Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: McGraw-Hill, 2012
658.478 REV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mandagi, Sofia B.
Abstrak :
Hari Harganas yang dirayakan Lapangan Merdeka Ambon dan di hadiri Presiden diwarnai dengan aksi tarian cakalele (tanpa jadwal) oleh sekelompok orang yang diakhiri dengan pembentangan bendera tak sebagaimana mestinya karena terjatuh, yang dilansir Pemerintah itu adalah bendera RMS. Makar(aanslag) berarti serangan, yang lebih jelasnya dalam pasal 87 KUHP disebutkan bahwa makar (aanslag) suatu perbuatan dianggap ada apabila kehendak si pelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan dalam arti yang dimaksud dalam pasal 53 KUHP. Pasal 53 KUHP ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum. Dan membatasi penindakan pidana pada suatu perbuatan pelaksanaan. Namun untuk tindak pidana makar tidak berlaku apa yang termuat dalam pasal 53 KUHP. Dalam makar yang dilindungi adalah keamanan Negara yang meliputi (1) Keamanan Kepala Negara, (2) Keamanan Wilayah Negara, (3) Keamanan Bentuk Pemerintahan Negara. Tindak Pidana Makar di dalam KUHP yaitu pasal 104, 106, 107, 108, 110. Terdapat kontroversi antara Tindak Pidana Makar dengan Kebebasan berekspresi setiap orang yang dijamin oleh setiap Negara melalui undang-undang. Di Indonesia kebebasan berekspresi diatur dalam pasal 28, 28E ayat (3) UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat di Muka Umum, sedangkan berdasarkan instrument internasional diatur di dalam International Convention on Civil and Political Rights (ICCPR) yang memiliki kekuatan mengikat kepada Negara anggota PBB pada tahun 1976. Di satu sisi pemerintah ingin menjaga keutuhan Negara dari serangan-serangan yang hanya menyebabkan terganggunya keutuhan/kedaulatan wilayah Negara baik sebagian atau seluruhnya, tetapi di pihak lain kebebasan berekspresi setiap warga Negara merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan karena dijamin oleh undang-undang untuk dapat menyalurkan aspirasi, pesan, protes kepada Pemerintah. Untuk itu dalam memutuskan suatu perkara pidana khususnya tindak pidana makar, hakim harus lebih hati-hati agar pelanggaran hak asasi manusia dalam hal ini kemerdekaan berekspresi setiap warga Negara tidak terganggu dan dihalangi, tetapi memiliki tanggung jawab dan batasan yang hanya diatur oleh undang-undang, karena sifatnya yang derogable.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22429
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Swasono Hadi
Abstrak :
ABSTRAK
Self deception adalah suatu konsep dengan banyak definisi. Dalam penelitian ini sendiri penggunaan istilah Self deception mengacu kepada penjelasan Goleman (1997) yaitu suatu keadaan tidak disadarinya keberadaan informasi negatif pemicu kecemasan, baik sebagian atau seluruhnya, sebagai akibat bekerjanya mekanisme pengalihan perhatian atau mekanisme penyimpangan ingatan yang dilakukan oleh skemaskema di luar kesadaran. Sementara itu, salah satu perkembangan menonjol yang terjadi dewasa ini adalah semakin meningkatnya peran media massa dalam kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan tersebut tidak bisa dihindari bahwa berita-berita yang disampaikan media massa turut pula menimbulkan efek perasaan negatif dalam kalangan masyarakat. Hal ini bukan hanya disebabkan karena adanya faktor penilaian subyektif masingmasing anggota masyarakat tetapi juga unsur keberpihakan dalam diri media massa itu sendiri. Mencermati hal tersebut peneliti melihat ada kemungkinan keterkaitan antara pemberitaan media massa dengan proses self deception, di mana berita-berita yang disajikan media massa berpotensi menimbulkan kecemasan pada masyarakat sehingga dapat menjadi faktor pendorong terjadinya proses self deception. Untuk meneliti kemungkinan hubungan tersebut, sekaligus dalam upaya untuk lebih memahami proses self deception, maka peneliti melakukan eksperimen secara randomized two group. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah secara insidental. Subyek penelitian diambil dari kelompok Forum Studi Orientasi Islam (Forsis). Dengan pertimbangan kemudahan, penelitian ini dikhususkan kepada berita dalam bentuk tertulis atau berita media cetak. Prosedur yang dilakukan adalah memberikan berita netral kepada kelompok kontrol dan berita negatif kepada kelompok eksperimen, kemudian meminta mereka me-recall kata-kata tertentu yang diminta. Walau kedua bacaan tersebut berbeda isi dan konteksnya, namun kata-kata yang harus di-recall sama persis untuk kedua kelompok. Faktor agama menjadi dasar interpretasi berita, dimana berita negatif merupakan berita memojokkan agama yang dianut subyek penelitian (kelompok eksperimen). Hipotesa alternatif