Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nayaka Wicaksana
"Penelitian ini memiliki fokus pada karakteristik PVA dengan nilai derajat hidrolisis dan derajat polimerisasi yang berbeda. Kajian terhadap karakteristik PVA dilakukan dengan menggunakan PVA Terhidrolisis Sebagian dan PVA Terhdirolisis Sempurna dengan derajat polimerisasi low, medium, dan, high. Metode penelitian dilakukan dengan mengamati proses pelarutan dari masing-masing jenis PVA dengan air pada konsentrasi 1%, 5%, dan 10% dengan pengaruh suhu untuk PVA Terhidrolisis Sempurna. Observasi pada proses pelarutan PVA mencakup pengaruh waktu dan suhu terhadap nilai konduktivitas, pH, kekentalan, dan kelarutan. Hasil yang diperoleh menunjukan PVA pada suhu ruang dengan konsentrasi 10 % untuk PVA Terhidrolisis Sebagian dengan derajat polimeriasi low menunjukan nilai konduktivitas 340 µS/cm. Nilai tersebut lebih tinggi dari konduktivitas air mineral yaitu 90 µS/cm. Suhu optimum pada pelarutan PVA Terhidrolisis Sempurna diperoleh di suhu 90 oC. Kemampuan PVA untuk berikatan dengan Polimer Kondukif ditentukan oleh jenis gugus molekul yang ada pada PVA. Gugus molekul PVA diamati dengan Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (FTIR). Morfologi dan fisiologi dari larutan PVA diamati pada penelitian ini. Informasi terhadap kekuatan mekanis PVA diperoleh dengan mengamati karakteristik lapis tipis PVA. Lapis tipis PVA dibuat dengan melakukan proses pengeringan larutan PVA pada suhu 60℃ selama 24 jam. Informasi karakteristik PVA yang tepat untuk penggunaan PVA pada Polimer Konduktif dikaji dalam skripsi ini.

This research focus on studying the properties of PVA with different degree of hydrolysis and different degree of polymerization. The study of PVA properties was conducted with Partially Hydrolyzed PVA and Fully Hydrolyzed PVA. The degree of polymerization was divided into three categories of respectively low, medium, and high. Study on the properties of degree of hydrolysis and degree of polymerization was conducted on solution containing 1%, 5% and 10% PVA with the influence of temprature change on Fully Hydrolyzed PVA. Dissolution time, conductivity, pH, and viscosity towards time and temprature was observed during dissolution process. The highest electrical conductivity value was 340 µS/cm for Partially Hydrolyzed PVA with 10% concentration and low degree of polymerization. This number was higher than electircal conductivity of mineral water which has electrical conductivity value of 90 µS/cm. Molecular groups of PVA determines the PVA ability to create bond with Conductive Polymer. PVAs molecular groups was observed with Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (FTIR). This study also observed the morphology and physiology of PVA properties. The information of PVA mechanical properties was obtained by observing PVA thin film properties. PVA thin film was obtained by drying PVA solution for 24 hours at 60oC. The suitable PVA properties for Conductive Polymer was discussed further on this report."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaka Renaldi
"ABSTRAK
Latar belakang: Sejak tahun 1980 Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (IPD FKUI/RSCM) membuat kriteria derajat gastritis kronik berdasarkan gambaran esofagogastroduodenoskopi (EGD) adanya hiperemis dan erosi. Kriteria derajat gastritis kronik ini banyak digunakan di seluruh Indonesia namun kriteria tersebut belum pernah dilakukan uji diagnostik.
Tujuan: Mendapatkan akurasi diagnostik derajat gastritis kronik berdasarkan pemeriksaan EGD dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.
Metode: Penelitian ini merupakan uji diagnostik derajat gastritis kronik berdasarkan hasil pemeriksaan EGD pada pasien yang memiliki indikasi, dibandingkan dengan gambaran histopatologi sebagai pemeriksaan baku emas yang dilakukan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna (PESC) Divisi Gastroenterologi Departemen IPD FKUI/RSCM dari Oktober 2014 hingga Februari 2015. Uji diagnostik yang dilakukan ada 2 yaitu uji diagnostik gastritis sedang - ringan dan berat - sedang. Masing-masing uji diagnostik di atas, ditampilkan parameter-parameter uji diagnostik berupa sensitivitas (Se), spesifisitas (Sp), nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), serta rasio kemungkinan (RK) positif dan negatif. Seluruh parameter di atas menyertakan interval kepercayaan 95% (IK 95%).
