Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apsanti Djokosuyatno
"Dunia kesusastraan Indonesia hanya mempunyai beberapa penulis cerita detektif -- pria maupun wanita dalam perbandingan yang seimbang -- yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur dan berdiam di Surabaya atau Malang. Mereka rata-rata berusia di atas empat puluh tahun. Beberapa mengkhususkan diri sebagai penulis cerita detektif profesional, seperti S. Hara Gd. yang telah menghasilkan 28 buku cerita detektif, berupa novel atau cerpen. Ada pula yang hanya menghasilkan satu dua novel detektif, namun menulis jenis novel lain. Pengarang-pengarang tersebut, semuanya dibesarkan di kota besar, dan umumnya mengenyam pendidikan tinggi meskipun tidak menamatkannya. Mereka adalah penggemar novel dan film detektif. Dan sampai sekarang mereka masih tetap menulis. Khusus para pengarang cerita detektif untuk remaja, tak lagi menulis karena pembacanya sangat berkurang setelah tivi swasta mulai mengudara.
Jenis cerita detektif yang paling banyak ditulis adalah jenis klasik atau tepatnya roman policier a enigme (cerita detektif berteka-teki) dengan sedikit variasi di sana sini. Namun jenis itu tidak terlalu murni, terutama dalam cerita detektif untuk remaja, karena selama dilakukan pelacakan, kejahatan tetap terjadi, dan sang detektif juga terancam bahaya.
Yang tidak terduga adalah adanya roman yang keras dan brutal dalam khasanah cerita detektif Indonesia, yang tidak memakai misteri, dan hanya menggunakan alur tunggal. Namun yang mengkhususkan diri dalam penulisan cerita tersebut hanya seorang pengarang, yaitu Aryono Grandy.
Jenis suspense yang penuh ketegangan juga ada. Dan penulisnya adalah Aryono Grandy pula dengan serial Naga Masnya. Namun beberapa cerita pendek S. Hara GD juga memperlihatkan bentuk ini.
Cerita detektif untuk remaja, memperlihatkan kekhasan dan kode etik tertentu dalam hal kejahatan yang diketengahkan. Tak ada kejahatan berat dan pertumpahan darah. Detektifnya para remaja, bukan profesional, dan berkelompok, minimal tiga orang remaja kelas enam SD. Hereka juga selalu mempunyai pelindung dewasa yang berpengalaman. Pelindung itu biasanya seorang pria atau wanita setengah baya atau pensiunan polisi, yang mencintai anak-anak, cerdas, ramah, dan gemar pula melacak suatu kejahatan. Dalam cerita detektif untuk remaja kejahatan yang dilacak adalah kejahatan ringan, seperti mencuri, menabrak, bukan kejahatan serius, meskipun pelaku kejahatan adalah orang dewasa. Itu mudah dimaklumi, karena semua cerita anak-anak bersifat didaktis.
Bagaimanapun hasil penelitian ini ternyata tidak jauh dari model tipologi Barat yang dibuat oleh Todorov. Hal itu sesuai dengan kenyataan bahwa memang genre cerita detektif Indonesia merupakan hasil pengaruh kebudayaan barat, atau tepatnya sastra barat, yang jelas terlihat dalam latar belakang para pengarangnya. Namun harus diakui bahwa para pengarang Indonesia mempunyai jeni untuk mengadaptasi suatu genre sastra dari suatu masyarakat yang sangat berbeda budayanya, yaitu masyarakat Barat yang rasional dan pragmatis, dan percaya bahwa hukum dan polisi melindungi mereka. Adaptasi itu antara lain terlihat dari hubungan baik yang selalu terjalin antara detektif dengan polisi dalam cerita detektif Indonesia jenis manapun."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"Disertasi ini merupakan penelitian di bidang stilistik naratif yang memperlihatkan bahwa kajian naratologi dapat dilakukan melalui ancangan linguistik. Dengan menggunakan teori tentang konsep temporal dalam bahasa dan teori naratologi, penelitian ini menjawab masalah: ?Makna apa yang dihasilkan oleh penggunaan pemarkah temporal di dalam dua novel detektif klasik berbahasa Inggris, yaitu The Hound of the Baskervilles dan Nemesis dan fungsi apa yang diungkapkan oleh pemarkah temporal dalam dua novel tersebut?.
