Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Okta Priyani
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gambaran maupun identifikasi perbedaan secara spasial keterkaitan antara faktor-faktor risiko penyakit DBD, khususnya lingkungan fisik yaitu variasi iklim (suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan) dan demografi (kepadatan penduduk) terhadap penyebaran kejadian penyakit DBD di wilayah Kota Depok, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor tahun 2008-2010. Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan pendekatan spasial. Untuk mencari besarnya hubungan digunakan metode ekologi, yaitu penelitian epidemiologik analitik observasional yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen (kepadatan penduduk, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan) dengan variabel dependen yaitu penyakit DBD. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kecamatan di wilayah Kota Depok, Kota Bogor, dan Kabupaten Bogor pada tahun 2008-2010.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Muhibuddin Waly
Abstrak :
Kasus DBD dewasa terus meningkat pesat, di lain pihak penelitian-penelitian yang dilaporkan terutama dilakukan pada anak-anak Trombositopenia merupakan unsur sentral dalam patogenesis penyakit DBD. Penyebab utama trombositopenia yang diakui saat ini pada demam/sakit <5 hari adalah sumsum tulang, oleh karena didapatkan gambaran hiposelularitas pada seluruh sampel dengan jumlah megakariosit menurun sampai dengan normal. Sedangkan setelah demam/sakit 5 hari penyebab trombositopenianya terutama oleh proses di peri£er yaitu konsumtif koagulopati, antigen antibodi kompleks yang merusak trombosit, peningkatan aktivitas RES jaringan untuk menghancurkan trombosit serta kemungkinan kemampuan virus itu sendiri untuk merusak trombosit. Masalah lain lagi yaitu terus berkembangnya patofisiologi DBD mulai dari teori secondary heterologus infection, teori virulensi dan teori genetik dani Halstead. Dengan diketahuinya bahwa sel target dan virus dengue untuk dapat berkembang biak adalah sel monosit, makrofag dan sel kupffer kemudian diketahui pula adanya respons imunologis tubuh terhadap infeksi virus dengue dan tersebarnya kompleks virus antibodi (antigen antibodi kompleks) ke banyak jaringan tubuh (endotel pembuluh darah, ginjal, otak, trombosit, pankreas), maka reaksi hipersensitivitas tipe III dipertimbangkan sebagai dasar patofisiologi DBD. Hal ini akan bertambah kuat bila pemberian steroid temyata mampu untuk mengurangi lama trombositopenia sehingga mempercepat lama perawatan dan mencegah komplikasi. Hal lain yang memperkuat teori hipersensitivitas tipe III selain penyebaran kompleks imun di jaringan-jaringan tubuh ialah apabila diternukan reaksi autoimun (reaksi imunologis tubuh untuk menghancurkan jaringannya sendiri). Pada penelitian ini ternyata didapatkan reaksi autoimun berupa antibodi trombosit yang positif sampai dengan 62,5% sampel dan terbukti secara statistik sebagai penyebab utama trombositopenia serta penurunan-penurunan tajam dari jumlah trombosit. Steroid ternyata terbukti secara klinik dan statistik mengurangi lama trobositopenia dan mencegah penurunan tajam dari jumlah trombosit pada pasien-pasien dengan antibodi trombosit yang positif. Selain itu pada penelitian ini juga dibuktikan bahwa tidak semua gambaran sumsum tulang menunjukkan hiposelularitas pada demam/sakit <5 hari (hanya 63,5% sampel). Sedangkan secara analisis regresi multipel sumsum tulang ternyata hanya menempati urutan ketiga sebagai penyebab trombositopenia kelompok demam/sakit <5 hari setelah antibodi trombosit dan DIC talc terkompensasi (berarti proses diperiferlah yang lebih berpengaruh). Selain hal-hal di atas pada penelitian ini didapatkan bahwa hemokoensentrasi yang.meningkat hanya terdapat pada 30% sampel, trauma sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan nyata dan sensitivitas serta spesifisitas dari rapid imunokrornatografi yang cukup baik.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Amalia
