Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahroni
Abstrak :
Studi terdahulu telah menunjukkan hubungan yang positif antara literasi kesehatan dengan status kesehatan serta pemanfaatan layanan kesehatan, namun belum banyak penelitian mengenai literasi kesehatan pada penderita hipertensi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan sosial yang mempengaruhi tingkat literasi kesehatan pada pasien hipertensi di Puskesmas Kota Cilegon, Banten. Dengan menggunakan disain potong lintang, penelitian ini mengambil data dari pasien hipertensi di delapan puskesmas di Kota Cilegon (n=138). Pengukuran literasi kesehatan dilakukan menggunakan instrumen Health Literacy Scale European Union dengan 16 pertanyaan yang telah diadaptasi.  Analisis dilakukan menggunakan model regresi linier ganda dengan literasi kesehatan sebagai variabel dependen dan determinan sosial seperti jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor literasi kesehatan pada penderita hipertensi adalah 58.4 (SD=14.2) dari skala 100. Hasil analisis regresi linier ganda menunjukkan hubungan yang bermakna antara skor literasi kesehatan dengan usia (b=-6.1, SE=1.8, p=0.01), pendidikan (b=12.5, SE=2.7, p<0.001), penghasilan (b=9.1, SE=2.2, p<0.001) dan pengetahuan hipertensi(b=14,4 SE=1,5, p<0.001)  Hasil ini mengindikasikan perlunya penanganan ekstra pada penderita hipertensi yang berusia lanjut, berpendidikan kurang dari SMA, berpenghasilan di bawah upah minimum regional dan pengetahuan hipertensi yang kurang.
Previous studies have shown positive association between health literacy and access to health care systems as well as health outcomes. However, research assessing such association among hypertension patients in Indonesia is limited.This study aimed to assess social determinants for health literacy among hypertension patients in Cilegon, the capital city of Banten Province, Indonesia. Data for this cross sectional study were collected using face to face interviews with quota based samples from registered patients of eight community health centers (n=138). Multiple regression was conducted to assess the association of health literacy and social determinants (i.e., sex, age, education, income, and employment status). Univariate analysis showed that the average score of health literacy was 58.4 (SD=14.2) on a scale of 100. Bivariate analysis showed positive associations between health literacy with all independent variables, except for sex and employment status. Multiple linear regression showed that patients health literacy was significantly associated with age (=-6.1, SE=1.8, p=0.01), education (=12.5, SE=2.7, p<0.001), and income (=9.1, SE=2.2, p<0.001). Results showed that doctors and health care workers need to provide extra treatment for hypertension patients who are older, have education below high school, and have limited income.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Sri Andriani
Abstrak :
Literasi gizi fungsional menjadi keterampilan dasar dan penting yang dibutuhkan seseorang dan promosi kesehatan di era penyakit akibat masalah gizi semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan determinan sosial dan literasi gizi fungsional pada mahasiswa S1 reguler tahun pertama di Universitas Halu Oleo. Disain penelitian menggunakan disain cross sectional, penelitian ini mengambil data dari Studi Literasi Kesehatan 2019 di Universitas Halu Oleo, Provinsi Sulawesi Tenggara (n=359). Pengukuran literasi gizi dilakukan menggunakan instrumen The Newest Vital Sign (NVS) berisi 6 pertanyaan mengenai label gizi yang telah diadaptasi. Analisis menggunakan regresi linier berganda dengan literasi gizi fungsional sebagai variabel dependen dan determinan sosial seperti jenis kelamin, suku, status tempat tinggal, uang saku, akses layanan kesehatan, dan akses informasi kesehatan sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan tingkat literasi gizi fungsional mahasiswa kurang memadai (M=2,47; SD=1,285). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan hubungan signifikan antara skor literasi gizi fungsional dengan determinan sosial jenis kelamin (β=0,30, p=0,019). Hasil ini mengindikasikan hubungan yang lemah antara determinan sosial dan literasi gizi fungsional pada mahasiswa. Dan diperlukan upaya pengembangan edukasi terkait label gizi guna membantu mahasiswa dalam meningkatkan literasi gizi fungsional. ......Functional nutiriton literacy is a basic and important skill that a person needs and health promotion in an era of disease due to nutritional problems is increasing. This study aims to determine the associated between social determinants and functional nutrition literacy in first-year regular