Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Setiafitrie Yuniarti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26266
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Christou Imanuel
"Indonesia sedang merundingkan penetapan batas laut dengan Palau karena terdapat klaim yang tumpang tindih antara kedua negara. Wilayah yang belum didelimitasi kerap menyimpan potensi pelanggaran hukum oleh negara yang sama-sama memiliki klaim atau bahkan negara ketiga. Untuk itu UNCLOS memberikan kewajiban bagi negara pihak untuk berusaha membuat provisional arrangement/pengaturan sementara di wilayah yang delimitasinya belum ditentukan. Kini Indonesia dan Palau belum memiliki pengaturan sementara. Penelitian ini bertujuan untuk menilik keberadaan urgensi untuk dibentuknya pengaturan sementara di wilayah yang sedang dirundingkan oleh Indonesia dan Palau. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menyarikan norma internasional terkait pengaturan sementara dari UNCLOS dan praktik negara-negara. Inti yang disarikan adalah urgensi yang biasa menjadi dasar pemicu dibentuknya pengaturan sementara. Hasilnya akan disandingkan dengan kondisi terkini di wilayah perbatasan Indonesia dan Palau. Kecocokan antara dasar pengaturan sementara dan kondisi setempat akan menjadi dasar analisis urgensi. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa kecocokan antara kondisi di lapangan dan norma serta praktik terkait pengaturan sementara namun belum cukup untuk menjadi dasar pembentukan pengaturan sementara. Meskipun demikian, aspek keamanan, perlindungan lingkungan, sumber daya, dan negosiasi perlu diperhatikan untuk antisipasi dibutuhkannya pengaturan sementara.
Indonesia is negotiating the delimitation of maritime boundaries with Palau because there are overlapping claims between the two countries. Territories that have not been delimited often harbor the potential for legal violations by countries that share claims or even third countries. For this reason, UNCLOS provides an obligation for state party to try to make provisional arrangements in areas whose delimitations have not been determined. Currently Indonesia and Palau do not yet have a provisional arrangement. This research aims to examine the existence of urgency for the establishment of provisional arrangements in the region currently being negotiated by Indonesia and Palau. To achieve this goal, this research summarizes international norms regarding the provisional arrangements of UNCLOS and the practices of countries. The essence that is extracted is the urgency which is usually the basis for triggering the formation of provisional arrangements. The results will be compared with current conditions in the border areas of Indonesia and Palau. The match between the basis of provisional arrangements and local conditions will form the basis of the urgency analysis. This research found that there is partial alignment between field conditions and the norms and practices related to provisional arrangements but not enough to be the basis for establishing provisional arrangements. However, aspects of security, environmental protection, resources and negotiations need to be considered to anticipate the need for provisional arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Benedict Giankana Rangkidompu Sowolino
"Kenaikan Permukaan Laut merupakan salah satu dampak dari Perubahan Iklim yang memiliki dampak tidak hanya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, namun juga terhadap Negara Pesisir tersebut. Dampak dari Kenaikan Permukaan Laut tersebut menimbulkan pembahasan mengenai keberlangsungan dari Garis Pangkal suatu Negara, yakni apakah Garis Pangkal tersebut menyesuaikan dengan Kenaikan Permukaan Laut atau tidak. Pembahasan tersebut kemudian membuahkan pembahasan yang lebih mendalam, yakni apakah Kenaikan Permukaan Laut kemudian berdampak secara langsung kepada Perjanjian Delimitasi Maritim. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk membahas mengenai bisa atau tidaknya Kenaikan Permukaan Laut dijadikan dasar untuk menerapkan Amandemen Perjanjian ataupun Rebus sic Stantibus terhadap Perjanjian Delimitasi Maritim. Tulisan ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Selanjutnya, temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teori Perjanjian Internasional, Kenaikan Permukaan Laut hanya dapat dijadikan dasar Amandemen Perjanjian Delimitasi Maritim, namun tidak bisa dijadikan dasar penerapan Rebus sic Stantibus dikarenakan tidak memenuhi syarat, namun secara praktik kedua tindakan tersebut ditolak penerapannya oleh Negara-Negara.
Sea Level Rise is one of the direct impacts caused by Climate Change, in which not only does it affect the livelihood of coastal settlements, but also for the Coastal State itself. Its effects had prompted discussions regarding whether the Baselines of a Coastal State act in accordance with the Sea Level Rise, or whether they stay permanent. Said discussion also provides another, more complex, discussion, regarding whether Sea Level Rise has an immediate effect on Maritime Delimitation Agreements. This thesis aims to discuss and analyze whether Sea Level Rise may or may not be used as a means of conducting Treaty Amendment or even Rebus sic Stantibus towards established Maritime Delimitation Agreements. This thesis was written using the normative legal writing method to produce analytical descriptive data. Furthermore, this thesis concludes that, based on legal theories in the Law of Treaties Sea Level Rise may only be used as a basis for the Amendment of Maritime Delimitation Agreements and not the application of the Rebus sic Stantibus doctrine, as it does not fulfill the requirements, but in practice both actions and its application is rejected by a majority of States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library