Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selvyra Rachmawati
Abstrak :
Kecemasan perawatan gigi dapat terjadi pada anak dan orang dewasa. Hal ini dapat menyebabkan seorang anak menjadi tidak kooperatif selama perawatan gigi. Anak tunarungu memiliki gangguan pendengaran, akibatnya mereka memiliki hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, terutama selama prosedur perawatan gigi. Pengukuran kecemasan gigi pada anak penting untuk meningkatkan kualitas perawatan klinis. Buku pop-up  "Aku dan Gigiku" adalah media edukasi yang berisi informasi tentang kesehatan gigi dan perawatan gigi. Pengukuran aktivitas elektrodermal adalah salah satu cara paling sederhana untuk mengukur secara kuantitatif aktivitas psikofisiologis kecemasan. Penelitian dilakukan pada 42 anak tunarungu (masing-masing 21 anak dalam kelompok intervensi dan tanpa intervensi) dari usia 7-9 tahun. Anak dalam kelompok intervensi diedukasi dengan buku-buku pop-up "Aku dan Gigiku". Kecemasan dinilai dengan mengukur aktivitas elektrodermal menggunakan alat Galvanic Skin Response (GSR). Data statistik dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Terdapat  perbedaan yang signifikan secara statistik dalam nilai delta dari aktivitas elektrodermal antara intervensi dan kelompok tanpa intervensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa buku pop-up "Aku dan Gigiku" memiliki efek positif pada kecemasan gigi anak tunarungu. ......Dental anxiety can occur in children and adults. It can cause a child to be uncooperative during dental care. Children with hearing impairment have hearing loss, and therefore have barriers in interacting and communicating with others, especially during dental care procedures. Measuring dental anxiety in children is important to improve the quality of clinical care. "Aku dan Gigiku" pop-up books are an educational medium containing information about dental health and dental care. Measuring the electrodermal activity is one of the simplest ways to quantitatively measure the psychophysiological activity of patient anxiety. The study was carried out on 42 children with hearing impairment (21 children each in the intervention and non-intervention groups) from 7-9 years of age. Children in the intervention group were educated with "Aku dan Gigiku" pop-up books. Dental anxiety was assessed by measuring electrodermal activity using galvanic skin response (GSR). Statistical data were analyzed with the Mann-Whitney test. There was a statistically significant difference in the delta value of electrodermal activity between the intervention and non-intervention groups. This study shows that "Aku dan Gigiku" has a positive effect on the dental anxiety of children with hearing impairment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Pangestuti
Abstrak :
Abstrak

Latar Belakang: Kecemasan terhadap perawatan gigi disebut kecemasan dental yang menjadi tantangan dokter gigi dan pasien karena seseorang akan menghindari, bahkan menolak perawatan gigi, sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mulut dan kualitas hidup seseorang. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental mahasiswa kesehatan dan nonkesehatan di Universitas Indonesia, serta hubungannya dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional, berupa self report questionarre. Responden berasal dari mahasiswa aktif Universitas Indonesia dengan teknik convenience sampling. Instrumen kuesioner ini, yaitu Modified Dental Anxiety Scale (MDAS). Data dianalisis menggunakan IBM SPSS software versi 25 dengan uji chi square. Hasil Penelitian: Sebanyak 72% mahasiswa mengalami cemas rendah dan 33,2% mahasiswa dengan prosedur sangat cemas adalah suntikan anestesi lokal. Berdasarkan analisis bivariat, terdapat perbedaan signifikan mahasiswa kesehatan dan nonkesehatan dengan tingkat kecemasan dental (p-value 0,003). Sebaliknya, faktor demografi (jenis kelamin dan tahun studi) memiliki p-value >0,05 atau tidak berbeda signifikan. Kemudian, perilaku kesehatan gigi dan mulut berbeda signifikan dengan tingkat kecemasan dental (p-value <0,05). Kesimpulan: Mahasiswa kesehatan dan nonkesehatan berbeda signifikan terhadap tingkat kecemasan dental. Begitu juga dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut walaupun faktor demografi tidak berbeda signifikan. Maka dari itu, perlu manajemen efektif dari dokter gigi  dalam meminimalisasi kecemasan dental. ......Background: Anxiety towards dental treatment is called dental anxiety which is a challenge for dentists and patients because people will avoid, even refuse dental treatment, thus adversely affecting their oral health and quality of life. Objective: To determine the difference in dental anxiety levels between health and non-health students at the University of Indonesia, and its relationship with oral health behavior. Methods: This study used a cross-sectional method, in the form of a self-report questionarre. Respondents came from active students of the University of Indonesia with convenience sampling technique. This questionnaire instrument, the Modified Dental Anxiety Scale (MDAS). Data were analyzed using IBM SPSS software version 25 with chi square test. Results: A total of 72% of students experienced low anxiety and 33.2% of students with very anxious procedures were local anesthetic injections. Based on bivariate analysis, there was a significant difference between health and non-health students with dental anxiety level (p-value 0.003). In contrast, demographic factors (gender and year of study) had a p-value >0.05 or not significantly different. Then, oral health behavior was significantly different from the level of dental anxiety (p-value <0.05). Conclusion: Health and non-health students have significantly different levels of dental anxiety. Likewise, oral health behavior despite demographic factors is not significantly different. Therefore, effective management from dentists is needed to minimize dental anxiety.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyanti W.S.
