Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wendra Afriana
Abstrak :
Tesis ini mengkaji proses pembahasan RUU kesehatan khususnya yang berkaitan dengan aborsi. Pro kontra terhadap substansi RUU Kesehatan yang berkaitan dengan agama dan moralitas warga menimbulkan tanggapan yang keras dari masing-masing pihak, yakni pihak pro choice dan pro life. Pihak pro life adalah pihak yang melarang pembahasan aborsi untuk diatur perundangan, sebagai contoh dari pihak ini adalah LSM Komnas Gerakan Sayang Kehidupan dan Pro Life Indonesia serta dari DPR Komisi IX adalah fraksi PDS. Sedangkan untuk pihak pro choice adalah pihak yang mendukung pembahasan aborsi untuk diatur dalam perundangan, sebagai contoh dari pihak ini adalah LSM Yayasan Kesehatan Perempuan dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, serta dari DPR Komisi IX adalah F-PDIP,F-Golkar,F-Demokrat,F-PKS,F-PPP,F-PKB,FBPD, dan F-PAN. Sedangkan untuk F-PBR adalah fraksi yang menerima aborsi namun dengan catatan bahwa untuk materi atau substansi untuk korban pemerkosaan tidak setuju untuk dimasukkan dalam perundangan. Penelitian ini hendak menjawab permasalahan bagaimana perdebatan UU No.36 tahun 2009 mengenai pasal aborsi dan apa saja yang menyebabkan terjadinya perdebatan antara kelompok pro life dan pro choice di DPR serta bagaimanakah konsensus yang dihasilkan. Penulisan ini menggunakan teori ideologi dari Deliar Noer dan Miriam Budiardjo. Selain itu, teori yang digunakan adalah demokrasi deliberasi yang dikemukakan oleh John Dryzek dan Maeve Cooke, serta menggunakan teori konflik dan konsensus dari Maurice Duverger dan Maswadi Rauf. Teori lain yang digunakan adalah mengenai teori masyarakat sipil dari Larry Diamond. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data maupun informasi dan wawancara, serta penggunaan data primer dari dokumen dan catatan DPR. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembahasan diwarnai dengan berbagai masukan dari pemerintah dan kelompok kepentingan seperti LSM yakni dari Komnas Gerakan Sayang Kehidupan, Pro Life Indonesia, Yayasan Kesehatan Perempuan dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Dalam proses perdebatan mengenai pasal aborsi, ideologi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam mengemukakan pandangan baik itu pro atau kontra mengenai aborsi. Dari perdebatan ini, muncul tiga pengelompokkan ideologi yaitu berdasar agama, feminism dan sekulerisme. Proses pengambilan keputusan terhadap substansi materi RUU dilakukan secara tertutup melalui forum lobbi karena pembahasan dalam rapat tidak mecapai titik temu atau sepakat. Kompromi yang disepakati dalam forum lobbi ditempuh oleh fraksi dalam rangka mengakselerasi kepentingan masing-masing fraksi mereka yang menjadi kebijakan dan kepentingan dari partai mereka juga. Implikasi teorities menunjukkan bahwa ideologi yang dianut oleh masing=masing fraksi masih dipakai dalam memberikan pandangan atau pendapat mengenai substansi atau materi aborsi. Bagi fraksi yang menganut ideologi islam modernis, melihat permasalahan aborsi ini tidak hanya mutlak dari ajaran agama, namun juga dilihat dari hak perempuan dalam reproduksi serta pandangan fikih ajaran islam mengenai aborsi. Berbeda dengan yang menganut ideologi Kristen, seperti fraksi PDS secara mutlak menentang adanya pengaturan aborsi karena alasan tidak sesuai dengan ajaran agama, moralitas dan kemanusiaan. Teori deliberasi dan konsensus serta konflik dapat diterapkan dalam penelitian ini dan teori masyarakat sipil juga dapat diterapkan dalam penelitian ini, karena masyarakat sipil ikut berperan serta dalam merumuskan akhir materi aborsi. Dari masukan terhadap materi aborsi yang masyarakat sipil kemukakan terdapat beberapa masukan yang menjadi pertimbangan dalam perumusan akhir materi aborsi oleh fraksi yang ada di DPR. ......This thesis examines the discussion process of the 2009 Bill on Health, with special focus on the abortion issue. The issue has generated a strong pros and cons between two factions- the pro choice group and the pro life faction. The pro life faction considers the discussion on abortion should not be submitted in the ruling. Those belong to this faction include the NGO National Movement for life, Pro life Indonesia as well as a number a mps from the PDS party in the Commission IX of the House of Representative. In opposition, the pro choice group, who support the abortion article to be included in the Bill, includes NGO Yayasan Kesehatan Erempuan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia and the majority MPs within the Commission IX from PDIP, Golkar, Demokrat, PKS, PPP, PKB, BPD, and PAN. MPs from PBR accepts the abortions article with a condition that rulings on rape victims should not be included. This research seeks to answer question on : how the debate over the article takes places, what perspectives emerge from the debate between the two factions in the house, how consensus resulted in the end? This paper uses theory of ideology from Miriam Budiardjo and Deliar Noer; theory of democratic deliberation suggested by John Dryzek and Maeve Cooke, theory of conflict and consensus by Maurice Duverger and Maswadi Rauf, and theory of civil society by Larry Diamond. This study uses qualitative analytical methods on data and information collected through, interviews, and literature study on related legal documents and records from the House of Representatives. The findings of this study indicate the the existence of various input from the government and many interest groups such as NGO from Komnas Gerakan Sayang Kehidupan, Pro Life Indonesia, Yayasan Kesehatan Perempuan and Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia during the process of disscussion. In the process of the debate over the abortion article, ideology is a very influential factor in expressing views used by both factions. There are three ideological groupings based on religion, feminism, and secularism. The decision making process on the substance of the material was held privately through the lobby forum because a meeting failed to reach a settlement or approved. That the two factions finally reach on compromise agreement through lobby forum pursued by factions in order to accelerate the decision making. Implications teorities showed that ideologies are adopted used by each faction in expressing the views or opinions of the substance or matter of abortion. Judging from their respective factions in the abortion debate rules to set in law. The modernist moslem considers the abortion issue is not only absolute according to islamic religious teachings on abortion law, but also in the views of women in reproductive rights. In contrast, Christians who embrace an ideology, such as the PDS faction, strongly opposes the abortion article because it is not in accordance with the teachings of religion, morality and humanity. The theory of deliberation, civil society, consensus and conflict can be applied in this study, participation of both parties in formulating consensus and the final version of the abortion article, and suggest there are some compromised entries adopted in formulating a final abortion factions in the DPR.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T30548
