Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tengku Rika Valentina
Abstrak :
Abstract. Analyzing the root of conflict in the practice of decentralization and transfer of authority from the State to Nagari, it turns out that Nagari has been ?framed? by the State (provincial and district government) to perform its tasks regardless of the original culture and characteristics of the local community as is stated in Law No. 32 of 2004 concerning the Local Government. Nagari in West Sumatera is still a matter to be discussed, with elaborative variables of social stratification and model of kinship and the notably diverse political system (kelarasan koto piliang and bodi chaniago) enriching Nagari with analysis of its democratic transition history, model of participation and model of intervention by the State along the time.
2011
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juri Ardiantoro
Abstrak :
Penelitian ini secara umum berusaha menggambarkan dan menganalisis konteks perubahan politik Indonesia, khususnya pemilu yang diselenggarakan tahun 1999. Secara khusus penelitian ini menganalisis hubungan-hubungan dinamik dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 1999, yang menyangkut unsur-unsur negara dengan aktor-aktor dan struktur-struktur politik lain dalam penyelenggaraan pemilu di era transisi. Penelitian mencakup empat isu utama yang tercermin dalam tujuan penelitian, yakni: (1) Pemilu'99 dalam konteks transisi politik Indonesia; (2) kelembagaan penyelenggara Pemilu di Indonesia, khususnya KPU Pemilu 1999; (3) bekerjanya unsur-unsur negara dalam struktur kelembagaan dan kinerja KPU Pemilu 1999; dan (4) peranan politik demokratik KPU'99 dalam meletakan landasan yang kokoh bagi pembaharuan (reformasi) kelembagaan politik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendasarkan pada paradigma konstruktivisme. Sedangkan Iandasan teoritiknya menggunakan teori dialektika agensi-struktur dalam teori strukturasi Anthony Giddens. Dan, metode pengumpulan data yang digunakan adalah mengkombinasikan metode wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi. Penelitian ini berhasil mengajukan dun kesimpulan utama, yaitu kesimpulan praktik politik dan teoretik. Kesimpulan praktik secara umum menggambarkan bahwa perubahan politik (menuju demokrasi) selalu menghasilkan polarisasi kekuatan-kekuatan politik, baik di tingkat negara maupun di akar rumput (grass roots). Pada konteks yang lebih lanjut, perubahan ini tentu saja menyulut terjadinya ketegangan, konflik, dan tarik menarik kepentingan antara aktor-aktor politik yang bermain. Pada lingkup yang lebih mikro di KPU, polarisasi politik tidak saja bersumber dari latar belakang ideologi, kultur dan sikap politik masa Ialu aktor-aktor tersebut. Oleh karena di era transisi politik ini terjadi ketidakpastian mengenai apa yang akan terbentuk dan terlembagakan, maka, polarisasi kekuatan politik jug bersumber dad usaha-usaha memperebutkan peluang sekaligus mengukuhkan pengaruhnya pads konstruksi politik yang akan terbentuk nantinya. Cara yang ditempuh antara lain terlibat dalam mempengaruhi pembuatan dan implementasi segala perangkat aturan. Karena, peraturan-peraturan yang akan muncul akan sangat menentukkan sumber sumber mana yang secara sah boleh dikerahkan ke arena individual dan politik, serta pelaku-pelaku mana yang diperkenankan masuk dan terlibat. Apa yang terjadi di KPU adalah cerminan bagaimana masing-masing aktor itu menggunakan legitimasi dan kebenaran yang dimilikinya untuk memainkan peranan politik tersebut. Akibatnya, aturan yang di satu sisi memberikan dasar legitimasi bagi keberadaan dan kinerja KPU, tetapi pada sisi yang lain telah menyumbang berbagai kontroversi dan kontradiksi politik. Pada saat negara menjadi bagian yang ikut bennain dalam pertarungan tersebut yang lebih paralel dengan arus utama (mainstream) politik publik justeru gagal meyakinkan sebagian besar politisi di KPU untuk mengambil sikap dan tindakan politik yang sejalan. Sebabnya, negara tidak sepenuhnya mampu mengontrol dinamika politik yang ada dengan sumber-sumber alokatif maupun kekuatan ototritatif dan kapasitas organisasionalnya di satu sisi, sementara itu,di pihak negara pun kekuatannya terfragmentasi, tidak utuh. Sementara pada saat yang sama, para aktor di KPU justru dengan bebasnya memainkan dan menginterpretasikan