Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiafitrie Yuniarti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26266
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bey, Marmorahati Monik
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christou Imanuel
"Indonesia sedang merundingkan penetapan batas laut dengan Palau karena terdapat klaim yang tumpang tindih antara kedua negara. Wilayah yang belum didelimitasi kerap menyimpan potensi pelanggaran hukum oleh negara yang sama-sama memiliki klaim atau bahkan negara ketiga. Untuk itu UNCLOS memberikan kewajiban bagi negara pihak untuk berusaha membuat provisional arrangement/pengaturan sementara di wilayah yang delimitasinya belum ditentukan. Kini Indonesia dan Palau belum memiliki pengaturan sementara. Penelitian ini bertujuan untuk menilik keberadaan urgensi untuk dibentuknya pengaturan sementara di wilayah yang sedang dirundingkan oleh Indonesia dan Palau. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menyarikan norma internasional terkait pengaturan sementara dari UNCLOS dan praktik negara-negara. Inti yang disarikan adalah urgensi yang biasa menjadi dasar pemicu dibentuknya pengaturan sementara. Hasilnya akan disandingkan dengan kondisi terkini di wilayah perbatasan Indonesia dan Palau. Kecocokan antara dasar pengaturan sementara dan kondisi setempat akan menjadi dasar analisis urgensi. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa kecocokan antara kondisi di lapangan dan norma serta praktik terkait pengaturan sementara namun belum cukup untuk menjadi dasar pembentukan pengaturan sementara. Meskipun demikian, aspek keamanan, perlindungan lingkungan, sumber daya, dan negosiasi perlu diperhatikan untuk antisipasi dibutuhkannya pengaturan sementara.

Indonesia is negotiating the delimitation of maritime boundaries with Palau because there are overlapping claims between the two countries. Territories that have not been delimited often harbor the potential for legal violations by countries that share claims or even third countries. For this reason, UNCLOS provides an obligation for state party to try to make provisional arrangements in areas whose delimitations have not been determined. Currently Indonesia and Palau do not yet have a provisional arrangement. This research aims to examine the existence of urgency for the establishment of provisional arrangements in the region currently being negotiated by Indonesia and Palau. To achieve this goal, this research summarizes international norms regarding the provisional arrangements of UNCLOS and the practices of countries. The essence that is extracted is the urgency which is usually the basis for triggering the formation of provisional arrangements. The results will be compared with current conditions in the border areas of Indonesia and Palau. The match between the basis of provisional arrangements and local conditions will form the basis of the urgency analysis. This research found that there is partial alignment between field conditions and the norms and practices related to provisional arrangements but not enough to be the basis for establishing provisional arrangements. However, aspects of security, environmental protection, resources and negotiations need to be considered to anticipate the need for provisional arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wilinda
"Kepastian hukum pemilikan tanah diawali dengan kepastian hukum letak batas bidang tanah. Penentuan letak batas bidang tanah dilakukan oleh pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan yang dikenal dengan asas kontradiktur delimitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas kontradiktur delimitasi terhadap kepastian hukum pemilik hak atas tanah yang berbatasan dan untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya perbedaan data fisik dalam sertipikat hak atas tanah yang berbatasan tersebut, bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah atas perbedaan data fisik pada sertipikat hak atas tanah yang berbatasan, dan solusi penyelesaian dalam upaya pencegahan terjadinya perbedaan data fisik bidang tanah berbatasan di masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan data sekunder. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penerapan asas kontradiktur delimitasi terhadap kepastian hukum pemegang sertipikat hak atas tanah yang berbatasan belum terlaksana dengan baik oleh karena faktor hukum yang lemah dan sistem publikasi negatif bertenden positif, serta petugas dan pejabat kantor pertanahan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pendaftaran tanah, serta ketidakpedulian masyarakat dalam proses penetapan batas bidang tanah. Perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah atas perbedaan data fisik pada sertipikat hak atas tanah yang berbatasan adalah perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Upaya pencegahan terjadinya perbedaan data fisik bidang tanah berbatasan di masa yang akan datang adalah dengan merubah sistem pendaftaran tanah menjadi sistem publikasi positif atau setidaknya unsur positif dalam sistem publikasi negatif lebih ditingkatkan lagi sehingga kepercayaan masyarakat terhadap sertipikat menjadi semakin kuat.