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arry Bainus
Abstrak :
Peranan militer dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia pada Zaman Orde Baru begitu kuatnya mengakar hingga jauh melebihi peranannya sebagai penjaga kedaulatan dan inlegritas bangsa dan negara. Pada masa pasca Orde Baru, hal ini menjadi sorotan banyak pihak, Ierulama tentang jati diri TNI, kedudukan dan peran TNI, komando dan pembinaan lerilorial, dan bisnis TNI. Pembuatan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tenlang Tentara Nasional Indonesia merupakan salah satu usaha dalam rangka Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia. Dinamika proses deliberasi pembuatan Undang-Undang ini menjadi titik sentral dalam pcmbahasan penclitian ini. Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk menunjukan suatu pemahaman mengenai proses deliberasi yang terjadi antara pihak pemerintah dan TNI, politisi sipil di DPR, sorta masyarakat sipil dalam proses pembuatan Undang-Undang ini. Secara lebih luas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Ilmu Politik di Indonesia dan juga dalam penyelesaian Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelilian kualitatif dengan berdasarkan pada penelitian Iapangan dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam pada para anggota Komisi I DPR RI, para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, dan tokoh-tokoh militer. Dalam studi kepustakaan, data dan informasi dikumpulkan melalui penelitian dokumenter. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa proses deliberasi dalam pembuatan Undang-undang tentang TNI di Komisi I DPR RI telah memunculkan interaksi politik dan power interplay di antara fraksi-fraksi maupun dengan pihak Pemerintah. Hal ini telah menggambarkan terciptanya polarisasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses deliberasi secara Iangsung maupun tidak langsung. Karena proses deliberasi bersifat kompromi, pcrbedaan pandangan ini justru menimbulkan kebijakan-kebijakan yang bersifat gamang yang pada akhirnya memunculkan pandangan jalan tengah di dalam menyikapi prinsip supremasi sipil, yaitu konsepsi kontrol demokrasi. Secara lebih rinci, penelitian ini menunjukkan bahwa pengelompokkan pandangan di tubuh TNI di antara kelompok statue-quo dan moderal (reformis) telah mempengaruhi jalannya dinamika politik di Komisi I. Dalam proses deliberasi ini terlihat bahwa konsentus yang tercipta dalam pencapaian kesepakatan substansi isi UU TNI dilalui dengan tahapan tawar-menawar di antara beberapa pihak yang berkepentingan. Penelitian juga menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat sipil dalam pembuatan Undang-Undang ini merupakan suatu bentuk partisipasi yang lebih luas dalam menyatakan keinginan dan pemikirannya. ......The roles of military in political, economic, and social life in Indonesia during the New Order era were so strong and deeply rooted; they eclipsed their roles as the guardian of nation-state's sovereignty and integrity. In the post-New Order era, this matter has become rampantly criticised, especially regarding TNI's identity, TNI's position and roles, territorial command and management, and TNI's economic activities. The making of TNI Act is considered to be one of the efforts in relations to the Security Sector Reform in Indonesia. The dynamics of deliberation process inthe making of this Act is the centrepiece of this research. This research is specifically aimed to provide an understanding regarding the deliberation process between government and TNI, civil politicians in the People's Representative Council, and civil society in the process of the making of this Act. In a much broader sense, this research is expected to provide significant contribution to Political Science in Indonesia and also in the establishment of Security Sector Reform in Indonesia. This research used qualitative research method based on field and library research. Field research was conducted with in-depth interview to members of Commission I within the People's Representative Council, Non-Governmental Organizations activists, and military prominents. During the library research, data and infomation were gathered through documentary research. Based on the data analysis in this research, it can be concluded that the deliberation process in the making of TNI Act in Commission I within the People's Representative Council had established political interactions and power interplay either among the fractions or with the government. It described the polarisations of the actors involved in this deliberation process, directly or indirectly. Because of the compromising nature ot? this deliberation process, the differences of perspectives caused the creation of weak policies that eventually brought out middle-way perspective in response to the civil supremacy principles: the conception of democratic control. This research shows that the differences in perspectives within the TNI between the status-quo group and the rcformists had influenced the political dynamics in Commission I. This deliberation process showed that consensus in reaching agreements regarding the substance of the contexts of this TNI Act was passed through bargaining phase among the concerning actors. This research also shows that the involvement of civil society in the making of this Act was considered to be a form of wider participation in expressing their aspirations and thoughts.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
D976
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library