBB Pasca 1965. Dengan keempat subbab tersebut, Tugas Karya Akhir ini dapat memberikan penjelasan komprehensif. Pembahasan mengungkapkan bahwa upaya reformasi telah dilakukan sejak masa Perang Dingin, tetapi banyak tantangan yang hadir. Meskipun mayoritas negara setuju dengan urgensi reformasi dan hadir berbagai gagasan dan proposal reformasi, tetapi beberapa akademisi melihat klaim urgensi tersebut tidak sesuai dengan tujuan pendirian (DK) PBB dan di antara negara pendukung reformasi juga masih terdapat perbedaan pendapat mengenai realisasi reformasi. Selain itu, tantangan juga hadir dari anggota tetap saat ini yang terkesan ingin mempertahankan status quo mereka. Tantangan-tantangan tersebut telah menjadikan perkembangan reformasi DK PBB berjalan dengan lambat.

The expansion of the United Nations Security Council (UNSC) membership only occurred in 1965, with the addition of four non-permanent seats. Post-1965 reforms have been pursued for decades by various international actors due to their perceived urgency. Currently, the majority of nations openly support the reform of the UNSC, with no country openly opposing it. Given the significance of the institution, the issue of UNSC reform has become a mainstream discussion in International Relations studies. This study attempts to discuss the process of these reform efforts by reviewing 56 academic literatures on the SCOPUS. To explain the reform process properly, the author employs a taxonomic method, resulting the Discussion Chapter consisting of four sub-chapters: (1) Introduction: Development of UNSC Reform Efforts; (2) Urgency of UNSC Reform Post-1965; (3) Ideas and Proposals for UNSC Reform Post-1965; and (4) Criticism and Challenges of UNSC Reform Post-1965. With these four sub-chapters, this study can provide a comprehensive explanation. The discussion reveals that reform efforts have been undertaken since the Cold War era, but many challenges have emerged. Although the majority of countries agree with the urgency of reform and ideas and proposal of reform have emerged, some academics see that the claim of urgency does not align with the founding objectives of the UN(SC), and among the countries supporting reform, there are still differences of opinion regarding the realization of reform. In addition, challenges also come from the current permanent members who seem to want to maintain their status quo. These challenges have made UNSC reform progress slow."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Michael Eklesia
"Hanya dengan suatu bentuk organisasi publik antar negara dapat tercapai suatu sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan organisasi internasional yang dirasa perlu dalam melaksanakan sistem keamanan kolektif untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam menjalankan tugas tersebut kemudian dibentuklah DK-PBB sebagai organ PBB yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan perdamaian dunia. DK-PBB dalam hal memelihara perdamaian dan keamanan dunia dari ancaman, pelanggaran maupun agresi dapat memberikan sanksi terhadap suatu negara maupun terhadap aktor nonnegara. Pada praktiknya tidak sedikit negara melanggar ketentuanr esolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Salah satu negara yang secara konsisten melanggar ketentuan Resolusi DK-PBB adalah Korea Utara. Korea Utara sudah diberikan sejumlah sebelas resolusi di mana tujuan diberikannya rezim sanksi tersebut untuk menghentikan praktik uji coba nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara tersebut melanggar ketentuan yang terdapat di dalam NPT. Korea Utara sendiri awalnya merupakan negara pihak dalam NPT yang kemudian mengundurkan diri pada tahun 2003 diikuti dengan menyatakan kepemilikannya atas senjata nuklir dan dilaksanakannya uji coba senjata nuklir. Penelitian ini kemudian menilai bentuk implementasi dan kepatuhan terhadap resolusi sanksi yang diberikan oleh DK-PBB. Penelitian ini kemudian menyarankan tindakan yang dapat dilaksanakan agar sanksi yang diberikan oleh DK-PBB dapat terimplementasikan dan tujuan diberikannya sanksi dapat tercapai khususnya dalam kasus rezim sanksi DK-PBB atas uji coba nuklir Korea Utara.