Legal certainty land ownership started by legal certainty the limits of land parcels. The determination of the limits of land parcels done by the landowner and the neighboring landowners known as the contradictoire delimitation principle. This research aims to review the implementation of the contradictoire delimitation principle to legal certainty the land rights which borders and to know the causes of the difference of physical data on certificate of bordering land rights, the legal protection against the holders certificate of land rights over the difference of physical data on the certificate of bordering land rights, and solution in the effort of prevention of the difference of physical data on certificate of bordering land rights in the future. This research is the juridical normative research with secondary data. The results of the discussion indicates that the implementation of the contradictoire delimitation principle to legal certainty the land rights which borders have not done well because of the weak law factors and the system of negative publicity positive tendentious, as well as the officers and officials of the land office do not apply the precautionary principle in the process of land registration, and indifference of public in the process of setting limits land parcels. Legal protection of the certificate holders against land over differences physical data on certificate of rights over the lend bordering is preventive legal protection and repressive legal protection. Efforts to prevent for differing data physical the field of land bordering in the future is to change the system land registration being a system of positive publicity or at least the positive element in the system negative publicity be improved so public trust in certificate is becoming stronger."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handy Kurniawan
"Penentuan jenis kedaulatan suatu negara atas perairannya sangat penting. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana hak dan kewajiban yang dimiliki serta mekanisme apa yang dapat diterapkan untuk melaksanakan penegakan hukum. Dalam UNCLOS 1982 telah ada konsensus umum tentang jenis dan, kewenangan dalam ruang lingkup zona maritim yurisdiksi negara pantai. Sementara dalam beberapa kasus ruang maritim bersama klaim maritim yang tumpang tindih juga telah menimbulkan perselisihan maritim antara negara-negara pantai. Begitu pula dengan Indonesia masih menyisakan sengketa batas maritim dengan Malaysia di Laut Sulawesi yang sampai saat ini belum terselesaikan terkait delitimasi/penetapan garis batas maritim di Laut Teritorial, ZEE dan Landas Kontinen.

Determination of the type of sovereignty of a country over its waters is very important. This is to find out the extent to which rights and obligations are owned and what mechanisms can be applied to implement law enforcement. In UNCLOS 1982 there was a general consensus on types and, authorities within the scope of the coastal jurisdiction of coastal states. While in some cases the maritime space together with overlapping maritime claims has also led to maritime disputes between coastal countries. Likewise, Indonesia still leaves a maritime boundary dispute with Malaysia in the Sulawesi Sea which has yet to be resolved regarding the determination / determination of maritime boundaries in the Territorial Sea, EEZ and Continental Shelf."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Sekripsia Sari
"ABSTRAK
The 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea tidak menentukan suatu metode tertentu untuk menentukan batas Zona Ekonomi Eksklusif. Namun demikian, Mahkamah dan Majelis internasional secara konsisten menerapkan two-step approach untuk menyelesaikan sengketa batas maritim. Berdasarkan metode ini, suatu proses delimitasi dimulai dengan menarik garis median sementara dan dilanjutkan dengan memeriksa relevant circumstances untuk menentukan apabila garis tersebut harus disesuaikan, agar tercapai hasil yang adil. Menerapkan two-step approach untuk menentukan batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan Palau, artikel ini menyimpulkan bahwa terdapat dua relevant circumstances yang mengharuskan penyesuaian garis median sementara, yakni ketimpangan panjang pantai terkait dan keberadaan pulau lepas pantai yang berukuran kecil.

ABSTRAK
The 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea does not provide any specific method of delimitation of the Exclusive Economic Zone. However, International Court and Tribunal have consistently followed a two-step approach to resolve maritime boundary disputes. According to this method, the delimitation process begins by drawing a provisional median line and followed by examining the relevant circumstances to determine whether the provisional line needs to be adjusted, in order to achieve an equitable result. Adopting two-step approach to delimit the Exclusive Economic Zone boundary between Indonesia and Palau, this thesis concludes that there are two relevant circumstances requiring the adjustment of the provisional median line, namely the disparity in the lengths of the respective coasts and the presence of small offshore islands. Keywords: Two-step approach, maritime boundary delimitation, Indonesia?s maritime boundaries, relevant circumstances.
"
2016
S64250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyo Rizka Darmawan
"Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berbatasan dengan sepuluh negara. Hal tersebut menyebabkan delimitasi batas maritim merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Namun demikian proses delimitasi batas maritim seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama hingga ber tahun-tahun. Permasalahan yang sering timbul ketika proses negosiasi delimitasi batas maritim sedang berlangsung adalah apabila terjadi pelanggaran kenentuan hukum nasional dari kedua negara, sehingga sering menimbulkan ketidak pastian hukum terkait siapa yang memiliki kewenangan untuk menegakkan ketentuan hukum nasional di perairan perbatasan yang belum ditentukan diantara kedua negara. Ketidak pastian tersebut sering berakibat pada saling tangkap terhadap pelanggaran yang terjadi di perairan perbatasan yang belum ditentukan oleh kedua negara yang bersengketa. Terkait hal tersebut UNCLOS hanya memberikan kewajiban kepada kedua negara untuk membentuk pengaturan sementara di perairan perbatasan yang belum ditentukan untuk mencegah terjadinya konflik. Skripsi ini lebih lanjut akan menganalisa mengenai regulasi nasional dan Internasional serta praktek negara-negara terkait penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan. Adapun penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu penegakan hukum secara preventif, Kuratif dan Represif. Berdasarkan praktek negara dan hukum internasional tindakan represif oleh negara di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat menimbulkan konflik dan memperlambat penyelesaian delimitasi batas maritim antara kedua negara. Sehingga dapat disarankan bahwa di perairan perbatasan yang belum ditentukan negara hanya dapat melakukan penegakan hukum secara preventif dan juga kuratif.