Abstrak :
Latar Belakang: Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksius terpenting di negara tropis dan subtropid yang disebabkan oleh virus RNA single-stranded yang ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini menjadi beban ekonomi di daerah endemik, khusunya di Indonesia, yang merupakan daerah hiper-endemik. Keempat serotipe dari virus dengue terdapat di Indonesia, dan dapat menyebabkan siklus multi anual dari wabah dengue. Dengan keterbatasan dan ketidak-efektifan pengobatan demam dengue, ditambah dengan ketidak-efektifan dari vektor kontrol, beban penyakit dan ekonomi demam dengue perlu dievaluasi, sehingga kebijakan mengenai demam dengue dapat disusun dengan lebih baik. Riset ini ditujukan untuk menilai pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai infeksi dengue di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, yang merupakan faktor penting yang dapt mempengaruhi progonis demam dengue. Metode: Sebuah penelitian cross-sectional telah dilakukan pada bulan Maret 2019 dengan total responden sebanyak 98 orang yang berasal dari enam kelurahan di Kecamatan Sawangan. Karakteristik dari responden dan KAP masing-masing responden dikumpulkan menggunakan kuesioner yang telah diuji dan hasilnya diuji dengan tes korelasi Spearman’s rank menggunakan SPSS. Hasil: Dari 98 responden, hanya 28.6% responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai demam dengue, sementara yang lainnya memiliki pengetahuan yang buruk (71.4%). Penemuan ini bertentangan dengan penemuan selanjutnya, dimana terdapat 79.6% responden yang memiliki sikap positif dan praktik pencegahan yang baik terhadap infeksi dengue, sementara yang lainnya memiliki sikap negatif dan praktik pencegahan yang buruk (20.4%). Konklusi: Walaupun level pengetahuannya rendah, masyarakat Kecamatan Sawangan memiliki sikap yang positif terhadap demam dengue dan mengerjakan praktik pencegahan dengan baik.  ......Background: Dengue Infection is one of the most important infectious disease in tropical and subtropical countries which caused by a single-stranded RNA virus transmitted through mosquito. The disease becomes economic burden in endemic countries, especially in Indonesia, where it is hyperendemic. All the four serotypes of DENV are present in Indonesia, which might lead to the multi-annual cycle of dengue outbreaks. With limited and ineffective treatment for dengue infection, in addition to ineffective vector control, the disease and economic burden of dengue infection in the society is needed for evaluation of interventions, thus better policy can be made. This study was aimed to assess the KAP of dengue infection among residents of Sawangan District, Depok City, which become important factors that can affect the prognosis of dengue infection. Method: A community-based cross-sectional study was conducted during March 2019 with a total of 98 participants from six kelurahan in Sawangan District. The characteristic of participants and their KAP regarding dengue infection was collected using pre-tested questionnaire and the results were tested using Spearman’s rank correlation test with SPSS. Results: Out of 98 participants, there are only 28.6% of participants who had good knowledge regarding dengue infection while the others had poor knowledge (71.4%). In the contrary, 79.6% of the participants had positive attitude and good preventive practices, while the others had negative attitude and poor preventive practices (20.4%). Conclusion: Despite the low knowledge level, the residents of Sawangan District had positive attitude towards dengue infection and perform good preventive practices against dengue infection. 
