Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Saputro
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian penetapan kadar deksametason dalam sediaan tablet campuran dengan CTM secara spektrofotometri dengan pereaksi INH dan secara spektrofotodensitometri. Pada penetapan kadar deksametason secara spektrofotometri dengan pereaksi INH, terjadi reaksi antara deksametason dengan INH menghasilkan senyawa hidrazon yang berwarna kuning senyawa inilah yang diukur secara spektrof otometri., Sedangkan padaspek. trofotodensitometri deksametason pada lempeng KLT pada daerah panjang gelombang ultra violet memberikan fluoresensi, hasil fluoresensi inilah yang diukur secara spektrofotodensitometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua metode penetapan kadar deksametason tersebutmemberikan hasil yang cukup baik dan reprodusibel dan tidak- memberikan perbedaan yang bermakna secara statistik. ......A study on quantitative assay of dexamethasone in tablet mixed with CTM spectrbfotometrically with INK as reagent and with spectrofotodensitometry had been done. On quantitative assay of dexamethasone spectrofotometrically with INH as reagent, there occurs a reaction between dexamethasone with INH producing hydrazone, yellow in color, this compound is measured spectrofotometrically. While on spectrofotodensitometry dexamethasone on. TLC sheet at ultra violet region gives fluorescence, this fluorescence is mea sured spectrofotodensitometry.. The result of the study, showed that the two method of quantitative assay of dexamethasone, gave quite good result and reproducible and did not give difference significantlystatistically.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranee Devina Rusli Putri
Abstrak :
Diabetes melitus (DM) dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya diabetik retinopati yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Salah satu pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini ialah injeksi intravitreal senyawa kortikosteroid yang umumnya hanya bertahan hingga 3 bulan. Injeksi yang cukup sering dapat meningkatkan resiko katarak, pseudo-endophtalmitis dan meningkatkan tekanan intraokular. Sehingga dibutuhkan sistem pelepasan terkendali agar obat dapat memberikan efek terapeutik lebih lama setidaknya hingga 6 bulan. Sistem enkapsulasi senyawa aktif deksametason menggunakan polimer PolyLactic Co-Glycolic Acid (PLGA) 90:10 dengan penambahan surfaktan kationik Dioctadecyldimethylammonium Bromide diharapkan dapat meningkatkan lama tinggalnya obat. Penambahan surfaktan pada nanopartikel dilakukan dengan dua metode. Dalam penelitian ini diperoleh efisiensi enkapsulasi dan pemuatan obat partikel PLGA-PVA-DDAB sebesar 13.47% dan 3.26%, sementara PLGA-DDAB-PVA sebesar 11.54% dan 2.74%. Morfologi partikel sferis dan tidak beragregat. Ukuran partikel yang dihasilkan ialah PLGA-PVA = 2151.2 11.8 nm, PLGA-PVA-DDAB = 1308.2 59.5 nm, PLGA-DDAB = 626.9 nm, dan PLGA-DDAB-PVA = 547.4 87.02 nm. Muatan permukaan partikel ialah PLGA-PVA = -27.7 mV, PLGA-PVA-DDAB = -22.6 mV, PLGA-DDAB = +22.5 mV, dan PLGA-DDAB-PVA = -15.4 mV. ......Diabetes melitus (DM) can leads to various of complications, one of those is diabetic retinopathy, the main cause of blindness in adults. The latest common treatment for this disease is corticosteroids intravitreal injection that is generally lasted for only three months. High frequency of injection could increase the risk of cataract, pseudo-endophthalmitis and increasing intraocular pressure. Thus, a controlled release drug system is needed to obtain drug that give a longer therapeutic effect, at least for six months. Encapsulation of dexamethasone using PolyLactic Co-Glycolic Acid (PLGA) 90:10 with addition of Dioctadecyldimethylammonium Bromide as the cationic surfactant is expected to prolong drugs retention time. There are two methods used for addition of cationic surfactant. In this research, we obtained that the encapsulation efficiency and loading capacity of PLGA-PVA-DDAB particles are 13.47% and 3.26%, meanwhile PLGA-DDAB-PVA particles are 11.54% dan 2.74%. The particles? morphology are spheres without aggregation. Particles size are PLGA-PVA = 2151.2 11.8 nm, PLGA-PVA-DDAB = 1308.2 59.5 nm, PLGA-DDAB = 626.9 nm, and PLGA-DDAB-PVA = 547.4 87.02 nm. Surface charge of particles are PLGA-PVA = -27.7 mV, PLGA-PVA-DDAB = -22.6 mV, PLGA-DDAB = +22.5 mV, and PLGA-DDAB-PVA = -15.4 mV.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Soemiati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Wicitra
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: terapi injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pasien edema makula diabetik dengan ketebalan makula sentral lebih dari 400 µm dinilai kurang efektif. Kortikosteroid dinilai dapat membantu mencegah progresifitas edema makula diabetik terkait proses inflamasi.

