Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Yosita Perdana
Abstrak :
Tindak pidana terorisme yang berkembang di Indonesia tidak hanya ditangani dengan upaya represif, tetapi juga dengan deradikalisasi. Metode deradikalisasi bertujuan untuk mengubah paham radikal menjadi paham non radikal dan normal. Teori yang digunakan dalam penulisan ialah Teori Motivasi Kebutuhan, Teori Tindakan Sosial, Konsep Manajemen, dan Analisis SWOT. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan kualitatif. Deradikalisasi membutuhkan peran dari instansi terkait seperti Lembaga Pemasyarakatan, Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Komunitas Sosial. Disarankan agar Densus 88 Anti Teror dapat memaksimalkan pengimplementasian metode deradikalisasi baik kepada narapidana teroris maupun keluarga narapidana teroris sehingga terorisme di Indonesia semakin berkurang.
The growing crime of terrorism in Indonesia is not only dealt by repressive efforts, but also by deradicalization. The deradicalization method aims to convert radical to non-radical and normalism. Theories used in this thesis is the Theory of Motivation Needs, Social Action Theory, Management Concepts, and SWOT Analysis. The approach used is qualitative approach. Deradicalization requires the role of relevant agencies such as Correctional Institution, Ministry of Religious Affairs, the National Agency for Counter-Terrorism, and the Social Community. It is recommended that Special Detachment Anti-Terror can maximize the implementation of deradicalization methods both to terrorist prisoners and families of terrorist prisoners so that terrorism in Indonesia is diminishing.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hafizh Rasko Jadiyantara
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pengembangan standar pembinaan narapidana teroris juga perlu dilakukan untuk ditujukan kepada semua narapidana teroris, khususnya yang berada di Rutan Khusus Terorisme, karena hal tersebut sangat penting dan dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena upaya derakalisasi masih belum membuahkan hasil yang maksimal hingga saat ini, yang mana hal ini terbukti dari temuan banyak residivis yang mengulangi perbuatannya menunjukkan tidak efektifnya pembinaan narapidana teroris, sehingga meskipun telah mendapat pelatihan di Lapas, pemahaman dan ideologi radikal yang dimiliki oleh narapidana terorisme sulit dihilangkan. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk membahas mengenai deradikalisasi yang di laksanakan di Rutan khusus teroris di Cikeas. Akibatnya, sangat penting bahwa penjara teroris khusus dibangun untuk memberikan pelatihan unik bagi tahanan teroris, terutama dalam inisiatif deradikalisasi. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori evaluasi kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang diawali dengan pendekatan deskriptif untuk menganalisis persoalan yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan dengan tipe penelitian deskripstif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan proses deradikalisasi di Rutan khusus teroris Cikeas, dilakukan dengan 4 (empat) tahapan, yaitu identifikasi dan penilaian, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial, yang mana pada tahapan rehabilitasi ini ditemukan permasalah terkait belum optimalnya pendampingan yang dilaksanakan kepada para tahanan teroris yang ada di Rutan khusus teroris Cikeas, dan ketiadaan standar pengukuran keberhasilan pelaksanaan program deradikalisasi yang diterapkan di Rutan khusus teroris Cikeas. ......This thesis discusses the development of training standards for terrorist convicts which also need to be addressed to all terrorist convicts, especially those in the Special Terrorism Prison, because this is very important and needed. This is because the efforts to deracize have not yielded maximum results to date, which is evident from the findings of many recidivists who repeat their actions showing the ineffectiveness of coaching terrorist convicts, so that even though they have received training in prisons, the understanding and radical ideology possessed by them Terrorism convicts are hard to get rid of. Therefore researchers are very interested in discussing deradicalization carried out in the special terrorist detention center in Cikeas. As a result, it is imperative that special terrorist prisons are built to provide terrorist prisoners with unique training, especially in deradicalization initiatives. The theory and concept used is the theory of policy evaluation. This study uses a qualitative method that begins with a descriptive approach to analyze the existing problems. The method used in this study is a field research method with exploratory descriptive research type. The results of this study indicate that the deradicalization process at the Cikeas Special Terror Detention Center was carried out in 4 (four) stages, namely identification and assessment, rehabilitation, re-education, and social reintegration, in which at this rehabilitation stage problems were found related to the not optimal assistance provided to detainees. terrorists in the Cikeas Special Terror Detention Center, and the absence of a standard for measuring the success of the implementation of the deradicalization program implemented in the Cikeas Special Terror Detention Center.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sukoco