undergraduate students at Halu Oleo University. This research using cross-sectional, that takes data from Health Literacy Study 2019 at Halu Oleo University, Southeast Sulawesi Province (n=359). The measuremenet of nutritional literacy was carried out using The Newest Vital Sign (NVS), containing 6 questions regarding adapted nutrition labels. The analysis used multiple linier regressin, with functional nutrition literacy as the dependent variable and social determinants such as gender, ethnicity, residence status, pocket money, access to health services, and access to health information as independent variables. The results showed that the functional nutrition literacy level of the students was inadequate (M=2,47; SD=1,285). The results of multiple linear regression analysis showed a significant relationship between functional nutrition literacy scores and social determinantas, gender (β=0,30, p=0,019). These results indicate a weak relationship between social determinants and functional nutrition literacy. And efforts are needed to develop education related to nutrition labels to assist students to improve functional nutritional literacy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galio Rudolfo Dian Burdames
Abstrak :
[ABSTRAK
Merokok adalah penyebab morbiditas dan mortalitas. Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi individu perokok tetapi juga bukan perokok. Determinan sosial budaya terkait merokok belum dipahami secara jelas, sehingga bisa lebih bermanfaat dalam penanggulangan tembakau. Untuk itu peneliti akan menyajikan hasil determinan apa saja yang berpengaruh terhadap kebiasaan merokok di desa dan kota pada daerah produsen rokok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis deskriptif, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur dan observasi, serta telaah dokumen. Penelitian ini menemukan bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah, pengetahuan, sikap, keyakinan, interaksi sosial, ritual adat, dan norma masyarakat. Peneliti menyarankan kepada Kementerian Kesehatan yaitu intervensi khusus bagi perokok di pedesaan ataupun perokok yang dekat dengan industri maupun perkebunan tembakau, Penganggaran Promotif di berikan penekanan terhadap pengendalian tembakau dan juga dalam menghadapi strategi produsen rokok untuk perokok baru dan dewasa. Serta advokasi oleh pemerintah Kota dan Kabupaten Malang bagi tokoh agama dan tokoh masyarakat terkait penanggulangan bahaya rokok.
ABSTRACT Smoking is a cause of morbidity and mortality. Smoking behavior is behavior that is detrimental, not only for the individual smoker but also non-smokers. Socio-cultural determinants related to smoking is not clearly understood, so it could be more helpful in the prevention of tobacco. To the researchers will present the results of any determinants that influence smoking habits in villages and towns in the tobacco-producing regions. This study used a qualitative method with descriptive data collection conducted through semi-structured interviews and observation, and document analysis. This study found that the most influential factor is knowledge, attitudes, beliefs, social interaction, ritual customs, and norms of society. Researchers suggest to the Ministry of Health is a special intervention for smokers in rural or smokers who are close to the industry and tobacco plantations, Budgeting Promotive given the emphasis on tobacco control strategies and also in the face of new cigarette manufacturers for smokers and adults. And advocacy by the government of Malang City for religious leaders and public figures related to overcome the dangers of smoking. , Smoking is a cause of morbidity and mortality. Smoking behavior is behavior that is detrimental, not only for the individual smoker but also non-smokers. Socio-cultural determinants related to smoking is not clearly understood, so it could be more helpful in the prevention of tobacco. To the researchers will present the results of any determinants that influence smoking habits in villages and towns in the tobacco-producing regions. This study used a qualitative method with descriptive data collection conducted through semi-structured interviews and observation, and document analysis. This study found that the most influential factor is knowledge, attitudes, beliefs, social interaction, ritual customs, and norms of society. Researchers suggest to the Ministry of Health is a special intervention for smokers in rural or smokers who are close to the industry and tobacco plantations, Budgeting Promotive given the emphasis on tobacco control strategies and also in the face of new cigarette manufacturers for smokers and adults. And advocacy by the government of Malang City for religious leaders and public figures related to overcome the dangers of smoking. ]