Hasil Penelitian: Dari 230 subjek didapatkan karateristik penelitian perempuan lebih banyak dari laki - laki dengan perbandingan 3:2, terdapat merata pada semua kelompok usia, DM 23%, hipertensi 36,5% dan infeksi H.pylori 2,6%. Hasil uji diagnostik gastritis ringan - sedang: Se 0.95 (IK 95% 0.87-0.98), Sp 0.96 (IK 95% 0.86-0.99), NDP 0.97 (IK 95% 0.89-0.99), NDN 0.94 (IK 95% 0.84-0.98), RK Positif 23.39 (IK 95% 6.09- 89.74) dan RK Negatif 0.05 (CI 95% 0.02-0.14). Hasil uji diagnostik gastritis sedang - berat: Sensitivitas 0.93 (IK 95% 0.82-0.98), Spesifisitas 0.94 (IK 95% 0.86-0.98), Nilai Duga Positif 0.91 (IK 95% 0.79-0.96), Nilai Duga Negatif 0.96 (IK 95% 0.88-0.99), Rasio Kemungkinan Positif 16.54 (IK 95% 6.32-43.28) dan Rasio Kemungkinan Negatif 0.05 (CI 95% 0.02-0.21).
Kesimpulan: Pemeriksaan EGD memiliki akurasi yang baik untuk menegakkan diagnosis derajat gastritis kronik.

ABSTRACT
Background: Since 1980, Division of Gastroenterology Department of Internal Medicine FKUI/RSCM had made a criteria for chronic gastritis grading based on hyperemic and erosion that are found in gastric?s mucosa based on esophagogastroduodenoscopy (EGD) examination. This criteria is used nationwide all over Indonesia but until now there is no diagnostic study for chronic gastritis grading based on EGD examination compare to histopathology examination as the gold standard.
Purpose: To get diagnostic accuracy of chronic gastritis grading based on EGD compared to histopathology.
Methods: This research is a diagnostic study about chronic gastritis grading by EGD from patients that had indication for, compared to histophatology as a gold standard in gastrointestinal endoscopy room Division of Gastroenterology Department of Internal Medicine FKUI/RSCM from October 2014 to February 2015. There will be 2 diagnostic study, mild to moderate gastritis and severe to moderate gastritis diagnostic study. For every diagnostic study, the parameters that will be showed are Sensitivity (Se), Specificity (Sp), Possitive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV), Possitive Likelihood Ratio and Negative Likelihood Ratio (NLR). The 95% confidence interval will be included.
Results: Of 230 subjects, there were more women than men with ratio 3:2, age didn?t affect the grading of chronic gastritis, type 2 diabetes was found in 23% patients, hypertension was found in 36,5% patients and H.pylori infection in only 2.6% patients. The results for mild to moderate gastritis : Sensitivity 0.95 (CI 95% 0.87-0.98), Specificity 0.96 (CI 95% 0.86-0.99), Possitive Predictive Value 0.97 (CI 95% 0.89- 0.99), Negative Predictive Value 0.94 (CI 95% 0.84-0.98), Possitive Likelihood Ratio 23.39 (CI 95% 6.09-89.74), and Negative Likelihood Ratio 0.05 (CI 95% 0.02-0.14). The results for moderate to severe gastritis : Sensitivity 0.93 (CI 95% 0.82-0.98), Specificity 0.94 (CI 95% 0.86-0.98), Possitive Predictive Value 0.91 (CI 95% 0.79-0.96), Negative Predictive Value 0.96 (CI 95% 0.88-0.99), Possitive Likelihood Ratio 16.54 (CI 95% 6.32-43.28), and Negative Likelihood Ratio 0.05 (CI 95% 0.02-0.21).
Conclusion: Esophagogastroduodenoscopy feature has good accuracy to diagnose the grading of chronic gastritis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Eko Ari Wibowo
"Konsumsi kertas semakin meningkat seiring dengan perkembangan
pengetahuan, informasi, pengemasan dan sosial budaya manusia. Salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku kertas adalah dengan cara
pendaur-ulangan kertas tabloid bekas menjadi serat sekunder dengan terlebih
dahulu menghilangkan warnanya dengan metode fiotasi. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan derajat putih yang dihasilkan oleh surfaktan Na-Oleat dan
Sodium Dodesii Sulfat (SDS).