Tujuan: Mengetahui hasil terapi injeksi intravitreal kombinasi bevacizumab dan deksametason dibandingkan dengan injeksi intravitreal bevacizumab monoterapi pada pasien dengan edema makula diabetik derajat sedang hingga berat

Metodologi: penelitian eksperimental randomisasi acak terkontrol dua kelompok yaitu: kelompok dengan terapi intravitreal bevacizumab 1,25mg (kelompok A) dan terapi injeksi intravitreal bevacizumab 1,25mg dan deksametason 0,5mg (kelompok B). Luaran sensitifitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dievaluasi pada minggu pertama dan keempat.

Hasil: sebanyak masing-masing 22 orang diteliti di kelompok A dan kelompok B. Median usia pada kelompok A adalah 53,1 + 8,4 dan kelompok B adalah 55,1 + 8. Terdapat perbaikan sensitifitas retina sebanyak 2,1 dB di kelompok A dan 2,03 dB di kelompok B (p=0,673). Perbaikan ketebalan makula sentral didapatkan sebanyak 217µ m pada kelompok A dan 249 µm pada kelompok B (p=0,992). Perbaikan tajam penglihatan dengan koreksi pada kelompok A sebanyak 8,5 huruf dan 7,5 huruf pada kelompok B (p=0,61). Analisis intragroup menunjukkan perbaikan yang signifikan di masing-masing luaran penelitian pada kedua kelompok.

Kesimpulan: Terapi kombinasi bevacizumab dan deksametason menjunjukkan perbaikan secara klinis pada luaran sensitivitas retina, ketebalan makula sentral serta tajam penglihatan dengan koreksi. Perbandingan antara kedua grup tidak signifikan secara statistik. Tren positif tampak kategori adanya kista pada Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (SD-OCT) dan pasien dengan Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR).
ABSTRACT
Background: Bevacizumab intravitreal injection therapy in patients with diabetic macular edema (DME) especially with a central macular thickness more than 400 μm is considered ineffective. Corticosteroid addition to the standard therapy can help prevent the inflammation that happens in the progression of diabetic macular edema

Objective: to compare the result of combination of bevacizumab and dexamethasone intravitreal injection with bevacizumab monotherapy in patient with moderate to severe diabetic macular edema.

Methods: randomized controlled trial in two parallel group. Group A received bevacizumab intravitreal 1.25mg in 0.05cc, group B received bevacizumab 1.25mg and dexamethasone 0.5mg. Retinal sensitivity, central macular thickness (CMT) and visual acuity (VA) are evaluated in first and fourth week after injection.

Result: 22 patients from each group were evaluated. Median of age was 53,1+ 8,4 in group A and 55,1 + 8 in group B. Improvement of retinal sensitivity was 2.1dB and 2.03dB in group A and B respectively (p=0,673). There was reduction in CMT about 217µm in group A and 249 µm in group B (p=0,992). Visual acuity (VA) outcomes showed little difference between groups; +8.5 letter and +7.5 letter in group A and group B respectively. Intragroup analysis shows significant differentiation in each outcome in both groups.