2016
T45285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasyafiki Azraliani
Abstrak :
Literasi gizi fungsional bagian dari literasi kesehatan yang berfokus pada kemampuan dalam memahami informasi gizi dasar sebagai prasyarat keterampilan literasi makanan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran literasi gizi fungsional dan hubungannya dengan determinan sosial (jenis kelamin, suku orang tua, uang saku, rumpun keilmuan dan akses layanan kesehatan) pada mahasiswa sarjana Universitas Hasanuddin tahun angkatan 2018/2019. Penelitian ini merupakan analisis lanjut Studi Literasi Kesehatan 2019 di Universitas Hasanuddin yang menggunakan desain cross sectional (n=372). Data literasi gizi fungsional berasal dari kuesioner The Newest Vital Sign (NVS) berisi 6 pertanyaan mengenai label gizi yang telah diadaptasi. Data dianalisis secara univariat, bivariat (Chi Square) dan multivariat (regresi logistik ganda). Hasil penelitian ini literasi gizi fungsional mahasiswa tidak adekuat (71,2%). Variabel mahasiswa dengan suku orang tua sama (p=0,027) dan rumpun keilmuan mahasiswa kesehatan (p=0,023) berhubungan signifikan dengan literasi gizi fungsional. Determinan sosial yang paling dominan berhubungan dengan literasi gizi fungsional yaitu mahasiswa dengan suku orang tua sama setelah dikontrol oleh variabel rumpun keilmuan (aOR=1,91; 95% CI 1,055-3,465). Berdasarkan hasil penelitian ini diperlukan upaya pengembangan edukasi terkait label gizi guna membantu mahasiswa dalam meningkatkan literasi gizi fungsional pada populasi berpendidikan. ......Functional nutritional literacy is part of health literacy that focuses on the ability to understand basic nutritional information as a prerequisite for simple food literacy skills. This study aims to describe functional nutritional literacy and its relationship with social determinants (gender, parental ethnicity, pocket money, scientific background and access to health services) in Hasanuddin University undergraduate students in the 2018/2019 class year. This research is an advanced analysis of the 2019 Health Literacy Study at Hasanuddin University which uses a cross-sectional design (n=372). Functional nutritional literacy data comes from the Newest Vital Sign (NVS) questionnaire containing 6 questions regarding adapted nutritional labels. Data were analyzed by univariate, bivariate (Chi Square) and multivariate (multiple logistic regression). The results of this study showed that students' functional nutritional literacy was inadequate (71.2%). Variables of students with the same parental ethnicity (p=0.027) and the scientific group of health students (p=0.023) are significantly related to functional nutritional literacy. The most dominant social determinant related to functional nutritional literacy is students with the same parentage after being controlled by scientific family variables (aOR=1.91; 95% CI 1.055-3.465). Based on the results of this study, it is necessary to develop education related to nutrition labels to assist students in increasing functional nutritional literacy in educated populations.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatharani Azmi Nadhira
Abstrak :
Berdasarkan SDKI 2012, angka kematian neonatal di Indonesia mencapai 19/1000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target SDGs, yaitu 12/1000 kelahiran hidup. Beberapa penelitian membuktikan bahwa alokasi anggaran kesehatan pemerintah yang dipengaruhi oleh pendapatan daerah serta determinan sosial kesehatan memiliki peran dalam mengurangi kematian neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pendapatan daerah, pembiayaan kesehatan dalam APBD, kecukupan tenaga kesehatan, dan determinan sosial kesehatan serta korelasinya dengan kematian neonatal pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia tahun 2016. Metode penelitian ini adalah studi ekologi menggunakan data sekunder. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi untuk variabel numerik dan uji beda proporsi chi-square untuk variabel kategorik dengan 4 strata wilayah analisis, yaitu tingkat nasional, kota, kabupaten, dan daerah tertinggal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tingkat pendapatan daerah dengan angka kematian neonatal, namun ditemukan kecenderungan korelasi antara variabel persentase alokasi anggaran kesehatan dengan angka kematian neonatal. Selain itu, variabel determinan sosial kesehatan juga memiliki kecenderungan berkorelasi dengan angka kematian neonatal, kecuali variabel tingkat pengangguran terbuka TPT .
