Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Bagus Indra Gotama
"Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng pada Desember 2004 melaporkan keluhan sejumlah petani rumput laut mengalami gangguan gatal-gatal terutama di punggung tangan, lengan, dan di sekitar leher. Menurut para penderita hal ini terjadi setelah melakukan budidaya rumput laut. Kasus ini merupakan hal baru karena selama perjalanan budidaya rumput laut di Indonesia kasus ini baru terjadi di Bantaeng. Berbagai dugaan penyebab gangguan ini yaitu dari aspek individu manusianya, proses kerjanya, dan aspek lingkungannya. Aspek lingkungannya meliputi rumput lautnya sendiri, organisme yang berasosiasi dengan rumput laut, air lautnya ataupun kondisi kesehatan petaninya.
Tujuan : Untuk mengetahui penyebab dan faktor risiko terjadinya dermatitis kontak iritan pada petani rumput laut di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan
Metodologi : Telah dilakukan penelitian dengan desain kasus-kontrol dari populasi petani rumput laut dengan mengadakan wawancara dan anamnesa terhadap 312 sampel kasus dan 217 sampel kontrol untuk mengetahui faktor-faktor risiko individu, proses kerja serta keadaan lingkungan petani. Dan untuk mengetahui penyebab gangguan gatal telah dilakukan pengamatan lapangan dan pemeriksaan laboratoriurn terhadap sampel rumput laut, biota ikutan yang berasosiasi, air laut dengan mengambil sample rumput laut, biota ikutan dan sample air laut di 12 titik di laut dan 4 titik di muara sungai. Terhadap rumput laut dan biota ikutannya juga telah dilakukan uji toksisitas dan uji tempel.
Hasil : Sebagian besar responden bertempat tinggal di kecamatan Pajukukang, jenis kelamin perempuan, berumur sama atau diatas 23 tahun, tingkat pendidikan rendah, berstatus kawin, dengan tingkat pengetahuan - dan perilaku mengenai penyakit kulit sebagian besar buruk. Menurut proses kerja sebagian besar adalah pemilik, bekerja lebih dan satu bagian proses kerja, dan bekerja pada pembibitan dan lainnya kurang dari 8 jam sehari. Faktor lingkungan menunjukkan lingkungan fisik sarana kesehatan lingkungan sebagian besar tidak ada, lingkungan sosial ekonomi sebagian besar sedang, lingkungan perairan kotor dan lingkungan biologi di perairan budidaya rumput laut ditemukan biota laut hidroid.
Penelitian menemukan variabel individu yang menjadi faktor risiko terjadinya dermatitis kontak iritan adalah tempat tinggal di kecanxatan Bantaeng (RO, j 10,79: (1K 95%: 5,43;21,42) dan Kecamatan Pajukukang (RO.n;,, 6,29 : OK 95%: 3,67;10,81), dan perilaku pencegahan dan pengobatan penyakit kulit buruk (RO,,°;°, 1,59: (1K 95%: 1,08;2,35). Sedangkan variabel proses kerja yang menjadi faktor risiko terjadinya dermatitis kontak iritan adalah gabungan proses kerja dan lama kerja : khusus pembibitan dan lama kerja > 8, jam sehari (RO an 4,93 :(IK 95%: 3,67;10,81). Pada lingkungan sosial ekonomi tidak ditemukan variabel yang menjadi faktor risiko dermatitis kontak iritan.
Penelitian menemukan hidroid salah satu kolas Coelenterata yang memiliki nematosista beracun yang berasosiasi pada rumput taut diduga kuat sebagai penyebab dermatitis kontak iritan pada petani rumput laut di Kabupaten Bantaeng.
Kesimpulan : Dermatitis kontak iritan pada petani rumput laut di Kabupaten Bantaeng disebabkan oleh hidroid yang berasosiasi pada rumput taut dengan faktor risiko tempat tinggal di Kecamatan Pajukukang dan Bantaeng, bekerja khusus pembibitan > 8 jam sehari, dan berperilaku buruk dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kulit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D609
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Ummi Chairani
"Latar belakang: Pekerja salon berisiko mengalami dermatitis kontak karena kontak intens dengan pekerjaan basah yang dikombinasikan dengan bahan kimia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dermatitis akibat kerja.
Tujuan: Penelitian ini menekankan untuk mengidentifikasi manifestasi klinis, faktor risiko, dan identifikasi bahan kimia berbahaya pada pekerja salon.
Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan 125 pekerja salon yang memenuhi kriteria inklusi. Evaluasi klinis dan faktor risiko dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner NOSQ-2002. Identifikasi bahan kimia menggunakan Material Safety Data Sheets (MSDS) dan nomor Chemical Abstracts Service (CAS). Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik multivariat dengan Adjusted Ratio.
Hasil: Dari 125 subjek penelitian, 30 orang (24%) mengalami CD. Manifestasi klinis gejala yang paling banyak ditemukan adalah xerosis (36,67%) dan gatal-gatal (83,33%), sedangkan lokasi terbanyak pada jari tangan (40%), dari penelitian ini didapatkan durasi kontak ≥ 4 jam, yang meliputi lama kontak dengan air, sampo, dan larutan kimia lainnya. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara durasi kontak dengan dermatitis kontak (p=0,004, Adj.OR=6,97, CI 95%=1,88-25,75). Identifikasi bahan kimia yang digunakan di salon adalah natrium lauret sulfat, behentrimonium klorida, p-fenilenadiamin, asam tioglikolat, hidrogen peroksida
Kesimpulan: Pekerjaan basah, yang ditandai dengan pajanan air dan bahan kimia dalam waktu lama, merupakan faktor risiko utama untuk dermatitis kontak di kalangan pekerja salon. Durasi kontak dengan air dan bahan kimia, termasuk natrium lauret sulfat, behentrimonium klorida, p-fenilenadiamin, asam tioglikolat, dan hidrogen peroksida, merupakan penentu yang signifikan terhadap kejadian CD.

Background: Hairdressers are at risk of developing contact dermatitis because of their intense contact with wet work in combination with chemicals. There are several factors that cause occupational dermatitis. Purpose: This study emphasizes to identify clinical manifestations, risk factors, and the identification of hazardous chemicals in hairdressers. Methods: This cross sectional study included 125 hairdressers were meet inclusion criteria. Clinical evaluation and risk factor were collected using the NOSQ-2002 questionnaire. Chemical identification using Material Safety Data Sheets (MSDS) and Chemical Abstracts Service (CAS) numbers. Analysis performed using multivariate logistic regression with adjusted ratios. Results: Of the 125 research subjects, 30 people (24%) experienced CD. The most common clinical manifestations of symptoms were xerosis (36.67%) and itching (83.33%), while location was on the fingers (40%).From this study, it was found the duration of contact was ≥ 4 hours, which included prolonged exposure to water, shampoo, and other chemical solutions. There was statistically significant relationship between duration of contact and contact dermatitis (p=0.004, Adj.OR=6.97, CI 95%=1.88–25.75). Identification of chemicals used in salon were sodium laureth sulfate, behentrimonium chloride, p-phenylenediamine, thioglycolic acid, hydrogen peroxide. Conclusion: Wetwork, characterized by prolonged exposure to water and chemicals, is a major risk factor for contact dermatitis among hairdressers. The duration of contact with water and chemicals, including sodium laureth sulfate, behentrimonium chloride, p-phenylenediamine, thioglycolic acid, and hydrogen peroxide, serves as a significant determinant of CD occurrence."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Ayu Dini Safitri
"Pendahuluan: Pekerjaan basah merupakan faktor risiko utama terjadinya dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada tangan. Terdapat dua jenis faktor risiko DKAK yaitu faktor eksogen, seperti jenis pekerjaan dan jumlah jam kerja mingguan; dan faktor endogen, seperti jenis kelamin, usia, dan riwayat penyakit atopik. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DKAK pada pekerja basah. Metode: Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Jumlah sampel penelitian sebanyak 134 orang. Kriteria inklusi yaitu pekerja basah yang telah bekerja minimal 6 bulan dan tidak berganti pekerjaan minimal 6 bulan. Kriteria eksklusi yaitu pekerja basah yang mengalami dermatitis kontak bukan akibat kerja. Variabel independen yaitu jenis pekerjaan, jumlah jam kerja mingguan, usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit atopik. Variabel dependen yaitu DKAK. Hasil: Tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan (p value = 0,283), jumlah jam kerja mingguan (p value = 0,313), jenis kelamin (p value = 0,652), dan usia (p value = 0,556) terhadap kejadian DKAK pada pekerja basah. Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat atopi dengan kejadian DKAK pada pekerja basah. Riwayat atopi memiliki pengaruh terhadap hubungan antara jenis pekerjaan dengan DKAK (p value < 0,001). Pekerjaan sebagai tenaga kesehatan dapat mencegah kejadian DKAK sebesar 90,3% dibandingkan dengan pekerjaan sebagai non tenaga kesehatan setelah dikontrol dengan faktor risiko riwayat atopi. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan, jumlah jam kerja mingguan DKAK lebih tinggi pada tenaga non kesehatan dibandingkan tenaga kesehatan karena tenaga non kesehatan memiliki lebih banyak pajanan terhadap pekerjaan basah dan pajanan bahan iritan dibandingkan dengan tenaga kesehatan serta tindakan pencegahan terhadap kejadian DKAK yang dilakukan tenaga non kesehatan lebih sedikit dibandingkan oleh tenaga kesehatan. Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat atopi dengan kejadian DKAK. Tenaga non kesehatan dengan riwayat atopi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian DKAK pada pekerja basah.