Conclusion: combination of intravitreal bevacizumab and dexamethasone clinically improved retinal sensitivity, CMT and VA in patient with DME. There was no statistical difference between in retinal sensitivity, CMT and VA after therapy in both groups. Positive trend was showed especially in patient with cyst appearance in Spectrum Domain Optical Coherence Tomography (OCT) and Non-proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) patient.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Muharrami
Abstrak :
Latar Belakang: Defek septum intraventrikel merupakan salah satu penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan di Indonesia dengan angka kejadian 3,6-6,5 per 1000 kelahiran hidup atau sekitar 20%-30% dari penyakit jantung bawaan. Sebanyak 32% dari kasus memerlukan dilakukannya operasi penutupan defek septum intraventrikel. Pada operasi penutupan defek septum intraventrikel diperlukan penggunaan mesin pintas jantung-paru atau cardiopulmonary bypass (CPB) yang secara teoritis dihubungkan dengan inflamasi akibat penglepasan mediator proinflamasi yang dapat mengakibatkan kerusakan miokard. Hal ini menyebabkan praktisi dalam tim pembedahan jantung menggunakan strategi untuk mengatasi, antara lain dengan penggunaan steroid. Data dan uji klinis mengenai masalah tersebut masih terus dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek deksametason 1mg/kg (max 15 mg) dibandingkan metilprednisolon 30 mg/kg (max 500 mg) dalam mencegah penurunan kontraktilitas miokard dan peningkatan kadar troponin I pascabedah penutupan defek septum intraventrikel. Metode: Telah dilakukan penelitian uji klinis acak tersamar tunggal pada 36 pasien anak yang menjalani operasi penutupan defek septum intraventrikel antara bulan Januari 2019 hingga April 2019, yang dialokasikan ke dalam kelompok metilprednisolon (kelompok standar) atau kelompok deksametason. Pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai kontraktilitas miokard (fraksi ejeksi, fraksi pemendekan, peak E velocity, peak A velocity dan rasio E/A) dilakukan 1 hari sebelum operasi dan 8 jam pasca-CPB sedangkan pemeriksaan sampel darah untuk menilai kadar troponin I dilakukan pada awal induksi dan 8 jam pasca-CPB. Pemeriksaan troponin I dilakukan dengan metode ELISA. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik yang sesuai. Hasil: 36 pasien yang menjalani operasi VSD yang memenuhi kriteria penerimaan, 35 pasien dianalisis karena 1 pasien kelompok deksametason meninggal sebelum 8 jam pasca-CPB. Karakteristik demografi, data kontraktilitas miokard dan kadar troponin I praoperatif dan pascaoperatif seimbang pada kedua kelompok. Kontraktilitas miokard pada kelompok metilprednisolon dan deksametason turun bermakna pada 8 jam pasca-CPB. Kadar troponin I 8 jam pascabedah pada kelompok metilprednisolon naik bermakna sedangkan kadar troponin I pada kelompok deksametason berbeda naik tidak bermakna. Simpulan: Deksametason dapat digunakan dalam upaya mencegah inflamasi sistemik akibat operasi jantung terbuka. Ketersediaan deksametason cukup baik di seluruh Indonesia dan lebih ekonomis dibandingkan metilprednisolon. ......Background: Ventricular septal defect is one of the most common congenital heart disease found in Indonesia with an incidence of 3.6-6.5 per 1000 live births or around 20% -30% of congenital heart disease. 32% of cases require ventricular septal defect closure surgery. Surgical closure of the ventricular septal defect requires the use of a heart-lung bypass machine or cardiopulmonary bypass (CPB) which is theoretically associated with inflammation due to the release of proinflammatory mediators which can result in myocardial damage. This caused practitioners in the heart surgery team to use strategies to overcome, including the use of steroids. Data and clinical trials regarding these problems are still ongoing. The aim of this study was to determine the effect of dexamethasone 1mg/kg (max 15mg) versus methylprednisolone 30mg/kg (max 500mg) in preventing a decrease in myocardial contractility and an increase in troponin I levels after surgical closure of ventricular septal defects. Methods: A single randomized clinical trial study was conducted in 36 pediatric patients undergoing ventricular septal defect surgery between January 2019 until April 2019, which were allocated into the methylprednisolone group (standard group) or dexamethasone group. Echocardiography (baseline) was carried out 1 day before surgery and 8 hours post-CPB to assess myocardial contractility (ejection fraction, shortening fraction, peak E velocity, peak A velocity and E/A ratio). Blood serum examination to assess troponin I levels was done at the beginning of induction and 8 hours post-CPB. Troponin I examination was carried out by the ELISA method. The data obtained were analyzed by the appropriate statistical test. Results: 36 patients who undergoing VSD surgery who met the admission criteria, 35 patients were analyzed because 1 patient of the dexamethasone group died before 8 hours post-CPB. Demographic characteristics, myocardial contractility data and preoperative-postoperative troponin I levels were balanced in both groups. Myocardial contractility in the methylprednisolone and dexamethasone groups dropped significantly at 8 hours post-CPB. Troponin I levels 8 hours after surgery in the methylprednisolone group increased significantly but troponin I levels in the dexamethasone group increased no significant. Conclusion: Dexamethasone can be used in an effort to prevent systemic inflammation due to open heart surgery. The availability of dexamethasone is quite good throughout Indonesia and is more economical than methylprednisolone.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Holong Mangasah