Abstrak :
Beberapa aksi teror di Indonesia dilakukan oleh mantan Napiter yang sebelumnya sudah pernah mengikuti program deradikalisasi. Hal ini menunjukan bahwa setelah keluar dari Lapas para mantan Napiter terpengaruh untuk kembali ke dalam kelompoknya. Guna mencegah hal tersebut maka diperlukan keterlibatan instansi lain dalam program deradikalisasi mantan Napiter di masyarakat. Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil) merupakan salah satu intitusi di wilayah yang memiliki potensi untuk terlibat dalam program deradikalisasi di masyarakat. Untuk menjawab peran keterlibatan Satkowil tersebut maka dilaksanakan studi kasus di Kodim 0103/Aut yang telah melaksanakan deradikalisasi terhadap mantan Napiter melalui pemberdayaan masyarakat. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menggambarkan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah dijalankan oleh Kodim 0103/Aut. Hasil penelitian didapatkan pernyataan dari para mantan Napiter bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh Kodim 0103/Aut sangat membantu program deradikalisasi. Dengan berdasarkan penelitian studi kasus tersebut maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat terhadap mantan Napiter dapat dikembangkan oleh Satkowil guna mendukung efektifitas program deradikalisasi. ......Several acts of terror in Indonesia were carried out by ex-terrorism convicts who had previously participated in the deradicalization program. It shows that after being released from the prisoners, ex-terrorism convicts are influenced to return to their group. In order to prevent this, it is necessary to involve other agencies in the deradicalization of ex-terrorism convicts in the community. The Regional Command Unit is one of the institutions in the region that potentially to be involved in deradicalization programs in the community. To answer the role of the Regional Command Unit involvement, a case study was carried out on Military District Command 0103/North Aceh which had carried out deradicalization of ex- terrorism convicts through community empowerment. The study was conducted using descriptive qualitative methods to describe community empowerment activities that have been carried out by Military District Command 0103/North Aceh. The results, there was statements from ex-terrorism convicts that community empowerment carried out by Military District Command 0103/North Aceh was very helpful for the deradicalization program. Based on that case study research, it can be said that a community empowerment program for ex-terrorism convicts can be developed by the Regional Command Unit to support the effectiveness of the deradicalization program.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Dwi Wulandari
Abstrak :
Penelitian ini merupakan studi mengenai Analisis Potensi Ancaman dan Program Deradikalisasi yang Dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap Warga Negara Indonesia yang Terindikasi Terkait Foreign Terrorist Fighters. Kompleksitas permasalahan pada WNI yang terindikasi terkait dengan FTF dapat memunculkan potensi ancaman keamanan, dimana BNPT telah melaksanakan upaya penanganan melalui deradikalisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan studi literature. Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisa potensi ancaman yang berasal dari Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF; dan (2) mengidentifikasi dan menganalisa upaya-upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap Warga Negara Indonesia yang terindikasi terkait dengan FTF. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori Deradikalisasi, radikalisasi dan Stratejik Intelijen. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Potensi ancaman yang dapat ditimbulkan dari WNI yang terindikasi terkait dengan FTF antara lain melakukan serangan teror di dalam maupun luar negeri baik secara individual/kelompok, merencanakan dan mengarahkan serangan teror, menjadi relocators, merekrut jaringan baru atau memperkuat organisasi teroris yang ada di Indonesia; (2) Hasil analisis terhadap upaya deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF menunjukkan BNPT tidak memiliki strategi deradikalisasi yang komprehensif terkait penanganan WNI yang terindikasi terkait dengan FTF, BNPT juga memainkan peran yang belum optimal dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan deradikalisasi terhadap WNI yang terindikasi terkait dengan FTF.
