Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Ghina Chairunnisa
"ABSTRAK
Transfusi darah dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien thalassemia mayor, namun dapat menyebabkan kelebihan zat besi, sehingga diperlukan terapi kelasi besi, seperti deferipron dan deferasirox. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis obat yang lebih cost-effective dengan metode Analisis Efektivitas-Biaya AEB karena masing-masing obat memiliki perbedaan efektivitas dan biaya obat yang signifikan. Data diambil secara retrospektif dan pengambilan sampel dilakukan secara total sampling berdasarkan catatan rekam medik dan sistem informasi rumah sakit. Pasien yang diikutsertakan merupakan pasien anak-anak pengguna deferipron n=33 dan deferasirox n=27 yang rutin melakukan transfusi darah pada tahun 2016. Efektivitas pengobatan diukur berdasarkan perubahan kadar serum ferritin. Biaya didapatkan dari median total biaya pengobatan, meliputi biaya obat, alat kesehatan, tindakan, administrasi dan jasa dokter, laboratorium serta kantong darah. Berdasarkan hasil penelitian, deferasirox 1.164 ng/mL lebih efektif dari deferipron 692 ng/mL dan median total biaya pengobatan deferasirox lebih mahal. Hasil akhir menunjukkan bahwa rasio efektivitas-biaya deferasirox Rp 65.816,68 lebih rendah dari deferipron Rp 74.956,60 , namun keduanya tidak ada yang mendominasi sehingga tidak dapat ditentukan terapi yang lebih cost-effective. Bila pengobatan deferipron dipilih, perlu dikeluarkan biaya tambahan sebesar Rp 52.416,64 untuk peningkatan satu unit efektivitas dan pengambil kebijakan di pelayanan kesehatan harus mempertimbangkan apakah biaya lebih tersebut sebanding dengan peningkatan efektivitasnya.

ABSTRAK
Blood transfusions are needed in improving the quality of life of major thalassemia patients, but it can lead to excess iron, so it requires iron chelation therapy, such as deferiprone and deferasirox. This study is aimed to analyse whether deferipron or deferasirox is more cost effective with Cost Effectiveness Analysis CEA method because each drug has a significant difference in effectiveness and drug costs. Data were taken retrospectively and sampling was done using total sampling based on medical records and hospital information systems. Patients which included are pediatric patients with deferiprone n 33 and deferasirox n 27 who regulary perform blood transfusion in 2016. The effectiveness is measured by changes in serum ferritin levels and the cost is median of the total cost, summed from the cost of drugs, medical devices, hospitalization, administration, physician, laboratories and blood bags. Based on the results, the effectiveness of deferasirox 1,164 ng mL is greater than deferiprone 692 ng mL and median total cost of deferasirox is more expensive. The final result showed that cost effective ratio of deferasirox Rp 65.816,68 is lower than deferiprone Rp 74.956,60 , but none of both medications is dominant and therefore we could not determine which medication is more cost effective. If deferiprone is selected, it requires extra cost Rp 52.416,64 to increase the effectivity. Policy maker in healthcare facility need to consider if incremental cost of medication is equal to its increased effectiveness."
2017
S69397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimma Cempaka Salsabilla
"Introduction. Thalassemia is one of the hemoglobin disorders with high prevalence worldwide and in Indonesia. A continuous red blood cells transfusion can result in accumulation of iron in the body and stored as ferritin. The excessive iron is removed using iron chelation therapy where a good compliance to iron chelators is required for desirable outcomes. Hence, this study aims to find the association between patients’ compliance to oral iron chelators (Deferasirox and Deferiprone) and serum ferritin level in adolescent thalassemia patients as they have been known to be non-compliant towards their medication.
Methods. Questionnaire and patient diary card were distributed to adolescent thalassemia patients who had fulfilled exclusion and inclusion criteria. Subjects were divided into poor and good compliance based on the result of patient diary card which were filled for 30 days. Based on Adherence Barrier Questionnaire (ABQ), high and low ABQ score were obtained. The serum ferritin level pre- and post-study was obtained from patients’ medical record. The association between patients’ compliance from the diary card report was assessed using SPSS along with identification of adherence barriers and questionnaire’s total score from the ABQ result.
Results. Out of 29 subjects, from the result of patient diary card, there were 72% subjects with poor compliance and 28% subjects with good compliance. Based on ABQ result, there were 4.8% subjects with high ABQ score and 55.2% subjects with low ABQ score. There was a statistically significant correlation between ABQ score and serum ferritin level difference pre- and post-study (ρ = -0.394, p = 0.034). The correlation between patient’s compliance from diary card and serum ferritin level was insignificant (ρ = -0.040, p = 0.838). Based on ABQ result, it was found that forgetfulness, patients’ attitude towards their regiments, and fear of side effects are barriers towards patients’ compliance for iron chelators.
Conclusion. There is a correlation between patients’ compliance and serum ferritin level based on the result of ABQ.

Pendahuluan. Talasemia adalah salah satu kelainan hemoglobin dengan prevalensi tinggi di dunia dan di Indonesia. Transfusi darah dalam jangka waktu panjang menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh yang disimpan sebagai feritin serum. Zat besi yang berlebihan dikeluarkan dengan terapi kelasi besi, dimana dibutuhkan kepatuhan yang baik terhadap obat kelasi besi agar hasil pengobatan baik. Studi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kepatuhan pasien terhadap obat kelasi besi oral (Deferasiroks dan Deferipron) dengan jumlah feritin serum pada pasien talasemia remaja karena remaja dikenal sering tidak patuh terhadap pengobatan mereka.
Metode. Kuesioner dan buku diari disebarkan untuk mengumpulkan data dari pasien talasemia remaja yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi. Subjek dibagi menjadi kepatuhan baik dan buruk berdasarkan hasil buku diari yang diisi selama 30 hari. Berdasarkan hasil Adherence Barrier Questionnaire (ABQ), didapatkan skor ABQ tinggi dan rendah. Jumlah feritin serum sebelum dan sesudah studi diambil dari rekam medik pasien. Hubungan antara kepatuhan pasien berdasarkan buku diari dinilai menggunakan SPSS bersamaan dengan identifikasi penghambat kepatuhan dan skor total kuesioner berdasarkan hasil ABQ.
Hasil. Dari 29 subjek, berdasarkan hasil buku diari, terdapat 72% subjek dengan kepatuhan yang baik dan 28% subjek dengan kepatuhan yang buruk. Berdasarkan hasil ABQ, terdapat 44.8% subjek dengan skor ABQ tinggi dan 55.2% subjek dengan skor ABQ rendah. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara skor ABQ dan perbedaan feritin serum sebelum dan sesudah studi (ρ = -0.394, p = 0.034). Sementara itu, hubungan antara kepatuhan pasien bedasarkan buku diari dengan perbedaan jumlah feritin serum tidak bermakna (ρ = -0.040, p = 0.838). Ditemukan bahwa lupa, sikap pasien terhadap obatnya, dan ketakutan terhadap efek samping adalah penghalang kepatuhan pasien terhadap obat kelasi besi berdasarkan hasil respon dari ABQ.
Kesimpulan. Terdapat hubungan antara kepatuhan pasien dengan jumlah feritin serum berdasarkan hasil ABQ.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library