Introduction: Wet work is the main risk factor for Occupational contact dermatitis (OCD) on the hands. Risk factors for OCD consist of two types: exogenous factors, such as type of occupation and number of weekly working hours; and endogenous factors, such as gender, age, and history of atopic disease. This study aims to analyze the factors related to the incidence of OCD in wet workers. Method: The study design is cross-sectional. The sampling technique used total sampling. There were 134 research samples. Inclusion criteria are wet workers who have worked for at least 6 months and have not changed occupations for at least 6 months. Exclusion criteria include wet workers who experience non-occupational contact dermatitis. The independent variables are type of occupation, number of weekly working hours, age, gender, and history of atopic disease. The dependent variable is OCD. Result: This study did not find any relationship between type of occupation (p value = 0,283), number of weekly working hours (p value = 0,313), gender (p value = 0,652), and age (p value = 0,556) on the incidence of OCD in wet workers. Meanwhile, this study found a significant relationship between history of atopic disease and incidence of OCD in wet workers. History of atopic disease has an influence on the relationship between type of occupation and OCD (p value < 0,001). An occupation as a health worker can prevent the incidence of OCD by 90,3% compared to an occupation as a non-health worker after being controlled by the risk factor of a history of atopic disease. Conclusion: There is no relationship between type of occupation, number of weekly working hours, gender and age to the incidence of OCD in wet workers. The proportion of OCD incidence is higher in non-health workers than health workers due to non-health workers having more exposure to wet work and irritant exposure than health workers. Besides that, the number of non-health workers who take preventive measures to prevent OCD incidence is less than health workers. There is a significant relationship between history of atopic disease and the incidence of OCD. Non-health workers with a history of atopic disease is the most influential factor in the incidence of OCD in wet workers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Manuel
"Telah dilakukan penelitian terbadap pekerja industri logam informal di PIK. Jakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak tangan pada pekerja industri logam infol1llal di PIK. Jakarta, dan mengetahui hubungau umur, tingkat pendidikan, masa kerja, frekuensi penggunaan alat pelindung diri, kebersihan tangan setelah kerja, riwayat atopi diri, dan riwayat atopi keluarga terbadap dermaatitis kontak tangan. Metnde penelilian ini menggnnakan studi cross-sectional dengan uji statistik chi kuadrat (bivariat) dan analisa multivariat daugan logistik regresi. Dari 51 subyek yang menderita dermatitis kontak sebanyak II oraug (21,56%). Faktor-faktor yang mempunyai hubungan be!1llakea dengan teljadinya dermatitis kontak adalah masa kelja (p9),021) dan :frekuensi penggunaan sarung tangan (p9),028), sedangkan umur, tingkat pendidikan, kebersihan Iangan setetah kelja, riwayat atnpi diri, dan riwayat atopi keluarga tidak ditemukan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya d0!1llatitis kontak.

A study was held to informal metal industry workers at P!K, Jakarta. The objective was to identify the prevalence of hand contact dermatitis in informal metal industry workers and the related factors i.e: age, level of education, length of work, frequency of hand gloves usage, personal hygiene, history of personal atopy, and history of handly atopy. The design used in this study was cross sectional methnd. Descriptive and analytic statistics were chi square (bivariate) and multivariate analysis with logistic regression function. From 51 subjects, II person (21,56%) were found with band contact dermatitis. The results showed that length of work (p=0.021) and frequency of hand gloves usage (p=0.028) have a significant relationship with hand contact dermatitis, however related factors i.e: age, level of education, personal hygiene, history of personal atopy,and history of fumily atopy have no significant relationship with band contact dermatitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T21031
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library