Indonesia as the largest archipelagic country in the world has a very long coastline and is bordered by ten countries. This makes delimitation of the maritime boundary is genuinely important for Indonesia. Nevertheless, the process of maritime boundary delimitation often takes a very long time. The problem that often arises when the maritime boundary delimitation negotiation process is underway is if there is a violation of the provisions of the national law of both countries, which often leads to legal uncertainty over who has the authority to enforce national law provisions in the unresolved maritime boundary between the two countries. Such uncertainty often results in interception of violations occurring in undefined border waters by the two disputing countries. In this regard, UNCLOS only provides obligations to both countries to establish provisional arrangements in undefined border waters to prevent conflicts. This thesis will further analyze the national and international regulations as well as the practice of law enforcement related countries in undefined border waters. The law enforcement in unspecified border waters can be divided into three forms preventive law enforcement, curative and repressive. Based on country practice and international law, repressive action by the state in undefined border waters can lead to conflict and slow the completion of the delimitation of the maritime boundary between the two countries. So it can be suggested that in the undefined border waters country can only do law enforcement in a preventive and also curative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedict Giankana Rangkidompu Sowolino
"Kenaikan Permukaan Laut merupakan salah satu dampak dari Perubahan Iklim yang memiliki dampak tidak hanya terhadap keberlangsungan hidup masyarakat pesisir, namun juga terhadap Negara Pesisir tersebut. Dampak dari Kenaikan Permukaan Laut tersebut menimbulkan pembahasan mengenai keberlangsungan dari Garis Pangkal suatu Negara, yakni apakah Garis Pangkal tersebut menyesuaikan dengan Kenaikan Permukaan Laut atau tidak. Pembahasan tersebut kemudian membuahkan pembahasan yang lebih mendalam, yakni apakah Kenaikan Permukaan Laut kemudian berdampak secara langsung kepada Perjanjian Delimitasi Maritim. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk membahas mengenai bisa atau tidaknya Kenaikan Permukaan Laut dijadikan dasar untuk menerapkan Amandemen Perjanjian ataupun Rebus sic Stantibus terhadap Perjanjian Delimitasi Maritim. Tulisan ini ditulis dengan menggunakan metode penulisan hukum normatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis. Selanjutnya, temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan teori Perjanjian Internasional, Kenaikan Permukaan Laut hanya dapat dijadikan dasar Amandemen Perjanjian Delimitasi Maritim, namun tidak bisa dijadikan dasar penerapan Rebus sic Stantibus dikarenakan tidak memenuhi syarat, namun secara praktik kedua tindakan tersebut ditolak penerapannya oleh Negara-Negara.

Sea Level Rise is one of the direct impacts caused by Climate Change, in which not only does it affect the livelihood of coastal settlements, but also for the Coastal State itself. Its effects had prompted discussions regarding whether the Baselines of a Coastal State act in accordance with the Sea Level Rise, or whether they stay permanent. Said discussion also provides another, more complex, discussion, regarding whether Sea Level Rise has an immediate effect on Maritime Delimitation Agreements. This thesis aims to discuss and analyze whether Sea Level Rise may or may not be used as a means of conducting Treaty Amendment or even Rebus sic Stantibus towards established Maritime Delimitation Agreements. This thesis was written using the normative legal writing method to produce analytical descriptive data. Furthermore, this thesis concludes that, based on legal theories in the Law of Treaties Sea Level Rise may only be used as a basis for the Amendment of Maritime Delimitation Agreements and not the application of the Rebus sic Stantibus doctrine, as it does not fulfill the requirements, but in practice both actions and its application is rejected by a majority of States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library