penelitian ini adalah bahwa kelompok eksperimen yang menerima berita negatif hasil recall-nya akan lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menerima berita netral. Jika hal itu terbukti, maka defisit dalam ingatan kelompok eksperimen mengindikasikan kemungkinan terjadinya proses self deception. Hasil analisa kuantitatif penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesa alternatif ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara hasil recall kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Walau demikian hasil analisa kualitatif menunjukkan terjadi penyimpangan dalam sejumlah recall kelompok ekseprimen, dimana sebagian kecil di antaranya memenuhi kriteria sebagai proses sel f deception. Melalui penelitian ini juga diperoleh beberapa hasil sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut mengenai masalah self deception, yaitu: 1. Pemberian informasi negatif yang terkait langsung dengan subyek penelitian kemungkinan akan berpotensi lebih besar memicu terjadinya proses self deception. 2. Kredibilitas sumber informasi hendaknya mendapat perhatian, karena informasi negatif yang berasal dari sumber yang kredibel dan memiliki data penunjang yang kuat akan lebih mudah menimbulkan kecemasan. Hal ini penting karena dalam teori Goleman kecemasan merupakan intervening faktor dalam menimbulkan self deception. 3. Kesempatan untuk mengalihkan perhatian nampaknya merupakan faktor pendukung bagi terjadinya self deception, karena hal tersebut akan menghambat informasi negatif untuk disadari. 4. Adanya perbedaan individual para subyek penelitian dalam menyikapi informasi negatif menunjukkan kemungkinan adanya secondary variabel yang berpengaruh terhadap proses self deception, seperti mungkin faktor rentang perhatian, usia atau tingkat kecemasan. Untuk itu diperlukan studi lanjutan yang bertujuan mengidentifikasi karakteristik individual yang dapat mempengaruhi self deception tersebut. Pengidentifikasian secondary variabel tersebut juga akan berguna dalam menerapkan prosedur kontrol penelitian yang lebih ketat. Untuk meningkatkan validitas pengukuran hal lain yang dapat dilakukan adalah menambah jumlah sampel, hal ini selain akan meningkatkan kemampuan generalisasi penelitian juga akan mempertinggi nilai t. 5. Dengan memperhatikan sejumlah saran yang telah diberikan hendaknya dapat dibuat alat ukur baku atau standar baku untuk mengukur self deception.
2003
S3217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Tandiary
Abstrak :
ABSTRAK
Psikopat fiktif telah dianalisis sebagai realistis atau tidak realistis. Praktisi klinis, psikolog forensik, dan psikiater forensik juga telah menggunakannya sebagai contoh dan alat pengajaran. Karakter the Joker yang digambarkan pada film 2008 ldquo;The Dark Knight rdquo; dideskripsikan sebagai seorang kriminal yang memiliki gangguan mental. Sesuai dengan hal tersebut, ia telah didiagnosis oleh psikiatris forensik di kehidupan nyata sebagai seorang psikopat. Oleh karena itu, para penonton berkemungkinan mereferensikan dirinya sebagai contoh para psikopat dan tingkah lakunya sebagai indikasi-indikasi psikopati. Namun, jika the Joker bukanlah psikopat fiktif yang realistis, gambarannya dalam film ini dapat membawa para penonton ke fakta yang salah. Untuk memahami betapa realistisnya the Joker, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis fitur-fitur linguistik yang menandai the Joker sebagai seorang kriminal dan/atau seorang psikopat: manipulasi dan ancaman. Penulis tulisan ini menekankan analisis pada penggunaan penipuaan lisan the Joker karena penipuan lisan adalah sebuah tipe manipulasi, dan karena pada umumnya, psikopat cenderung pengguna baik manipulasi. Penulis menemukan bahwa the Joker lebih menggunakan penipuan lisan daripada ancaman. Namun, perbedaan frekuensi penggunaan fitur-fitur linguistik ini tidaklah signifikan. Dalam kata lain, the Joker tidak memiliki preferensi antara menggunakan penipuan lisan atau ancaman sebagai strategi linguistik untuk mencapai tujuannya. Ini merefleksikan karakteristik sebuah sub-tipe psikopati, the macho, yang cenderung menggunakan ancaman untuk mencapai tujuannya. Oleh sebab itu, berdasarkan fitur-fitur linguistiknya, the Joker adalah seorang psikopat fiktif yang realistis, terutama untuk sub-tipe the macho. Berdasarkan penemuan ini, implikasi praktis dan teoretisnya adalah para psikopat mungkin menggunakan ancaman hampir sama banyaknya dengan menggunakan manipulasi, dan para pembuat dan para konsumen karya fiksi sebaiknya lebih memperhatikan penggambaran karakter-karakter psikopat dan karakter-karakter yang berkecenderungan menggunakan ancaman, terutama jika mereka juga berkecenderungan menggunakan manipulasi.