Berdasarkan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi makna dan fungsi pemarkah temporal dalam novel detektif klasik. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan kala dalam teks naratif memiliki dua pola, yaitu kala sebagai pengungkap modus komunikasi faktual dan modus komunikasi fiktif. Pola pertama menggunakan waktu tokoh bertutur sebagai pusat waktu (tnol), sedangkan pola kedua menggunakan waktu narator bertutur sebagai pusat waktu (tnol). Untuk mengungkapkan makna kekinian, pola pertama menggunakan kala simple present, sedangkan pola kedua menggunakan kala simple past. Penggunaan kala dalam pola kedua tersebut mengakibatkan pola interaksional antara kala, aspek, tipe klausa, dan keterangan temporal lebih beragam, seperti hadirnya kala simple past dan keterangan temporal now dalam satu klausa.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa penggunaan pemarkah temporal dalam dua novel yang diteliti mengasilkan makna pragmatik dalam bentuk eksplikatur dasar dan eksplikatur interaksional. Eksplikatur dasar terdiri atas pengungkapan aksionalitas, aspektualitas, dan kewaktuan, sedangkan eksplikatur interaksional terdiri atas penggambaran pergeseran tipe situasi, habitual, keberbatasan, inkoatif, iteratif, dan harmoni kala. Di dalam konteks tertentu, penggunaan pemarkah temporal tersebut juga menghasilkan makna pragmatik yang berupa implikatur, yang antara lain berupa penggambaran (i) perubahan peri keadaan, (ii) urutan peristiwa, (iii) hubungan antara durasi peristiwa dan penceritaannya, (iv) hubungan antara kekerapan peristiwa dan penceritaannya, dan (v) penonjolan peristiwa tertentu.
Berdasarkan kemampuannya dalam mengungkapkan eksplikatur dan implikatur tersebut, pemarkah temporal dalam dua novel tersebut dapat berfungsi sebagai pengungkap struktur naratif yang berupa (i) perbedaan antara peristiwa dan nonperistiwa, (ii) hubungan antara waktu cerita dan waktu penceritaan, (iii) penonjolan bagian cerita atau pelataran, (iv) bentuk penceritaan, (v) hubungan antarcerita, dan (vi) posisi narator terhadap cerita. Karena memiliki fungsi-fungsi tersebut, pemarkah temporal dalam novel detektif klasik dapat digunakan untuk mengungkapkan pola penceritaan novel detektif klasik yang terdiri atas penceritaan (i) alur penyelidikan yang ikonis dan lamban, (ii) alur kejahatan yang terpisah-pisah dan anakronis, (iii) pola tindakan yang memadukan sifat rasionalitas dan mistifikasi, serta mengungkapkan (iv) penokohan dan latar yang mengandungi petunjuk yang membingungkan (mystifying).

The following dissertation was developed based on a narrative stylistic research aimed to show how narrative can be analyzed using linguistics approach. Apparently, the English temporal markers can convey meanings and functions in the context of narrative texts, especially in classical detective stories. Exploration of meanings and functions of English temporal markers was conducted by data analysis using theories of temporaility in language and narratology.
The analysis concluded that there are two patterns of tense usage in narratives. One is the use of tense in an ordinary mood and the second is in a fictional mood. In the first pattern, tense expresses the relation between time of a situation and time when an actor utters the situation. In that context, the present time is expressed by the simple present tense. In the second pattern, tense shows the relation between time of a situation and time when a narrator enunciates the situation. There is a norm in the context that the present time is expressed by the simple past tense. Based on the norm, the simultaneous occurrence of simple past tense and temporal adjunct such as now in a clause is acceptable.
Another conclusion is that the English temporal markers used in the two novels convey explicatures that are either basic or interactional. The basic explicatures that the temporal markers conveyed are actional, aspectual, and temporal meanings plus contextual information. The interactional explicatures consist of expressing a shift in the type of situations, habitual menaing, boundedness, inchoative, iterative, and backshifted preterite. On the other hand, the use of the temporal markers in certain contexts convey implicatures such as a change of state of affair, temporal sequence of events, comparing duration of events and duration of discourse, and saliency of events.
Based on the conveyed meanings, it can be inferred that the English temporal markers function to express a narrative structure consisting of the difference between events and existences, time relation, grounding, moods of narration, and the position of a narrator in the discourse. More often than not, in classical detective novels, the temporal markers can express patterns of the classical detective story, such as the different plots of investigation and crime, the pattern of action, characterization, and setting."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D929
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library