Based on 2012 IDHS, neonatal mortality rate in Indonesia reached 19 1000 live births. This figure is still far from the SDGs target by 2030, i.e 12 1000 live births. Several studies have shown that government health budget allocations that are influenced by regional income and social determinants of health have a role in reducing neonatal mortality. This study aims to look at the description of regional income, health financing in the APBD, adequacy of health personnel, and social determinants of health and its correlation with neonatal mortality at the regency city level in Indonesia in 2016. The method used for this study is ecological study by analyzing secondary data. The statistical test used is correlation for numerical variables and chi square for categorical variables with 4 strata of area analysis, i.e national, city, regency, and rural area. The results of this study indicate that there is no significant correlation between local income level and neonatal mortality rate, but it is found a correlation trend between health budget allocation percentage and neonatal mortality rate. In addition, social determinants of health variable also has a tendency to correlate with the neonatal mortality rate, except for the unemployment rate variable.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani
Abstrak :
Upaya pengendalian tuberkulosis paru oleh World Health Organization telah meningkatkan angka kesembuhan dan menyelamatkan banyak jiwa, tetapi kurang berhasil dalam menurunkan insiden tuberkulosis. Oleh karena itu, pengendalian tuberkulosis akan lebih menekankan pada kebijakan deter- minan sosial karena determinan sosial secara langsung maupun melalui faktor risiko tuberkulosis berpengaruh terhadap tuberkulosis. Di Bandar Lampung, angka notifikasi tuberkulosis dari tahun 2009 ? 2010 mengalami peningkatan walaupun angka kesembuhan sudah lebih dari 85%. Bandar Lampung juga merupakan bagian dari salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh determinan sosial (yang diukur melalui indikator pendidikan, pendapatan dan kelas sosial) terhadap kejadian tuberkulosis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli ? Oktober 2012 di seluruh pelayanan kesehatan di Bandar Lampung yang telah melaksanakan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse. Responden penelitian ini adalah 238 penderita tuberkulosis basil tahan asam positif dan 238 suspek yang tidak menderita tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan sosial yang rendah akan meningkatkan risiko untuk terkena tuberkulosis. Oleh karena itu, pengen- dalian tuberkulosis perlu disertai dengan peningkatan determinan sosial un- tuk menurunkan kejadian tuberkulosis.

Tuberculosis control program conducted by World Health Organization, has increased tuberculosis cure rate and saved million people, but has less suc- cess in reducing tuberculosis incidence. Therefore, tuberculosis control pro- gram needs to put more emphasis on social determinants. It is obvious, since social determinants, directly or through its tuberculosis-risk factors, af- fect tuberculosis. In Bandar Lampung, notification rate during the period of 2009 - 2010 has increased although the cure rate of the period was more than 85%. Moreover, Bandar Lampung is located in Lampung, one of the poorest provinces in Indonesia. This research aimed to study the influence of social determinants (measured by indicators of education, income and social class) affecting tuberculosis incidence. The study was conducted du- ring July - October 2012 at all health services, which has been implement- ing Directly Observed Treatment Shortcourse strategy, across the Bandar Lampung City. Respondents of this research consisted of 238 smear-posi- tive tuberculosis patients and 238 suspects without tuberculosis. The result showed that the lower social determinants, the higher risk of suffering from tuberculosis. It can be learned that tuberculosis control should be accom- panied by an effort of improving social determinants in order to reduce the incidence of tuberculosis.
Universitas Lampung, Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pengendalian tuberkulosis telah meningkatkan angka kesembuhan dan menyelamatkan banyak jiwa, tetapi kurang berhasil menurunkan insiden tuberkulosis. Oleh karena itu, pengendalian tuberkulosis menekankan pada kebijakan determinan sosial karena determinan sosial secara langsung dan melalui faktor risiko tuberkulosis berpengaruh terhadap tuberkulosis. Hasil telaah literatur menunjukkan bahwa stratifikasi determinan sosial me- nyebabkan clustering tuberkulosis, berupa pengelompokkan penderita tuberkulosis menurut lokasi geografis yang secara statistik signifikan. Pengetahuan tentang clustering sangat bermanfaat dalam pengendalian tuberkulosis, khususnya untuk menurunkan insiden tuberkulosis karena dapat memberikan informasi tentang lokasi populasi yang berisiko. Selain itu, telaah literatur menunjukkan bahwa implementasi analisis spasial memerlukan dukungan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, se- belum analisis cluster berbasis spasial dapat diterapkan, perlu didukung oleh penelitian yang menunjukkan kesiapan sumber daya dan efektivitas biaya.