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Muhammad
Abstrak :
ABSTRAK
Demam berdarah dengue masih terus menjadi penyakit yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas terutama di negara berkembang. Jumlah infeksi di seluruh dunia sendiri mencapai 50 juta hingga 200 juta dengan 75% infeksi berada di asia tenggara. Indonesia sendiri mengalami peningkatan tren infeksi dengue sejak tahun 1998. Pengobatan antiviral terhadap demam berdarah masih belum ditemukan hingga saat ini meskipun infeksi terus meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efek dari A. communis terhadap replikasi virus dengue. Uji antiviral in vitro dilakukan dengan menggunakan sel yang diinfeksi dengan virus dengue serotipe 2 strain new guinea C (DENV-2 NGC). Pada plate dengan 48 sumur ditumbuhkan sel sebanyak 5 x 104 sel/sumur, setelah 24 jam sel diinfeksikan dengan DENV-2 NGC yang telah diberi perlakuan ekstrak A. communis dengan konsentrasi 40 ,20 ,10 ,5 , 2,5 dan 1,25 ug/mL. Sebagai kontrol perlakuan digunakan DENV-2 NGC yang diberikan DMSO tanpa ekstrak. Titer virus nantinya dihitung menggunakan metode focus assay sedangkan toksisitas diukur dengan metode MTT. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kadar CC50 dari A. communis adalah 379,84 dengan kadar IC50 adalah 26,7, dan didapatkan Selectivity Index 379,84/26,7=14,2. Dari pemeriksaan kemaknaan konsentrasi dengan menggunakan kruskal wallis didapatkan adanya perbedaan bermakna pada masing-masing konsentrasi terhadap inhibisi virus dengue
ABSTRACT
Dengue fever is disease that have high level of morbidity and mortality, especially in developing countries. The prevalence of infection worldwide is about 50 million to 200 million cases, 75% of them occur in south east asian. In indonesia there’s an increasing pattern of dengue virus infection since 1998 until now. However there isnt any antiviral therapy for dengue fever. This research conducted to know the effect of A. communis on replication of dengue virus. Antiviral in-vitro test is done using cell that is infected with new guinea strain dengue virus serotype 2 (DENV-2 NGC). On plate with 48 well, the cell is grown to the amount of 5x104 cell/well, after 24 hours the cell will be infected using DENV-2 NGC and given A. communis extract with concentration of 40 ug/ml, 20 ug/ml, 10 ug/ml, 5 ug/ml, 2,5 ug/ml, and 1,25 ug/ml. As control we use DENV-2 NGC that is given DMSO without extract. The virus titre is counted using focus assay and toxicity using MTT. Result from research is CC50 of A. communis is 379,84 and IC50 is 26,7, with selectivity index 14,2. From kruskal wallis test there is significant difference between each concentration.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Susilo
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Demam berdarah dengue (DBD) dicirikan dengan terdapatnya kebocoran plasma yang signifikan. Sejauh ini metode yang tersedia untuk menilai kondisi tersebut dengan pemeriksaan serial hematokrit, USG, dan kadar albumin darah, yang pada kenyataannya masih sulit untuk menilai kebocoran plasma secara dini. Kebocoran plasma yang terjadi sejak fase awal dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi, hipoperfusi jaringan, dan berakibat asidosis yang ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3-) dan base excess (BE) darah. Tujuan : Mengevaluasi peran bikarbonat dan base excess vena sebagai prediktor dan deteksi terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD saat akhir fase akut dan fase kritis. Metode : Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif untuk menilai perbedaan rerata kadar bikarbonat dan BE vena pada pasien DBD dan DD (demam dengue) pada akhir fase akut dan fase kritis. Data yang diolah berdasarkan data rekam medis dan data penelitian sebelumnya pada pasien yang dirawat dengan diagnosis demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) di bangsal Penyakit Dalam RSUP Persahabatan dan RSUPN Cipto Mangunkusumo dari Maret 2014 sampai April 2015. Hasil : Dari 66 sampel, proporsi pasien pria lebih banyak yang dengan diagnosis DBD (59,4%), dengan kelompok usia 21-30 tahun merupakan yang terbanyak (p > 0,05). Rerata kadar BE lebih rendah pada pasien DBD dibandingkan DD pada hari ke-3 (p 0,014) dan hari ke-5 (p 0,005). Rerata bikarbonat juga diperoleh lebih rendah pada kelompok DBD dibandingkan DD pada hari ke-3 (p 0,004) dan hari ke-5 (p 0,003). Simpulan : Rerata bikarbonat dan base excess vena lebih rendah pada pasien DBD dibandingkan DD pada akhir fase akut dan fase kritis dan dapat membantu untuk memprediksi dan mendeteksi terjadinya kebocoran plasma pada dengue.