ABSTRACT
Fictional psychopaths have been analysed to be either realistic or non realistic. Clinical practitioners, forensic psychologists, and forensic psychiatrists have also used them as examples and teaching tools. The character of the Joker as portrayed in the 2008 ldquo The Dark Knight rdquo movie is described as a criminal with a mental disorder. Accordingly, he has been diagnosed by a real life forensic psychiatrist to be a psychopath. Therefore, the movie audience may refer to him for an example of psychopaths and to his behaviours for indications of psychopathy. However, if the Joker is not a realistic fictional psychopath, his portrayal in this movie may lead the audience to false facts. To understand how realistic the Joker is, this paper aims to analyse the linguistic features which mark the Joker as a criminal and or a psychopath manipulations and threats. The writer of this paper emphasizes the analysis on the Joker rsquo s uses of verbal deception as verbal deception is a type of manipulation, and because generally, psychopaths tend to be really good users of manipulation. The writer finds that the Joker uses more verbal deceptions compared to threats. However, the differences in frequency of his using these linguistic features are not significant. In other words, the Joker has no preference when it comes to using verbal deceptions or threats as a linguistic strategy to achieve his goals. This reflects the characteristics of a subtype of psychopathy, the macho, which tends to utilize threats to achieve his goal. Thus, based on his linguistic features, the Joker is a realistic fictional psychopath, especially of the macho subtype. On the basis of these findings, the practical and theoretical implications are that psychopaths may use threats about as much as they use manipulation, and that creators and audience of fictional works should pay more attention to portrayal of psychopathic characters and characters who have a tendency of using threats, especially if they also have a tendency of using manipulation.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arafah Sinjar
Abstrak :
Etika salah satu cabang filsafat yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kehidupan ekonomi. Filsafat tidak sekedar berdialog dengan realita sosial ekonomi yang ada, namun juga ikut serta menyumbangkan gagasan pemecahan permasalahan-permasalahan yang menyimpang di dalam dunia bisnis pada umumnya dan bisnis perbankan pada khususnya. Etika bisnis berusaha memberikan konstribusi pikiran untuk menjauhi penyimpangan-penyimpangan yang seharusnya sejalan dengan prinsip-prinsip etika bisnis bangsa Indonesia yang mengikat atau sistem nilai masyarakat kita. Penyimpangan dari bisnis di atas seperti halnya, gaya penipuan yang semakin canggih seperti Mark-Up, Praktek Money Laundring, sating menjatuhkan, persaingan yang tidak sehat, uang sogok/semir, kolusi pencairan dana, pembocoran rahasia, expor piktif yang menghebohkan karena merugikan negara secara materiil maupun immateriil. Manusia pebisnis bukanlah makhluk yang berdiri sendiri yang dapat mempertahankan kediriannya tanpa ada perubahan-perubahan sikap atau penampilan, namun ia merupakan sosok makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani, (seperti akal pikiran, emosi, perasaan dan lain sebagainya). Penulis melihat bahwa sebenarnya pedoman dasar yang bersifat normatif, atau etika bisnis yang merupakan sebagai acuan pijakan melangkah setiap pelaku bisnis maupun para pengelola dunia perbankan yang terkait cukup memadai, hanya raja dalam realitas konkrit-operasonal kita sering menemukan prinsi-prinsip etika bisnis tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penulisan difokuskan kepada manusia secara material tetapi dari aspek tinjauan formalnya adalah prilakunya, yang berkaitan dengan moral dan etika manusia terutama yang berkaitan dengan etika bisnis perbankan. Oleh karena itu penulis akan membahas faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi pelaku bisnis yang mengabaikan nilai-nilai moral yang seharusnya mewarnai setiap tindakannya. Penulis memaparkan berbagai sumber yang dapat digunakan sebagai acuan mengkaji secara filosofis tentang moral dan etika bisnis. Seperti penulis menampilkan salah seorang tokoh filsafat modern yaitu Immanuel Kant sebagai salah satu pisau analisis dan refleksi filosofis. Pemikirannya banyak menyentuh unsur mentalitas manusia didalam berprilaku. Didalam era globalisasi yang semakin terbuka perlu kiranya menjaring nilai-nilai yang dianggap positif walaupun dari luar, dalam rangka menambah kekayaan wawasan untuk berprilaku yang lebih baik, sehingga etika bisnis perbankan dilndonesia semakin maju dan berkembang. Penulis yakin bahwa bilamana etika bisnis perbankan di Indonesia dijunjung tinggi maka kredibilitas dunia perbankan kita di berbagai lapisan masyarakat yang terkait semakin meningkat.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Hartanto