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Holong MangasahProgram Studi : Pendidikan KedokteranJudul Tugas Akhir : Perbandingan Kadar Trigliserida Plasma pada Penggunaan Deksametason dan Prednison sebagai Terapi Induksi Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak-anak Latar Belakang: Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan penyakit keganasan pada sel-sel prekursor limfoid yang sering terjadi anak-anak. Pengobatan terhadap LLA terdiri dari tiga fase, fase induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Terapi fase induksi merupakan tahap pemusnahan sel-sel kanker dan fase ini bertujuan untuk mencapai remisi. Obat yang digunakan dalam fase ini adalah obat kortikosteroid karena sifat sitotoksiknya. Obat kortikosteroid memiliki efek samping peningkatan lipogenesis yang dapat meningkatkan trigliserida plasma. Deksametason dan prednison saat ini sering dipakai dalam pengobatan fase induksi sebagai obat kortikosteroid pilihan.. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai tingkat efek samping kedua obat diukur dari kadar trigliserida. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat peningkatan kadar trigliserida dari kedua obat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Sampel yang diambil sebanyak 21 sampel dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Hasil: Persebaran data dari kadar trigliserida yang diperoleh tidak normal. Perbandingan kadar trigliserida dari deksametason dan prednison disajikan dalam bentuk median yaitu 108 mg/dL untuk deksametason dan 146 mg/dL untuk prednison. Analisis dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dan menunjukkan hasil yang tidak bermakna Kesimpulan: Nilai median pada kadar trigliserida dari penggunaan deksametason dan prednison tidak menunjukkan hasil yang bermakna.
ABSTRACT
ABSTRACT Name Holong MangasahStudy program MedicineTitle of Paper Comparison of Plasma Triglycerides Level in Dexamethasone and Prednisone Usage as Induction Therapy of Acute Lymphoblastic Leukemia in Children Background Acute lymphoblastic leukemia ALL is a malignant disease that affect lymphoid precursors cell and often happen in children. Therapy for ALL consists of three phases, induction phase, consolidation phase, and maintenance phase. During induction phase, malignant cells are destroyed and therefore, this phase is important to achieve remission. Corticosteroid drug is used in induction therapy because of its cytotoxic effect. Meanwhile, one of corticosteroids adverse effect is increasing lipogenesis which may elevate plasma triglycerides level. Dexamethasone and prednisone currently served as the drug of choice for induction phase. There has been no research comparing dexamethasone and prednisone in elevating plasma triglycerides level in ALL patients. Objective The purpose of this study is to know the level of elevated triglycerides after dexamethasone and prednisone usage in ALL patients Method The design of this study is cross sectional. This study uses 21 samples which are obtained from medical records in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo by consecutive sampling. Results The obtained data of triglycerides level shows an uneven distribution. Dexamethasone group has a median of 106 mg dL and prednisone group has a median of 146 mg dL. Comparison between both groups shows an insignificant result. Conclusion The difference in median value of dexamethasone group and prednisone group is not significant.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Ardito
Abstrak :
ABSTRACT
Latar Belakang: Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang terjadi pada sel-sel prekursor limfoid yang sering terjadi pada anak-anak. Pengobatan LLA terdiri dari tiga fase, fase induksi, konsolidasi, dan maintenance. Terapi fase induksi merupakan tahap pembersihan sel-sel kanker dan fase ini mempunyai tujuan untuk mencapai masa remisi. Fase ini menggunakan obat kortikosteroid akibat sifat sitotoksik yang dimilikinya. Obat kortikosteroid memiliki salah satu efek samping berupa peningkatan kenaikan glukosa plasma yang dapat meningkatkan gula darah sewaktu. Deksametason dan prednison merupakan kortikosteroid yang digunakan dalam pengobatan fase induksi. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai tingkatan efek samping dari kedua obat yang diukur berdasarkan nilai glukosa plasma. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat peningkatan nilai gula darah sewaktu dari kedua obat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Sampel yang digunakan sebanyak 57 sampel dari rekam medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Hasil: Persebaran data dari nilai glukosa plasma yang diperoleh tidak normal. Perbandingan nilai gula darah sewaktu dari deksametason dan prednison disajikan dalam bentuk median yaitu 107 mg/dL untuk prednison dan 98 mg/dL untuk deksametason. Analisis dilakukan menggunakan Uji Mann-Whitney dan menunjukkan hasil yang tidak bermakna Kesimpulan: Nilai median pada nilai gula darah sewaktu dari penggunaan deksametason dan prednison tidak menunjukkan hasil yang bermakna.