ABSTRACT
Background: Dengue infection tends to cause plasma leakage. Serial hematocrit, USG, and serum albumin are methods used for monitoring dengue infection. Yet, those methods are still lack in detecting early plasma leakage. It is important to determine plasma leakage, thus early management and monitoring could be conducted before severe stage. Plasma leakage occurs at acute phase of infection and causes microcirculation disturbance, tissue hypoperfusion, and acidosis based on reduction of bicarbonate and base excess. Objective: To evaluate the role of vein bicarbonate and base excess in predicting and detecting plasma leakage in adult patients with dengue infection during end stage of acute phase and critical phase. Methods: It is a cohort retrospective study to evaluate the mean difference of vein bicarbonate and base excess during the end stage of acute phase and critical phase, between dengue hemorrhagic fever (DHF) and dengue fever (DF) groups. The data being used, derived from medical record and previous study of hospitalized patients diagnosed with DF and DHF in Internal Medicine Ward RSUP Persahabatan and RSUPN Cipto Mangunkusumo from March 2014 until April 2015. Results: From 66 samples, there was higher number of male patients with DHF (59.4 %) and most of them was in age group 21-30 years (p > 0.05). In DHF group, mean of hematocrit was higher compared to DF group at the end of prodromal phase (p 0.059), then tended to reduce at acute phase (p 0.308). Mean of thrombocyte ( p < 0.05) in DHF group were lower at the end of prodromal phase and critical phase than in DF group. Most of the serotype found was DENV2 (30.3 %). Mean of BE on the 3rd day (p 0.014) and 5th day (p 0.005) of fever was lower in DHF group than DF group. Mean of bicarbonate on the 3rd day (p 0.004) and 5th day (p 0.003) of fever was also lower in DHF vs DF groups. Conclusion: Mean of vein bicarbonate and base excess was lower in DHF group compared to DF group at the end of prodromal phase and critical phase. Moreover, bicarbonate and base excess can be used for predicting and detecting plasma leakage in dengue infection.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
the increasing of dengue fever disease cases has taken a lot of victims. along with the rains, epidemic, which is infected by Aedes aegypti mosquito, expand massively in Indonesia. data in public health department Bandung mention amount of dengue fever cases since January 2004 until April 2004 have reached 2283 case with 18 cases pass away. there is special guidance for society, elite figure, health worker, and the related sector in order to prevent andlimit the spreading of dengue fever disease. however, until today the effort has not been reduced infection number. activity to prevent and eradicate of dengue fever disease ought to be supported by powerful information system in order to control and manage dengue fever disease case effectively. when infectious disease happened, traditionally, sureilans epidemiology mark petients location on the paper map, and store patients data base in computer. but this method cannot build the link between patients data base with spatial data. therefore, at this research will be developed a new method by using information system which base on both textual and geographical reference. with this design implementation the improvement in detection speed, management and control from infectious of dengue fever disease faster in the next period so that easier to consider specific precaution. this geographical information system also serve the purpose of the appliance assist to prevent the movement of disease to environmet through buffering meachanism. to facilitate related party obtain information, this application provide information which can be accessed through base on web intranet.