Abstrak :
Latar belakang: Anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran yang dapat menyebabkan kecemasan terhadap perawatan gigi. Anak tunarungu cenderung rentan terhadap kecemasan karena ketidakmampuan mereka dalam mengkomunikasikan emosi negatif dan kesulitan untuk menerima informasi tentang kesehatan gigi mulut. Perawatan gigi dikenal merupakan perawatan yang menimbulkan stress. Menangani pasien yang cemas merupakan tantangan bagi dokter gigi; perawatan membutuhkan lebih banyak waktu dan timbulnya perilaku tidak kooperatif pasien yang memberikan efek negatif pada kinerja dokter gigi. Kecemasan perawatan gigi dapat menyebabkan pasien menghindar, perilaku tidak kooperatif dan perubahan fisiologis dalam tubuh seperti meningkatnya frekuensi pernapasan dan detak jantung. Pendekatan khusus untuk mendidik anak-anak tunarungu dengan menggunakan media visual dapat berguna untuk mengurangi kecemasan gigi. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh edukasi menggunakan buku pop-up 'Aku dan Gigiku' pada kecemasan gigi pada anak-anak tunarungu, yang diamati dari frekuensi napas. Metode Penelitian: 42 anak tunarungu dibagi menjadi masing-masing 21 anak dalam kelompok intervensi dan tanpa intervensi. Penilaian kecemasan dilakukan dengan mengukur frekuensi napas yang dilakukan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan buku pop-up 'Aku dan Gigiku'. Data statistik kemudian dianalisis menggunakan t-tes berpasangan untuk membandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok tanpa intervensi. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dalam nilai delta dari frekuensi napas antara kelompok intervensi dan kelompok tanpa intervensi. Kesimpulan: Buku pop-up terbukti efektif sebagai media edukasi visual untuk mengurangi kecemasan gigi pada anak tunarungu. ......Background: Children with hearing impairment has communication barrier, that can induce dental anxiety. Deaf children are prone to dental anxiety because of their disability to communicate their negative feelings and difficulties to receive information about dental health care. Dental treatment is known as a stressful treatment. Treating an anxious patient is a challenge for dentists; treatment might take more time and the patient's uncooperative behavior gives a negative effect on the dentist's performance. Anxiety of dental treatment can lead to avoidance, uncooperative behavior and physiologic changes in the body such as respiratory rate and heart rate. Special approach to educate hearing-impaired children by using visual media can be useful to reduce dental anxiety. Aim: The aim of this study is to verify the impact of education using pop-up book on dental anxiety in hearing-impaired children, observed from respiratory rate. Methods: 42 children with hearing impairment who were retrospectively subclassified for study and control group. Assesment of anxiety by measuring respiratory rate were conducted before and after intervention using pop-up book. The data were analyzed using unpaired t-test for intergroup comparison between the study and control group. Result: There were a significant mean reduction of respiratory rate in the study group and mean increase of respiratory rate in the control group. A significant difference of respiratory rate was found among the study and control group. Conclusion: Our result suggest that pop-up book was found to be effective as a visual education tool to reduce dental anxiety in hearing-impaired children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hans Christian
Abstrak :
Kecemasan merupakan hambatan bagi pasien dewasa maupun anak-anak dalam melakukan kunjugan dental. Usia 8 tahun merupakan masa perkembangan anak pada tahap akhir dari middle childhood dan usia 11 tahun merupakan masa perkembangan anak pada tahap akhir dari late childhood; kedua kelompok usia tersebut memperlihatkan perkembangan fisik, sosio-emosional serta kognitif yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental pada anak usia 8 dan 11 tahun, serta perbedaan tingkat kecemasan dental berdasarkan jenis kelamin. Data diambil melalui wawancara pada siswa Sekolah Dasar Pelangi Kasih usia 8 dan 11 tahun pada tahun ajaran 2008-2009 menggunakan alat ukur berupa kuesioner CFSS-DS (Children?s Fear Survey Schedule ? Dental Subscale) yang telah dimodifikasi urutannya dengan masing-masing usia berjumlah 100 anak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ersentase terbesar tingkat kecemasan dental tinggi terdapat pada anak usia 8 tahun sebesar 27% dan berdasarkan uji chi-square erlihat perbedaan tingkat kecemasan