Abstrak :
Tesis ini tentang peran penyidik dan penyidik pembantu dalam penyelesaian tindak pidana penipuan dan penggelapan yang difokuskan pada peran yang dimainkan ( role playing ) oleh penyidik dan penyidik pembantu. Tesis ini disusun berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, melalui metode etnografi dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan pemeriksaan dokumen, pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara. Tesis ini menunjukan bahwa didalam laporan tindak pidana penipuan dan penggelapan terbentuk suatu lingkungan sosial yang didalamnya terdapat struktur sosial dimana pada lingkungan tersebut terdapat jaringan sosial yang terjadi karena ada hubungan sosial antara penyidik atau penyidik pembantu dengan atasannya, hubungan atasan penyidik dengan pihak yang berperkara (pihak pelapor dan pihak orang yang dilaporkan), hubungan penyidik atau penyidik pembantu dengan pihak penegak ketentuan peran dan hubungan penyidik atau penyidik pembantu dengan pihak berperkara yang kemungkinan satu kelompok dalam lingkungan sosial lain dalam kehidupannya sebagai manusia. Pada hubungan ini terjadi pertukaran sumber daya dan hubungan kekuasaan-ketergantungan yang mana hubungan tersebut pada dasarnya merupakan tata hubungan antar peran. Pada posisi penyidik dan penyidik pembantu sebagai pelaksana proses penyidikan mereka bertindak sebagai aktor dan individu lain sebagai target. sebagai seorang aktor, penyidik dan penyidik pembantu diminta untuk melakukan peran tertentu oleh individu lain. Peran yang diharapkan tidak selalu sesuai dengan ketentuan didalam proses penyidikan (ketentuan peran) sehingga timbul konflik antar peran ketika terjadi pertentangan diantara peran yang diharapkan berkaitan dengan peran mana harus dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Pada kondisi seperti ini penyidik dan penyidik pembantu akan mempertimbangkan pengambilan peran berdasarkan kekuasaan dan ketergantungannya pada seseorang. Tingkat kekuasaan dan ketergantungan dapat dianalisa dengan memperhitungkan sumberdaya yang dipertukarkan, nilai sumber daya dan keberadaan serta keterbatasan sumber daya dimana pada akhirnya dapat diketahui keberadaan persediaan ( supply ) dan permintaan ( demand) seorang penyidik dan penyidik pembantu terhadap suatu sumber daya. Sumber daya yang dipunyai ( supply) oleh seorang penyidik dan penyidik pembantu adalah kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum selama dalam proses pidana sebagai proses awal untuk menentukan seseorang berbuat atau tidak berbuat suatu tindak pidana disamping itu selama melaksanakan proses pidana secara hukum ia diberikan kesempatan untuk menggunakan atau tidak menggunakan kewenangan tertentu misalnya kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan, penangguhan penahanan, penyitaan, dan lain-lain dimana kewenangan tersebut berhubungan dengan kepentingan atau kebutuhan orang lain sedangkan sumber daya yang dibutuhkan ( demand) oleh penyidik dan penyidik pembantu sebagai manusia yang mempunyai berbagai lingkungan sosial secara umum sama. Sumber daya tersebut berbentuk pertama kebutuhan biologi atau kebutuhan primer. Kedua Kebutuhan sosial atau kebutuhan sekunder. :Ketiga Kebutuhan adab atau kemanusiaan. Pada jaringan sosial yang terjadi karena hubungan antar peran, peran yang dimainkan (role playing ) oleh penyidik dan penyidik pembantu dalam penyelesaian tindak pidana penipuan dan penggelapan dipilih peran dari yang berasal dari posisi yang menguntungkan ( posisi yang menyediakan demand / kebutuhan sumber daya yang bernilai ) bagi penyidik dan penyidik pembantu sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan hidup. Hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan sikap dan perilaku atasan, Penegak ketentuan hukum ( ketentuan peran ), Motivasi dari diri pribadi. Berdasarkan hal ini peran yang dimainkan tidak selalu sesuai dengan ketentuan peran ( peraturan atau ketentuan hukum) sehingga terbentuk peran-peran yang mungkin salah satunya dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Peran tersebut adalah peran sebagai fasilitator, peran sebagai mediator, peran sebagai alat bagi kepentingan pihak tertentu dan sebagai penegak hukum. Kepustakaan : 83 Buku + 30 Dokumen + 9 Internet.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anindya Wardhani
Abstrak :