JTIT 5:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Septalina
Abstrak :
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat Berta meluas penyebarannya, sejalan dengan adanya peningkatan mobilitas dan kepadatan penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan SKD KLB DBD dengan menggunakan Model Time Series untuk dapar memprediksi KLB DBD di DKI Jakarta. Pengembangan sistem ini didapat dari analisa sistem yang ada di Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Beberapa masalah dari sistem yang ada adalah, Rumah Sakit melaporkan jumlah kasus ke Dinas Kesehatan namun tidak melaporkan ke PKM Kecamatan, sehingga membuat inkonsistensi data antara Dinas kesehatan dengan PKM Kecamatan. Proses analisis dilakukan oleh Tingkat Dinas Kesehatan, baru kemudian hasil analisanya diberikan pada Piniri Kecamatan. Hai itu membuat panjangnya waktu analisa. Program yang ada tidak mampu menampung data base dan data diinput tidak dengan konsisten sehingga mengalami kesulitan dalam pengolahan data dan tidak dapat mereport secara otomatis sehingga status wilayah baru dapat dilihat dan di analisa setelah report dicetak. Untuk itu dirancang suatu program aplikasi basis data untuk pengembangan SKD KLB DBD, yang diharapkan dapat menjadi back up data di PKM Kecamatan dan Dinas Kesehatan, sehingga data hilang, tidak seragam dan inkonsistensi data dapat diatasi. Analisa dapat dilakukan setiap saat dengan cepat tanpa melihat laporan sebelumnya. Kekuatan sistem ini adalah data terstruktur, pengolahan data lebih cepat dan dapat menyajikan jumlah kasus dengan statusnya : KLB, Naik, Menurun atau Tetap. Program ini juga dapat memprediksi jumlah kasus yang terjadi dimasa yang akan datang. Kelemahannya, prediksi dapat dilakukan bila ada angka ABI (Angka Bebas Jentik), kelemaban dan suhu setiap bulannya. Dengan adanya model untuk dapat memprediksi jumlah kasus yang akan datang diharapkan Pengembangan SKD KLB DBD ini dapat diimpiementasikan di Dinas Kesehatan DKl Jakarta dan PKM Kecamatan. Hal ini untuk mendukung SKD KLB DBD. Tidak menutup kemungkinan basis data ini juga bisa dikembangkan lebih lanjut.
Development Of Early Warning System For The Outbreak Of Dengue Hemorrhage Fever Using Time Series At DKI JakartaDengue Hemorrhage Fever (DHF) is one of the public health problems in Indonesia, this disease tend to increase and spread out, following increase of population's mobility and population's density. The purposed of this study is to develop Early Warning System (EWS) for the Outbreak of Dengue Hemorrhage Fever (DHF) using Time Series in order to be able to predict Outbreak DHF at DKI Jakarta. Developing this system based on the analysis system existed in the Provincial Health Department DKI Jakarta. Results of the analysis system is found that there is a problem with the existing system, the hospitals sending their report only to the Provincial Health Department, they are not reporting to Sub-district Community Heath Center (CRC), then the data analysis was done by the Provincial Health Department, and after that the result of the analysis sent to Sub-district CHC. This system resulting on a tong time process of the data analysis and also introducing inconsistency data between Provincial Health Department with Sub-district Community Health Center. The other problem is the data was not entered consistently, resulting on some difficulties on the data processing, and the report was net processed automatically, therefore the status of new areas were not seen and could not be analyzed after report printed. In order to solve the problems, it was developed a data-based computer software for the Early Warning System for the Outbreak of Dengue Hemorrhage Fever. This data-based expected could be as a back-up data-based in Sub-district Community Health Center and at the Provincial Heath Department, therefore the data lost or data inconsistency could be controlled, and