dental yang bermakna (p < 0,05) antara usia 8 dan 11 tahun. Sementara itu, berdasarkan jenis kelamin baik pada usia 8 dan 11 tahun, anak perempuan memiliki tingkat kecemasan dental yang lebih tinggi daripada anak laki-laki dengan masing-masing persentase sebesar 35,3% dan 20,8%; dan menggunakan uji chi-square terlihat perbedaan namun tidak ermakna (p > 0,05). ...... Dental anxiety is an inhibitor for adults and children patients to make a dental visit. A 8-year-old is the last stage of middle childhood in child development phase and a 11-year-old is the last stage of late childhood in child developmemt phase. These 2 groups show the difference of physical, social-emotional, and cognitive development. The aim of this study is to know the difference of dental anxiety on 8 and 11 years old children and it is based on the children?s gender. The data is taken through the interview from Pelangi Kasih Primary School students period 2008-2009 at the age of 8 and 11 years old using measurement tool in questionnaire form called CFSS-DS (Children?s Fear Survey Schedule ? Dental Subscale) and the arrangement has been modified. The questionnaire is given out to 100 children for each age. This study is a qualitative study with descriptive design. The study results show that 8 years old children have the greatest percentage in high level dental anxiety which is 27% and from chi-square test shows a significant difference (p < 0.05) in dental anxiety between 8 and 11 years old. Meanwhile, based on the gender, girls have higher dental anxiety than boys for both 8 and 11 years old children with each percentages are 35.3% and 20.8%; and from chi-square test shows differences but not ignificant (p > 0.05).
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Fransiskus
Abstrak :
Kecemasan dental yang timbul pada masa kanak-kanak merupakan hambatan terbesar bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang optimal. Usia 7 tahun merupakan fase pertengahan pada middle childhood dan usia 10 tahun merupakan fase pertengahan pada fase late childhood, kedua kelompok usia tersebut mempunyai tahap-tahap perkembangan fisik, sosio-emosional, dan koginitif yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental pada anak usia 7 dan 10 tahun, serta perbedaan tingkat kecemasan dental berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing usia tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner CFSS-DS yang telah dimodifikasi pada anak Sekolah Dasar Pelangi Kasih usia 7 dan 10 tahun dengan jumlah sampel sebanyak 100 siswa pada masing-masing kelompok usia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan antara usia 7 dan 10 tahun. Pada usia 10 tahun memiliki tingkat kecemasan dental yang lebih tinggi. Berdasarkan perhitungan chi-square ditemukan perbedaan tersebut tidak bermakna (p<0,05). Perbedaan tingkat kecemasan juga ditemukan diantara anak laki-laki dan perempuan pada usia 7 dan 10 tahun dengan anak perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi pada dua kelompok usia tersebut. Berdasarkan perhitungan chi-square ditemukan bahwa perbedaan antara jenis kelamin tidak bermakna pada usia 7 tahun (p<0,05) dan usia 10 tahun (p<0,05). ...... Dental anxiety in children is one of the obstacle that inhibit the dentist to perform an optimum dental treatment. Age of 7 years old is a middle stage in middle childhood phase and age of 10 years old is a middle stage in late childhood phase. The purpose of this study is to know the difference of dental anxiety on 7 and 10 years old children and dental anxiety between gender on that age group. The data were collected by interview in Pelangi Kasih Primary School using CFSS-DS (Children?s Fear Survey Schedule - Dental Subscale) questionnaire. The results show that there is a difference of dental anxiety between 7 and 10 years old which 10 years old children have a greater anxiety. Based on Chi-square analysis, the difference between those ages were not significant (p<0.05). The difference of dental anxiety were also found between boys and girl in those age groups. The result show that The girls were more anxious than boys and based on chi-square anylisis the difference between gender and dental anxiety were found not significant in 7 years old (p<0,05 ) and 10 years old (p<0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Puspita Rachmadani
Abstrak :