This research is a literature study on the Analysis on Threat Potential and Deradicalization Program Conducted by the National Counterterrorism Agency (BNPT) against Indonesian associated with Foreign Terrorist Fighters. The complexity of the problems with Indonesian associated with FTF can lead to potential security threats, where the BNPT has carried out efforts to address them through deradicalization. This study uses a qualitative approach to data collection through interviews and literature studies. The research aims to (1) identify and analyze potential threats from Indonesian associated with FTF; and (2) identifying and analyzing the de-radicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF. Theories and concepts used are Deradicalisation, Radicalization and Strategic Intelligence. The results of this study are (1) Potential threats that may arise from Indonesian associated with FTF, including carrying out terrorist attacks at home and abroad both individually/in groups, planning and directing terror attacks, becoming relocators, recruiting new networks or strengthening terrorist organizations in Indonesia; (2) The results of the analysis of the deradicalization program conducted by BNPT towards Indonesian associated with FTF shows that BNPT does not have a comprehensive deradicalization strategy related to handling Indonesian associated with FTF, BNPT also plays a role that has not been optimal in implementing and coordinating the deradicalization of Indonesian associated with FTF.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Agung Sukhamdani
Abstrak :
Teroris tidak serta merta lahir begitu saja, terdapat proses dimana proses tersebut bermula dari radikalisasi yakni masuknya paham radikal pada diri seseorang. Paham radikal yang dimasukan merupakan ideologi yang berkaitan dengan ideologi ekstremis yang ada dan biasanya berkaitan dengan kelompok politik ataupun kelompok agama tertentu. Proses terpenting dalam radikalisasi justru ada pada proses pemberian doktrin oleh kelompok teroris pada seseorang. Ketika doktrin telah diberikan, akan menjadi sukar untuk melakukan indoktrinisasi. Dibutuhkan pemahaman yang mendalam bagaimana doktrin terbentuk dan bagaimana doktrin tersebut diajarkan. Pada penelitian ini menjabarkan bagaimana jaringan ekstremis seorang eks Napiter yang kini aktif dalam kegiatan deradikalisasi melakukan identifikasi doktrin ekstremis. Dengan memahami proses pengidentifikasian doktrin maka akan dipahami bagaimana proses yang dapat dilakukan untuk menghalau dan melawan doktrin tersebut hingga melakukan deradikalisasi. Pada penelitian ini, kasus yang diangkat ialah jaringan ekstremis yang dialami oleh Agus Supriyanto alias Farel, dalam perjalanannya, ia mengalami proses menerima paham ideologi radikal sampai dengan ideologi ekstremis, pada akhirnya ia terderadikalisasi dan kini berada pada ideologi Pancasila yang merujuk kepada persatuan bangsa. Bekalnya tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan pemberdayaan serta melakukan upaya deradikalisasi. ......Terrorists are not suddenly born, there is a process in which the process starts from radicalization, namely the transmission of radical ideology into a person. The radical understanding included is an ideology that is related to existing extremist ideology and is usually related to certain political groups or religious groups. The most important process in radicalization is in fact the process of giving doctrine to someone by a terrorist group. Once the Doctrine has been given, it becomes difficult to indoctrinate it. It requires a deep understanding of how doctrines are formed and how they are taught. This research describes how the extremist network of a former convict who is now active in deradicalization activities identifies extremist doctrines. By understanding the process of identifying doctrines, it will be understood what processes can be carried out to dispel and fight these doctrines to carry out deradicalization. In this study, the case raised is the extremist network experienced by Agus Supriyanto a.k.a Farel, in his journey, he went through a process of accepting radical ideology up to extremist ideology, in the end he was deradicalized and is now in the Pancasila ideology which refers to national unity. The provisions are used to carry out empowerment activities and carry out deradicalization efforts.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapto Priyanto
Abstrak :