the data analysis could be done every time quickly. The strength of this system is the data was structured, the data processing can be done quickly, and the report can be shows the number of cases and the status of the area; outbreak, increasing cases, decreasing, or constant, This system could also be used to predict the number of cases in the future. However, the weaknesses of this system is the prediction could be done if only available the data about ABJ (Angka Bebas Jentik), humidity (kelembaban), and temperature (suhu) every month. With the ability of the system to predict the number of cases in the future, it hopes that this Early Warning System (EWS) for the Outbreak of Dengue Hemorrhage Fever (DHF ) that has developed can implemented in the Provincial Health Department and Sub-district Community Health Center (CHC). However, this system especially the data-based could also be developed for the other analysis.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 12677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhareva Raekiansyah
Abstrak :
Penyakit dengue masih menjadi masalah kesehatan penting di sebagian besar negara tropis dan subtropis. Dalam dua dekade terakhir terjadi lonjakan drastis baik jumlah kasus maupun daerah endemik, disamping peningkatan keparahan penyakit. Meskipun telah dipelajari secara intensif, belum dipahami benar bagaimana mekanisme infeksi dengue berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD). Sejauh in diketahui, baik faktor inang maupun virulensi virus terlibat dalam menentukan keparahan penyakit. Beberapa studi terbaru melaporkan perbedaan struktural genom diantara virus dengue yang diduga berhubungan dengan perbedaan manifestasi klinis yang ditimbulkan. Dalam studi ini dilakukan analisis variasi genetik gen C, PrM/M, E, NS I, serta kedua daerah non-coding virus DEN-3 isolat Asia Tenggara. Dari studi-studi sebelumnya, gen-gen ini diduga berperan penting dalam menetukan virulensi virus. Sebagai pembanding adalah strain-strain Asia Tenggara yang telah dipublikasi di GenBank (isolat 1962-1985). Tidak dijumpai mutasi unik antar isolat yang memberikan manifestasi klinis berbeda. Begitu pula antar isolat yang berasal dari wilayah berbeda. Variasi genetik atau perbedaan nukleotida tersebar disepanjang genom pada semua isolat yang dianalisis. Secara keseluruhan, tingkat homologi antar isolat dipertahankan di atas 93%. Ini mengindikasikan mutasi DEN-3 yang beredar di Asia Tenggara hanya sekitar 7% saja sepanjang kurun tiga dekade. Hal menarik adalah dari analisis kladogram terungkap bahwa virus DEN-3 yang beredar di Indonesia tahun 1998 dan kurun 1973-1985 terpisah dalam subtipe berbeda. Fenomena ini mengindikasikan munculnya varian-varian baru hasil evolusi genetik virus DEN-3 di Indonesia. Menjadi tanda tanya besar apakah evolusi virus ini berhubungan dengan meningkatnya virulensi virus seperti yang tergambar dari kecenderungan peningkatan keparahan penyakit dengue akhir-akhir ini.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Citraresmi
Abstrak :
Pada kejadian luar biasa tahun 2004 dilaporkan bahwa pasien-pasien DBD di Jakarta memenuhi berbagai rumah sakit sampai tak tertampung dan harus dirawat di koridor rumah sakit dengan tempat tidur tambahan. Hal serupa tidak tampak di RS dr Cipto Mangunkusumo (RSCM); meskipun terjadi peningkatan jumlah pasien DBD namun tidak sampai memerlukan penambahan tempat tidur yang berarti. Di seluruh wilayah DKI Jakarta terdapat 70 RS umum yang terdiri dari 8 RS pemerintah dan 62 RS swasta. RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, RSUD Koja, RSAB Harapan Kita, RSUD Pasar Rebo, dan RSUP Fatmawati adalah RS pemerintah yang masing-masing mewakili kelima wilayah di DKI Jakarta. RSU Sumber Wares yang berada di wilayah Jakarta Barat adalah sebuah RS swasta yang telah Iama melakukan penelitian mengenai DBD. Adanya kejadian luar biasa akan menyebabkan jumlah