Latar belakang: Anak tunarungu sering mengalami kecemasan yang disebabkan karena keterbatasan mereka dalam memahami bahasa melalui indera pendengaran. Hal ini yang menjadi hambatan bagi anak tunarungu dalam berkomunikasi sehingga timbul perasaan tidak aman yang dapat mengakibatkan kecemasan. Kecemasan yang dialami anak tunarungu menjadi hambatan bagi mereka dalam melakukan perawatan gigi. Buku pop-up adalah buku dengan gambar timbul tiga dimensi sehingga dapat meningkatkan imajinasi dan ketertarikkan pada anak tunarungu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh edukasi buku pop-up "Aku dan Gigiku" terhadap kecemasan perawatan gigi dinilai melalui alfa amilase saliva anak tunarungu. Metode Penelitian: Pengukuran nilai alfa amilase pada 42 anak tunarungu dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dengan buku pop-up "Aku dan Gigiku" dan kelompok tanpa intervensi buku pop-up "Aku dan Gigiku" masing-masing 21 anak dari usia 7–9 tahun. Anak tunarungu dalam kelompok intervensi di edukasi dengan buku-buku pop-up "Aku dan Gigiku". Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis. Hasil: Data statistik dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Terdapat  perbedaan yang signifikan secara statistik pada nilai delta alfa amilase saliva antara kelompok intervensi dengan buku pop-up "Aku dan Gigiku" dan kelompok tanpa intervensi. Kesimpulan: Terdapat pengaruh intervensi buku pop-up "Aku dan Gigiku" terhadap alfa amilase saliva pada anak tunarungu usia 7-9 tahun. ......Children who have hearing impairments often experience feelings of anxiety because of both their limitations in understanding language through their auditory senses and the barriers of limitations they encounter when communicating. The anxiety experienced by children with hearing impairments becomes an obstacle for them when they receiving dental treatments. This pop-up book is a form of three-dimensional interactive literature that allows children to become involved in the story. The book has grown into a genre that delights and educates children of all ages. The aim of this study is to assess and compare the anxiety levels of hearing impaired children who were educated by using the pop-up book "Aku dan Gigiku" before receiving dental treatments to the levels of children who were not educated with the book before receiving dental treatments. The assessment and comparison were done by measuring the children's salivary alpha amylase (SAA) levels. The SAA levels were measured in 42 seven-to-nine-year-old children who had hearing impairments. The children were divided into two groups: the intervention group, which used the pop-up book "Aku dan Gigiku," and the control group, which did not. This study used the experimental design for clinical research. The Mann-Whitney U test was used to compare measurements of any decreases in SAA levels between the two groups. Statistical comparison of how much the SAA levels changed indicated significant differences between the intervention group that used pop-up book "Aku dan Gigiku" and the control group, p = 0.001 (p < 0.05). Analysis of the changes in the SAA levels showed that the pop-up book was effective in reducing anxiety among hearing impaired children.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfistya Tri Noviany
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu tindakan perawatan gigi yang dapat menimbulkan kecemasan pada anak adalah tindakan ekstraksi gigi. Menurut beberapa penelitian, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Kecemasan anak terhadap perawatan gigi dapat diatasi dengan manajemen perilaku anak seperti Tell-Show-Do. Metode ini dapat dilakukan dengan bantuan media, salah satunya adalah video. Tujuan: Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan anak terhadap perawatan gigi berdasarkan jenis kelamin setelah diberikan penayangan video ekstraksi gigi. Metode: Kecemasan diukur menggunakan kuesioner MCDAS f yang telah dimodifikasi pada anak usia 6-9 tahun sejumlah 142 anak. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon ? = 0,05 dan Mann Whitney U ? = 0,05. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada tingkat kecemasan anak laki-laki sebelum dan setelah penayangan video ekstraksi, tetapi pada anak perempuan, perbedaan tersebut tidak bermakna. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan tingkat kecemasan anak laki-laki dan perempuan. Kesimpulan: Video animasi perawatan ekstraksi gigi dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan anak terhadap perawatan gigi baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Diharapkan video ini dapat digunakan sebagai alternatif penanganan kecemasan anak terhadap perawatan gigi. ......Background: Tooth extraction is one of dental treatments that can cause children's anxiety. According to some studies, females have higher anxiety level than males. Children's dental anxiety can be managed with behavior management techniques such as Tell Show Do. This method can be done with help of media, such as video. Aims: To see the difference of children's dental anxiety level based on their gender after watching tooth extraction video. Methods: The dental anxiety is measured by using modified MCDAS f questionnaire on 142 children aged 6 9 years old. Statistical analysis is performed using Wilcoxon and Mann Whitney U test 0,05. Results: There are differences on children's dental anxiety level before and after watching the video, but on female children, it is not significant. Also, there is no significant difference on changes of children's dental anxiety between male and female children. Conclusion: The tooth extraction video can help to decrease the dental anxiety levels of both male and female children. This video is suggested as an alternative treatment towards children 39 s dental anxiety.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Tandean
Abstrak :
Kecemasan anak terhadap perawatan gigi dapat diatasi dengan teknik manajemen perilaku, seperti Tell-Show-Do dan modelling. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat kecemasan anak berdasarkan status sosial ekonomi setelah diberikan penayangan video ekstraksi. Penelitian ini dilakukan pada 142 anak berusia 6-9 tahun dengan menggunakan kuesioner MCDAS f yang telah dimodifikasi. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi dan rendah sebelum dan setelah diberikan penayangan video ekstraksi, namun pada anak dengan status sosial ekonomi tinggi, perbedaan tersebut tidak bermakna. Selain itu, tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi antara anak dengan status sosial ekonomi tinggi dan rendah sebelum dan setelah diberikan penayangan video ekstraksi. ......Child dental anxiety can be managed by using behaviour management techniques, such as Tell Show Do and modelling. The purpose of this study was to determine the differences of child dental anxiety level based on social economic status after watching tooth extraction video. This study was conducted on 142 children aged 6 9 years using modified MCDAS f questionnaire. Statistical analysis was performed using Wilcoxon test. The results showed that there are different dental anxiety levels in children with upper and lower social economic status before and after watching tooth extraction video, but in children with high social economic status, that difference is insignificant. In addition, there are no significant differences in dental anxiety level changes between children with higher and lower social economic status before and after watching tooth extraction video.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, William Carlos
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang: Kecemasan dental merupakan respon stress pasien terhadap keadaan spesifik terkait perawatan dental. Ekstraksi gigi molar tiga mandibula impaksi merupakan perawatan dalam bedah kedokteran gigi yang paling sering menimbulkan kecemasan. Musik mengambil peran dalam mengurangi kecemasan pasien saat prosedur ekstraksi tersebut. Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh musik pilihan pasien pada saat ekstraksi gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kecemasan dan membandingkannya dengan musik klasik. Metode : Penelitian ini menggunakan desain eksperimental single-blinded acak dengan kontrol di RSKGM FKG UI. Intervensi menggunakan musik dengan alat BoseÒ SoundWearÔ untuk memutarkan musik. Subjek penelitian dibagi dalam 3 kelompok : Musik Pilihan Pasien, Musik Klasik, dan Kontrol (tanpa musik). Operator ekstraksi adalah Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut FKG UI. Pengukuran kecemasan menggunakan MDAS, APAIS, VAS, dan mengukur tanda vital. Pengukuran tanda vital, tekanan darah dan frekuensi nadi, menggunakan OMRON HEM-7130, JAPAN. Analisis data menggunakan SPSS dengan analisis bivariat Paired T-Test dan Independent T-Test pada setiap kelompoknya. Hasil : Terdapat pengurangan rata rata skor total tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok (A) musik pilihan pasien dan kelompok (B) musik klasik yang diukur dengan MDAS, APAIS, dan VAS (p < 0,05). Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi sesudah intervensi (p < 0,05). Kesimpulan : Musik pilihan pasien dan musik klasik memberikan efek dalam mengurangi kecemasan pasien yang diukur dengan MDAS, APAIS, dan VAS dibandingkan tanpa menggunakan musik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library