Disertasi ini menjelaskan tentang fenomena residivis terorisme di Indonesia, rumusan parameter keberhasilan deradikalisasi dan model pencegahan residivisme teroris di Indonesia di masa mendatang. Isnaini Ramdhoni yang baru dua bulanan menjalani masa pembebasan bersyarat setelah menjalani deradikalisasi di Pusat Deradikalisasi BNPT Sentul Bogor, menjadikan program deradikalisasi di Indonesia perlu dikaji kembali. Disertasi ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan Delphi. Metode Delphi dilakukan terhadap para pelaksana program deradikalisasi yaitu lembaga pemerintah dan non pemerintah di Indonesia saat ini. Metode Delphi menghasilkan model pencegahan residivisme teroris di Indonesia berdasarkan konsensus-konsensus dari para pelaksana deradikalisasi. Temuan dalam disertasi ini adalah narapidana teroris yang mempunyai paham takfiri tidak mau mengikuti program deradikalisasi, residivis teroris sebagian besar diakibatkan masih kuatnya pengaruh kelompok teroris terhadap mantan napiter; program deradikalisasi di Indonesia masih dilaksanakan secara parsial; belum ada standar kompetensi pelaksana deradikalisasi; belum ada parameter yang standar untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan deradikalisasi; kategori teroris yang digunakan oleh BNPT saat ini hanya untuk teroris yang berasal dari kelompok, sedangkan kategori teroris yang berasal dari individu belum ada; ego sectoral masih kuat diantara lembaga pemerintah masih menjadi masalah yang serius. Kolaborasi, kompetensi dan peningkatan kapasitas harus dilakukan oleh lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang melaksanakan deradikalisasi. Model teoritis pencegahan residivisme teroris di Indonesia dalam disertasi ini menggunakan teori-teori: Differential Association, Social Learning Theory, Peace Making Criminology dan Social Bond Theory, dapat menjadi alternatif bagi para pelaksana deradikalisasi.
This dissertation explains the phenomenon of terrorist recidivism in Indonesia, the parameter formulation of deradicalization success and the prevention model of terrorist recurrence in Indonesia in the future. Isnaini Ramdhoni underwent parole after two months undergoing deradicalization at the deradicalization Center in Sentul Bogor, making deradicalization programmes in Indonesia need to be reviewed. This dissertation uses qualitative methods and Delphi. The Delphi method is done against the implementation of Deradicalization program, which is done by the government and non-government institution in Indonesia today. The Delphi method generates terrorist recidivism prevention models in Indonesia based on consensus from deradicalization. The findings in this dissertation are terrorist convicts who have an understanding of the unwilling to follow the deradicalization program, the terrorist initially primarily due to the strong influence of the terrorist group against former terrorist prisoners; deradicalization programs in Indonesia are still carried out partially; There are no standards for the implementation of deradicalization competence; There is no standard parameter to know the successful implementation of deradicalization; The terrorist category used by the BNPT is currently for terrorists originating from the group only, while terrorist categories originating from individuals do not yet exist; A sectoral ego still strong among government agencies is still a serious problem. Collaboration, competence and capacity building must be done by government and non-governmental institutions to carry out deradicalization. The Theoretical Model of terrorist recidivism prevention in Indonesia in this dissertation using theories: Differential Association, Social Learning, Peace-Making Criminology and Social Bond, can be an alternative for implementing deradicalization.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrya Yudha Rahman
Abstrak :
Radikalisme dan terorisme sedang menjadi pusat perhatian dunia. Dalam menanggulangi terorisme, terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan halus (soft approach). Pendekatan keras masih belum efektif jika tidak disertai dengan pendekatan halus untuk menanggulangi kasus terorisme. Pendekatan-pendekatan halus tersebut di antaranya adalah penanggalan (disengagement)) yang akan efektif jika disertai dengan deradikalisasi yang tidak hanya menanggalkan paham radikal anarkis, tapi juga mengajak untuk kembali pada paham moderat. Deradikalisasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme. Deradikalisasi menjadi program efektif untuk merubah teroris menjadi kembali moderat karena menurut Kepala BNPT Suhardi Alius dari 128 mantan napiter hanya 3 orang yang kembali melakukan aksinya. Tulisan ini beragumen, strategi pendekatan tersebut lebih efektif ketika modal sosial dibangun dalam strategi deradikalisasi di BNPT. Hal ini dikarenakan, menurut beberapa pihak modal sosial merupakan hal yang penting untuk menanggulangi dan mencegah tindakan terorisme, contohnya bela negara, peran keluarga, dan pemberantasan kemiskinan. Selain itu, keluarga dan kesempatan untuk bekerja merupakan faktor penarik seseorang meninggalkan aksi terorisme. Modal sosial yang dimaksud adalah yang memiliki dimensi bonding, bridging, dan linking yang dianggap mampu mengembalikan pelaku terorisme menjadi normal dan dapat kembali ke masyarakat. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data dari mantan narapidana terorisme yang telah dideradikalisasi dan direktur deradikalisasi BNPT.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Indrawan