Tuberculosis control has increased cure rate and saved million people, but has less success in reducing tuberculosis incidence. Therefore, tuberculo- sis control needs to put more emphasis on social determinants policy, since social determinants directly or through tuberculosis-risk factors affect tuberculosis. Literature reviews show that stratification of social determi- nants will cause tuberculosis clustering, a grouping of tuberculosis patients according geographical area that is statistically significant. Knowledge on the clustering is very useful to support tuberculosis-control program, espe- cially for reducing tuberculosis incidence through highlighting the area of vulnerable population. On the other hand, literature reviews also show that implementation of spatial analysis requires adequate resources. Therefore, before tuberculosis cluster analysis can be implemented routinely, it should Pentingnya Analisis Cluster Berbasis Spasial dalam Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia The Importance of Spatial-Based Cluster Analysis for Tuberculosis Control in Indonesia Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani* Lutfan Lazuardi** Yodi Mahendradhata*** Hari Kusnanto** be supported by researches that indicate resources readiness and cost effectiveness.
Lampung: Universitas Lampung, Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Sussanti Nailius
Abstrak :
Tuberkulosis merupakan salah satu prioritas utama masalah kesehatan saat ini dengan jumlah kasus yang diobati dan dilaporkan di Indonesia masih dibawah target nasional pada tahun 2021. Angka keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Kota Kupang dilaporkan dalam empat tahun terakhir belum tercapai secara optimal. Salah satu faktor ketidakberhasilan minum obat disebabkan karena jangka waktu minum obat yang lama yang memungkinkan untuk terjadi ketidakpatuhan dalam minum obat. Ketidakpatuhan dalam minum obat dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan, pengobatan ulang maupun resisten terhadap obat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan determinan sosial dan literasi kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis di Kota Kupang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di puskesmas di Kota Kupang. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner secara online (self administered survey) pada 126 penderita tuberkulosis yang sedang menjalani pengobatan di 11 puskesmas di Kota Kupang. Data dianalisis menggunakan uji regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menemukan 23,8 % penderita tuberkulosis tidak patuh dalam minum obat tuberkulosis. Variabel literasi kesehatan (p=0,008) dan umur responden (p=0,029) dengan p-value <0,05 dinyatakan berhubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis. Literasi kesehatan menjadi variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita tuberkulosis setelah di kontrol oleh variabel umur, pendidikan dan pendapatan. Pentingnya kolaborasi terintegrasi antara berbagai lembaga terkait untuk melakukan edukasi terkait tuberkulosis lewat berbagai media dapat meningkatkan literasi kesehatan masyarakat dan kepatuhan minum obat tuberkulosis. ......Tuberculosis is one of the most challenging public health issues at the moment, with the number of cases being treated and reported in Indonesia still falling short of the national objective for 2021. In the last four years, the success rate for tuberculosis treatment in Kupang City has not been optimal. One of the reasons people fail to take medication is because they have been taking it for a long time, which allows for non-compliance. Nonadherence in taking medication can lead to treatment failure, re-treatment or drug resistance. The purpose of this study was to determine the relationship between social determinants and health literacy with medication adherence for tuberculosis patients in Kupang City. This study is a cross-sectional quantitative study that was carried out on tuberculosis patients receiving care at a medical facility in Kupang City. Data were collected by filling out online questionnaires (self-administered survey) on 126 tuberculosis patients who were undergoing treatment at 11 health centers in Kupang City. Simple logistic regression and multiple logistic regression were used to analyze the data. According to the study's findings, 23.8 percent of tuberculosis patients did not take their tuberculosis medications. Health literacy variables (p=0.008) and respondent age (p=0.029) with p-value 0.05 were shown to be significantly related to tuberculosis patients' medication adherence. After adjusting for age, education, and income, health literacy emerged as the most influential variable in affecting medication adherence in tuberculosis patients. The significance of integrated collaboration among multiple associated entities to undertake tuberculosis education through various media can improve public health literacy and adherence to tuberculosis medications.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Prawira Putra