ABSTRACT
Background: Acute lymphoblastic leukemia (LLA) is a malignant disease occurs in lymphoid precursor cells which often occur in children. Treatment LLA consists of three phases, the induction, consolidation and maintenance phases. Phase therapy induction is the stage of cleansing cancer cells and this phase has a purpose to reach a period of remission. This phase uses corticosteroid drugs due to its properties cytotoxic it has. Corticosteroid drugs have one side effect in the form of an increase in plasma glucose which can increase blood sugar when. Dexamethasone and prednisone are the corticosteroids used in the treatment of the induction phase. Until now, there has been no research on the degree of side effects of both drugs measured by glucose values plasma. Objective: The purpose of this study is to determine the level of improvement Current blood sugar values ​​of both drugs. Method: This research uses design cross-sectional research. The sample used was 57 samples from the record Cipto Mangunkusumo Hospital. The sampling technique used is consecutive sampling. Results: Data distribution of glucose values plasma obtained is not normal. Comparison of blood sugar values ​​when from dexamethasone and prednisone are presented in the median form of 107 mg / dL for prednisone and 98 mg / dL for dexamethasone. Analyzes were performed using Test Mann-Whitney and show results that are not meaningful Conclusion: Value median in blood sugar values ​​when using dexamethasone and prednisone did not show meaningful results.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Sheryn Laura
Abstrak :
Dalam dua dekade terakhir, terjadi peningkatan insidensi Inflammatory Bowel Disease (IBD) secara global. Deksametason yang tergolong dalam golongan kortikosteroid menjadi salah satu pilihan terapi IBD. Deksametason memiliki spesifisitas yang rendah sehingga dapat memberikan banyak efek samping ketika diberikan lewat rute oral konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi beads berisi deksametason (F1) dan deksametason-probiotik (F2) menggunakan metode gelasi ionik, dengan polimer natrium alginat (2%) yang disambung silang dengan kation Ca2+ dari kalsium klorida (3%). Probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Probiotik ditambahkan dengan tujuan memfasilitasi degradasi polimer pada lingkungan kolon. Beads kalsium-alginat yang dihasilkan berbentuk hampir bulat dan memiliki efisiensi penjerapan yang tinggi (F1 94,839%, F2 97,415%). Beads kemudian disalut oleh Eudragit L100 (F1A & F2A) atau Eudragit S100 (F1B & F2B). Pengujian pelepasan zat aktif dilakukan secara in vitro pada medium HCl 0,1 N pH 1,2 (2 jam), dapar fosfat pH 7,4 (3 jam), dan dapar fosfat pH 6,8 (3 jam) secara kontinu. Keempat formula beads berhasil menghasilkan pelepasan rendah pada medium HCl. Formula dengan probiotik yang tersalut dengan Eudragit L100 (F2A) merupakan formula terbaik karena berhasil menghasilkan pelepasan deksametason dalam HCl yang rendah (3,062 ± 0,036%), dan memberikan pelepasan kumulatif deksametason pada kolon yang paling tinggi (94,698 ± 0,608%). Hasil pengujian menunjukkan bahwa beads dengan probiotik memiliki pelepasan kumulatif yang lebih tinggi dibanding beads tanpa probiotik. ......In the past two decades, there has been an increase in the incidence of Inflammatory Bowel Disease (IBD) globally. Dexamethasone, which belongs to corticosteroid class, has low specificity so that it can produces many side effects when given by the conventional oral route. This research was conducted to prepare and evaluate beads containing dexamethasone (F1) and dexamethasone-probiotic (F2) by ionic gelation method, where sodium alginate (2%) was crosslinked with Ca2+ ions from calcium chloride (3%). Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium bifidum are used as probiotics in this formulation. Probiotics are added with the aim to facilitate the degradation of polymers in the colonic environment. The resulting beads are almost spherical in shape and have high entrapment efficiency (F1 94.839 ± 0.361%), F2 (97.415 ± 0.852%). The beads were then coated with Eudragit L100 (F1A & F2A) or Eudragit S100 (F1B & F2B). In vitro drug release study was performed on 0,1 N HCl pH 1,2 (2 hours), phosphate buffer pH 7.4 (3 hours), and phosphate buffer pH 6,8 (3 hours) continuously. All formulas successfully resist release in the acidic environment. Formula 2A was selected as most optimum formula as it could resist the release of dexamethasone in HCl (3.062 ± 0.036%), and gave the highest drug cumulative release in colon (94.698 ± 0.608%). The results showed that beads formulated with probiotics had higher cumulative release compared with the beads with dexamethasone only.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaabita Nabila Rifqa
Abstrak :
Penggunaan sediaan deksametason dan deksklorfeniramin maleat cukup tinggi. Namun, sediaan dalam bentuk cair memiliki stabilitas yang buruk. Hal ini penting untuk mengetahui beyond use date (BUD) atau batas waktu penggunaan pada sediaan tersebut untuk menjamin keamanan produk. Penelitian ini bertujuan menunjukkan kondisi analisis yang optimal dan menentukan BUD sirup deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan metode KCKT fase terbalik. Kondisi optimal untuk analisis dicapai pada kondisi isokratik menggunakan campuran air-asetonitril (30:70 v/v) sebagai fase gerak dengan panjang gelombang detektor 262 nm, laju alir fase gerak 1 mL/menit, dan volume injeksi sampel sebesar 20 μL, dan Waters® Spherisorb ODS2 C18 (250 × 4,6 mm, 5 μm) digunakan sebagai kolom. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menganalisis standar dan sampel yang disimpan pada suhu 30oC selama 39 hari. Penentuan BUD dalam sampel berdasarkan t90 dari semua sampel yang dianalisis. Waktu retensi untuk deksametason pada 21,153 menit dan deksklorfeniramin maleat pada 3,442 menit. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang linier dengan koefisien korelasi untuk deksametason dan dekklorfeniramin maleat masing-masing sebesar 0,9997 dan 0,9992. Hasil uji akurasi diperoleh sebesar 101,0193-101,5551% untuk deksametason dan 99,6533-101,1556% untuk deksklorfeniramin maleat dengan KV ≤2%. Serta, nilai LOD dan LOQ untuk deksametason sebesar 0,6824 dan 2,0678 μg/mL. Sedangkan, deksklorfeniramin memiliki nilai LOD dan LOQ adalah 4,8766 dan 14,7760 μg/mL. Metode ini sepenuhnya divalidasi sesuai dengan persyaratan pedoman ICH didapat BUD pada sampel A dan B berturut-turut adalah 6 hari dan 48 hari. Sedangkan, secara fisik, sediaan sirup mengalami penurunan intensitas warna dan bau selama masa penyimpanan. ......The usage of dexamethasone (DXM) and dexchlorpheniramine maleate (DCM) dosage forms is quite high. However, preparations in liquid form have poor stability. It is important to know these preparations beyond use date (BUD) to ensure product safety. The study aims to show the optimal condition of analysis and determine the BUD of DXM-DCM syrup with RP-HPLC methods. The best separation of the analytes was achieved under isocratic conditions using water-acetonitrile (30:70) as mobile phase, detector wavelength of 262 nm, 1 mL/min of flow rate, 20 μL of injection volume, and Waters® Spherisorb ODS2 C18 (250 x 4,6 mm, 5 μm) column. The DXM-DCM were determined by analyzing the samples stored for 39 days (30oC). The determination of BUD is based on the t90. The retention time of DXM-DCM were 21,153 and 3,442 minutes. The analytical methods have shown a linear result r value for DXM-DCM with the amount of 0.9997 and 0.9992 respectively. The accuracy of this method had justified by the recovery of 101,0193-101,5551% for DXM and 99,6533-101,1556% for DCM with CV ≤2%. The LOD and LOQ for DXM were 0,6824 and 2,8766 μg/mL. Furthermore, DCM was detected with LOD value of 2,0678 μg/mL and LOD value of 14,7760 μg/mL. The method was fully validated according to the requirements of ICH guidelines. The results of BUD in samples A and B were 6 and 48 days. Meanwhile, as a result of physical stability, the syrup showed a decrease in color and odor intensity during the storage period.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Angelia Yohana Ulina