Kertas taboid bekas dikelompokkan berdasarkan wamanya; hitam, merah,
hijau dan campuran. Sebelum fiotasi, dilakukan proses repulping dengan
penambahan NaOH, H2O2 , NaaSiOs dan EDTA. Surfaktan yang digunakgn untuk
fiotasi adalah Natriun Oleat yang konsentrasinya divariasikan 0,5; 0,75; 1 %. Hasil flotasi diamati melalui pengukuran parameter penunjang yaitu opasitas, gramatur,
indeks tarik, indeks sobek dan noda untuk menentukan kondisi optimum. Pada
kondisi optimum dibandingkan derajat putih yang dihasiikan oieb surfaktan Na-
Oieat.
Kondisi optimum diperoleh pada penambahan surfaktan Na-Oleat 0,5 %.
Pada kondisi optimum, derajat putih untuk warna hitam 56,49 % dan campuran
55,03 % telah mampu meiewati spesifikasi 3NI yaitu sebesar 55 %. Derajat putih
warna merah 52,26 % dan hijau 52,75 % beium mampu meiewati spesifikasi ijNi.
bengan surfaktan SOS, derajat putih untuk warna hitam 56,47 % dan warna
f
campuran 54,38 % mengaiami penurunan sedangkan warna merah 53,46 % dan
hijau 52,9 % mengaiami kenaikkan tetapi masih beium mampu meiewati
spesifikasi SNi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Baskoro
"Hidronefrosis adalah perubahan anatomis ginjal berupa dilatasi pada bagian pelvikokaliks ginjal akibat penumpukan urin. Faktor penyebab hidronefrosis salah satunya adalah obstruksi saluran ureter oleh batu saluran kemih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara ukuran batu ureter dengan derajat hidronefrosis pada pasien batu ureter unilateral. Analisis dilakukan pada 520 data rekam medik Departemen Urologi Rumah Sakit Ciptomangunkusumo tahun 2009-2011. Data ukuran batu dibagi sesuai diameter, yaitu ukuran batu ureter 1 = <5mm, 2= 5-<10mm, dan 3= ≥10mm, dan derajat hidronefrosis berdasarkan pelebaran pelvikokaliks ginjal (rendah dan tinggi) yang dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan ukuran batu ureter 2, paling banyak terjadi pada derajat hidronefrosis ringan. Juga pada hidronefrosis derajat berat paling banyak terjadi pada pasien dengan batu ureter ukuran 2. Sedangkan pasien dengan batu ureter ukuran 1 memiliki angka kejadian hidronefrosis paling kecil (p=0.000). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ukuran batu ureter terhadap derajat hidronefrosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Tjuatja
"Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.

Aims: Identifying the role of the Ki-67 proliferation index as a prognostic factor in
estimating radiation therapy response in meningiomas. Methods: A systematic review of
PubMed, Scopus, EBSCOhost/CINAHL was performed following the Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses guideline. Data extraction
was completed manually from selected studies. Results: 465 of the literature were
compiled from a literature search for the two study questions and finally, 15 articles met
the eligibility criteria. Twelve studies demonstrated that Ki-67 proliferation index had a
significant correlation with the grade in meningiomas. Meanwhile, two studies reported
that in meningiomas treated with radiation therapy a higher Ki-67 proliferation index
would provide better local control than a lower Ki-67 proliferation index. One other study
found no correlation between Ki-67 and radiation response. Conclusion: Ki-67
proliferation index has a unidirectional correlation with the grade of meningioma. A total
of two out of 3 studies on the correlation of Ki-67 with radiation response in meningiomas
reported that higher Ki-67 responded better to radiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Besral
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
PGB-pdf
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Jantika Djuarna
"Latar belakang: Malignant peripheral nerve sheath tumor MPNST, merupakan sarkoma jaringan lunak yang prognosis nya buruk karena tidak responsif terhadap kemoterapi. Epidermal growth factor receptor EGFR terlibat dalam transduksi sinyal mitogenik dan jalur proliferasi sel. Ekspresi EGFR yang tinggi pada tumor sudah dipakai untuk menentukan apakah tumor dapat diberikan terapi anti-EGFR. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan ekspresi EGFR pada MPNST derajat tinggi dan derajat rendah serta ekspresi EGFR sebagai faktor prognostik.
Metode: Penenelitian ini merupakan penelitian potong lintang, restrospektif, deskriptif. Sampel terdiri atas 20 kasus MPNST derajat rendah dan 20 kasus MPNST derajat tinggi yang telah didiagnosis selama periode 2007-2015. Dilakukan pulasan imunohistokimia dengan antibodi monoklonal EGFR. Selanjutnya dilakukan scoring berdasarkan persentase sel dengan membrane dan atau sitoplasma yang berwarna coklat pada 500 sel/5 LPB : 0 tidak terpulas, 1 terpulas 30. Perbedaan ekspresi EGFR pada MPNST derajat tinggi dan derajat rendah dianalisis menggunakan uji Chi-square. Selain itu di analisis hubungan antara ekspresi EGFR dengan umur, lokasi dan ukuran tumor.