Abstrak :
Pendahuluan: Pada tahun 2021, penyakit kanker menggantikan stroke dan penyakit ginjal sebagai penyakit kedua penyebab klaim jaminan kesehatan nasional terbesar di Indonesia. Penelitian sebelumnya telah meneliti dampak determinan sosial kesehatan terhadap beban finansial kanker, namun tidak pada pasien kanker yang menjalani radioterapi. Tujuan: Mengetahui insidensi dan prediktor kebangkrutan finansial pasien kanker yang menjalani radioterapi dalam jaminan kesehatan nasional di pusat rujukan bervolume tinggi di Jakarta. Metode: Studi kohort campuran ini merekrut pasien pertama radioterapi pada Januari 2022-Maret 2023. Pasien diikuti sampai enam bulan setelah radioterapi. Analisis data dilakukan untuk mengidentifikasi kejadian dan prediktor kebangkrutan finansial, dengan kematian sebagai luaran kompetitor. Hasil: Total 115 pasien berhasil direkrut. Rerata usia peserta adalah 50 tahun dan 67% adalah perempuan. Enam bulan setelah radioterapi, 11,3% meninggal dan 36,5% mengalami kebangkrutan finansial. Prediktor kebangkrutan finansial yang teridentifikasi adalah pendidikan, pekerjaan, asal tempat tinggal, lokasi keganasan, dan indikasi radioterapi. Setelah menganggap variabel lain konstan, sektor informal dan tidak bekerja memiliki kemungkinan kebangkrutan finansial 99,45 kali (95% CI, 51,75–191,14) dan 36,93 kali (95% CI, 12,42–109,77) dari sektor formal. Indikasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif meningkatkan kemungkinan kebangkrutan finansial 17,65 kali (95% CI, 4,614–67,476) dan 22,54 kali (95% CI, 11,934–42,589). Setelah mempertimbangkan efek perancu usia dan transportasi, pengeluaran out of pocket tidak memprediksi kebangkrutan finansial dan kematian. Kesimpulan: Prediktor kebangkrutan finansial dalam penelitian ini berguna untuk pembuat kebijakan dalam intervensi beban keuangan pasien kanker di Indonesia. Rekomendasi pendekatan terbaik adalah intervensi populasi pasien sektor informal dan tidak bekerja, serta dengan indikasi radiasi adjuvan/neoadjuvan dan paliatif. ......Introduction: In 2021, cancer replaced stroke and kidney disease as the second largest cause of national health insurance claim in Indonesia. Previous research has examined the impact of social determinants of health on the financial burden of cancer, but not in cancer patients undergoing radiotherapy. Objectives: To determine the incidence and predictors of financial catastrophe in cancer patients undergoing radiotherapy within the setting of national health insurance at our high-volume cancer referral center in Jakarta. Methods: This mixed cohort study recruited patients first receiving radiotherapy within January 2022 to March 2023. Patients were followed up to six months after radiotherapy. Data analysis was conducted to identify incidence and predictors of financial catastrophe, considering death as a competing outcome. Results: A total of 115 patients were successfully recruited. The mean age of participants was 50 years and 67% were women. Six months after radiotherapy, 11.3% died and 36.5% experienced financial catastrophe. The identified predictors of financial catastrophe were education, employment, place of residence, cancer site, and radiotherapy indication. After holding other variables constant, the informal and unemployed sectors have 99.45 times (95% CI, 51.75–191.14) and 36.93 times (95% CI, 12.42–109.77) odds of financial catastrophe than the formal sector. Adjuvant/neoadjuvant and palliative indications increased the odds of financial bankruptcy by 17.65 times (95% CI, 4.614–67.476) and 22.54 times (95% CI, 11.934–42.589), respectively. After adjusting for confounders, out-of-pocket spending did not significantly predict financial catastrophe or mortality. Conclusions: The predictors of financial catastrophe identified in this study will be useful in informing policymakers to give an impactful intervention to reduce the overlooked financial burden for cancer patients in Indonesia. The recommended approach is intervention in the informal sector and non-working population, as well as those with adjuvant/neoadjuvant and palliative radiation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library