Abstrak :
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah istilah untuk dua kondisi, yaitu Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn Disease (CD) yang ditandai dengan peradangan kronis pada saluran gastrointestinal. Deksametason memiliki spesifisitas yang kurang sehingga dapat menyebabkan efek samping sistemik apabila digunakan secara jangka panjang. Pengobatan IBD memerlukan suatu sistem penghantaran kolon tertarget untuk mengurangi efek samping deksametason. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi beads kalsium pektinat yang mengandung deksametason (F1) dan kombinasi deksametason-probiotik (F2) serta mengetahui karakteristik dan profil pelepasannya melalui uji pelepasan in vitro. Jenis probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Beads dibuat menggunakan metode gelasi ionik dan disalut menggunakan Eudragit L100 (FA) dan Eudragit S100 (FB), sehingga didapatkan F1A, F1B, F2A, F2B. Karakterisasi dilakukan terhadap beads sebelum dan sesudah disalut. Uji pelepasan in vitro pada beads tersalut dilakukan dalam medium HCl pH 1,2 selama 2 jam, medium dapar fosfat pH 7,4 selama 3 jam, dan medium dapar fosfat pH 6,8 selama 3 jam. Beads yang dihasilkan berbentuk hampir sferis dan memiliki nilai efisiensi penjerapan yang tinggi, yaitu 82,730% ± 0,774% (F1) dan 94,414% ± 0,477% (F2). Sebagian besar beads terdistribusi pada ukuran diameter 0,841-1,190 mm. Hasil pelepasan obat kumulatif akhir pada F1A, F1B, F2A, dan F2B, berturut-turut adalah 89,919% ± 0,524%, 87,653% ± 0,713%, 98,695% ± 1,486%, dan 97,406% ± 0,459%. Berdasarkan hasil pengujian, beads kalsium pektinat tersalut mampu menahan pelepasan deksametason dalam medium asam, namun belum berhasil menarget kolon. ......Inflammatory Bowel Disease (IBD) is a term for two conditions, namely Ulcerative Colitis (UC) and Crohn's Disease (CD) which are characterized by chronic inflammation of the gastrointestinal tract. Dexamethasone has poor specificity so that it can cause systemic side effects when used in long term. The treatment of IBD requires a colon targeted drug delivery system to reduce the side effects of dexamethasone. This study aimed to obtain a formulation of calcium pectinate beads that containing dexamethasone (F1) and combination of dexamethasone-probiotics (F2) and to determine the characteristics and release profile through in vitro release tests. The types of probiotics used were Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Beads were made using the ionic gelation method and coated using Eudragit L100 (FA) and Eudragit S100 (FB), so that formulas were F1A, F1B, F2A, and F2B. Characterization was carried out on the beads before and after they were coated. In vitro release test on coated beads was carried out in HCl pH 1.2 medium for 2 hours, phosphate buffer medium pH 7.4 for 3 hours, and phosphate buffered medium pH 6.8 for 3 hours. The resulting beads were almost spherical in shape and had high entrapment efficiency values, namely 82.730% ± 0.774% (F1) and 94.414% ± 0.477% (F2). Most of the beads were distributed in diameter sizes from 0.841 to 1.190 mm. The final cumulative release results of F1A, F1B, F2A, and F2B was 89.919% ± 0.524%, 87.653% ± 0,713%, 98.695% ± 1,486%, dan 97.406% ± 0.459%. Based on the test results, the coated calcium pectinate beads were able to resist the release of dexamethasone in acidic medium, but had not succeeded in targeting the colon.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>