Hasil: Ditemukan ekspresi EGFR yang lebih tinggi pada MPNST derajat tinggi dibandingkan dengan MPNST derajat rendah yang secara statisitk bermakna p=0,000. Tidak ditemukan hubungan antara ekspresi EGFR dengan umur, lokasi maupun ukuran tumor.
Kesimpulan: Ekspresi EGFR yang tinggi dapat digunakan untuk dasar memberikan terapi anti-EGFR pada MPNST derajat tinggi.

Background: Malignant peripheral nerve sheat tumor MPNST is a sarcoma that is difficult to differentiate with other spindle cell sarcomas, because of their similar morphology. The behavior of MPNST is aggressive, with a high recurrence and tend to metastases hematogenous, especially to lung. Histologic type and location are amongs factors that determine prognosis of MPNST. Combined therapies on MPNST which consist of complete resection, chemoterapy, and radiation do not increase the survival. Anti EGFR therapy has been used in epithelial tumor, while its use in sarcoma is still in research. The aim of this study is to see the correlation between expression of epidermal growth factor receptor and histopathology grading and other prognostic clinical variables.
Method: This was a retrospective cross sectional study, using consecutive sampling. The cases consist of 20 low grade MPNST and 20 high grade MPNST in Departement of Anatomical Pathology FKUI RSCM 2007 2015.MPNST was diagnosed by histopathology and confirmed by immunostaining.EGFR immunostaining was performed and scored semiquantitatively. Analysis the correlation between over expression of EGFR and histopathology grading and other clinical variables, such as age, sex, size, location of the tumor and margin of the tumor.
Result: Overexpression of EGFR was observed in 80 cases of high grade MPNST and 20 cases of low grade MPNST p 0,000. There is a significant correlation between EGFR over expression and histopathology grade. There is no correlation between EGFR expression and age, sex, size, location of the tumor and margin of the tumor.
Conclusion: High expression of EGFR is in parallel with high histologic grade, therefore it may be of additional use as prognostic factor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Jantika Djuarna
"Latar belakang: Malignant peripheral nerve sheath tumor MPNST adalah sarkoma jaringan lunak yang sulit dibedakan dengan beberapa sarkoma sel spindel karena morfologinya yang serupa. MPNST bersifat agresif dengan angka rekurensi yang tinggi dan cenderung bermetastasis terutama ke paru.Tipe histologik dan lokasi termasuk faktor yang menentukan prognosis MPNST. Terapi kombinasi pada MPNST dengan reseksi komplit, kemoterapi, dan radiasi belum meningkatkan kesintasan pasien MPNST. Anti terhadap Epidermal growth factor receptor EGFR telah dipakai dalam terapi untuk tumor epitelial ganas, sedangkan penggunaannya pada sarkoma masih dalam penelitian. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara peningkatan ekspresi EGFR dengan derajat keganasan histologik dan variabel prognostik klinis lainnya.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan pemilihan sampel secara konsekutif. Sampel terdiri atas 20 kasus MPNST derajat rendah dan 20 kasus MPNST derajat tinggi di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM tahun 2007-2015. Diagnosis MPNST ditegakkan secara histopatologik dan imunohistokimia. Dilakukan pulasan imunohistokimia EGFR pada MPNST derajat tinggi dan MPNST derajat rendah dengan penilaian semikuantitatif, serta menganalisis hubungan antara peningkatan ekspresi EGFR dengan derajat keganasan dan variabel klinis seperti usia, jenis kelamin, ukuran, lokasi tumor dan batas sayatan.
Hasil: Ekspresi EGFR pada MPNST derajat tinggi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan MPNST derajat rendah 80 vs 20 , p=0,000 .Terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan ekspresi EGFR dengan derajat keganasan MPNST. Tidak ditemukan hubungan antara ekspresi EGFR dengan usia, jenis kelamin, lokasi tumor, ukuran tumor dan batas sayatan.
Kesimpulan: Peningkatan ekspresi EGFR sejalan dengan peningkatan derajat histologik, sehingga dapat digunakan untuk membantu menentukan progressifitas MPNST.