kepentingannya. Sedangkan kesimpulan teoretik dalam penelitian ini dapat menggambarkan temuan-temuan teoretik yang pads dasarnya konfirmasi atau penguatan terhadap "kebenaran" teori tersebut. Namun demikian, modifikasi atas beroperasinya teori ini juga nampak. Tidak adanya dominasi baik antara agen-agen politik yang bertarung, maupun struktur-struktur politik yang tersedia dan diproduksi di KPU selama penyelenggaraari Pemilu'99 membuktikan bahwa Giddens dalam hal ini besar: determinasi terhadap proses sosial (politik), bukan terletak pads salah satunya, tetapi keduanya saling mengandaikan. Sehingga kekuasaan atau power yang dapat terbentuk, diraih atau dikuasai juga terbukti pada sejauhmana para pelaku (actor) politik itu menguasai dan memproduksi struktur-struktur (baik legitimasi, dominatif, maupun signifikansi) yang ada. Dengan memahami dinamika di KPU, apa yang disebut relasi agensi-struktur sangatlah bersifat relatif. Artinya, apa yang disebut agensi pada beberapa kasus dapat bertindak sebagai struktur; demikian juga sebaliknya. Bahkan pada saat ia bertindak pada salah satunya, dalam waktu yang bersamaan dapat secara otomatik bertindak atas yang lainnya. Agensi, termasuk negara juga seringkali bukanlah sebuah entitas yang tunggal, namun terfragmentasi sedemikian rupa, demikian juga sebaliknya. Path pain-inilah peneliti kemudian mengajukan kritik terhadap teori Giddens. Sesungguhnya relasi agensi-struktur bukan saja bersifat komplementer sehingga dikatakan struktur dapat memediasi (mediating) tindakan agensi, tetapi masing-masing sesungguhnya saling melekatkan (embeddeding). Penyamaan aktor dalam praktik-praktik sosial tidaklah dapat diterima sepenuhnya, karena, seringkali diantara aktor- aktor itu menegasikan aktor lain (yang lebih rendah "strata"), terutama menyangkut keputusan atau kebijakan. Selain itu, teori ini belum juga memberikan penjelasan lebih detail mengenai praktik-praktik politik yang tidak tunggal atas isu yang sama, pads ruang (space) dan waktu (time) yang sama pula; padahal baik ruang maupun waktu menurutnya bukanlah arena atau panggung atau tindakan melainkan unsur konstitutif dan pengorganisasian.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, [2003;2003, 2003]
T209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zeffry Alkatiri
Abstrak :
This paper discusses the debate on the theories of democratic transition that has been going on since the 1960s. Democratic thoughts area always related to a context of change in a society. The theories of democratic transition had come to be debated again when the communist block countries and Russia changed their ideology and entered a democratic transition process. This debate provide a reference point and comparative framework that can be employed to evaluate socio-political changes in other countries that are experiencing similar democratic transition process and all of the consequences and challenges it poses.
Depok: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
En Wu, Chin
Abstrak :
This article explores the relationship between socioeconomic status and support for the opposition by examining six legislative elections in the democratic transition period between 1980 and 1995. We demonstrate how political economic environment, framed by the constitutional, economic, and cross-strait policies of the main parties, influences voters’ vote choice. Before the launching of democratic reforms in 1986, individuals of a higher socioeconomic status tend to embrace democratic values but fail to translate into concrete electoral support for the opposition camp due to the concerns about the potential shocks to the stability of the political economic system. It is only after the onset of democratic reforms that this group begins to reveal their support for the opposition camp. In contrast, the relationship between occupations and vote choices was largely stable in the decade of the 1980s. Both petty bourgeois and blue-collar labor were consistently in favor of the opposition party. With the democratic reforms come to an end and the convergence of the two main parties’ policies, the significant relationship between socioeconomic status and voting choice vanished in the 1992 and 1995 elections.
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2021
059 TDQ 18:4 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library