Tesis ini mengkaji mengenai: (i) unsur tipu muslihat yang berdasarkan Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah sebagai salah satu unsur pembatal putusan arbitrase serta bagaimana pembatalannya; dan (ii) pendapat hakim mengenai penerapan Pasal 70 UU Arbitrase yang mekanisme pembatalannya tidak secara lengkap diatur dalam UU Arbitrase. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Arbitrase belum mengatur dengan lengkap dan jelas mengenai bagaimana pelaksanaan pembatalan putusan arbitrase utamanya yang disebabkan oleh adanya tindakan tipu muslihat dari salah satu pihak yang bersengketa dalam forum arbitrase. Mahkamah Agung berpendapat unsur tipu muslihat tidak harus dibuktikan dengan suatu putusan pidana berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu seperti yang teridentifikasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 425 B/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 807 B/Pdt.Sus-Arbt/2016. Mahkamah Agung dalam putusan lain berpendapat bahwa unsur tipu muslihat harus dapat dibuktikan dalam sebuah putusan pidana berkekuatan hukum tetap agar keadilan serta kepastian hukum dapat terus terjaga seperti tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 480 B/Pdt.Sus-Arbt/2017. Mahkamah Agung belum dapat menggali hukum yang sesuai untuk pembatalan putusan arbitrase karena unsur tipu muslihat.

 

 

 


This thesis research examines: (i) elements of deception based on Article 70 of the Arbitration Law and Alternative Dispute Resolution as one of the elements of revocation of the arbitration award and how it is revocated; and (ii) the opinion of the judge regarding the application of Article 70 of the Arbitration Law which the mechanism for arbitral award revocation is not completely regulated in the Arbitration Law. The research method used in this study is normative juridical research, namely research on the principles of law, legal systematics, the degree of legal synchronization and research on legal history through a legal approach and a number of judges’ decisions related to the revocation of the award. The results of the study indicate that the Arbitration Law has not yet provided a complete and clear explanation of how the revocation of the main arbitration award was caused by the deception of one of the parties to the dispute in the arbitration forum. The Supreme Court argue that the element of deception does not have to be proven by a criminal decision with permanent legal force as identified in the Decision of the Supreme Court Number 425 B/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 807 B/Pdt.Sus-Arbt/2016. Other judges argue that the element of deception must be proven in a criminal decision with a permanent legal force so that justice and legal certainty can be maintained as stated in the Decision of the Supreme Court Number 480 B/Pdt.Sus-Arbt/2017. The Supreme Court has not been able to dig up the appropriate law for the revocation of the arbitral award caused by element of deception.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shayna Faradila Clarissanti
Abstrak :
E-Commerce memiliki potensi penting sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi. Sayangnya hal ini juga dibarengi dengan praktik penipuan dari para penjual E-Commerce yang terus meningkat. Persepsi individu terhadap praktik selingkuh dipengaruhi oleh pandangan etis konsumen (idealisme dan egoisme) yang berbeda dari masing-masing individu. Variasi pandangan etis ini dapat dijelaskan oleh orientasi budaya (jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, keyakinan agama, individualisme dan maskulinitas) sebagai anteseden. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif single cross sectional dan dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 190 responden sebagai sampel penelitian. Kriteria responden penelitian antara lain berusia ≥ 18 tahun, berdomisili di Indonesia, telah membeli produk melalui E-Commerce Consumer-to-Consumer (C2C) / Marketplace dalam waktu 1 tahun dan memiliki pengalaman tidak menyenangkan terkait pembelian tersebut untuk dianalisis lebih lanjut. Penelitian ini melakukan pengolahan data menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) dengan software LISREL 8.80. Hasil penelitian ini menunjukkan penghindaran ketidakpastian berpengaruh positif terhadap idealisme etis konsumen. Sedangkan individualisme dan maskulinitas berpengaruh positif terhadap pandangan etis egoisme di kalangan konsumen. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa idealisme dan egoisme berpengaruh positif terhadap persepsi praktik curang oleh penjual E-Commerce. Selain itu, ada pengaruh negatif dari persepsi ini terhadap kepuasan pembelian. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jarak kekuasaan dan keyakinan agama terhadap idealisme etis konsumen. ...... E-Commerce has an important potential to support economic growth. Unfortunately this is also accompanied by the increasing fraudulent practices of E-Commerce sellers. Individual perceptions of the practice of cheating are influenced by the ethical views of consumers (idealism and egoism) that are different from each individual. This variation of ethical views can be explained by cultural orientation (power distance, uncertainty avoidance, religious belief, individualism and masculinity) as antecedents. This study used a single cross sectional descriptive design and was conducted by distributing questionnaires to 190 respondents as the research sample. The criteria for research respondents included being ≥ 18 years old, domiciled in Indonesia, had purchased products through E-Commerce Consumer-to-Consumer (C2C) / Marketplace within 1 year and had unpleasant experiences related to these purchases for further analysis. This study performs data processing using the Structural Equation Modeling (SEM) method with LISREL 8.80 software. The results of this study indicate that uncertainty avoidance has a positive effect on consumer ethical idealism. Meanwhile, individualism and masculinity have a positive effect on the ethical view of egoism among consumers. This research also shows that idealism and egoism have a positive effect on the perception of fraudulent practices by E-Commerce sellers. In addition, there is a negative effect of this perception on purchase satisfaction. In this study it was also found that there was no significant effect between power distance and religious beliefs on the ethical idealism of consumers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ibnu Kamil
Abstrak :
Tujuan dari Tesis ini adalah untuk menganalisis modus operandi yang dilakukan oleh tersangka dalam penipuan melalui email (Business Email Compromise) yang terjadi, selain juga menganalisis upaya penyidikan dari Unit III Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam melakukan penanganan tindak pidana tersebut dan untuk menganalisis faktor-faktor penghambat apa saja yang dihadapi Unit III Subdit Cyber Polda Metro Jaya dalam menangani kejahatan dalam tindak pidana tersebut. Penelitian ini menggunakan beberapa teori dan konsep yakni cyber crime, konsep sistem pembuktian berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), teori cyber law, penipuan, teori rutin online activity dan juga penelitian sebelumnya. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif, sumber data ditentukan secara purposive dengan metode pengumpulan data melalui cara observasi wawancara dengan informan penelitian, dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Technology). Motif dari para tersangka adalah secara bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, dimana secara bersama-sama telah bekerja sama untuk mendapatkan hasil berupa uang dari korban. Unit III Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan penanganan tindak pidana dengan menerima laporan dari korban, perintah penyidikan, dan dimulainya penyidikan. Hambatan penyidik dalam menangani tindak pidana penipuan lewat elektronik dalam hal ini email yang kemudian menggunakan jasa perbankan adalah tidak adanya tenaga ahli teknologi yang benar-benar paham. ......The aim of this thesis ia to analyza the modus operandi carried out by the suspect of business email compromise happened, and to analyze the imvestigative attempt of Unit III Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya in handling the criminal acts. This thesis adopts several concepts and theories of cyber crime, concept of empirical evidence based on Information Electronic Transa Regulation (UU ITE), cyber law theory, deception law, online routine activity and previous research. The method employed is qualitative . Data resource is determined by purposive in interview and observation and document analysis. The research finding indicates that the suspect makes use of information technology, so called Law of Information Technology. The motif of the suspec is the collaboration to reach the goal in the form of money from the victim. Unit III Cyber Distresktimsus.Polda Metro Jaya takes an action in handling the criminal act toward the report from the victim, investigation instruction and investigation inception.The obstacle of investigating to handle this electronic deception throughout electronic mail is the lack of technology experts who deeply understand.
Jakarta : Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library