Background: Malignant peripheral nerve sheat tumor MPNST is a sarcoma that is difficult to differentiate with other spindle cell sarcomas, because of their similar morphology. The behavior of MPNST is aggressive, with a high recurrence and tend to metastases hematogenous, especially to lung. Histologic type and location are amongs factors that determine prognosis of MPNST. Combined therapies on MPNST which consist of complete resection, chemoterapy, and radiation do not increase the survival. Anti EGFR therapy has been used in epithelial tumor, while its use in sarcoma is still in research. The aim of this study is to see the correlation between expression of epidermal growth factor receptor and histopathology grading and other prognostic clinical variables.
Method: This was a retrospective cross sectional study, using consecutive sampling. The cases consist of 20 low grade MPNST and 20 high grade MPNST in Departement of Anatomical Pathology FKUI RSCM 2007 2015. MPNST was diagnosed by histopathology and confirmed by immunostaining.EGFR immunostaining was performed and scored semiquantitatively. Analysis the correlation between over expression of EGFR and histopathology grading and other clinical variables, such as age, sex, size , location of the tumor and margin of the tumor.
Result: Overexpression of EGFR was observed in 80 cases of high grade MPNST and 20 cases of low grade MPNST p 0,000 . There is a significant correlation between EGFR over expression and histopathology grade. There is no correlation between EGFR expression and age, sex, size, location of the tumor and margin of the tumor.
Conclusion: High expression of EGFR is in parallel with high histologic grade, therefore it may be of additional use as prognostic factor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Hidayah Fatriah
"Latar Belakang: Hasil pemeriksaan dokter dalam bentuk visum et repertum mengandung derajat luka yang merupakan gambaran dari efek kekerasan atau penganiayaan sesuai dengan KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Tidak ada uraian/batasan yang jelas mengenai derajat luka sehingga kesimpulan yang dibuat oleh para dokter pemeriksa menjadi berbeda. Ketidakseragaman penentuan derajat luka dapat menimbulkan ketidakadilan bagi korban maupun pelaku tindak pidana.Tujuan: Menentukan kriteria luka ringan, luka sedang, dan luka berat.Metode: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan Teori Grounded. Sampel penelitian adalah pakar hukum pidana, hakim, advokat, dokter forensik dan dokter forensik yang sekaligus sarjana hukum. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan Focus Group Discussion FGD . Penelitian dilakukan selama bulan September-Desember 2016. Teknik pengujian kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi.Hasil: Berdasarkan wawancara mendalam dan FGD didapatkan bahwa luka ringan tidak ada di dalam undang-undang yang dipakai di Indonesia. KUHP memiliki definisi mengenai aniaya ringan, dan penganiayaan. Luka sedang dapat dirumuskan sebagai bukan luka berat maupun luka ringan, dan kriteria luka berat dapat dirumuskan dari pengertian luka berat dalam pasal 90 KUHP.Kesimpulan: Luka terbagi menjadi dua yaitu luka berat pada pasal 90 KUHP dan luka sedemikian rupa pada pasal 360 KUHP ayat 2 . Luka berat disimpulkan dengan menyebutkan kondisi mediknya saja. Ada perbedaan pemahaman antara pakar pidana, hakim, advokat dan dokter forensik. Kata Kunci: Analisis Medikolegal, Derajat Luka, KUHP

"Background The result from the doctors rsquo examination can be written in a form of a medical report visum et repertum which includes the degree of the injury associated with the effect of the assault according to the National Criminal Code. There is still an unclear explanation on the degree of injury, which results in a variety of conclusions made by the physician examiner. Error in determining the degree of injury can cause injustice not only to the victim but also to the prepetrators of the crime.Purpose To determine mild, moderate and severe injury.Method This study is a qualitative study using grounded theory. The sample of this study were criminal law experts, judges, advocates, forensic doctor and also forensic doctors with a law degree. Data collection was by indepth interview and focus group discussion FGD which was done from September until December 2016. Triangulation is used to test the credibility of data.Result The results obtained from the indepth interview and FGD was that the description of a mild injury was not stated in the constitution used in Indonesia, there it is only stated the definition of assault and mild assault. A moderate injury is defined as an injury not categorized as a severe or mild injury, and the criteria a severe injury is defined from the definition of severe injury in the Criminal Code article 90.Conclusion The degree of injury is divided into two, a severe injury defined in the Criminal Code article 90 and an injury as stated in the Criminal Code article 360 paragraf 2 . The severe injury is conluded by stating the medical condition itself. There was a different understanding between law experts, judges, advocates and forensic doctors. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumadiharja
"Buku ini berisi ajaran budi pekerti manusia tentang bagaimana manusia mencari ilmu dan keluhuran derajat manusia yang berilmu.
"
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.1156-PW 182
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>