kasus berat bertambah, namun sangat mungkin pula terjadi overdiagnosis. Sorotan media massa yang berlebihan mengenai kejadian luar biasa DBD, di samping kebijakan pemerintah membebaskan biaya pemeriksaan, berperan dalam peningkatan jumlah pasien di berbagai rumah sakit. Untuk menghindari overdiagnosis tersebut dapat digunakan kriteria diagnosis secara klinis dan laboratorium dengan menggunakan kritena WHO tahun 1997. Tujuan penggunaan kriteria WHO adalah untuk mengidentifikasi dengan tepat pasien yang memiliki risiko timbal komplikasi akibat dengue berat (DBD dan DSS), dan juga untuk memfasilitasi triase dan penggunaan swnber daya yang terbatas secara tepat. Kriteria ini juga dapat digunakan sebagai alat epidemiologi untuk mengumpulkan data kesehatan masyarakat mengenai insiders infeksi dengue simtomatik, beratnya penyakit, dan lain-lain, yang dapat dirnanfaatkan untuk mengevaluasi program pemberantasan dan tata laksana kasus dengue. Kriteria WHO digunakan untuk menentukan kasus DBD dan tidak meliputi kasus DD, sehingga kriteria ini dapat membantu dalam menentukan CFR secara tepat dengan hanya meniasukkan kasus DBD dalam perhitungannya. Dikhawatirkan CFR yang dilaporkan saat ini meliputi pula kasus-kasus DD sehingga tampaknya terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Dalam menghadapi KLB DBD, diperlukan peningkatan kewaspadaan dari segenap petugas kesehatan balk di tingkat puskesmas, dokter praktek perseorangan sampai rumah sakit. Maka perlu dipahami panduan yang telah ada dalam menghadapi KLB DBD agar penanganan pasien bisa dilakukan secara cepat, tepat dan efisien. Untuk itu perlu diketahui data karakteristik demografi, klinis, laboratoris serta tata laksana KLB DBD untuk dapat menjadi acuan dalam perbaikan perencanaan menghadapi KLB DBD di masa datang. Rumusan masalah Bagaimana karakteristik pasien, tata laksana dan ketepatan diagnosis demam berdarah dengue di Jakarta pada kejadian luar biasa tahun 2004?
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tatang Puspajono
Abstrak :
Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia dan Pasifik khususnya Indonesia. Angka kematian sindom syok dengue (SSD) di rumah sakit masih tinggi. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM antara 1 Januari 2003 sampai dengan 30 Juni 2004 didapatkan jumlah kasus DBD yang dirawat sebanyak 263 pasien. Jumlah kasus SSD pada periode tersebut sebesar 31,7% DBD derajat III, diikuti DBD derajat II sebesar 30,7% dan DBD ensefalopati pada DBD derajat 1V sebesar 1%. Salah satu gangguan keseimbangan asam basa adalah asidosis laktat, suatu bentuk asidosis metabolik. Kondisi ini terjadi akibat akumulasi laktat yang disebabkan oleh hipoksia atau iskemia jaringan. Asidosis laktat erat hubungannya dengan akumulasi laktat di dalam cairan ekstraseluler, akibat ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan pemakaian oksigen untuk kebutuhan metabolik. Kadar laktat darah telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai petanda biokimia adanya hipoksia jaringan pada keadaan sakit gawat. Asidosis laktat dibuktikan sebagai faktor penyebab umum dan tersering dari berbagai keadaan sakit gawat. Hipoperfusi/hipoksia jaringan menjadi dasar patogenesis dari berbagai kasus asidosis laktat. Pengukuran laktat serial dapat memprediksi kemungkinan timbulnya syok septik dan gagal organ multipel lebih baik dibandingkan pengukuran variabel-variabel transpor oksigen. Beratnya asidosis laktat dapat dilihat dari nilai pH darah, senjang anion, dan kadar laktat darah dengan metode kuantitatif. Pemantauan kadar laktat darah dapat membedakan pasien-pasien yang akan tetap hidup dan pasien yang akan meninggal. Kadar laktat darah juga merupakan indikator yang lebih sensitif untuk daya tahan hidup dibandingkan dengan nilai curah jantung, hantaran oksigen, tumor necrosis factor a (TNF a), dan interleukin-6 (TL-6).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>