Abstrak :
ABSTRACT
Program deradikalisasi sudah berjalan di Indonesia sejak tahun 2012. Program ini menggunakan paradigma pencegahan dalam implementasi kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya. Selama tujuh tahun pelaksanaannya, deradikalisasi mengalami cukup banyak tantangan dan hambatan. Sejauh ini, banyak kritik dialamatkan terhadap program deradikalisasi. Kritik-kritik, seperti terkait kurangnya anggaran, fasilitas di lapas, materi deradikalisasi yang diberikan kepada napi terorisme, bagaimana program kelanjutan pasca deradikalisasi, sampai pada persepsi masyarakat terhadap program ini yang cenderung tetap menghadirkan penolakan bagi eks narapidana terorisme setelah kembali ke masyarakat. Masalah-masalah ini muncul dan menjadi hambatan bagi efektivitas program deradikalisasi. Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori deradikalisasi dan teori efektivitas. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis yang bersifat deduktif dan konseptual, serta cara pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Atas dasar itulah, artikel ini ingin melihat efektivitas program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT terhadap narapidana terorisme di Indonesia.
Bogor: Universitas Pertahanan Indonesia, 2019
345 JPBN 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Indrawan
Abstrak :
Deradicalization programs have been implemented in Indonesia since 2012. This program employs preventive paradigm in implementing the policies it produces. During the seven years of implementation, deradicalization experienced challenges and obstacles. So far, there are many critics addressed to deradicalization program, such as criticism toward the lack of budget, prison facilities, deradicalization materials provided to terror convicts, post-deradicalization follow-up, as well as negative public reception on the idea of ex-terror convicts returning to society. These problems are hampering the effectiveness of deradicalization program. This paper employs theory of deradicalization and theory of effectiveness. It employs qualitative method with deductive and conceptual analysis, and the data is obtained through literature studies. This paper aims to see the effectiveness of deradicalization program carried out by National Agency for Combating Terrorism (BNPT) toward terror convicts in Indonesia.
Bogor: Indonesia Defense University, 2019
355 JDSD 9:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Malcolm Brailey
Abstrak :
Terrorism experts continue to debate how and why people become radicalised and commit violence. Significantly less emphasis and coherence of thought has been deployed to understand those processes in reverse. From the perspective of counterterrorism practitioners within both government and civil society, the question has tended to bifurcate around two contrasting conceptual approaches: should the focus be on ‘deradicalization’ (an internal or philosophical outcome seeking change in beliefs, values and attitudes) or ‘disengagement’ (a social or temporal outcome seeking change in behaviours away from violence)? This article seeks to contribute to the debate about how disengagement functions and stands as a practical and effective counterterrorism methodology, and is based on detailed analysis of field work and project implementation in Indonesia. This article and the methodologies implemented and tested are grounded in previous research on disengagement of Indonesian jihadists and countering violent extremism (CVE) projects conducted by several of the authors over many years, and extends and codifies the findings of a valuable body of earlier academic literature. The authors argue that a disengagement process grounded in the social methodology of personal mentoring (defined infra this paper by a process we have called ‘Hearts, Hands and Heads’) can achieve a measurable and meaningful change in how individuals withdraw from violent extremist networks. This article will further show why disengagement programs in Indonesia should prioritise targeting specific at-risk groups, including returned foreign fighters, who have been known to conduct terrorist activities in Indonesia as well as advocate for their cause and recruit more effectively than those that have never been to Syria or other conflict zones. With the proper implementation, disengagement can be an effective preventive tool in Indonesia in addition to preparing the groundwork for later, more formal deradicalization processes and programs.
Jakarta: UIII Press, 2023
297 MUS 2:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>