Only with a form of public organization between countries can a collective security system be achieved that can protect the international community from the disaster of war. The United Nations is an international organization that is deemed necessary in implementing a collective security system to maintain international peace and security. In carrying out this task, the UN Security Council was formed as a UN organ specifically tasked with maintaining world security and peace. The UN Security Council in terms of maintaining world peace and security from threats, violations and aggression can impose sanctions on a country as well as against non-state actors. In practice, not a few countries violate the provisions on the resolution of sanctions provided by the UN Security Council. One of the countries that consistently violates the provisions of the UNSC Resolution is North Korea. North Korea has been given a number of eleven resolutions in which the aim of the sanctions regime is to stop North Korea's nuclear test practices. The North Korean nuclear test violated the provisions contained in the NPT. North Korea itself was originally a party to the NPT which later withdrew in 2003 followed by declaring its ownership of nuclear weapons and carrying out nuclear weapons tests. This study then assesses the form of implementation and compliance with the sanctions resolution given by the UN Security Council. This study then suggests actions that can be taken so that the sanctions imposed by the UN Security Council can be implemented and the objectives of the sanctions can be achieved, especially in the case of the UN Security Council sanctions regime for North Korea's nuclear tests."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Triwibowo Yudhoatmojo
"ABSTRAK
Peristiwa pembajakan di laut yang dilakukan oleh perompak Somalia dalam
kawasan Teluk Aden telah menyita perhatian dunia karena semakin meningkatnya
jumlah kejahatan ini dalam kawasan tersebut, sehingga telah dianggap
mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Dalam rangka melawan
kejahatan pembajakan di laut dalam kawasan ini, Dewan Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengeluarkan resolusi-resolusinya yang berisi berbagai upaya dalam
rangka menanggulangi dan mengadili pembajakan di laut, sehingga jumlahnya
dapat ditekan secara signifikan. Salah satu upayanya adalah memberikan
kewenangan yurisdiksi universal bagi negara-negara asing untuk memasuki
perairan Somalia untuk melakukan upaya menekan praktik pembajakan di laut
dalam kawasan Teluk Aden.

Abstract
The piracy phenomenon conducted by Somali pirates in the Gulf of Aden has
raised international concerns due to the increasing numbers of piracy incidents in
the area, deeming to have become a threat towards international peace and
security. In order to suppress the crime of piracy, the United Nations Security
Council has issued numerous resolutions encompassing efforts by the
international community in suppressing and prosecuting piracy, therefore it can
abate the occurring incidents. Granting universal jurisdiction towards States is one
method, where the States are permitted to enter Somali territorial waters to
suppress maritime piracy in the Gulf of Aden."
Lengkap +
2012
T31897
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Davindra Fadhlurrahman Widardjo
"

Dalam hubungan antarnegara sebagai sebuah komunitas internasional yang hidup dalam perdamaian, negara-negara diwajibkan untuk menahan diri dari ancaman dan penggunaan kekuatan bersenjata. Tanggung jawab utama atas pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional diberikan oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada Dewan Keamanan. Dalam menjalankan mandat tersebut, Dewan Keamanan memiliki kewenangan yang spesifik untuk mengambil tindakan kolektif yang efektif, sebagaimana dipertegas dalam Bab VII Piagam PBB, termasuk penggunaan kekuatan bersenjata dari negara-negara anggota. Dewan Keamanan telah mengotorisasi penggunaan kekuatan bersenjata pada berbagai kasus, seperti pada Perang Teluk, operasi negara-negara di Afrika, dan intervensi militer di Mali terhadap teroris. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif dan data sekunder, penelitian ini berusaha untuk menguraikan kewenangan Dewan Keamanan untuk mengotorisasi penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara-negara melalui resolusi yang diadopsi, kemudian mengamati praktik Dewan Keamanan pada kasus-kasus terdahulu, dan pada akhirnya menganalisis penggunaan kekuatan bersenjata pada kasus perang melawan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Irak dan Suriah berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan No. 2249 (2015). Penelitian ini menyimpulkan bahwa Dewan Keamanan tidak mengotorisasi penggunaan kekuatan bersenjata terhadap ISIS di Irak dan Suriah, namun memberikan perkembangan mengenai teori hak bela diri terhadap aktor non-negara apabila negara teritorial tidak mampu atau tidak mau mengatasi ancaman tersebut. Penelitian ini menyarankan bahwa hendaknya otorisasi Dewan Keamanan tidak serta merta dianggap sebagai cap persetujuan atas operasi militer di negara lain dimana negosiasi dan pembahasan yang panjang akan selalu diperlukan, dan respon militer atas dasar bela diri tetap harus sesuai dengan pembatasan dalam hukum internasional.


In the relationship between states as an international community living in peace, states must refrain from the threat or use of force. The primary responsibility for the maintenance of international peace and security is conferred by the members of the United Nations (UN) on the Security Council. In carrying out its mandate, the Security Council has specific powers to take effective collective measures, emphasized in Chapter VII of the UN Charter, including the use of force of member states. The Security Council has authorized the use of force in many cases, such as in the Gulf War, the state operations in Africa, and the military intervention in Mali against terrorists. By using juridicial-normative method and secondary data, this study attempts to elaborate the power of the Security Council to authorize the use of force by states through adopted resolutions, then examines the practice of the Security Council in the previous cases, and eventually analyses the use of force in the case of war against Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) in Iraq and Syria based on Security Council Resolution 2249 (2015). This study concludes that the Security Council did not authorize the use of force against ISIS in Iraq and Syria, but it provides a development on self-defence theory against non-state actors if the territorial state is unable or unwilling to suppress the threat. This study advises that the Security Council authorization should not be considered as approval stamp for military operation in other state, where long negotiations and discussions will always be needed, and that military response as self-defence must be in accordance with the limitations in international law.

 

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>